Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bunuh diri adalah salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia.
Gagasan bunuh diri mungkin juga muncul pada orang yang tidak mengalami
gangguan mental saat mereka berada dalam keadaan depresi atau mengalami
penyakit fisik.
Secara global, sekitar satu juta kematian akibat bunuh diri dicatat setiap
tahun, dan jumlah usaha bunuh diri diperkirakan akan 10-20 kali lebih tinggi dari
ini.Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa salah satu upaya bunuh
diri terjadi kira-kira setiap tiga detik, dan terdapat satu orang setiap menit yang
meninggal karena bunuh diri.Penyebab bunuh diri merupakan hal yang
kompleks.Beberapa orang tampak sangat rentan untuk bunuh diri ketika
menghadapi peristiwa kehidupan yang sulit atau kombinasi stressor. Faktor-faktor
ini termasuk adanya gangguan mental sebelumnya atau penyalahgunaan zat,
riwayat bunuh diri dalam keluarga dekat, kekerasan keluarga jenis apa pun, dan
adanya perpisahan atau perceraian.
Pada sebuah studi epidemiologi di Amerika Serikat yang dilakukan Kessler
dan kawan – kawan (dkk), memperkirakan tingkat keinginan bunuh diri sebesar
2,8% - 3,3% dari populasi umum, dan Weissman dkk, melaporkan. antara 2 dan
18% pada sembilan negara.
Pasien dengan gangguan depresif mayor memiliki risiko yang besar
terjadinya bunuh diri
Pada sejumlah studi psikologis otopsi dari sampel bunuh diri menunjukkan
bahwa hanya sebagian kecil terjadi bunuh diri tanpa bersamaan dengan diagnosis
psikiatri yaitu sekitar 5% hingga 7%.Dari laporan studi klinis menunjukkan
sebesar 78 – 89 % pasien gangguan depresif mayor berat memiliki keinginan dan
percobaan bunuh diri.Dan adanya data yang menunjukkan bahwa kebanyakan
orang yang melakukan bunuh diri sebelumnya tidak melakukan percobaan bunuh
diri dan setidaknya ada satu studi tentang percobaan bunuh diri yang menemukan
sekitar 10% akhirnya mati dengan bunuh diri.Dengan demikian gagasan dan
perencanaan bunuh diri merupakan hal yang serius dibandingkan dengan
percobaan bunuh diri.
Risiko untuk terjadinya bunuh diri bagi seorang individu yang dirawat di
rumah sakit pada episode gangguan depresif mayor berat diperkirakan 15%.
Pada penelitian yang dilakukan Beck, dan kawan - kawan terhadap 207
pasien rawat inap yang memiliki gagasan bunuh diri 7 % selama periode 5 - 10
tahun, terdapat 14 pasien yang melakukan bunuh diri. Beck mengamati secara
klinis bahwa ketika pasien depresi yakin tidak ada solusi untuk masalah
kehidupan yang serius, mereka memandang bunuh diri sebagai jalan keluar dari
situasi yang tak tertahankan.Menurut formulasi Beck's, putus asa merupakan
karakteristik inti dari depresi dan berfungsi sebagai penghubung antara depresi
dan bunuh diri.
1.2 Rumusan Masalah
A. Apa pengertian dari resiko bunuh diri?
B. Apa etiologi dari resiko bunuh diri?
C. Apa saja Klasifikasi dari resiko bunuh diri?
D. Bagaimana saja isyarat pada pasien reiko bunuh diri?
E. Bagaimana rentang respon proteksi diri pada pasien resiko bunuh diri?
F. Bagaimana proses terjadinya resiko bunuh diri?
G. Apa saja mitos mengenai resiko bunuh diri
H. Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien resiko bunuh diri?
1.3 Tujuan Penulisan
A. Untuk Mengetahui pengertian dari resiko bunuh diri
B. Untuk Mengetahui etiologi dari resiko bunuh diri
C. Untuk Mengetahui Klasifikasi dari resiko bunuh diri
D. Untuk Mengetahui isyarat pada pasien reiko bunuh diri
E. Untuk Mengetahui rentang respon proteksi diri pada pasien resiko bunuh diri?
F. Untuk Mengetahui proses terjadinya resiko bunuh diri
G. Untuk Mengetahui mitos mengenai resiko bunuh diri
H. Untuk Mengetahui Asuhan keperawatan pada pasien resiko bunuh diri
BAB II
PEMBAHASAN
Keterangan :
1. Peningkatandiriyaituseorangindividu yang mempunyaipengharapan,
yakin, dankesadarandirimeningkat.
2. Pertumbuhan-peningkatanberisiko,
yaitumerupakanposisipadarentang yang masih normal
dialamiindividu yang mengalamiperkembanganperilaku.
3. Perilakudestruktifdiritaklangsung, yaitusetiapaktivitas yang
merusakkesejahteraanfisikindividudandapatmengarahkepadakematia
n, sepertiperilakumerusak, mengebut, berjudi, tindakankriminal,
terlibatdalamrekreasi yang berisikotinggi, penyalahgunaanzat,
perilaku yang menyimpangsecarasosial, danperilaku yang
menimbulkanstres.
4. Pencederaandiri, yaitusuatutindakan yang membahayakandirisendiri
yang dilakukandengansengaja.
Pencederaandilakukanterhadapdirisendiri, tanpabantuan orang lain,
dancederatersebutcukupparahuntukmelukaitubuh. Bentukumum
5. perilakupencederaandiritermasukmelukaidanmembakarkulit,
membenturkankepalaatauanggotatubuh, melukaitubuhnyasedikit
demi sedikit, danmenggigitjari.
6. Bunuhdiri, yaitutindakanagresif yang
langsungterhadapdirisendiriuntukmengakhirikehidupan
2.7 PROSES TERJADINYA RESIKO BUNUH DIRI
HIDUP ATAU
MATI KONSEP JERITAN
BUNUH DIRI MINTA
TOLONG &
CATATAN
BUNUH DIRI
4. Riwayat pengobatan.
7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri :
a. Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang
sulit.
b. Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang
teratur dan cara-cara melaksanakan rencana tersebut.
c. Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat
gelisah, keparahan gangguan mood
d. Sistem pendukung yang ada.
e. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain
(baik psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan
riwayat penyalahgunaan zat.
f. Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar
keluarga klien, atau keluarga tentang gejala, meditasi dan
rekomendasi pengobatan gangguan mood, tanda-tanda
kekambuhan dan tindakan perawatan diri.
Hal utama yang perlu dikaji adalah tanda atau gejala yang dapat
menetukan tingkat risiko dari tingkah laku bunuh diri. Untuk ini ada
beberapa pendapat dan petunjuk yang dapat dipilih oleh perawat, sebagai
berikut:
Pertama, pengkajian tingkat risiko oleh Hasson, Valente dan
Rink (1977, dikutip oleh Shiver, 1986) pada table berikut:
N Perilaku atau Intensitas Risiko
No gejala Rendah Sedang Tinggi
1. Cemas Rendah Sedang Tinggi atau
panic
2. Depresi Rendah Sedang Berat
3. Isolasi- Perasaan depresi Perasaan tidak Tidak
menarik diri yang samar, tidak berdaya, putus berdaya, putus
menarik diri asa, menarik asa, menarik
diri diri, protes
pada diri
sendiri
4. Fungsi sehari- Umumnya baik Baik pada Tidak baik
hari pada semua beberapa pada semua
aktifitas aktifitas aktifitas
5. Sumber- Beberapa Sedikit Kurang
sumber
6. Strategi Umumnya Sebagian Sebagian
koping konstruktif konstruktif besar
destruktif
7. Orang Beberapa Sedikit atau Tidak ada
penting/dekat hanya satu
8. Pelayanan Tidak, sikap Ya, umumnya Bersikap
psikiatriyang positif memuaskan negative
lalu terhadap
pertolongan
9. Pola hidup Stabil Sedang (stabil Tidak stabil
tak stabil)
10. Pemakai Tidak sering Sering Terus-
alcohol dan menerus
obat
11. Percobaan Tidak, atau yang Dari tidan Dari tidak
bunuh diri tidak fatal sampai dengan sampai
sebelumnya cara yang agak berbagai cara
fatal yang fatal
12. Disorientasi Tidak ada Sedikit Jelas atau ada
dan
disorganisasi
13. Bermusuhan Tidak atau tidak Beberapa Jelas atau ada
sedikit
14. Rencana Samar, kadang- Sering Sering dan
bunuh diri kadang ada dipikirkan konstan
pikiran, tidak ada kadang-kadang dipikirkan
rencana ada ide untuk dengan
merencanakan rencana yang
spesifik
*) sumber : Halton, Valente, dan Rink 1977, dikutip oleh Shiver, 1986, hal 472
Kedua pengkajian yang dikutip oleh Stuart dan Sundeen (1988, hal 496-
497) yang mengkaji 10 fakor dan masing-masing diberi nilai, dan nilai akhir akan
menentukan tingkat potensialitas dari bunuh diri tersebut.
Ketiga pengkajian yang dikemukakan oleh Bailey dan Dreyer (1977,
dikutip oleh Shivers, 1988 hal 475) mengkaji intensitas bunuh diri yang disebut
SIRS (Suicidal Intertion Rating Scale), dengan skor 0-4, yaitu :
Skor 0 : tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang
Skor 1 :ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam
bunuh diri
Skor 2 : memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri Skor
Skor 3: mengancam bunuh diri, misalnya: “tinggalkan saya sendiri atau saya akan
bunuh diri
Skora4:aktif mencoba bunuh diri Dari ketiga pengkajian di atas, perawat
mengidentifikasi klien yang termasuk kedaruratan adalah klien resiko
tinggi dengan skor yang tinggi, tingkat yang lain juga mempunyai resiko.
Skor nol dan intensitas rendah tidak mempunyai resiko bunuh diri saat
ini.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Bunuh diri
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan meliputi penentuan diagnosis keperawatan, tujuan
dan intervensi keperawatan. Beberapa kemungkinan diagnosis
keperawatan pada keadaan gawat darurat adalah sebagai berikut:
1. Dorongan yang kuat untuk bunuh diri sehubungan dengan alam
perasaan depresi
2. Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan ketidakmampuan
menangani stress, persaan bersalah.
3. Koping yang tidak efektif sehubungan dengan keinginan bunuh diri
sebagai pemecahan masalah
4. Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan keadaan krisis yang
tiba-tiba (di rumah, komuniti)
5. Isolasi social sehubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang
menurun
6. Gangguan konsep diri: perasaan tidak berharga sehubungan dengan
kegagalan (sekolah, hubungan interpersonal).
1. Intervensi
a. Intervensi secara umum:
Stuart dan Sundeen (1987) mengidentifikasi intervensi utama
pada klien tingkah laku bunuh diri sebagai berikut:
1. Melindungi. Merupakan intervensi yang paling penting untuk
mencegah klien melukai dirinya. Tempatkan klien di tempat
yang aman, bukan diisolasi, serta semua tindakan dijelaskan
pada klien. Pengawasan satu-satu selam 24 jam harus dlakukan
pada klien yang resiko tinggi melakukan bunuh diri. Krisis
intervensi merupakan tindakan yang tepat. Kecenderungan
bunuh diri yang ada di masyarakat memerlukan bantuan yang
segera dari “klinik krisis” atau tenaga sukarela yang membantu
klien melalui telepon (hot line). Hot line biasanya tersedia 24
jam, melayani setiap orang, tidak perlu perjanjian dan bayaran,
dan memberi bantuan dengan segera.
2. Meningkatkan harga diri. Klien yang ingin bunuh diri
mempunyai harga diri yang rendah. Dengan menyediakan waktu
dan diri bagi klien membuktikan bahwa klien penting. Bantu
klien mengekspresikan perasaan positif dan negative, berikan
pujian pada hal yang positif. Bersama klien identifikasi sumber
kepuasaan dan rencana aktivitas yang memungkinkan akan
keberhasilan.
3. Menguatkan koping konstruktif atau sehat. Perawat perlu
mengkaji koping yang sering dipakai klien. Berikan pujian dan
penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang
destruktif pelu dimodifikasi atau diganti dengan koping baru
yang sehat, misalnya klien yang selalu menekan perasaan marah
dapat dibimbing untuk mengikuti latihan asertif
(mengekspresikan marah secara efektif dan konstrktif).
4. Menggali perasaan. Perawat membantu klien untuk mengenal
perasaannya. Bersama mencari factor predisposisi atau
partisipasi yang mempengaruhi perilaku klien. Dengan
mengenal perasaan dan penyebab perilakunya, maka klien dapat
mengubahnya di masa yang akan dating.
5. Menggerakkan dukungan social. Biasanya klien yang
mempunyai kecenderungan bunuh diri tidak atau kurang
dukungan social. Untuk itu, perawat mempunyai peran
menggerakkan system social klien. Keluarga, teman terdekat,
atau lembaga pelayanan di masyarakat dapat membantu
mengontrol perilaku klien. Keluarga dank lien memerlukan
bantuan dalam meningkatkan pola dan kualitas komunikasi.
b. Intervensi per diagnose:
1. Diagnose : Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan
keadaan
krisis yang tiba-tiba (di rumah, di masyarakat)
Tujuan jangka panjang: Klien tidak melukai/membunuh diri.
Tujuan jangka pendek:
1. Klien tetap aman dan selamat
2. Klien berperan serta dalam mengontrol perilaku
Intervensi:
1. Temani klien terus-menerus sampai ia dapat dipindahkan ke
tempat yang aman
2. Mendapatkan orang yang dapat segera membawa klien ke
rumah sakit untuk pengkajian lebih lanjut dan kemungkinan
dirawat.
3. Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya: pisau,
gelas, silet, tali pinggang)
4. Cek keberadaan klien setiap 10-15 menit dengan observasi
yang tidak teratur
5. Dengan lembut jelaskan pada klien bahwa saudara akan
melindungi sampai tidak ada keinginan bunuh diri
6. Yakini bahwa klien menelan obatnya
3. Evaluasi
Evaluasi pada tingkah laku bunuh diri memerlukan pemantauan
yang teliti tentang tingkah laku klien setiap hari.Perubahan dapat
segera terjadi yang memerlukan modofikasi perencanaan. Peran serta
klien pada perencanaan, evaluasi dan modifikasi rencana sangat
membantu pencapaian tujuan asuhan keperawatan..
Tujuan utama asuhan keperawatan adalah melindungi diri
sendiri.Melalui intervensi yang aktif dan efektif diharapkan klien
dapat mengembangkan alternative pemecahan masalh bunuh diri.
Bab iii
Kesimpulan
4.1 Kesimpulan
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan dan Pada umumnya merupakan cara ekspresi orang
yang penuh stress dan berkembang dalam beberapa rentang.
Banyak penyebab/alasan seseorang melakukan bunuh diri
diantaranyakegagalan beradaptasi,perasaan marah dan terisolasi, dan lainnya
Bunuh diri biasanya didahului oleh isyarat bunuh diri,ancaman bunuh diri serta
percobaan bunuh diri. Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah
orang tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat
untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut
4.2 Saran
Hendaknya perawat memiliki pengetahuan yang cukup cirri-ciri
pasien yang ingin mengakhiri hidupnya sehingga dapat mengantisipasi terjadinya
perilaku bunuh diri pasien
Hendaknya perawat melibatkan keluarga dalam melakukan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan jiwa.
Anonim. 2013. Strategi Pelaksanaan Resiko Bunuh Diri. Diunduh pada tanggal 18 Maret
2015 dari alamat web: http://ahlinyajiwa.blogspot.com/2013/02/strategi-
pelaksanaan-resiko-bunuh-diri.html
Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan
Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.