Anda di halaman 1dari 12

Pemodelan Menggunakan Metode Spasial Durbin Model Untuk Data Angka Putus Sekolah Usia Pendidikan Dasar

Luh Putu Safitri Pratiwi, Shofwan Hanief, I Ketut Putu Suniantara

PEMODELAN MENGGUNAKAN METODE SPASIAL DURBIN MODEL UNTUK DATA


ANGKA PUTUS SEKOLAH USIA PENDIDIKAN DASAR

Luh Putu Safitri Pratiwi1, Shofwan Hanief2, I Ketut Putu Suniantara3


Program Studi Sistem Informasi, STMIK STIKOM Bali1,2,3
e-mail: safitri.pratiwi@yahoo.com

Abstrak
Masalah anak yang putus sekolah perlu mendapatkan perhatian karena salah satu indikator yang
berguna untuk mengukur kemajuan sumber daya manusia pada bidang pendidikan. Untuk menekan
laju pertambahan jumlah anak putus sekolah tersebut dapat dilakukan dengan cara mengetahui faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap jumlah anak putus sekolah dan berpotensi dalam meningkatkan laju
pertumbuhan anak yang putus sekolah. Pemodelan yang menggunakan pengaruh daerah (area) disebut
pemodelan spasial. Ciri dari pemodelan spasial adalah adanya matriks pembobot yang merupakan
penanda adanya hubungan antara suatu wilayah dengan wilayah lain. Salah satu model spasial yaitu
Spasial Durbin Model (SDM). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah anak putus sekolah
di wilayah Bali dengan menggunakan metode SDM dan ingin menetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi anak putus sekolah di wilayah Bali. Model yang didapat ialah pemodelan SDM
menghasilkan nilai AICc yang lebih kecil dibandingkan pemodelan dengan OLS. Tidak adanya lag
variabel independen yang signifikan menyebabkan hasil estimasi parameter menggunakan SDM
menjadi tidak signifikan akan tetapi pada identifikasi nilai Moran’s I mengidentifikasikan adanya
dependensi spasial pada variabel independen yang artinya ada kemiripan sifat untuk lokasi yang saling
berdekatan.
Kata kunci: Regresi, Spasial, OLS, SDM

I. PENDAHULUAN pemodelan spasial adalah adanya matriks


Sumber daya manusia bermutu yang pembobot yang merupakan penanda adanya
merupakan produk pendidikan adalah kunci hubungan antara suatu wilayah dengan wilayah
keberhasilan pembangunan suatu negara. Undang- lain. Metode spasial merupakan metode untuk
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem mendapatkan informasi pengamatan yang
Pendidikan Nasional, menjamin hak atas dipengaruhi efek ruang atau lokasi. Pengaruh efek
“pendidikan dasar” bagi warga negara Indonesia ruang tersebut disajikan dalam bentuk koordinat
yang berusia 7-15 tahun. Salah satu upaya untuk lokasi (longitude, latitude) atau pembobotan. [1]
meningkatkan taraf pendidikan penduduk menyatakan bahwa pemodelan spasial dilakukan
Indonesia dengan menyelesaikan Program Wajib dengan proses autoregressive, yaitu ditunjukkan
Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Berlawanan dengan hubungan ketergantungan sekumpulan
dengan harapan yang ada, kenyataannya angka pengamatan atau lokasi.
putus sekolah di jenjang pendidikan dasar hingga Menurut [2] salah satu model spasial
saat ini masih tinggi. Putus sekolah merupakan autoregressive adalah model spasial Mixed
salah satu indikator yang berguna untuk mengukur Regressive-Autoregressive memiliki bentuk
kemajuan sumber daya manusia pada bidang persamaan seperti Spatial Autoregressive Model
pendidikan pada tiap wilayah. (SAR), dengan pengaruh spasial lag hanya pada
Pemodelan yang menggunakan pengaruh variabel dependen. Hubungan spasial setiap
daerah (area) disebut pemodelan spasial. Ciri dari pengamatan tersebut dinyatakan dalam matriks

8
JURNAL VARIAN E-ISSN 2581-2017
VOL.2 NO.1 SEPTEMBER 2018
Pemodelan Menggunakan Metode Spasial Durbin Model Untuk Data Angka Putus Sekolah Usia Pendidikan Dasar
Luh Putu Safitri Pratiwi, Shofwan Hanief, I Ketut Putu Suniantara

pembobot (W). Spatial Durbin Model (SDM) geografis pada tiap pengamatannya.
merupakan salah satu jenis model tersebut, Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan
dikembangkan karena dalam beberapa kasus yang dilakukan, Astari menyimpulkan bahwa
hubungan dependensi dalam spasial tidak hanya faktor spasial/lokasi tidak berpengaruh
terjadi pada variabel dependen, tetapi juga pada terhadap data jumlah anak putus sekolah usia
variabel independen sehingga ditambahkan pendidikan dasar di Provinsi Bali tahun 2010.
spasial lag WX pada model.
B. Analisis Regresi
Kasus putus sekolah sesuai digunakan
dalam metode spasial dikarenakan untuk melihat Analisis Regresi merupakan metode yang
jumlah anak putus sekolah dalam suatu wilayah digunakan untuk mengetahui pola hubungan
dipengaruhi oleh daerah lainnya yang berdekatan. antara variabel respon dan variabel bebas. Model
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk persamaan regresi sebagai berikut.
mendeskripsikan jumlah anak putus sekolah di Y   0  1 X 1   2 X 2     p X p   (1)
Bali serta faktor – faktor yang diduga dengan :
mempengaruhinya. serta memodelkan jumlah a) Pengujian Serentak
anak putus sekolah di wilayah dengan Hipotesis yang digunakan untuk pengujian
menggunakan metode SDM. serentak adalah sebagai berikut.
: = =⋯= =0
II. TINJAUAN PUSTAKA : minimal ada satu ≠ 0; =1,2,…,
A. Penelitian yang Terkait statistik uji untuk menghitung dengan
Beberapa penelitian tentang regresi spasial yaitu: rumus (2) dibawah ini:
1. [3] dalam penelitiannya yang berjudul = (2)
“Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia Wajib
Belajar Menggunakan Metode Regresi Spasial b) Pengujian Parsial
di Jawa Timur” menerapkan aspek spasial Pengujian parameter regresi secara parsial dilakukan
untuk melihat apakah keragaman karakteristik untuk mengetahui parameter yang signifikan
antar kabupaten/kota di Jawa Timur memengaruhi variabel dependen. Hipotesis untuk
menentukan kualitas pendidikan pada daerah pengujiannya sebagai berikut.
tersebut, selain itu Fitroni juga ingin : k  0
mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh
: k  0 ; =1,2,…,
secara nyata terhadap angka putus sekolah di
Jawa Timur. Hasil akhir dari penelitian ini statistik uji sesuai rumus (3) di bawah ini:
menunjukkan bahwa APS (Angka Putus = (3)
Sekolah) tingkat SD tidak terdapat dependensi
spasial. Hal ini menandakan bahwa pada
tingkat SD di setiap kabupaten/kota di Jawa C. Regresi Spasial
Timur sudah berjalan mandiri dan tidak Hukum pertama tentang geografi menyatakan
memiliki ketergantungan dengan daerah yang bahwa segala sesuatu saling berhubungan satu dengan
lainnya. Faktor-faktor yang diperoleh, yaitu yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat mempunyai
rasio guru dan murid, PDRB per kapita, dan pengaruh lebih besar daripada sesuatu yang jauh [2].
rasio penduduk tamatan maksimal SD. Hukum tersebut merupakan dasar pengkajian
2. [4] dalam penelitiannya yang berjudul permasalahan berdasarkan efek lokasi atau metode
“Pemodelan Jumlah Anak Putus Sekolah Di spasial. Metode spasial merupakan metode untuk
Provinsi Bali Dengan Pendekatan “Semi- mendapatkan informasi pengamatan yang dipengaruhi
Parametric Geographically Weighted Poisson efek ruang atau lokasi. Pengaruh efek ruang tersebut
Regression” mengatakan bahwa faktor-faktor disajikan dalam bentuk koordinat lokasi (longitude,
yang mempengaruhi jumlah putus sekolah latitude) atau pembobotan.
pada tiap wilayah berbeda- beda tergantung Pemodelan spasial mempunyai dua tipe data
pada karakteristik dari masing-masing daerah yaitu dapat dibedakan menjadi pemodelan dengan
tersebut, sehingga diperlukan suatu analisis pendekatan titik dan area. Pengujian efek spasial
statistika yang memperhitungkan faktor dilakukan dengan uji heterogenitas dan dependensi
9
JURNAL VARIAN
VOL.2 NO.1 SEPTEMBER 2018 E-ISSN 2581-2017
Pemodelan Menggunakan Metode Spasial Durbin Model Untuk Data Angka Putus Sekolah Usia Pendidikan Dasar
Luh Putu Safitri Pratiwi, Shofwan Hanief, I Ketut Putu Suniantara

spasial. Penyelesaian jika ada efek heterogenitas E. Spatial Durbin Model (SDM)
adalah dengan mengunakan pendekatan titik. Jenis Model spasial Mixed Regressive-Autoregressive
pendekatan titik antara lain Geographically Weighted memiliki bentuk persamaan seperti Spatial
Regression (GWR), Geographically Weighted Autoregressive model (SAR) dengan hanya ada
Poisson Regression (GWPR), Space-Time pengaruh spasial lag pada variabel dependen. Namun
Autoregressive (STAR), dan Generalized Space-Time Spatial Durbin Model (SDM) merupakan kasus
Autoregressive (GSTAR). Penyelesaian jika ada efek khusus dari model SAR dengan menambahkan
dependensi spasial adalah dengan mengunakan pengaruh lag pada variabel independen. Oleh karena
pendekatan area. Pendekatan area antara lain Spatial itu perlu ditambahkan spasial lag pada model sehingga
Autoregressive Model (SAR), Spatial Error Model pembobotan dilakukan pada variabel independen
(SERM), Spatial Durbin Model (SDM), Conditional maupun dependen. Bentuk model SDM adalah
Autoregressive Model (CAR), dan Spatial sebagai berikut [2]:
Autoregressive Moving Average (SARMA). SDM = ∑ + +( + +
merupakan kasus khusus dari model SAR dengan )+
⋯+ + ⋯+
menambahkan pengaruh lag pada variabel
∑ + ∑ +
independen, sehingga pembobotan dilakukan pada
variabel independen maupun dependen. ⋯+ ∑ + ⋯+
∑ + (4)
D. Model Regresi Spasial = ∑ + +∑ +
Menurut [2] bahwa model regresi yang ∑ ∑ +
melibatkan pengaruh spasial disebut model regresi dengan k menyatakan banyaknya variabel dan i
spasial. Salah satu pengaruh spasial yaitu autokorelasi menyatakan amatan ke-i.
spasial, adanya unsur autokorelasi spasial Bentuk model SDM (4) dapat dinyatakan
mengakibatkan terbentuknya parameter spasial dalam matriks dengan vektor parameter koefisien
autoregresif dan moving average, sehingga terbentuk spasial lag variabel independen dinyatakan dalam .
proses spasial sebagai berikut: = + + + +
= + + (2.14)
(2.6) atau
= + = + +
(2.7)
~ (0, I) dengan, = [1 ] =[ ]
sehingga model umum yang terbentuk adalah:
F. Penduga Parameter Spatial Durbin Model
= + + + (SDM)
dengan y merupakan vektor variabel dependen yang Penduga parameter model SDM menggunakan
berukuran ×1, adalah parameter koefisien Maximum Likelihood Estimation (MLE). Fungsi
spasial lag variabel dependen, adalah parameter likelihood terbentuk melalui error ( ) sehingga
koefisien spasial lag error, u merupakan vektor error menjadi persamaan (5) .
pada persamaan (2.6) yang berukuran × 1, dan = + + (5)
merupakan vektor error pada persamaan (2.7) = − −
berukuran × 1, yang berdistribusi normal dengan = (I − ) −
mean nol dan varians I. Sementara itu, dan
merupakan matriks pembobot dengan ukuran × (2.15)
dimana = = . Vektor parameter koefisien L( ; )=
regresi dilambangkan dengan yang berukuran ( +
1) × 1. Matriks merupakan matriks variabel exp − ( ) (2.16)
independen yang berukuran × ( + 1), L( , , | )=
merupakan matriks identitas yang berukuran × ,
( )exp − ( ) (7)
banyak amatan atau lokasi ( = 1, 2, 3, … , ), dan
banyak variabel independen.

10
JURNAL VARIAN
VOL.2 NO.1 SEPTEMBER 2018 E-ISSN 2581-2017
Pemodelan Menggunakan Metode Spasial Durbin Model Untuk Data Angka Putus Sekolah Usia Pendidikan Dasar
Luh Putu Safitri Pratiwi, Shofwan Hanief, I Ketut Putu Suniantara

 : Ι ≠ 0 (ada dependensi antarlokasi)


= = |I − statistik uji [5] disajikan pada persamaan yaitu:
y =
|. (2.18)
( )
Fungsi Jacobian merupakan turunan terhadap
(2.30)
dari persamaan (5). Subtitusikan persamaan (5)
yang merupakan fungsi Jacobian ke persamaan (7),
dengan merupakan data ke- ( = 1, … , ),
sehingga menghasilkan persamaan (8).
merupakan data ke- ( = 1, … , ), merupakan rata-
L( , , | )= |I − rata data, (Ι ) merupakan varians Moran’s I,
Ε(Ι ) merupakan expected value Moran’s I.
|exp − (I − ) − (I − Jika | | > maka keputusan diambil
adalah menolak . Nilai dari indeks Ι adalah antara
) − . (8) -1 dan 1, jika I > I maka data memiliki
autokorelasi positif, jika I < I maka data
memiliki autokorelasi negatif. Pola penyebaran
G. Pengujian Hipotesis Signifikansi Penduga
antarlokasi dapat disajikan Moran’s Scatterplot
Parameter
Gambar 1.
Pengujian terhadap parameter model dilakukan untuk
[6] menyebutkan bahwa Moran’s Scatterplot
mengetahui peranan variabel bebas dalam model. Uji
dibagi atas empat kuadran yang cocok untuk empat
Wald digunakan untuk menguji parameter . Rumus pola kumpulan spasial lokal setiap daerah yang
untuk uji Wald berdasarkan hipotesis (Anselin,1998): bertetangga. Berikut adalah penjelasan dari masing-
: =0 masing kuadran [5].
: ≠0 1. Kuadran I (terletak di kanan atas) disebut
statistik uji yang digunakan adalah pada persamaan High-High (HH) menunjukkan daerah yang
(2.29). memiliki pengamatan tinggi yang dikelilingi
Wald = oleh daerah yang juga memiliki pengamatan
tinggi untuk variabel yang dianalisis.
2. Kuadran II (terletak di kiri atas) disebut Low-
(2.29) High (LH) menunjukkan daerah dengan nilai
dengan menyatakan penduga parameter ke-j, dan rendah tapi dikelilingi daerah dengan nilai
tinggi.
menyatakan varian parameter ke-j. Kriteria
3. Kuadran III (terletak di kiri bawah) disebut
pengambilan keputusan adalah mengikuti sebaran Low-Low (LL) menunjukkan daerah dengan
, . ditolak jika nilai Wald > , . nilai pengamatan rendah dan dikelilingi oleh
daerah yang juga mempunyai nilai
H. Uji Efek Spasial pengamatan rendah.
[2] membedakan efek spasial menjadi dua 4. Kuadran IV disebut High-Low (HL)
bagian yaitu dependensi spasial dan heterogenitas menunjukkan daerah dengan nilai tinggi yang
spasial. Dependensi spasial ditunjukkan dengan dikelilingi daerah dengan nilai rendah.
kemiripan sifat untuk lokasi yang saling berdekatan,
sedangkan heterogenitas spasial ditunjukkan oleh
perbedaan sifat antara satu lokasi dengan lokasi
lainnya.

1)Uji Dependensi Spasial


[2] menyatakan bahwa uji untuk mengetahui
dependensi spasial di dalam error suatu model
dengan menggunakan statistik Moran’s I. Gambar 1 Moran’s Scatterplot
Hipotesis yang digunakan adalah:
: Ι = 0 (tidak ada dependensi
antarlokasi)
11
JURNAL VARIAN
VOL.2 NO.1 SEPTEMBER 2018 E-ISSN 2581-2017
Pemodelan Menggunakan Metode Spasial Durbin Model Untuk Data Angka Putus Sekolah Usia Pendidikan Dasar
Luh Putu Safitri Pratiwi, Shofwan Hanief, I Ketut Putu Suniantara

2) Uji Heterogenitas Spasial 2. Pemodelan variabel persentase rumah tangga


Uji heterogenitas spasial digunakan untuk miskin di wilayah Kabupaten Gianyar dan faktor-
menunjukkan adanya keragaman antarlokasi. faktor memengaruhinya. Langkah-langkahnya
Heterogenitas data secara spasial dapat diuji dengan sebagai berikut.
menggunakan Breusch-Pagan Test [2] yang a. Mengidentifikasi pola hubungan dengan
hipotesisnya sebagai berikut: menggunakan scatterplot dan analisis
: = =⋯= = (homoskedastisitas) korelasi.
: minimal ada satu ≠ (heterokedastisitas) b. Uji dependensi spasial dengan
nilai Breusch-Pagan Test (BP Test) adalah: menggunakan statistik uji Moran’s I pada
= 12
setiap variabel kemudian membentuk
( ) ~
Moran’s scatterplot untuk mengetahui
(2.31) penyebaran antarlokasi.
dengan elemen vektor f adalah: 3. Melakukan pemodelan Ordinary Least Square
= −1 (OLS), terdiri dari:
a. Melakukan penduga parameter pada
dengan merupakan least squares residual untuk variabel independen tehadap variabel
observasi ke- , merupakan matriks berukuran × dependen serta melakukan uji hipotesis
( + 1) yang sudah dinormalstandarkan ( ) untuk signifikansi parameter secara serentak dan
setiap observasi. parsial
Tolak jika > . b. Pemeriksaan asumsi residual, untuk
mengetahui asumsi residual memenuhi
III. METODOLOGI PENELITIAN identik, independen, dan berdistribusi
A. Sumber Data normal serta memeriksa multikolinieritas
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah antara variabel-variabelprediktor dengan
data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan menggunakan nilai VIF
Provinsi Bali tahun 2016 dan data dari Survei Sosial 4. Memeriksa aspek spasial pada data yang
Ekonomi Nasional (SUSENAS) Provinsi Bali tahun digunakan
2016. 5. Pemodelan Regresi Spasial jumlah anak putus
B. Variabel Penelitian sekolah digunakan untuk mengidentifikasi
Data yang digunakan dalam penelitian ini dependensi spasial yang lebih spesifik
adalah data sekunder. Variabel yang digunakan 6. Melakukan pemodelan SDM, terdiri dari:
dalam penelitian ini terdiri dari 1 variabel respon dan a. Melakukan penduga parameter untuk
4 variabel prediktor. Serta menggunakan variabel melihat dependensi lag pada variabel
lintang selatan (ui) dan letak bujur timur (vi) tiap dependen maupun variabel independen.
kecamatan di Provinsi Bali yang digunakan untuk b. Melakukan uji hipotesis signifikansi
penentuan pembobot pada model GWR. Variabel parameter
respon pada penelitian ini adalah jumlah anak putus c. Memilih model terbaik
sekolah usia pendidikan dasar pada tiap kecamatan di 7. Melakukan Pemodelan Geographically
Provinsi Bali Weighted Rgression dengan runtutan sebagai
Sedangkan variabel bebas yang digunakan berikut;
terdiri dari rasio siswa terhadap sekolah ( 1), rasio a. Mengestimasi nilai bandwith kernel dengan
siswa terhadap guru ( 2), jumlah kepala keluarga cross validation (CV) Menghitung nilai
dengan pendidikan terakhir ayah SD atau SMP ( 3), pembobot kernel W untuk masing-masing
angka buta huruf ( 4). lokasi fungsi jarak Gaussian (Gaussian
C. Alur Analisis Distance Function).
Adapun tahapan analisis data yang akan b. Mengestimasi nilai koefisien regresi untuk
dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: masing-masing lokasi berdasarkan nilai
1. Melakukan deskripsi sebagai gambaran awal bandwith dan pembobot kernel yang
untuk mendeskriptifkan data jumlah anak putus diperoleh pada langkah sebelumnya.
sekolah c. Membandingkan hasil analisis antara
regresi klasik (OLS), regresi spasial dan
GWR
12
JURNAL VARIAN
VOL.2 NO.1 SEPTEMBER 2018 E-ISSN 2581-2017
Pemodelan Menggunakan Metode Spasial Durbin Model Untuk Data Angka Putus Sekolah Usia Pendidikan Dasar
Luh Putu Safitri Pratiwi, Shofwan Hanief, I Ketut Putu Suniantara

8. Mendapatkan model regresi terbaik untuk Scatterplot of Y vs X1, X2, X3, X4


pemodelan jumlah anak putus sekolah dengan X1 X2

kriteria AIC. 800

600

400
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 200

0
A. Statistika Deskriptif 100 200 300 400 500 10 15 20 25

Y
X3 X4
800

N 600

B ule len g Teja ku la 400


S aw an
W E
K ubu tam bah an
Ge rok gak 200
B anjar S
S eririt S uk asa da K int am a ni
0
M elaya K ubu 5000 10000 15000
0 12 24 36 48
Jem bra na M en doy o P etan g
B us ung biu
Ne gara B atur iti

P ek utat an
P upu an
P ene bel
Tega lla la ng
P aya ngan B ang li
Re nda ng
B eba nde m
S ela t
A ban g
Gambar 3 Pola Hubungan antara Jumlah Anak
S us ut
S ele m a deg
S ele m a deg B ara t
S ele m a deg Tim ur M arg a
Tam pak s irin g
Tem buk u

S ide m e n M an ggis
K aran gas em
Putus Sekolah dan Faktor yang Memengaruhinya
K eram bitan
Taba nan
M en gw i
Ub ud B anjarak an
Giany ar Da wa n
Seperti tampak pada Gambar 4.2 serta hasil
Pulau Bali.sh p
100 - 156
K ediri
A bia ns em a l B lah bat uh
S uk aw ati pengujian korelasi dengan taraf signifikansi 5% yang
157 - 309
310 - 431
K uta U tara
De npa sa r Tim u r dapat dilihat pada Lampiran 1, menunjukkan bahwa
432 - 638 De npa sa r S elata n

639 - 865
K uta Nu sa P en ida variabel independen yang berkorelasi positif terhadap
K uta S ela tan
variabel dependen yaitu X1, X2, dan X4, ini berarti
semakin tinggi nilai variabel independen yang
Gambar 2 Persebaran Jumlah Anak Putus Sekolah berpengaruh maka semakin tinggi angka putus
(Y) per Kecamatan di Provinsi Bali sekolah dan begitu pula sebaliknya.
Seperti tampak pada Gambar 2, dapat dilihat pola
penyebaran jumlah anak putus sekolah di Provinsi C. Nilai Moran’s I
Bali. Berdasarkan Gambar 2 diketahui warna lokasi Uji dependensi spasial dilakukan untuk
yang semakin gelap, mengidentifikasikan semakin mengidentifikasi apakah ada hubungan antarlokasi
tinggi jumlah anak putus sekolah di lokasi tersebut. terhadap masing-masing variabel dengan
Terlihat bahwa kecamatan dengan kategori jumlah menggunakan Moran’s I. Pengambilan keputusan
anak putus sekolah sangat tinggi (639—865) terdapat dilakukan jika | |> maka tolak atau
di Kecamatan Gerogak, Seririt, Buleleng, Sukasada terdapat dependensi antarlokasi
(Kabupaten Buleleng), Kecamatan Kubu dan Abang Tabel 1 Pengujian Moran’s I
(Kabupaten Karangasem). Kode Variabel Moran’s | | p-value
Kategori jumlah angka putus sekolah sangat I
rendah (100—156) terdapat di Kecamatan Pekutatan Y Jumlah 0,352 1,302 0,193
(Kabupaten Jembrana), Selemadeg Timur, anak putus
Kerambitan, Penebel, Marga (Kabupaten Tabanan), sekolah usia
Kecamatan Petang (Kabupaten Badung), Payangan, pendidikan
Sukawati (Kabupaten Gianyar), Kecamatan dasar pada
Banjarankan, Dawan (Kabupaten Bangli). tiap
kecamatan
di Provinsi
B. Identifikasi Pola Hubungan Antar Variabel Bali
Sebelum melakukan pemodelan Ordinary X1 Rasio siswa 0,747 1,166 0,243
Least Square (OLS) dan pemodelan Spatial Durbin, terhadap
maka dilakukan identifikasi pola hubungan antara sekolah
variabel kemiskinan dan faktor-faktor yang pada tiap
memengaruhidengan menggunakan Scatterplot, dapat kecamatan
dilihat pada Gambar 3. di Provinsi
Bali
X2 Rasio siswa 0, 642 2,711 0,007*
terhadap
13
JURNAL VARIAN
VOL.2 NO.1 SEPTEMBER 2018 E-ISSN 2581-2017
Pemodelan Menggunakan Metode Spasial Durbin Model Untuk Data Angka Putus Sekolah Usia Pendidikan Dasar
Luh Putu Safitri Pratiwi, Shofwan Hanief, I Ketut Putu Suniantara

guru pada bahwa variabel independen secara serentak


tiap berpengaruh terhadap variabel dependen.
kecamatan Tabel 2 Analisis Varian Model Regresi Linier
di Provinsi Berganda
Bali Sumbe Kuadra
Jumlah Deraja P-
X3 Jumlah 0,173 -0,245 0,806 r t
Kuadra t F valu
kepala Varian Tenga
t Bebas e
keluarga si h
dengan 19256 6,9 0,00
Regresi 770272 4
pendidikan 8 1 0
terakhir 144931
Error 52 27872
ayah SD 8
atau SMP 221959
Total 56
pada tiap 0
kecamatan 2) Uji Parsial
di Provinsi Untuk mengetahui parameter mana yang
Bali berpengaruh signifikan secara global dilakukan
X4 Angka Buta 0,621 3,457 0,0005* pengujian signifikansi parameter secara parsial
Huruf usia dengan hipotesis sebagai berikut.
15 tahun ke H0 : βk = 0
atas (ABH H1 : βk ≠ 0; k = 1, 2, …,p
15+) pada Hasil uji parsial dapat dilihat pada Tabel 4.4,
tiap dengan menggunakan metode OLS pengujian p-value
kecamatan dengan tingkat signifikansi 5% diperoleh variabel
di Provinsi yang signifikan yaitu Rasio siswa terhadap guru pada
Bali tiap kecamatan di Provinsi Bali (X2) dan Angka Buta
Sumber: data diolah 2013, Ket: *) signifikan pada Huruf usia 15 tahun ke atas (ABH 15+) (X4)
= 5%; , = 1,96
Berdasarkan hasil pengujian | |> Tabel 3 Penduga Parameter dengan Metode OLS
serta pengujian p-value dengan tingkat signifikansi Paramet Penduga/Es | | p- VIF
5% seperti pada Tabel 4.1, maka pengambilan er timasi value
keputusan adalah tolak atau terdapat dependensi -194.8 -1.48 0,145
setiap desa pada dua variabel, yaitu Rasio siswa 0.3715 1.03 0,309 1,9
terhadap guru pada tiap kecamatan di Provinsi Bali 25.058 3.32 0,002 1,8
(X2)dan Angka Buta Huruf usia 15 tahun ke atas (ABH -0.00492 -0.58 0,562 1,0
15+) pada tiap kecamatan di Provinsi Bali (X4). 9.830 3.52 0.001 1.3
Pada Tabel semua variabel memiliki nilai R- 34.7%
Moran’s I yang lebih besar dari =− = square 6.91
749.94
−0,019 menunjukkan pola data mengelompok
AICc 1
sehingga setiap desa memiliki karakteristik yang
Sumber: data diolah 2013,
sama.
Ket: *) signifikan pada = 5%; , ; = 2,001;
D. Pemodelan Ordinary Least Square (OLS) , ; ; = 2,00
1) Pengujian Serentak Oleh karena ada dua variabel yang signifikan
pada uji parsial dilakukan penduga parameter ulang
H0 : β1 = β2 = … = βp = 0 pada kedua variabel yang signifikan tersebut untuk
H1 : minimal ada satu βk ≠ 0; k = 1, 2, …, p dibandingkan dengan metode SDM, dapat dilihat pada
Berdasarkan Tabel 4.2 menghasilkan nilai Tabel 6
= 6,91 > , ; ; = 2,55 sehingga
keputusan diambil adalah tolak . Hal ini berarti

14
JURNAL VARIAN
VOL.2 NO.1 SEPTEMBER 2018 E-ISSN 2581-2017
Pemodelan Menggunakan Metode Spasial Durbin Model Untuk Data Angka Putus Sekolah Usia Pendidikan Dasar
Luh Putu Safitri Pratiwi, Shofwan Hanief, I Ketut Putu Suniantara

pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa terdapat satu


Tabel 6 Penduga Parameter dengan Metode OLS variabel (X3) yang nyata berpengaruh pada taraf
Paramet Penduga/ | | p- VIF signifikansi α=0,05 sehingga dapat disimpulkan
er Estimasi value bahwa asumsi varians residual homogen (identik)
-209.6 -1,83 0,073 tidak terpenuhi.
29.763 4.87 0,000 1,2
9.005 3.45 0,001 1,2 Normalitas
R- 33.1% Pengujian asumsi residual berdistribusi normal
square 13.35 model regresi dilakukan dengan uji Kolmogorov-
747.3 Smirnov dengan hipotesis sebagai berikut:
AICc 42 H0: residual berdistribusi normal
maka model terbaik dengan OLS adalah: H1: residual tidak berdistribusi normal
= −209,6 + 29,763 − 9,005 Berdasarkan hasil pengujian dengan software
Intepretasi dari model tersebut yaitu apabila Minitab diperoleh nilai statistik uji Kolmogorov-
rasio siswa terhadap guru berkurang sebanyak satu Smirnov untuk semua variabel sebesar 0.156 dengan
satuan maka jumlah anak putus sekolah akan p-value sebesar <0,010. Sehingga, H0 ditolak, dengan
cenderung bertambah sebanyak 29,763 kali dengan kata lain residual tidak berdistribusi normal.
asumsi variabel yang lain konstan, apabila Angka Sedangkan untuk dua variable yang signifikan nilai
Buta Huruf usia 15 tahun ke atas berkurang sebanyak statistik uji Kolmogorov-Smirnov sebesar 0.130
satu satuan maka akan cenderung mengurangi jumlah dengan p-value sebesar 0.025 Sehingga, H0 ditolak,
anak putus sekolah sebanyak 9,005 kali dengan dengan kata lain residual tidak berdistribusi normal.
asumsi variabel yang lain konstan. Pengujian asumsi residual berdistribusi normal
Setelah mendapatkan model OLS selanjutnya dengan uji Kolmogorov-Smirnov menggunakan
dilakukan pengujian asumsi residual. software Minitab dapat dilihat tampilkan secara visual
yakni pada Gambar 4.
D. Perbandingan Titik Knot Optimal dengan
metode GCV dan CV
1) Pengujian Asumsi Residual
Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui
apakah residual mempunyai nilai yang sama
(homokesdasitas). Pengujian asumsi residual identik
pada model regresi dilakukan dengan uji Glejser
dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 :  12   22     n2 (kesamaan varians
residual/ homoskedastisitas)
H1 :  i2   2j (heterokedastisitas)

Tabel 5 Uji Glejser


Predictor Coef T Sig
Constant -4,949 -0,061
X1 -0,285 -1,276 0,208
X2 6,238 1,339 0,186
X3 0,013 2,567 0,013*
X4 0,416 0,241 0,810

Uji Glejser ini diperoleh dengan meregresikan


nilai absolut residual dari model awal dengan semua
variabel prediktor yang digunakan. Hasil pengujian
15
JURNAL VARIAN
VOL.2 NO.1 SEPTEMBER 2018 E-ISSN 2581-2017
Pemodelan Menggunakan Metode Spasial Durbin Model Untuk Data Angka Putus Sekolah Usia Pendidikan Dasar
Luh Putu Safitri Pratiwi, Shofwan Hanief, I Ketut Putu Suniantara

Gambar 4 Uji Normalitas Residual Gambar 5 Uji Autokorelasi Residual


Hasil dari uji asumsi residual untuk semua
Uji Autokorelasi variabel dan dua variable yang signifikan untuk
Pengujian independensi residual dapat dilakukan mengetahui ada tidaknya autokorelasi pada residual,
dengan menggunakan plot ACF (Autocorrelation dapat dilihat melalui plot Autocorrelation Function
Function) residual dan menggunakan uji Durbin (ACF) pada kedua residual. Plot tersebut
Watson menunjukkan bahwa residual tidak independen
Pengujian asumsi residual independen model karena terdapat nilai lag residual yang keluar dari
regresi dilakukan dengan uji Durbin-Watson dengan garis pada plot Autocorrelation Function (ACF).
hipotesis sebagai berikut:
H0 :   0 (tidak terdapat kasus autokorelasi) Uji asumsi Non-Multikolinearitas
H1 :   0 (terdapat kasus autokorelasi) Pengujian asumsi multikolinieritas bertujuan
Nilai DW 1.24783, nilai ini akan kita untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antar
bandingkan dengan nilai tabel signifikansi 5%, jumlah variabel prediktor .Uji asumsi multikolinearitas dapat
sampel 57 (n) dan jumlah variabel independen 4 dilihat pada Tabel 4, untuk semua variable dan untuk
(K=4), maka diperoleh nilai du 1.7253. Nilai DW dua variable yang signifikan menunjukkan hasil dari
1.24783 lebih kecil dari batas atas (du) yakni uji tersebut telah terpenuhi, ditunjukkan oleh nilai
1.7253dan kurang dari (4-du) 4-1.7253= 2,27 dapat Variance Inflation Factors (VIF). Batasan VIF= 4,
disimpulkan bahwa terdapat autokorelasi (tidak menandai adanya kemungkinan permasalahan
independen). multikolinearitas. Pada VIF = 10 atau lebih,
Uji independensi juga bisa menggunakan plot multikolinearitas dinyatakan sangat parah dan
ACF (Autocorrelation Function) residual seperti membahayakan (harmful).
tampak pada gambar 5
2) Memeriksa efek spasial pada data
[2] membedakan efek spasial menjadi dua
bagian yaitu dependensi spasial dan heterogenitas
spasial. Dependensi spasial ditunjukkan dengan
kemiripan sifat untuk lokasi yang saling berdekatan,
sedangkan heterogenitas spasial ditunjukkan oleh
perbedaan sifat antara satu lokasi dengan lokasi
lainnya.

Uji Dependensi Spasial


[2] menyatakan bahwa uji untuk mengetahui
dependensi spasial di dalam error suatu model dengan
menggunakan statistik Moran’s I.
Hipotesis yang digunakan adalah:
: Ι = 0 (tidak ada dependensi antarlokasi)

16
JURNAL VARIAN
VOL.2 NO.1 SEPTEMBER 2018 E-ISSN 2581-2017
Pemodelan Menggunakan Metode Spasial Durbin Model Untuk Data Angka Putus Sekolah Usia Pendidikan Dasar
Luh Putu Safitri Pratiwi, Shofwan Hanief, I Ketut Putu Suniantara

: Ι ≠ 0 (ada dependensi antarlokasi) Model yang terbentuk dari SDM adalah:


Nilai dari Moran’s I yaitu: 2.6174080
Nilai P-value untuk Moran’s I, yaitu : 0.0088601 = 0,0066 − 0,0027 + 0,6282
Dengan tingkat kesalahan α sebesar 5% maka
keputusan dari pengujian Moran’s I ini adalah tolak
H0, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat + 0,4051 − 0,1131
dependensi spasial antar lokasi untuk jumlah anak
putus sekolah di tiap Kecamatan di Provinsi Bali
+ 0,039
Uji Heterogenitas Spasial
Uji heterogenitas Spasial menggunakan metode Model SDM tersebut dapat diinterpretasikan:
uji Breusch-Pagan [2]. Hipotesisnya adalah: 0,0066 menjelaskan jumlah anak putus
1)
H0:  1   2     n   (kesamaan varian atau sekolah akan mengalami kenaikan sebesar
2 2 2 2
0,0066 apabila pada kecamatan tetangga naik
dikenal homoskedastisitas) sebesar satu satuan, apabila faktor lain
H1: minimal ada satu  i   (heterokedastisitas)
2 2
dianggap konstan
Nilai dari BP-testyaitu: 12.52307 2) Intersep 0,0027 artinya jumlah anak putus
Nilai P-value untuk BP-test, yaitu : 0.0138573 sekolah sebesar 0,0027, apabila tidak terdapat
Dengan tingkat kesalahan α sebesar 5% maka faktor-faktor yang memengaruhi jumlah anak
keputusan dari pengujian Breusch Pagan ini adalah putus sekolah seperti Rasio siswa terhadap
tolak H0, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat guru dan Angka Buta Huruf usia 15 tahun ke
heterogenitas spasial untuk jumlah anak putus sekolah atas (ABH 15+) (rasio siswa terhadap guru =
di tiap Kecamatan di Provinsi Bali. angka buta huruf usia 15 tahun ke atas (ABH
15+) =0).
E. Spatial Durbin Model (SDM) 3) 0,6282 menjelaskan jika rasio siswa terhadap
Tabel 7 Penduga Parameter dengan Metode SDM guru di suatu kecamatan naik satu satuan,
Param Variabel Penduga/ Wald maka menaikkan jumlah anak putus sekolah
eter Estimasi di kecamatan tersebut sebesar 0,6282 apabila
intersep -0.0027 0.0007 faktor lain dianggap konstan
Rasio siswa terhadap 0.6282 31.929* 4) 0,4051 menjelaskan jika angka buta huruf
guru usia 15 tahun ke atas (abh 15+) di suatu
Angka Buta Huruf 0.4051 13.613* kecamatan naik satu satuan, maka menaikkan
usia 15 tahun ke atas jumlah anank putus sekolah di kecamatan
(ABH 15+) tersebut sebesar 0,4051 apabila faktor lain
Rasio siswa terhadap -0.1131 3.598 dianggap konstan
guru 5) 0,1131 menjelaskan jumlah anak putus
Angka Buta Huruf 0.0390 0.435 sekolah di suatu desa akan mengalami
usia 15 tahun ke atas penurunan sebesar 0,1131 jika rasio siswa
(ABH 15+) terhadap guru dari kecamatan tetangga naik
Jumlah anak putus 0.0066 0.0245 satu satuan apabila faktor lain dianggap
sekolah usia konstan
pendidikan dasar 6) 0,039 menjelaskan jumlah anak putus sekolah
R- 42,15 di suatu kecamatan akan mengalami kenaikan
square 275,4899 sebesar 0,039 jika rasio siswa terhadap guru
AICc dari kecamatan tetangga naik satu satuan
Sumber: data diolah 2013 apabila faktor lain dianggap konstan,
(Ket: *) , ; = 3,841 Nilai yang tidak signifikan yaitu sebesar
0,0066 menunjukkan tidak adanya dependensi spasial
lag pada variable jumlah anak putus sekolah, dan
∑ menunjukkan adanya pengaruh letak

17
JURNAL VARIAN
VOL.2 NO.1 SEPTEMBER 2018 E-ISSN 2581-2017
Pemodelan Menggunakan Metode Spasial Durbin Model Untuk Data Angka Putus Sekolah Usia Pendidikan Dasar
Luh Putu Safitri Pratiwi, Shofwan Hanief, I Ketut Putu Suniantara

kecamatan yang berdekatan ( ) dengan kecamatan Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh
yang diamati ( ) terhadap jumalha anak putus sekolah Nopember, Surabaya.
Berdasarkan analisis pada kedua model yaitu [4] Astari, G. R., & Srinadi, G. M. (2013). Pemodelan
model OLS dan Model SDM dapat disimpulkan Jumlah Anak Putus Sekolah di Provinsi Bali
bahwa pemodelan SDM menghasilkan nilai yang dengan Pendekatan Semi-Parametric
lebih besar dan nilai AICc yang lebih kecil Geographically Weighted Poisson Regression. E-
dibandingkan pemodelan dengan OLS. Tidak adanya Jurnal Matematika Universitas Udayana Bali,
lag variabel independen yang signifikan menyebabkan Vol.2 No.3, 29-34.
hasil estimasi parameter menggunakan SDM menjadi [5] Lee J. and Wong S.W.D. 2001. Statistical
tidak signifikan akan tetapi pada identifikasi nilai Analysis with Arcview GIS, John Willey & Sons,
Moran’s I mengidentifikasikan adanya dependensi Inc., United Stated of America
spasial pada variabel independen yang artinya ada [6] Perobelli, F. S. dan Haddad, E. 2003. An
kemiripan sifat untuk lokasi yang saling berdekatan. Exploratory Spatial Data Analysis of Brazilian
Interregional Trade (1985-1996).
V. KESIMPULAN DAN SARAN http://www.uiuc.edu/unit/real.pdf. Diakses pada
tanggal 27 Februari 2013.
Berdasarkan analisis pada kedua model yaitu
model OLS dan SDM, model SDM dapat disimpulkan
bahwa pemodelan SDM menghasilkan nilai AICc
yang lebih kecil dibandingkan pemodelan dengan
OLS. Tidak adanya lag variabel independen yang
signifikan menyebabkan hasil estimasi parameter
menggunakan SDM menjadi tidak signifikan akan
tetapi pada identifikasi nilai Moran’s I
mengidentifikasikan adanya dependensi spasial pada
variabel independen yang artinya ada kemiripan sifat
untuk lokasi yang saling berdekatan.
Tabel 8 Perbandingan Metode OLS dan Metode
SDM
Model AICc Rsq
OLS 747,342 33,1%
SDM 275,4899 42,15%

Saran yang dapat diberikan untuk penelitian


selanjutnya adalah dengan menggunakan jenis
pembobot selain jenis row standardization, kode
biner, dan Contiguity untuk mendapatkan pemodelan
yang lebih baik. Salah satu jenis pembobot tersebut
adalah dengan menggunakan matriks pembobot
berdasarkan Distance Band.

VI. DAFTAR PUSTAKA

[1] Lesage dan Pace, R. K. 2009. Introduction to


Spatial Econometrics. CRC Press. Boca Ration
[2] Anselin, L. 1988. Spatial Econometrics: Methods
and Models. Kluwer Academic Publishers.
Netherlands.
[3] Fitroni, B. N. (2013). Pemodelan Angka Putus
Sekolah Usia Wajib Belajar Menggunakan
Metode Regresi Spasial di Jawa Timur, Skripsi,
Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu
18
JURNAL VARIAN
VOL.2 NO.1 SEPTEMBER 2018 E-ISSN 2581-2017

Anda mungkin juga menyukai