Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

EFUSI PLEURA

Kelompok 3 :

Agustin Mega Astutik 0118005

Ela Farera 0118013

Fitrotin Nisak 0118017

Program Studi Ilmu Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dian Husada

Mojokerto

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya
dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi
lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami
yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO(2008), efusi pleura merupakan suatu gejala
penyakit yang dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis
penyakit ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di
negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara-
negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus efusi pleura per 100.000
orang. Amerika Serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya
menderita efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongesifdan pneumonia bakteri.
Menurut Depkes RI (2006), kasus efusi pleura mencapai 2,7% dari
penyakit infeksi saluran napas lainnya. WHO memperkirakan 20%
penduduk kota dunia pernah menghirup udara kotor akibat emisi
kendaraan bermotor, sehingga banyak penduduk yang berisiko tinggi
penyakit paru dan saluran pernafasan seperti efusi pleura.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana asuhan keperawatan dengan pasien efusi pleura?
C. Tujuan
a. Tujuan umum
 Untuk mempelajari asuhan keperawatan dengan pasien
efusi pleura
b. Tujuan khusus
 Untuk mempelajari pengkajian pada pasien efusi pleura
dengan asuhan keperawatan
 Untuk mempelajari diagnosa pada pasien efusi pleura
dengan asuhan keperawatan
 Untuk mempelajari intervensi pada pasien efusi pleura
dengan asuhan keperawatan

3
 Untuk mempelajari evaluasi pada pasien efusi pleura
dengan asuhan keperawatan
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Medis
1. Pengertian
 Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis
dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis
danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).
 Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit
primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder
terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung
sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi
(Smeltzer C Suzanne, 2002).
 Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses
penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat
penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin
merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus
(Baughman C Diane, 2000).
 Effusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (Price &
Wilson 2005).
 Anatomi dan Fisiologi Efusi Plura
a) Paru Paru merupakan salah satu organ vital yang memiliki
fungsi utama sebagai alat respirasi dalam tubuh manusia, paru
secara spesifik memiliki peran untuk terjadinya pertukaran
oksigen (O2) dengan karbon dioksida (CO2). Pertukaran ini
terjadi pada alveolus – alveolus di paru melalui sistem kapiler.
Paru terdiri atas 3 lobus pada paru sebelah kanan, dan 2 lobus
pada paru sebelah kiri. Pada paru kanan lobus – lobusnya antara

4
lain yakni lobus superior, lobus medius dan lobus inferior.
Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus superior dan
lobus inferior. Namun pada paru kiri terdapat satu bagian di
lobus superior paru kiri yang analog dengan lobus medius paru
kanan, yakni disebut sebagai lingula pulmonis. Di antara lobus –
lobus paru kanan terdapat dua fissura, yakni fissura horizontalis
dan fissura obliqua, sementara di antara lobus superior dan
lobus inferior paru kiri terdapat fissura obliqua. Paru sendiri
memiliki kemampuan recoil, yakni kemampuan untuk
mengembang dan mengempis dengan sendirinya. Elastisitas
paru untuk mengembang dan mengempis ini di sebabkan karena
adanya surfactan yang dihasilkan oleh sel alveolar tipe 2.
Namun selain itu mengembang dan mengempisnya paru juga
sangat dibantu oleh otot – otot dinding thoraks dan otot
pernafasan lainnya, serta tekanan negatif yang teradapat di
dalam cavum pleura.
b) Cavum thoraks Paru terletak pada sebuah ruangan di tubuh
manusia yang di kenal sebagai cavum thoraks. Karena paru
memiliki fungsi yang sangat vital dan penting, maka cavum
thoraks ini memiliki dinding yang kuat untuk melindungi paru,
terutama dari trauma fisik. Cavum thoraks memiliki dinding
yang kuat yang tersusun atas 12 pasang costa beserta cartilago
costalisnya, 12 tulang vertebra thoracalis, sternum, dan otot –
otot rongga dada. Otot – otot yang menempel di luar cavum
thoraks berfungsi untuk membantu respirasi dan alat gerak
untuk extremitas superior.
c) Pleura Selain mendapatkan perlindungan dari dinding cavum
thoraks, paru juga dibungkus oleh sebuah jaringan yang
merupakan sisa bangunan embriologi dari coelom extra-
embryonal yakni pleura. Pleura sendiri dibagi menjadi 3 yakni
pleura parietal, pleura visceral dan pleura bagian penghubung.
Pleura visceral adalah pleura yang menempel erat dengan

5
substansi paru itu sendiri. Sementara pleura parietal adalah
lapisan pleura yang paling luar dan tidak menempel langsung
dengan paru. Pelura bagian penghubung yakni pleura yang
melapisi radiks pulmonis, pleura ini merupakan pelura yang
menghubungkan pleura parietal dan pleura visceral. Pleura
parietal memiliki beberapa bagian antara lain yakni pleura
diafragmatika, pelura mediastinalis, pleura sternocostalis dan
cupula pleura. Pleura diafragmatika yakni pleura parietal yang
menghadap ke diafragma. Pleura mediastinalis merupakan
pleura yang menghadap ke mediastinum thoraks, pleura 10
sternocostalis adalah pleura yang berhadapan dengan costa dan
sternum. Sementara cupula pleura adalah pleura yang melewati
apertura thoracis superior. Pada proses fisiologis aliran cairan
pleura, pleura parietal akan menyerap cairan pleura melalui
stomata dan akan dialirkan ke dalam aliran limfe pleura. Di
antara pleura parietal dan pleura visceral, terdapat celah ruangan
yang disebut cavum pleura. Ruangan ini memiliki peran yang
sangat penting pada proses respirasi yakni mengembang dan
mengempisnya paru, dikarenakan pada cavum pleura memiliki
tekanan negatif yang akan tarik menarik, di mana ketika
diafragma dan dinding dada mengembang maka paru akan ikut
tertarik mengembang begitu juga sebaliknya. Normalnya
ruangan ini hanya berisi sedikit cairan serous untuk melumasi
dinding dalam pleura.
2. Etiologi
a. Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi
transudat, eksudat dan hemoragis
 Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal
jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis),
syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.
 Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya,
tumor, ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.

6
 Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma,
infark paru, tuberkulosis.
b. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi
unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan
yang spesifik dengan penyakit penyebabnya. Akan tetapi effusi yang
bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini :
 Kegagalan jantung kongestif,
 sindroma nefrotik,
 asites,
 infark paru,
 lup us eritematosus systemic,
 tumor dan tuberkolosis.
3. Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga
pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan
hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura
dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada
penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat
ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis
akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi
atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas
dalam kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain;
1) penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura,
2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan
perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan
yang berlebihan ke dalam rongga pleura
3) sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga
memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan
4) infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan
pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan

7
memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga
secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi
pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung
pada ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun
secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan
terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata. Kondisi efusi pleura
yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan gagal nafas. Gagal
nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan partial
Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa
Co2) ≥ 50 mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah.

8
4. Manifestasi Klinis
 Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit.
 Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil,
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak sputum.

9
5. Pemeriksaan Fisik
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi 
penumpukan cairan pleural yang signifikan mungkin akan ditemukan.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu). Didapati segitiga
Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis
Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena
cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini
didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada permulaan dan akhir
penyakit terdengar krepitasi pleura.
Pemeriksaan fisik per sistem:
1) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax
kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR
cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas
atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical
penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-
Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas
di punggung.
Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi
duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi
atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-

10
tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta
mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang
disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol,
1994,79)
2) Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada
pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran
jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan
harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung,
perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi
untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar
pekak.Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung
atau ventrikel kiri.Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II
tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan
gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya
peningkatan arus turbulensi darah.
3) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau
datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak,
selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau
massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan,
adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit
perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba,
juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik, adanya
massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites,
vesika urinarta, tumor).

11
4) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga
diperlukan pemeriksaan GCS.Adakah composmentis atau somnolen
atau comma.refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks
fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
5) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi
pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta
dengan pemerikasaan capillary refil time.Dengan inspeksi dan palpasi
dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara
kiri dan kanan.
6) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada
tidaknya lesi pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak
cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O 2. Pada palpasi
perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam).
Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk
mengetahui derajat hidrasi seseorang.
6. Pemeriksaan Diagnostik
1) Foto Thorax
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan
membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral
lebih tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya horisontal dari
lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat
berasal dari luar atau dari dalam paru-paru sendiri. Kadang-kadang sulit
membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi
karena radang (pleuritis). Disini perlu pemeriksaan foto dada dengan
posisi lateral dekubitus.

12
2) CT – SCAN 
Pada kasus kanker paru Ct Scan bermanfaat untuk mendeteksi
adanya tumor paru juga sekaligus digunakan dalam penentuan staging
klinik yang meliputi :
 menentukan adanya tumor dan ukurannya
 mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax, bronkus,
mediatinum dan pembuluh darah besar
 mendeteksi adanya efusi pleura
Disamping diagnosa kanker paru CT Scan juga dapat digunakan untuk
menuntun tindakan trans thoracal needle aspiration (TTNA), evaluasi
pengobatan, mendeteksi kekambuhan dan CT planing radiasi.
3) Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis
4) Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space,
peningkatan rasio residual udara ke total lung capacity, dan penyakit
pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut.
5) Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan
antara lain :
a. Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat
yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam effusi 9/dl <3 >3
Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200
Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016
Rivalta Negatif
Positif

13
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia
diperiksakan juga cairan pleura :
-       Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-
penyakit infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
-       Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan
metastasis adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
b. Analisa cairan pleura
-           Transudat : jernih, kekuningan
-           Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
-           Hilothorax : putih seperti susu
-           Empiema : kental dan keruh
-           Empiema anaerob : berbau busuk
-           Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
c. Perhitungan sel dan sitologi
 Leukosit 25.000 (mm3):empiema
 Netrofil:pneumonia, infark paru, pankreatilis,TB paru
 Limfosit: tuberculosis, limfoma, keganasan.
 Eosinofil meningkat :emboli paru, poliatritis nodosa, parasit
dan jamur
 Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan
tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau
pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan
infark paru, trauma dada dan keganasan.
 Misotel banyak: Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa
disingkirkan.
 Sitologi: Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat
ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena
akumulasi cairan pleura lewat mekanisme obstruksi,
preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood, 1995 :
147,148)
d. Bakteriologis

14
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah
pneamo cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter.
Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya
dapat menunjukkan yang positif sampai 20 % (Soeparman, 1998:
788).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada efusi pleura ini adalah (Mansjoer, 2001)
1) Thorakosentasis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti
nyeri, dispnea dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu
dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika
jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya
baru dapat dilakukan 1 jam kemudian
2) Pemberian antibiotik
Jika ada infeksi
3) Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat
(tetrasiklin, kalk dan bieomisin) melalui selang interkostalis untuk
melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan terakumulasi
kembali
4) Tirah baring
Tirah baring ini bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen
karena peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen
sehingga dyspnea akan semakin meningkat pula
5) Biopsi pleura, untuk mengetahui adanya keganasan

8. Komplikasi
Menurut (Mansjoer, 2001), komplikasi efusi pleura yaitu:
 Infeksi
 Fibrosis paru

15
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa
yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.Biasanya pada
pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas,
rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat
tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta
batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada
dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan
mulai kapan keluhan itu muncul.Apa tindakan yang telah dilakukan
untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan
sebagainya.Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura
seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
f. Riwayat Psikososial

16
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang
juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan
kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok,
minum alcohol dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
mengetahui status nutrisi pasien. Perlu ditanyakan kebiasaan makan
dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura
akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas
dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme
akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan efusi pleura
keadaan umumnya lemah.
c) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan
umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan
pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-
otot tractus degestivus.
d) Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi.
Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat

17
adanya nyeri dada. Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian
kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
e) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat.
Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan
rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak
orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
f) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami
perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga,
pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang
harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu,
peran pasien di masyarakat pun juga mengalami perubahan dan
semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya
sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Pasien
mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit
berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan
kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.
h) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian
juga dengan proses berpikirnya.
i) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse
akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di
rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
j) Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan
mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada

18
perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin
dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya
kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah
suatu cobaan dari Tuhan
h. Pemeriksaan Fisik
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi 
penumpukan cairan pleural yang signifikan mungkin akan ditemukan.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu). Didapati segitiga
Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak
karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada permulaan
dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
Pemeriksaan fisik per sistem:
1) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax
kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR
cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas
atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical

19
penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-
Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas
di punggung.
Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi
duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi
atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-
tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta
mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang
disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol,
1994,79)
2) Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada
pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran
jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan
harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung,
perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi
untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar
pekak.Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung
atau ventrikel kiri.Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II
tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan
gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya
peningkatan arus turbulensi darah.
3) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau
datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak,
selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau
massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan,
adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit

20
perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba,
juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik, adanya
massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites,
vesika urinarta, tumor).
4) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga
diperlukan pemeriksaan GCS.Adakah composmentis atau somnolen
atau comma.refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks
fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
5) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi
pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta
dengan pemerikasaan capillary refil time.Dengan inspeksi dan palpasi
dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara
kiri dan kanan.
6) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada
tidaknya lesi pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak
cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O 2. Pada palpasi
perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam).
Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk
mengetahui derajat hidrasi seseorang.

i. Pemeriksaan Penunjang
 Foto Thorax
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan
membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral
lebih tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya horisontal dari
lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat
berasal dari luar atau dari dalam paru-paru sendiri. Kadang-kadang sulit
membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi

21
karena radang (pleuritis). Disini perlu pemeriksaan foto dada dengan
posisi lateral dekubitus.
 CT – SCAN 
Pada kasus kanker paru Ct Scan bermanfaat untuk mendeteksi
adanya tumor paru juga sekaligus digunakan dalam penentuan staging
klinik yang meliputi :
 menentukan adanya tumor dan ukurannya
 mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax, bronkus,
mediatinum dan pembuluh darah besar
 mendeteksi adanya efusi pleura
Disamping diagnosa kanker paru CT Scan juga dapat digunakan untuk
menuntun tindakan trans thoracal needle aspiration (TTNA), evaluasi
pengobatan, mendeteksi kekambuhan dan CT planing radiasi.
 Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium
tuberculosis
 Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space,
peningkatan rasio residual udara ke total lung capacity, dan
penyakit pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut.
 Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan
antara lain :
a. Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat
yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam effusi 9/dl <3 >3
Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200
Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016

22
Rivalta Negatif
Positif
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia
diperiksakan juga cairan pleura :
-       Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-
penyakit infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
-       Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan
metastasis adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
b. Analisa cairan pleura
-           Transudat : jernih, kekuningan
-           Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
-           Hilothorax : putih seperti susu
-           Empiema : kental dan keruh
-           Empiema anaerob : berbau busuk
-           Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
c. Perhitungan sel dan sitologi
 Leukosit 25.000 (mm3):empiema
 Netrofil:pneumonia, infark paru, pankreatilis,TB paru
 Limfosit: tuberculosis, limfoma, keganasan.
 Eosinofil meningkat :emboli paru, poliatritis nodosa, parasit
dan jamur
 Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan
tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau
pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan
infark paru, trauma dada dan keganasan.
 Misotel banyak: Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa
disingkirkan.
 Sitologi: Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat
ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena
akumulasi cairan pleura lewat mekanisme obstruksi,
preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood, 1995 :
147,148)

23
d. Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah
pneamo cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter.
Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya
dapat menunjukkan yang positif sampai 20 % (Soeparman, 1998:
788).

 Diagnosa
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas, mucosa sekret berlebihan.
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sindrom
hipoventilasi yang ditandai dengan dispnea dan penggunaan otot
aksesorius pernapasan
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik ditandai dengan
mengkomunikasikan nyeri secara verbal
4) Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh
primer (cairan tubuh statis), prosedur invasive
5) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal
6) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dengan kebutuhan
7) Cemas berhubungan dengan status kesehatan

24
 Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1 Bersihan jalan nafas NOC Label: NIC Label:
tidak efektif b.d Respiratory status: Airway Management
penyumbatan saluran Airway patency 1. Buka jalan napas, 1. Menyediakan
nafas oleh sputum Setelah diberikan dengan jalan napas
yang ditandai dengan asuhan keperawatan mengangkat dagu yang adekuat
produksi suputum (+), …x24 jam, jalan atau dengan kepada
ronchi (+) napas pasien paten teknik mendorong pasien/melurusk
dengan criteria hasil: rahang an saluran nafas
 RR (respiratory 2. Posisikan pasien 2. Mencegah jalan
rate) 12-20 untuk nafas yang
x/menit (5) memaximalkan tersumbat
 Irama aliran nafas 3. Menghilangkan
pernapasan 3. Hilangkan secret sumbatan
normal (5) dengan batuk berupa secret
 Kedalaman efektif atau yang dapat
inspirasi (5) dengan suction mengganggu
4. Monitor status jalan nafas.
respirasi dan 4. Mencegah
oksigenasi terjadinya
5. Posisikan pasien hipoksia
untuk
meringankan
dyspnea
2 Pola napas tidak Setelah diberikan NIC Label: Airway management
efektif berhubungan asuhan keperawatan Airway management 1. Membantu
dengan sindrom selama ... x 24 jam, 1. Posisikan klien memperbaiki
hipoventilasi yang pola napas klien untuk status ventilasi
ditandai dengan normal dengan memaksimalkan klien
dispnea dan kriteria hasil: proses ventilasi 2. Mengeluarkan
penggunaan otot NOC label: 2. Instruksikan klien skret yang susah
aksesorius pernapasan Respiratory Status: untuk batuk keluar dari slauran

25
Ventilation efektif pernapasan
 RR Klien dalam 3. Ajarkan teknik 3. Melatih otot-otot
rentang normal napas dalam pernapasan klien
(12-18 x/menit) 4. Berikan klien 4. Memberikan
{5} oksigen jika bantuan oksigen
 Ritme diperlukan agar klien tidak
Pernapasan klien 5. Monitor status mengalami
teratur {5} respirasi dan hipoksia
 Kedalaman oksigenasi klien 5. Mengetahui lebih
inspirasi normal Respiratory dini adanya
{5} monitoring gangguan
 Suara perkusi 1. Monitor pernapasan
hiperresonan respiratory rate, Respiratory
diseluruh lapang ritme monitoring
paru {5} 2. Monitor suara 1. Respiratory rate
Keterangan: nafas klien dan ritme akan
1: Severe deviation seperti crowing berubah jika
from normal atau snoring terjadi
2: Substansial 3. Palpasi untuk keabnormalan
deviation from ekspansi paru pernapasan
normal 4. Monitor dyspnea 2. Mengetahui
3: Moderate klien dan aktifitas adanya sekret di
deviation from yang dalam paru
normal meningkatkan 3. Mengetahui
4: Mild deviation dyspnea adanya cairam
from normal 5. Monitor hasil x- dalam paru
5: No deviation from ray dada pasien 4. Mencegah
normal terjadinya dispnea
Vital Sign ketika beraktivitas
 Suhu tubuh Mengetahui adanya
dalam rentang objek tambahan pada
normal (36.5- paru
37.5 0C) {5}
 Tekanan darah
26
sistolik (80-120
mmHg)
 Tekanan darah
diastolik (60-80
mmHg) {5}
Keterangan:
1: Severe deviation
from normal
2: Substansial
deviation from
normal
3: Moderate
deviation from
normal
4: Mild deviation
from normal
5: No deviation from
normal
3 Nyeri akut Setelah diberikan NIC LABEL : Pain 1. Berguna dalam
berhubungan dengan asuhan keperawatan Management pengawasan
agen cedera biologis selama 2x24 jam 1. Kaji dan catat keefektifan obat,dan
ditandai dengan diharapkan level kualitas, lokasi dan membedakan
mengatakan nyeri ketidaknyamanan durasi nyeri. Gunakan karakteristik nyeri.
secara verbal pasien berkurang skala nyeri dengan Perubahan pada
dengan kriteria hasil pasien dari 0 (tidak karakteristik nyeri
: ada nyeri) – 10 (nyeri menunjukan
NOC LABEL paling buruk). terjadinya abses atau
:Discomfort Level 2. Gunakan peritonitis
- Pasien tidak komunikasi terapeutik 2. Berguna untuk
meringis untuk mengetahui mengetahui nyeri
- Skala nyeri 5 nyeri dan respon dan respon nyeri
- Pasien tidak pasien terhadap pasien
tampak ketakutan, nyerinya 3. Untuk mengetahui
skala 4-5 3. Kaji dengan pasien aktivitas apa yang

27
- Pasien tidak faktor-faktor yang dapat meningkatkan
tampak cemas, skala dapat dan mengurangi
4-5 meningkatkan/mengur nyeri pasien
- Pasien dapt angi nyerinya sehingga perawat
beristirahat dengan 4. Kaji efek dari dapat menegakan
cukup, skala 4-5 pengalaman nyeri implementasi dengan
(Skala 1 : severe, terhadap kualitas benar
skala 2 :substantial, tidur, nafsu makan, 4. Untuk mengetahui
skala 3 : moderate, aktivitas dan suasana masalah lain yang
skala 4 : mild, skala hati ditimbulkan dari
5 : none) 5. Control lingkungan nyeri
sekitar pasien yang 5. Untuk
Setelah diberikan dapat memberikan meminimalisir
asuhan keperawatan respon tidak nyaman, respon
selama 2x24 jam misalnya temperature ketidaknyamanan
diharapkan level ruangan, pencahayaan pasien
ketidaknyamanan dan kebisingan 6. Berguna untuk
pasien berkurang 6. Ajarkan tekhnik mengurangi nyeri
dengan kriteria nonfarmakologis, dan meminimalisir
hasil : (misalnya guided penggunaan terapi
NOC LABEL : imageri, distraksi, farmakologik
Pain control relaksasi, terapi 7. Mencegah
- Pasien dapat musik, massage), terjadinya dosis yang
menyebutkan faktor sebelum, setelah, dan berlebihan
yang menyebabkan jika mungkin selama
nyerinya timbul, nyeri berlangsung,
skala 4-5 sebelum nyeri
- Pasien dapat meningkat, dan
melaporkan selama nyeri
perubahan pada berkurang
tanda-tanda nyeri 7. Ajarkan tentang
kepada petugas penggunaan
kesehatan /perawat, farmakologikal dalam
skala 4-5 mengurangi nyeri
28
- Pasien dapat
melaporkan
bagaimana cara
mengontrol
nyerinya, skala 4-5
- Pasien
menggunakan cara
non-analgesics untuk
mengurangi
nyerinya, skala 4-5
- Pasein
menggunakan obat
analgesics sesuai
rekomendasi, skala
4-5
(skala 1 : never
demonstrated, skala
2 : rarely
demonstrates, skala
3 : sometimes
demonstrated, skala
4 : often
demonstrated, skala
5 : consistenlly
demonstrated)

4 Risiko Infeksi b.d. Setelah dilakukan NIC Label : 1. Untuk


prosedur invasif asuhan keperawatan Infection mengetahui
selama …x24 jam Protection adanya tanda
diharapkan tidak ada dan gejala
1. Monitor tanda dan
tanda infeksi dengan infeksi
gejala infeksi
criteria hasil : 2. Untuk
sistemik dan local
mengetahui
NOC Label : 2. Inspeksi adanya
adanya tanda

29
- Infection Severity kemerahan/drainas dan gejala
e pada kulit infeksi
1. Tidak terdapat
3. Batasi pengunjung 3. Untuk
drainase purulen
4. Edukasikan px dan mengurangi
2. Tidak terdapat keluarga cara paparan patogen
peningkatan menghindari dari luar
temperature kulit infeksi 4. Untuk
NIC Label : Infection mencegah
3.Keadaan kulit
Control infeksi
disekeliling luka
1. Ajarkan Px
tidak kemerahan
dan
pengunjung
1. Mencegah
mencuci
infeksi
tangan untuk
2. Untuk
menjaga
mengurangi
kesehatan
agen infeksi
2. Gunakan
yang dapat
"universal
timbul
precaution"
3. Untuk
3. Anjurkan px
meningkatkan
perbanyak
imun
istirahat
4. Untuk
4. Instruksikan
mencegah
px mendapat
adanya infeksi
antibiotik, jika
5. Untuk
dibutuhkan
memantau
5. Ajarkan px
keadaan luka px
dan keluarga
secara regular
mengenai
tanda dan
gejala infeksi
dan
intruksikan

30
untuk melapor
ke perawat
jikan
menemukan 1. Drainase
tanda dan mengikuti gaya
gejala infeksi gravitasi
pada px 2. Mencegah
adanya
gelembung
NIC Label : Tube
udara pada
Care : Chest
WSD
1. Jaga kantong 3. Untuk
drainase memantau tanda
levelnya di akumulasi
bawah dada cairan pada
2. Monitor intrapreural
adanya 4. Untuk
gelembung mencegah
udara pada adanya infeksi
"chest tube
drainage"
3. Observasi
tanda
akumulasi
cairan pada
intrapreural
4. Ganti
balutan(dressi
ng) di sekitar
pemasangan
WSD setiap
48 - 72 jam
bila
diperlukan

31
5 Hipertermi NOC Label: NIC Label:
berhubungan dengan Vital sign Fever treatment
proses inflamasi Setelah diberikan 1. Monitor suhu 1. Menkaji
ditandai dengan asuhan Keperawatan tubuh pasien yang perkembangan
peningkatan suhu selama ….x24 jam, sesuai suhu tubuh
tubuh diatas rentang Vital sign pasien 2. Selimuti pasien pasien dan
normal dalam rentang dengan selimut menentukan
normal dengan yang sesuai terapi yang
criteria hasil: 3. Beri obat untuk diberikan.
 Suhu tubuh mengobati 2. Memberikan
dalam rentang penyebab demam suhu yang
normal (36,5- yang sesuai sesuai dengan
37,5⁰C) (5) 4. Dorong klien suhu tubuh.
 Nadi radial untuk 3. Menghilangan
dalam rentang meningkatkan factor penyebab
80-100 x/menit intake cairan dari hipertermi
(5) melalui oral yang 4. Cairan dapat
 Tekanan darah sesuai. membantu
sistolik 80-110 5. Beri obat yang proses
mmHg (5) tepat untuk termoregulasi
mencegah atau dalam tubuh
mengendalikan
klien menggigil
6 Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan NIC: Toleransi 1. Memudahkan
berhubungan dengan askep ... jam Klien aktivitas perawat untuk
ketidakseimbangan dapat menoleransi memberikan
1. Tentukan
antara suplai oksigen aktivitas & KIE kepada
penyebab
dengan kebutuhan melakukan ADL dgn pasien
intoleransi
baik 2. Mengetahui
aktivitas &
Kriteria Hasil: aktivitas yang
tentukan apakah
 Berpartisipasi dilakukan
penyebab dari
dalam aktivitas pasien sehari-
fisik,
fisik dgn TD, hari sehingga

32
HR, RR yang psikis/motivasi bisa digunakan
sesuai sebagai panduan
2. Kaji kesesuaian
 Peningkatan dalam latihan
aktivitas&istiraha
toleransi aktivitas secara
t klien sehari-hari
aktivitas bertahap
3. ↑ aktivitas secara 3. Mengembalikan
bertahap, biarkan pola aktivitas
klien klien dengan
berpartisipasi menyesuaikan
dapat perubahan pada kondisi
posisi, klien
berpindah&peraw 4. Mencegah
atan diri penekanan pada
daerah yang
4. Pastikan klien
mengalami
mengubah posisi
penonjolan dan
secara bertahap.
melihat sejauh
Monitor gejala
mana aktivitas
intoleransi
yang mampu
aktivitas
dilakukan oleh
5. Ketika membantu klien
klien berdiri, 5. Memudahkan
observasi gejala perawat untuk
intoleransi spt melihat
mual, pucat, toleransi
pusing, gangguan aktivitas yang
kesadaran&tanda sudah mampu
vital dan belum
mampu
dilakukan klien
7 Cemas berhubungan Setelah dilakukan Pengurangan 1. Untuk
dengan krisis askep … x24 jam kecemasan memudahkan
situasional, kecemasan
1. Bina hubungan komunikasi
hospitalisasi terkontrol dg KH:
saling percaya antara perawat

33
 ekspresi wajah 2. Kaji kecemasan dengan pasien
tenang , anak / keluarga dan 2. Mengetahui
keluarga mau identifikasi
sejauh mana
bekerjasama kecemasan pada
dalam tindakan keluarga. cemas yang
askep. dirasakan pasien
3. Jelaskan semua
prosedur pada 3. Dengan
keluarga mengetahui
4. Kaji tingkat prosedur yang
pengetahuan dan akan diterima,
persepsi pasien
pasien akan
dari
merasa lebih
5. Temani keluarga
tenang
pasien untuk
mengurangi 4. Tingkat
ketakutan dan pengetahuan
memberikan
penting untuk
keamanan.
mengkaji gaya
6. Instruksikan untuk bahasa yang
melakukan teknik
relaksasi. tepat dan mudah
dimengerti oleh
pasien
5. Mengkondisika
n pasien merasa
diperhatikan,
dan
mendapatkan
semangat dari
orang
disekitarnya
6. Untuk
mengurangi
kecemasan yang
dirasakan pasien

34
 Evaluasi
Evaluasi mengacu pada intervensi yang telah di lakukan pada pasien Efusi
Pleura dengan berbagai diagnose dari berbagai rencana dan tindakan menunjukan
tujuan dan kriteria hasil tercapai.

35
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan pariteral, proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain. Secara normal, ruang pleura mengandung sejumlah kecil
cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan
permukaan pleurabergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,
2002).
Pleura pariental berdasarkan letaknya terbagi atas :
 Cupula Pleura (Pleura Cervicalis)
Merupakan pleura parietalis yang terletak di atas costa 1 namun
tidak melebihidari collum costae nya. Cupula pleura terletak
setinggi 1-1,5 inchi di atas 1/3 medial os. Clavicula.
 Pleura Parietalis Pars Costalis
Pleura yang menghadap ke permukaan dalam costae, cartilage
costae, SIC/ICS, pinggir corpus vertebrae, dan permukaan
belakang os. Sternum.
 Pleura Paruetalis pars Diaphragmatica
Pleura yang menghadap ke diaphragm permukaan thoracal yang
dipisahkan oleh fascia endothoracica.
 Pleura Parietalis pars Mediastinalis (Medialis)
Pleura yang menghadap ke mediastinum/terletak di bagian medial
dan membentuk bagian lateral dari mediastinum.
B. Saran
Dalam hal ini perawat harus selalu sigap dalam penanganan
penyakit efusi pleura karena akan menjadi fatal jika terlambat
menanganinya. Selain itu perawat juga memberi health education kepada
klien dan keluarga agar mereka paham dengan efusi pleura dan bagaimana
pengobatannya.

36
DAFTAR PUSTAKA

Potter, Patricia A., and Perry, Anne Griffin. 2006. Fundamental Keperawatan.
Volume 2. Jakarta: EGC
Guyton&Hall.2008.Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
kedokteran EGC
Smeltzer, Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &
Suddart). Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC
ansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius.
Jakarta
NANDA International. 2011. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2009-2011. Jakarta : EGC.
Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2004.Nursing Interventions
Classification : Fourth Edition. United States of America : Mosby.
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition.
United States of America : Mosby

37

Anda mungkin juga menyukai