Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Hal ini
disebabkan karena tingginya angka mortalitas dan morbiditas luka bakar,
khusus pada negara dengan pendapatan rendah-menengah, dimana lebih dari
90% angka kejadian luka bakar menyebabkan kematian
(mortalitas).bagaimana juga, kematian bukanlah satu-satunya akibat dari luka
bakar. Banyak penderita luka bakar yang akhirnya mengalami kecacatan
(morbiditas), hal ini tak jarang menimbulkan stigma dan penolakan
masyarakat (Gowri, et al., 2012).
Menurut data dari World Health Organization (2016), luka bakar
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius di seluruh dunia
yang diiperkirakan setiap tahunnya mencapai 265.000 kematian. Di Indonesia
angka kematian akibat luka bakar masih tinggi sekitar 40%, terutama
diakibatkan oleh luka bakar berat. Menurut studi analisis deksriptif oleh
Nungki Ratna Martina dan Aditya Wardhana di Unit Luka Bakar RSCM dari
Januari 2011- Desember 2012, terdapat 275 pasien luka bakar dan 203
diantaranya adalah dewasa. Dari studi tersebut jumlah kematian akibat luka
bakar pada pasien dewasa yaitu 76 pasien (27,6%). Diantara pasien yang
meninggal, 78% disebabkan oleh api, luka bakar listrik (14%), air panas (4%),
kimia (3%) dan metal (1%). Selama kurun Januari hingga Juni 2017 RSUD R
Syamsudin SH (Bunut) Kota Sukabumi menangani sebanyak 51 kasus pasien
luka bakar. Jumlah kasusnya dalam tiga tahun terakhir berfluktuasi.
Berdasarkan data di RSUD R Syamsudin SH, pada 2014 jumlahnya sebanyak
44 kasus, pada 2015 sebanyak 64 kasus, pada 2016 sebanyak 90 kasus, dan
tahun ini selama Januari-Juni sebanyak 51 kasus.
Luka bakar (Combusto) merupakan salah satu kejadian yang sering terjadi
pada masyarakat. Menurut WHO pada tahun 2004 telah terjadi kasus
kebakaran secara tidak sengaja sebesar 7,1 juta di dunia. Pada tahun yang
sama WHO mencatat sebanyak 310.000 orang meninggal dunia akibat luka

1
2

bakar, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi luka bakar yang
terjadi di Indonesia sebesar 0,7%. Prevalensi ini tertingi terjadi pada usia 1-
4 tahun (Syuhar,et al., 2015).
Luka bakar adalah cedera traumatik yang mengakibatkan kerusakan atau
hilangnya jaringan. Luka bakar menghancurkan sel dengan meningkatkan
permeabilitas kapiler dan merusak protein sel. Klasifikasi luka bakar menurut
mekanisme dan sesuai dengan kedalaman ukuran. Mekanisme cedera terbagi
menjadi luka bakar termal yang bersumber dari panas, luka bakar elektrik
disebabkan oleh barang elektronik dan petir, luka kimia disebabkan oleh zat
yang kuat seperti detergen, dan luka bakar radiasi disebabkan oleh radiasi
ionisasi yang digunakan dalam industri. Kedalaman dan Ukuran Luka bakar
diklasifikasikan luka bakar cedera parsial dan cedera total. Perbedaan dari
keduanya adalah dari ketebalan atau kedalaman dan derajat. Luka bakar akan
sering meningkat atau matur dan dengan demikian, didefinisi ulang, dari awal
cedera hingga 48 jam setelah cedera. Sebagian institusi menggunakan sedikit
modifikasi “Rumus Sembilan” untuk memperkirakan presentasi luka bakar di
tubuh misalnya 9% seluruh bagian punggung setara dengan 18% (Rosdahl &
Kowalsi. 2012).
Luka bakar saat ini masih merupakan suatu jenis trauma dengan
morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus
dari fase akut, subakut dan lanjut. Morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada
kasus luka bakar ini sangat dipengaruhi oleh prognosis pada pasien luka bakar
khususnya luka bakar berat. Baik buruknya prognosis luka bakar berat
ditentukan oleh penanganan yang tepat baik dari faktor pasien (usia, gizi, jenis
kelamin dan faktor premorbid), faktor trauma (jenis, luas, kedalaman luka
bakar dan trauma penyerta) dan faktor penatalaksanaan (prehospital treatment
dan inhospital treatment). Berdasarkan uraian diatas, dengan tingginya angka
kematian akibat luka bakar dan banyaknya permasalahan yang terjadi maka
perlu adanya suatu penelitian tentang pasien luka bakar berat yang meninggal
(Syuhar,et al., 2015).
3

Pada beberapa negara, luka bakar masih merupakan masalah yang berat,
perawatannya masih sulit, memerlukan ketekunan dan membutuhkan biaya
yang mahal serta waktu yang lama. Perawatan yang lama pada luka bakar
sering membuat pasien putus asa dan mengalami stress, gangguan seperti ini
sering menjadi penyulit terhadap kesembuhan optimal dari pasien luka bakar.
Oleh karena itu pasien luka bakar memerlukan penanganan yang serius dari
berbagai multidisiplin ilmu serta sikap dan pemahaman dari orang-orang
sekitar baik dari keluarga maupun dari tenaga kesehatan sangat penting bagi
support dan penguatan strategi koping pasien untuk menerima serta
beradaptasi dalam menjalani perawatan lukanya juga untuk mengurangi stres
psikologis sehingga mempercepat mempercepat penyembuhan luka
(Maghsoudi, 2010). jadi di perlukan asuhan keperawatan yang tepat.
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/pasien di
berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Asuhan keperawatan terdiri dari tahap -
tahap proses keperawatan yang terdiri dari lima tahap, yaitu: pengkajian,
diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Setiap tahap dari proses
keperawatan saling terkait dan ketergantungan satu sama lain (Deswani,
2009).
Asuhan Keperawatan pada penderita luka bakar pada tahap proses
pengkajian penderita luka bakar di kaji status kesadaran, riwayat kesehatan,
area yang mengalami luka bakar, mobilisasi, skala nyeri, tanda-tanda vital dan
sistem integument. Diagnosa yang sering muncul nyeri berhubungan dengan
cedera luka bakar termal yang dibuktikan dengan skala nyeri, meringis dan
peningkatan tanda-tanda vital. Tujuan dari diagnosa keperawatan tadi rasa
nyeri yang telah berkurang pada tingkat yang dapat diterima. Perencanan
sekaligus Tindakan Keperawatan biasanya di bantu menggunakan PCA
dengan morfin, pantau TTV, pantau laju dan kedalaman pernapasan setiap 2
jam, bisa dengan tindakan nonfarmakologis seperti posisi yang tepat. Pada
proses evaluasi dilihat dari respon klien (Rosdahl & Kowalsi. 2012).
4

Mengingat banyaknya permasalahan yang ditimbulkan pada pasien luka


bakar, dalam hal ini perawat sebagai petugas kesehatan memiliki peranan yang
sangat penting, yaitu untuk memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif dari aspek bio ,psiko ,sosial, spiritual dan kultural. Untuk
melaksanakan pelayanan keperawatan tersebut, perawat harus memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang baik dalam asuhan keperawatan sehingga
dapat membantu proses pencapaian tingkat kesehatan pasien yang optimal
dengan menggunakan metode pemecahan serta memberikan asuhan
keperawatan yang dapat dilakukan yaitu pengkajian, diagnosa, perencanaan,
implementasi dan evaluasi. Jadi sangat penting penerapan asuhan keperawatan
pada pada penderita luka bakar di rumah sakit supaya tidak terjadi komplikasi
(Perry Potter, 2009).
RSUD R.Syamsudin, S.H adalah satu-satunya Rumah Sakit Umum Daerah
Tipe-B di Kota Sukabumi. Di rumah rakit ini terdapat ruang khusus untuk
penderita luka bakar yaitu Burn Center. Burn Center merupakan unit
pelayanan keperawatan khusus luka bakar (kerusakan jaringan tubuh yang
terjadi akibat paparan api, air panas, listrik, bahan kimia, radiasi, biang es, dll.)
Luka bakar sendiri merupakan bidang disiplin ilmu terlibat dalam penangan
kasus luka bakar seperti bedah plastik. Pelayanan penyelengaraan medis di
ruang ini ada pelayanan rawat luka bakar pada anak dan dewasa. Kriteria
pasien yang masuk ruang ini adalah pasien luka bakar post operasi dengan
semua tipe derajat luka bakar tanpa ada indikasi gawat napas. Fasilitas unit
luka bakar di RSUD R.Syamsudin, S.H terdapat 4 ruang perawatan, kamar
mandi, dispensing obat, ruang ganti petugas, ruang petugas, ruang
administrasi, spool hook dan tempat cuci tangan (Profil RSUD R.Syamsudin,
S.H Kota Sukabumi, 2019).
Data yang diperoleh dari Ruangan Burn Center, pasien yang mengalami
luka bakar periode November 2018-Januari 2019 adalah sebanyak 105 orang
dari 150 kasus (RSUD R.Syamsudin, S.H ).
5

Tabel 1.1 Data Angka Morbiditas 10 Penyakit Terbanyak Periode


November 2018-Januari 2019 Di Ruang Brun Center RSUD
R.Syamsyudin, S.H Kota Sukabumi
No Diagnosa Jumlah
1. Congestive Heart Failure 164
2. End-stage renal disease 148
3. Non-insulin-independent diabetes mellitus 122
4. Left ventricular failure 109
5. Combustion 105
6. Thypoid fever 79
7. Anemia pada penyakit kronis 68
8. Febris 63
9. Dengu haemorrhagic fever 52
10. Melena 51
Jumlah 955
(Sumber: Rekam Medik RSUD R.Syamsudin, S.H)
Berdasarkan data yang di peroleh dari data statistik rekam medik ruang
Burn Center di RSUD R.Syamsyudin, S.H Kota Sukabumi tahun 2019, dari
10 penyakit terbanyak periode November 2018-Januari 2019 di didapatkan
data bahwa luka bakar menempati urutan kelima dengan jumlah 105 penderita.
Jadi penangan luka bakar harus segera tertangani dengan tepat.
Berdasarkan hasil kajian diatas, diperlukan penelaahan literatur terkait
bagaimana memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien
luka bakar sesuai dengan kebutuhan pasien. Selain itu penulis juga menelaah
bagaimana mengurangi respon nyeri dari luka bakar sebagai upaya untuk
menimalisir kecemasan yang dialami oleh pasien.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk mengambil
kasus kerusakan integritas kulit pada klien dengan luka bakar sebagai karya
tulis ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Tn.x Dengan
Kerusakan Integritas Kulit Akibat Luka Bakar Di Ruang Burn Center
RSUD. R. Syamsudin, S.H Kota Sukabumi”.
1.2 Batasan Masalah
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada “Asuhan Keperawatan Pada
Tn. X Dengan Kerusakan Integritas Kulit Akibat Luka Bakar di Ruang Burn
Center RSUD R.Syamsudin, S.H Kota Sukabumi”.
6

1.3 Rumusan Masalah


Penulis merumuskan masalah dalam Karya Tulis Ilmiah ini adalah
“Bagaimana Mengimplementasikan Asuhan Keperawatan Pada klien dengan
kerusakan integritas kulit akibat luka bakar meliputi Pengkajian, Analisa Data,
Penegakan Diagnosa Keperawatan, Perencanaan Keperawatan, Implementasi
Keperawatan, Serta Evaluasi Asuhan Keperawatan”
1.4 Tujuan Penulisan
1.4.1 Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung pada
pasien yang mengalami kerusakan integritas kulit akibat luka bakar di
Ruang Burn Center RSUD R.Syamsudin, S.H Kota Sukabumi.
1.4.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini diharapkan
penulis mampu:
1) Melakukan pengkajian baik dengan anamnesa maupun melakukan
pemeriksaan fisik pada pasien yang mengalami kerusakan
integritas kulit akibat luka bakar di Ruang Burn Center RSUD
R.Syamsudin, S.H Kota Sukabumi.
2) Menganalisa data dan merumuskan diagnosa keperawatan pada
pasien yang mengalami kerusakan integritas kulit akibat luka bakar
di Ruang Burn Center RSUD R.Syamsudin, S.H Kota Sukabumi.
3) Menyusun perencanaan keperawatan pada pasien yang mengalami
kerusakan integritas kulit akibat luka bakar di Ruang Burn Center
RSUD R.Syamsudin, S.H Kota Sukabumi.
4) Melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan masalah yang
muncul pada pasien yang mengalami kerusakan integritas kulit
akibat luka bakar di Ruang Burn Center RSUD R.Syamsudin, S.H
Kota Sukabumi.
5) Melakukan evaluasi pada pasien yang kerusakan integritas kulit
akibat luka bakar di Ruang Burn Center RSUD R.Syamsudin, S.H
Kota Sukabumi.
7

6) Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien yang


mengalami kerusakan integritas kulit akibat luka bakar di Ruang
Burn Center RSUD R.Syamsudin, S.H Kota Sukabumi.
1.5 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1.5.1 RSUD R.Syamsudin, S.H
Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
tenaga kesehatan yang ada di RS untuk meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan khususnya pada klien dengan kerusakan integritas kulit
akibat luka bakar.
1.5.2 STIKES Sukabumi
Hasil karya tulis ilmiah ini dapat menambah keilmuan keperawatan
medikal bedah terutama berhubungan dengan pemberi asuhan
keperawatan pada klien dengan kerusakan integritas kulit akibat luka
bakar, sehingga dapat menambah referensi mahasiswa di STIKES.
1.5.3 Bagi Klien/Keluarga
Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam
meningkatkan pengetahuan kesehatan klien dan keluarga khususnya
mengenai kesehatan pada klien dengan kerusakan integritas kulit
akibat luka bakar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Luka Bakar
2.1.1 Definisi
Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat
langsung atau peratara dengan sumber panas (thermal), kimia, elektrik,
dan radiasi luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas
yang memberikan gejala, tergantung luas, dalam, dan lokasi lukanya.
(Wijaya & Putri, 2013).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus
listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan
yang lebih dalam (Harsono & Utami, 2019).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti air panas, api, bahan
kimia, listrik, dan radiasi (Nurarif & Kusuma, 2015).
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu
tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi juga oleh
sebab kontak dengan suhu rendah (Masjoer, 2003 dalam buku Wijaya
dan Putri, 2013).
Jadi luka bakar adalah kerusakan pada jaringan kulit yang
diakibatkan oleh sumber panas diantaranya seperti air panas, api, bahan
kimia, listrik, radiasi dan suhu rendah yang dapat menyebabkan trauma
pada penderita tergantung dari gejala, tergantung luas, dalam, dan
lokasi lukanya.
2.1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Integument
Kulit merupakan sistem tubuh yang paling luas. Kulit adalah
lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar, menutupi dan
melindungi permukaan tubuh. Pada kulit bermuara kelenjar dan
kelenjar mukosa. Alat tubuh yang terberat : 15% dari berat badan.
Luas : 1,50-1,75 m. tebal rata-rata : 1,22 mm, pada telapat tangan dan
telapak kaki dan paling tipis : 0,5 mm. pada daerah penis

8
9

Lapisan kulit terbagi menjadi 3 lapisan (Wijaya & Putri, 2013). yaitu :
1. Epidermis
Terdiri atas 4 lapisan :
1) Lapisan basal / stratum germinativum
a. Terdiri dari sel-sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis
b. Tersusun sebagai tiang pagar atau palisade
c. Lapisan terbawah dari epidermis
d. Terdapat melanosit yaitu sel dendritic yang membentuk
melanin (melindungi kulit dari sinar matahari
2) Lapisan Malpighi / stratum spinosum
a. Lapisan epidermis yang paling tebal
b. Terdiri dari sel polygonal
c. Sel-sel memounyai protoplasma yang menonjol yang terlihat
seperti duri
3) Lapisan granular / stratum granulosum
Terdiri dari butir-butir granul keratohialinyang basofilik
4) Lapisan tanduk / korneum
a. Terdiri dari 20-25 lapisan sel tanduk tanpa inti
b. Setiap kulit yang mati banyak mengandung keratin yaitu
protein fibrous insoluble yang membentuk barrier terluar kulit
Setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3-4 minggu. Dalam
epidermis terdapat 2 sel yaitu :
a. Sel merkel
Fungsinya belum dipahami dengan jelas tapi dinyakini berperan
pembentukan kalus dan klavus pada tangan dan kaki
b. Sel Langerhans
Berperan dalam respon-respon antigen kutaneus. Epidermis akan
bertambah tebal jika bagian tersebut sering digunakan.
Persambungan antara epidermis dan dermis disebut rate ridge
yang berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi yang essensial.
Dan terdapat kerutan yang disebut fingers prints
10

2. Dermis (korium)
Merupakan lapisan dibawah epidermis yang terdiri dari jaringan
ikat yang terdiri dari 2 lapisan : pars papilaris terdiri dari sel
fibroblast yang retikularis yang terdapat banyak pembuluh
darah, limfe, akar rambut, kelenjar keringat dan kelenjar
sebaseus
3. Jaringan subkutan (hipodermis)
Merupakan lapisan terdalam yang banyak mengandung sel
liposit yang menghasilkan banyak lemak dan merupakan
jaringan adipose sebagai bantalan antara kulit dan setruktur
internal seperti otot dan tulang. Jaringan subkutan berfungsi
sebagai mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan
panas, juga sebagai bantalan terhadap trauma dan tempat
penumpukan energi
4. Kelenjar-kelenjar pada kulit
1) Kelenjar sebasea
Berfungsi mengontrol seksresi minyak ke dalam ruang antara
folikel rambut dan batang rambut yang aka melumasi rambut
sehingga menjadi lentur dan lunak
2) Kelenjar keringat
Diklasifikasikan menjadi 2 kategori:
a. Kelenjar ekrin terdapat disemua kulit
Melepaskan keringat sebagai reaksi peningkatan suhu
lingkungan dan suhu tubuh. Kecepatan sekresi keringat
dikendalikan oleh saraf simpaik. Pengeluaran keringat
pada tangan, kaki, aksila, dahi, sebagai reaksi tubuh
terhadap stress, nyeri dan lain-lain.
b. Kelenjar apokrin
Terdapat di aksil, anus, skortum, labia mayora, dan
bermuara pada folikel rambut. Kelenjar ininaktif pada
masa pubertas, pada wanita akan membesar dan berkurang
11

pada siklus haid. Kelenjar apokrin memproduksi karingat


yang keruh seperti susu yang diuraikan oleh bakteri
menghasilkan bau khas pada aksila. Pada telinga bagian
luar terdapat kelenjar apokrin khusus yang disebut
kelenjar seruminosa yang menghasilkan serumen (wax).
2.1.3 Etiologi
Menurut (Harsono & Utami, 2019), luka bakar dapat disebabkan oleh ;
1. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn) ; Gas, Cairandan Bahan
padat (solid)
2. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
4. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
2.1.4 Tanda Dan Gejala
1. Berdasarkan kedalaman luka bakar (Nurarif & Kusuma. 2015) :
a. Luka bakar derajat I
a) Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
b) Kulit kering, hiperemi berupa eritemia
c) Tidak dijumpai bullae
d) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
e) Penyembuhan terjadi dalam spontan dalam waktu 5-10 hari
b. Luka bakar derajat II
a) Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa
reaksi inflamasi disertai proses eksudasi
b) Dijumpai bullae
c) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
d) Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih
tinggi diatas kulit normal
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
1) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan mengenai superfisial dan dermis, lalu organ-organ
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
12

masih utuh dan penyembuhannya terjadi spontan dalam waktu 10-


14 hari.
2) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis, lalu lalu organ-organ
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
masih utuh dan penyembuhannya terjadi lebih lama, tergantung
epitel yang tersisa, biasanya terjadi lebih dari sebulan.
c. Luka bakar derajat III
a) Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang
lebih dalam
b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea mengalami kerusakan
c) Tidak dijumpai bullae
d) Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, karena kering
letaknya lebih rendah disbanding kulit sekitar
e) Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang
dikenal dengan eskar
f) Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena
ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian
g) Penyembuhan terjadi lama karena terjadi proses epitelisasi
spontan dari dasar luka
2. Berdasarkan tingkat keseriusan luka
American Brun Assosiation menggolongkan luka bakar menjadi tiga
kategori dalam (Nurarif & Kusuma. 2015) :
a. Luka bakar mayor
a) Luka bakar dengan lebih dari 25% pada orang dewasa dan
lebih dari 20% pada anak-anak
b) Luka bakar fullthickness lebih dari 20%
c) Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki,
dan perineum
13

d) Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa


memperhitungkan derajat dan luasnya luka
e) Terdapat listrik bertegangan tinggi
b. Luka bakar moderat
a) Luka bakar dengan lebih dari 15-25% pada orang dewasa dan
lebih dari 10-20% pada anak-anak
b) Luka bakar fullthickness lebih dari 10%
c) Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga,
kaki, dan perineum.
c. Luka bakar minor
a) Luka bakar dengan lebih dari 15% pada orang dewasa dan
lebih dari 10% pada anak-anak
b) Luka bakar fullthickness lebih dari 2%
c) Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki
d) Luka tidak sirkumfer
e) Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur
2.1.5 Patofisiologi
Kulit adalah organ terbesar dari tubuh. Meskipun tidak aktif secara
metabolik, tetapi kulit melayani beberapa fungsi penting bagi
kelangsungan hidup di mana dapat terganggu akibat suatu cedera luka
bakar. Suatu cedera luka bakar akan mengganggu fungsi kulit, seperti
berikut ini.
1. Gangguan proteksi terhadap invasi kuman.
2. Gangguan sensasi yang memberikan informasi tentang kondisi
lingkungan.
3. Gangguan sebagai fungsi termoregulasi dan keseimbangan air.
Jenis umum sebagian luka bakar adalah luka akibat panas. Jaringan
lunak akan mengalami cedera bila terkena suhu di atas 115’F (46’C).
luasnya kerusakan bergantung pada suhu permukaan dan lama kontak.
Sebagai contoh, pada kasus luka bakar tersiram air panas pada orang
dewasa, kontak selama 1 detik dengan air yang panas shower dengan
14

suhu 68,9 celcius dapat menimbulkan luka bakar merusak epidermis


dan dermis sehingga terjadi cedera derajat – tiga (full-thicknessn
injury). Sebagai manifestasi dari cedera luka bakar, kulit akan
melakukan pelepasan zat vaso aktif yang menyebabkan pembentukan
oksigen reaktif yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler.
Hal ini menyebabkan kehilangan carian serta visikositas plasma
meningkat dengan menghasilkan suatu formasi mikrotrombus.
Cedera luka bakar dapat menyebabkan keadaan hypermetabolik di
manifestasikan dengan adanya demam, peningkatan laju
metanolismepeningkatan ventilasi, peningkatan curah jantung,
peningkatan gluconeogenesis, serta meningkatan katabolisme otot
visceral dan rangka. Pasien membutuhkan dukungan komprehensif,
yang berlanjut sampai penutupan luka selesai. (Muttaqin & Sari, 2012).
2.1.6 Fase Luka Bakar
Fase-fase luka bakar (Musliha, 2010) antara lain :
1. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum
pada fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang
bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething
(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan
airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah
terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan
akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera
inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Problema
sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya
ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan
respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat
15

berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi


dengan problema instabilitas sirkulasi.
2. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang
terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak
dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan :
a. Proses inflamasi dan infeksi
b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka
telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur
atau organ-organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme
3. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi
parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional.
Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut
yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan
kontraktur (Musliha. 2010).
2.1.7 Pathway

Pathways luka bakar dalam buku (Wijaya & Putri, 2013).


16

2.1.8 Klasifikasi
Klasifikasi luka bakar berdasarkan derajat dan luasnya kulit yang
terkena dalam (Harsono & Utami, 2019) :
1. Luka bakar ringan : Luka bakar derajat I sebesar <15% atau
derajat II sebesar 2%.
2. Luka bakar sedang : Luka bakar derajat I sebesar 10-15% atau
derajat II sebesar 5-10%.
3. Luka bakar berat : Luka bakar derajat II sebesar >20% atau
derajat III sebesar >10% atau mengenai wajah, tangan-kaki, alat
kelamin, persendian, sekitar ketiak atau akibat listrik tegangan tinggi
(>1000 V) atau dengan komplikasi patah tulang maupun kerusakan
jaringan lunak/ gangguan jalan nafas.
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
Pemerikasaan penunjang untuk penderita luka (Nurarif & Kusuma.
2015) :
1. Laboratorium : Hb, Ht, Leucosit, Thrombosit, Gula darah, Elektrolit,
Kreatin, Ureum, Protein, Albumin, Hapusan luka, Urine lengkap,
AGD (bila diperlukan), dan lain lain.
2. Rontgen : Foto Thorax, dan lain lain.
3. EKG
4. CVP : untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka
bakar lebih 30% dewasa dan lebih dari 20% pada anak.
2.1.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan luka bakar dalam (dalam KTI. Hale. 2019)
1. Resusitasi Airway, Breathing, Circulation
a. Pernafasan : udara panas → mukosa rusak → oedem →
obstruksi , efek toksik dari asap : HCN, NO2, HCL, Bensin →
iritasi → bronkhokontriksi → obstruksi → gagal nafas
b. Sirkulasi : Gangguan permeabilitas kapiler : cairan dan intra
vaskuler pindah ke ekstra vaskuler → hipovolemi relatif → syok
→ ATN → gagal ginjal
17

2. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka


3. Resusitasi cairan → Baxter
4. Monitor urine dan CVP
5. Topikal dan tutup luka
a. Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% (1:30) + buang jaringan
nekrotik
b. Tulle
c. Silver sulfa diazin tebal
d. Tutup kassa tebal
e. Evaluasi 5-7 hari, kecuali balutan kotor
6. Obat-obatan
a. Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak
kejadian
b. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan
sesuai hasil kultur
c. Analgetik : kuat (morfin, petidine)
d. Antasida : kalau perlu
2.1.11 Komplikasi
1. Curling ulcer / decubitus
2. Sepsis
3. Pneumonia
4. Gagal ginjal akut
5. Deformitas
6. Kontaktrur dan hipertrofi jaringan parut
Komplikasi yang lebih jarang terjadi adalah edema paru akibat
kelebihan beban cairan atau sindrom gawat napas akut (ARDS, acute
respiratory disters syndrome) yang menyertai sepsis gram negative.
Sindrom ini di akibatkan oleh kerusakan kapiler paru dan kebocoran
cairan kedalam ruang interstisial paru. Kehilangan kemampuan
mengembang dan gangguan oksigenasi merupakan akibat dari
18

insufisiensi paru dalam hubungannya dengan sepsis sistemik (wong,


2008 dalam buku Wijaya dan Putri, 2013).
2.2 Asuhan Keperawatan Pada Luka Bakar
Proses keperawatan adalah aktivitas yang mempunyai maksud yaitu
praktik keperawatan yang dilakukan dengan cara yang sistematik. Selama
melaksanakan proses keperawatan, perawat menggunakan dasar pengetahuan
yang komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien, membuat penilaian
yang bijaksana dan mendiagnosa, mengidentifikasi hasil akhir kesehatan klien
dan merencanakan, menerapkan dan mengevaluasi tindakan keperawatan
yang tepat guna mencapai hasil akhir tersebut (Dermawan, 2012).
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari
berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan pasien (Nursalam, 2011).
Pengkajian keperawatan pada klien dengan luka bakar dalam (Wijaya
dan Putri, 2013) antara lain :
1. Identitas pasien
Resiko luka bakar setiap umur berbeda : anak dibawah 2 tahun dan
diatas 60 tahun mempunyai angka kematian lebih tinggi, pada umur
2 tahun lebih rentan terkena infeksi.
2. Riwayat kesehatan sekarang
a. Sumber kecelakaan
b. Sumber panas atau penyebab yang berbahaya
c. Gambaran yang mendalam bagaimana luka bakar terjadi
d. Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan
e. Keadaan fisik disekitar luka bakar
f. Peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk ke RS
3. Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk menentukan apakah pasien mempunyai penyakit yang
merubah kemampuan untuk memenuhi keseimbangan cairan dan
19

daya pertahanan terhadap infeksi (seperti DM,gagal jantung, sirosis


hepatis, gangguan pernafasan)
4. Pemeriksaan Fisik dan psikososial
1) Aktifitas / istirahat :
Tanda : penurunan kekuatan, tahanan, keterbatasan rentang gerak
pada area yang sakit ; gangguan masa otot, perubahan tonus
2) Sirkulasi :
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT) :
hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada
ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia
(syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan
oedema jaringan (semua luka bakar)
3) Integritas ego :
Gejala : masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan,
kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal,
menarik diri, marah
4) Eliminasi
Tanda : haluaran urine menurun; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengidentifikasikan kerusakan
otot dalam; diuresis, penurunan bising usus
5) Makanan / cairan :
Tanda : oedema jaringan umum, anoreksia, mual / muntah
6) Neurosensori :
Gejala : area batas, kesemutan
Tanda : perubahan orientasi, afek, perilaku; penurunan refleks
tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas
kejang
7) Nyeri / keamanan :
20

berbagi nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren


sensitif disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu;
luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; respon
terhadap luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada
keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri
8) Pernafasan
Gejala : terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama
Tanda : serak; batuk mengi; partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi
cedera inhalasi
9) Pemeriksaan diagnostik :
a. LED mengkaji hemokonsentrasi
b. GDA dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya
pada cedera inhalasi asap
c. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal
d. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen
menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh
luas
e. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap
f. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat
menurun pada luka bakar masif
g. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera
inhalasi asap
2.2.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial yang
bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga, dan
komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. (DPP
PPNI. 2017) Diagnosa keperawatan yang dapat munc ul pada klien
dengan luka bakar dalam buku (Nurarif & Kusuma. 2015).antara lain :
21

1. Ketidakefektifan pola nafas b.d deformitas dinding dada, keletihan


otot-otat pernafasan, hiperventilasi
2. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif (evaporasi
akibat luka bakar)
3. Penurunan curah jantung b.d penurunan volume sekuncup jantung,
kontraktilitas dan frekuensi jantung
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
hipermetabolisme dan kebutuhan bagi kesembuhan luka
5. Kerusakan integritas kulit b.d luka bakar terbuka
6. Nyeri akut b.d saraf yang terbuka, kesembuhan luka dan
penanganan luka bakar
7. Gangguan citra tubuh b.d perubahan pada penampilan tubuh
(trauma)
8. Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal b.d menurunnya sirkulasi
darah keginjal (hipoksia di ginjal)
9. Resiko ketidakefektifan perfusijaringan otak
10. Resiko infeksi b.d hilangnya barier kulit dan terganggunya respons
imun
11. Defisiensi pengetahuan b.d proses penanganan luka bakar
12. Ansietas b.d perubahan pada status kesehatan
2.2.3 Intervensi
Perencanaan keperawatan adalah suatu proses di dalam pemecahan
masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang
akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang
melakukan dari semua tindakan keperawatan (Dermawan, 2012).
Menurut (Nurarif & Kusuma. 2015) perencanaan tindakan untuk
mengatasi diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan
luka bakar adalah sebagai berikut :
No Rencana Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Keperawatan Intervensi
Hasil
22

1. Ketidakefektifan NOC : NIC :


pola nafas  Respiratory status : Airway Management
berhubungan Ventilation 1. Buka jalan nafas, gunakan
dengan  Respiratory status : teknik chin lift atau jaw
deformitas Airway patency thrust bila perlu
dinding dada,  Vital sign Status 2. Posisikan pasien untuk
keletihan otot- Setelah dilakukan tindakan memaksimalkan ventilasi
otot pernafasan, keperawatan 3. Identifikasi pasien perlunya
hiperventilasi selama….ketidakefektifan pemasangan alat jalan nafas
pola nafas pasien teratasi buatan
dengan kriteria hasil : 4. Pasang mayo bila perlu
1. Mendemonstrasikan 5. Lakukan fisioterapi dada
batuk efektif dan jika perlu
suara nafas yang 6. Keluarkan sekret dengan
bersih, tidak ada batuk atau suction
sianosis dan dyspneu 7. Auskultasi suara nafas, catat
(mampu adanya suara tambahan
mengeluarkan 8. Lakukan suction pada mayo
sputum, mampu 9. Berikan bronkodilator bila
bernafas dengan perlu
mudah, tidak ada 10. Berikan pelembab udara
pursed lips ) kassa basah NACl Lembab
2. Menunjukkan jalan 11. Atur intake untuk cairan
nafas yang paten mengoptimalkan
( klien tidak merasa keseimbangan
tercekik, irama nafas, 12. Monitor respirasi dan
frekuensi pernafasan status O2
dalam rentang normal Oxygen Therapy
tidak ada suara nafas 1. Bersihkan mulut, hidung
abnormal ) dan sekret trakea
3. Tanda Tanda vital 2. Pertahankan jalan nafas
23

dalam rentang normal yang paten


( tekanan darah, nadi, 3. Atur peralatan oksigenasi
pernafasan ) 4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda-
tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2. Catat adanya fuktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan
irama pernafasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernafasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing
24

triad (tekanan nadi yang


melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
2. Kekurangan NOC NIC
volume cairan  Fluid balance Fluid Management
 Hydration 1. Timbang popok/pembalut
 Nutritional Status: jika diperlukan
Food and Fluid 2. Pertahankan catatan
Intake intake dan output yang
Kriteria Hasil : akurat
1. Mempertahankan 3. Monitor status hidrasi
urine output sesuai (kelembaban membran
dengan usia dan BB, mukosa, nadi adekuat,
BJ urine normal, HT tekanan darah ortostatik),
normal jika diperlukan
2. Tekanan darah, nadi, 4. Monitor vital sign
suhu tubuh dalam 5. Monitor masukan
batas normal makanan/cairan dan
3. Tidak ada tanda-tanda hitung intake kalori harian
dehidrasi, elastisitas 6. Kolaborasikan pemberian
turgor kulit baik, cairan IV
membran mukosa 7. Monitor status nutrisi
lembab, tidak ada rasa 8. Berikan cairan IV pada
haus yang berlebihan suhu ruangan
9. Dorong masukan oral
10. Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
11. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
25

12. Tawarkan snack (jus


buah, buah segar)
13. Kolaborasi dengan dokter
14. Atur kemungkinan
tranfusi
15. Persiapan untuk tranfusi
Hypovolemia Management
1. Monitor status cairan
termasuk intake dan output
cairan
2. Pelihara IV line
3. Monitor tingkat Hb dan
hematokrit
4. Monitor tanda vital
5. Monitor respon pasien
terhadap penambahan
cairan
6. Monitor berat badan
7. Dorong pasien untuk
menambah intake oral
8. Pemberian cairan IV
monitor adanya tanda dan
gejala kelebihan volume
cairan
9. Monitor adanya tanda gagal
ginjal
3. Penurunan curah NOC NIC
jantung b.d  Cardiac Pump Cardiac Care
penurunan effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri dada
volume  Circulation status (intensitasi, lokasi, durasi)
sekuncup  Vital sign status 2. Catat adanya disritmia
26

jantung, Kriteria Hasil : jantung


kontraktilitas 1. Tanda vital dalam 3. Catat adanya tanda dan
dan frekuensi rentang normal gejala penurunan cardiac
jantung (tekanan darah, nadi, out put
respirasi) 4. Monitor status pernafasan
2. Dapat mentoleransi yang menandakan gagal
aktivitas, tidak ada jantung
kelelahan 5. Monitor abdomen sebagai
3. Tidak ada edema paru, indicator penurunan perfusi
perifer, dan tidak ada 6. Monitor balance cairan
asites 7. Monitor adanya perubahan
4. Tidak ada penurunan tekanan darah
kesadaran 8. Monitor pasien terhadap
efek pengobatan antiaritmia
9. Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan
10. Monitor toleransi aktivitas
pasien
11. Monitor adanya dyspnea,
fatigue, tekipneu dan
ortopneu
12. Anjurkan untuk
menurunkan stress
Vital sign monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
27

berdiri
4. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah alktivitas
6. Moniter kualitas dari nadi
7. Monitor adamya pulsus
paradoksus
8. Monitor adanya pulsus
alterans
9. Monitor jumtah dan irama
jantung
10. Monitor bunyi jantung
11. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
12. Monitor suara paru
13. Monitor pola pernapasan
abnormal
14. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
15. Monitor sianosis perifer
16. Monitor adanya cushing
triad (tekanan.nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
17. Identifikasi penyebab dari
perubah vital sign
4. Ketidakseimban NOC NIC
gan nutrisi  Nutrional status : Nutrition Management
28

kurang dari  Nutrional status : 1. Kaji adannya alergi


kebutuhan tubuh food and fluid makanan
b.d intake 2. Kolaborasi dengan alhi
hipermetabolism  Nutrional status : gizi untuk menentukan
e dan kebutuhan nutrient intake jumlah kalori dan nutrisi
bagi weight control yang dibutuhkan pasien
kesembuhan Kriteria Hasil : 3. Anjurkan pasien untuk
luka 1. Adanya peningkatan meningkatkan intake Fe
berat badan sesuai 4. Anjurkan pasien untuk
dengan tujuan meningkatkan protein dan
2. Berat badan ideal vitamin C
sesuai dengan tinggi 5. Yakinkan diet yang
badan dimakan mengandung
3. Mampu tinggi serat untuk
mengidentifikasi mencegah konstipasi
kebutuhan nutrisi 6. Berikan makanan yang
4. Tidak ada tanda-tanda terpilih (sudah
malnutrisi dikonsultasikan dengan
5. Menunjukan ahli gizi)
peningkatan fungsi 7. Ajarkan pasien bagaiman
pengecapan dari membuat makanan harian
menelan 8. Monitor jumlah nutrisi
6. Tidak terjadi dan kandungan kalori
penurunan berat badan 9. Berikan informasi tentang
yang berarti kebutuhan nutrisi
10. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas
Normal
29

2. Monitor adanya
penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi anak
atau orangtua selama
makan
5. Monitor lingkungan
selama makan Jadwalkan
pengobatan dan
tindakantidak selama jam
makan
6. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
7. Monitor turgor kulit
8. Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan mudah
patah
9. Monitor mual dan muntah
10. Monitor kadar albumin,
total protein, Hb dan
kadar Ht
11. Monitor pertumbu han
dan perkembangan
12. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
13. Monitor kalori dan intake
nuntrisi Catat adanya
30

edema, hiperemik
hipertonik papila lidah
dan cavitas oral.
14. Catat jika lidah berwarna
magenta scariet
5. Kerusakan NOC : NIC :
integritas kulit  Tissue Integrity : Skin  Pressure Management
berhubungan and Mucous 1. Anjurkan pasien untuk
dengan lesi pada Membranes menggunakan pakaian
kulit Setelah dilakukan tindakan yang longgar.
keperawatan selama….. 2. Hindari kerutan pada
kerusakan integritas kulit tempat tidur.
pasien teratasi dengan 3. Jaga kebersihan kulit agar
kriteria hasil: tetap bersih dan kering.
1. Integritas kulit yang 4. Mobilisasi pasien (ubah
baik bisa dipertahankan posisi pasien) setiap dua
(sensasi, elastisitas, jam sekali.
temperatur, hidrasi, 5. Monitor kulit akan adanya
pigmentasi) kemerahan .
2. Tidak ada luka/lesi 6. Oleskan lotion atau
pada kulit. minyak/baby oil pada
3. Perfusi jaringan baik. derah yang tertekan .
4. Menunjukkan 7. Monitor aktivitas dan
pemahaman dalam mobilisasi pasien.
proses perbaikan kulit 8. Monitor status nutrisi
dan mencegah pasien.
terjadinya sedera 9. Memandikan pasien
berulang. dengan sabun dan air
5. Mampu melindungi hangat.
kulit dan 10. Kaji lingkungan dan
mempertahankan peralatan yang
31

kelembaban kulit dan menyebabkan tekanan.


perawatan alami

6. Nyeri akut NOC : NIC :


berhubungan  Pain Level,  Paint management
dengan  pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
inflamasi dan  comfort level secara komprehensif
kerusakan Setelah dilakukan tindakan termasuk lokasi,
jaringan keperawatan selama …. karakteristik, durasi,
Pasien tidak mengalami frekuensi, kualitas dan
nyeri, dengan kriteria faktor presipitasi.
hasil: 2. Observasi reaksi nonverbal
1. Mampu mengontrol dari ketidaknyamanan.
nyeri (tahu penyebab 3. Bantu pasien dan keluarga
nyeri, mampu untuk mencari dan
menggunakan tehnik menemukan dukungan.
nonfarmakologi untuk 4. Kontrol lingkungan yang
mengurangi nyeri, dapat mempengaruhi nyeri
mencari bantuan). seperti suhu ruangan,
2. Melaporkan bahwa pencahayaan dan
nyeri berkurang dengan kebisingan.
menggunakan 5. Kurangi faktor presipitasi
manajemen nyeri. nyeri.
3. Mampu mengenali 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
nyeri (skala, intensitas, untuk menentukan
frekuensi dan tanda intervensi.
nyeri). 7. Ajarkan tentang teknik non
4. Menyatakan rasa farmakologi: napas dala,
nyaman setelah nyeri relaksasi, distraksi, kompres
berkurang. hangat/ dingin.
5. Tanda vital dalam 8. Berikan analgetik untuk
32

rentang normal. mengurangi nyeri: ……...


6. Tidak mengalami 9. Tingkatkan istirahat.
gangguan tidur 10. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang
dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur.
11. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
7. Gangguan citra NOC NIC
tubuh b.d  Body image Body image enhancement
perubahan pada  Self esteem 1. Kaji secara verbal dan non
penampilan Kriteria hasil: verbal respon klien
tubuh (trauma) 1. Body image positif terhadap tubuhnya
2. Mampu 2. Monitor frekuensi
mengidentifikasi mengkritik dirinya
kekuatan personal 3. Jelaskan tentang
3. Mendiskripsikan secara pengobatan, perawatan,
factual perubahan kemajuan dan prognosis
fungsi tubuh penyakit
4. Mempertahankan 4. Dorang klien
interaksi social mengungkapkan
perasaannya
5. Identifikasi arti
pengurangan melalui
pemakaian alat bantu
6. Fasilitasi kontak dengan
33

individu lain dalam


kelompok kecil
8. Resiko NOC NIC
ketidakefektifan  Circulation status Acid-Base Management
perfusi ginjal b.d  Elektrolit and Acid 1. Observasistatus hidrasi
menurunnya  Base balance (kelembaban membram
sirkulasi darah  Fluid balance mukosa, TD ortostatik,
keginjal  Hidration dan keadekuatan dinding
(hipoksia di  Tissue prefusion: nadi)
ginjal) renal 2. Monitor HMT, ureum,
 Urinary albumin, total protein,
eliminasion serum osmolalitas dan
Kriteria hasil : urine
1. Tekanan systole dan 3. Observasi tanda-tanda
diastole dalam batas cairan berlebih/retensí
normal (CVP meningkat, oedem,
2. Tidak ganguan mental, distensi vena leher dan
orientasi kognitif dan asites)
kekuatan otot 4. Pertahanan intake dan
3. Na, K, Cl, Ca, Mg, output secara akurat
BUN, creat dan biknat 5. Monitor TTV
dalam batas normal 6. Monitor glukosa darah
4. Tidak ada distensi vena arteri dan serum, elektrolit
leher urine
5. Tidak ada bunyi paru 7. Monitor hemodinamik
tambahan status
6. Intake output seimbang 8. Bebaskan jalan nafas
7. Tidak ada oedem 9. Manajemen akses
perifer dan asites intravena
Pasien hemodialisis
1. Observasi terhadap
34

dehidrasi
2. Monitor TD
9. Resiko NOC NIC
ketidakefektifan  Circulation status Peripheral sensation
perfusijaringan  Tissue prefusion : management (manajemen
otak cerebral sensasi perifer)
Kriteria hasil : 1. Monitor adanya daerah
1. Mendemonstrasikan tertentu yang hanya peka
status sirkulasi yang terhadap
ditandai dengan : panas/dingin/tajam/tumpu
2. Tekanan systole dan l
dalam rentang yang 2. Monitor adanya paretese
diharapkan 3. Instruksikan keluarga
3. Tidak ada ortostatik untuk mengobservasi kulit
hipertensi jika ada isi atau laserasi
4. Tidak ada tanda-tanda 4. Gunakan sarung tangan
peningkatan tekanan untuk proteksi
intracranial (tidak lebih 5. Batasi gerakan pada
dari 15 mmHg) kepala, leher dan
5. Mendemostrasikan punggung
kemampuan kognitif 6. Monitor kemampuan
yang ditandai dengan: BAB
6. Berkomunikasi dengan 7. Kolaborasi pemberian
jelas dan sesuai dengan analgetik
kemampuan 8. Monitor adanya
7. Menunjukan perhatian, tromboplebitis
kosentrasi dari orientasi 9. Diskusikan mengenai
8. Memproses informasi penyebab perubahan
9. Membuat keputusan sensasi
dengan benar
10. Menunjukan fungsi
35

sensori motori cranial


yang utuh : tingkat
kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan-
gerakan involunter
10. Resiko infeksi NOC NIC
berhubungan  Immune Status Infection Control (Kontrol
dengan  Knowledge : Infeksi)
hilangnya barier Infection control 1. Bersihkan lingkungan
kulit dan  Risk control setelah dipakai pasien lain
terganggunya Kriteria Hasil : 2. Pertahankan teknik isolasi
respons imun. 1. Klien bebas dari tanda 3. Batasi pengunjung bila
dan gejala infeksi p[erlu
2. Mendeskripsikan 4. Instruksikan pada
proses penularan pengunjung untuk
penyakit, faktor yang mencuci tangan saat
mempengaruhi berkunjung dan setelah
penularan serta berkunjung meninggalkan
penatalaksanaannya pasien
3. Menunjukkan 5. Gunakan sabun
kemampuan untuk antimikrobia untuk cuci
mencegah timbulnya tangan
infeksi 6. Cuci tangan setiap
4. Jumlah leukosit dalam sebelum dan sesudah
batas normal tindakan keperawatan
5. Menunjukkan perilaku 7. Gunakan baju, sarung
hidup sehat tangan sebagai alat
pelindung
8. Pertahankan lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
36

9. Ganti letak IV perifer dan


line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
10. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik
bila perlu infection
protection (proteksi
terhadap infeksi)
13. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
14. Monitor hitung granulosit,
WBC
15. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
16. Pertahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko
17. Pertahankan teknik isolasi
k/p
18. Berikan perawatan kulit
pada area epidema
19. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
20. Inspeksi kondisi
37

luka/insisi bedah
21. Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
22. Dorong masukkan cairan
23. Dorong istirahat
24. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
25. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
26. Ajarkan cara menghindar
infeksi
27. Laporkan kecurigaan
infeksi
28. Laporkan kultur positif
11. Defisiensi NOC NIC
pengetahuan b.d  Knowledge: Teaching : disease process
proses disease process 1. Berikan penilaian tentang
penanganan luka  Knowledge : health tingkat pengetahuan
bakar Behavior pasien tentang proses
Kriteria Hasil: penyakit yang spesifik
1. Pasien dan keluarga 2. Jelaskan patofisiologi dari
menyatakan penyakit dan bagaimana
pemahaman tentang hal ini berhubungan
penyakit kondisi, dengan anatomi dan
prognosis dan program fisiologi, dengan cara
pengobatan yang tepat
2. Pasien dan keluarga 3. Gambarkan tanda dan
mampu menjelaskan gejala yang biasa muncul
kembali apa yang pada penyakit, dengan
38

dijelaskan perawat/tim cara yang tepat


kesehatan lainya 4. Gambarkan proses
penyakit, dengan cara
yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan
penyebab dengan cara
yang tepat
6. Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
7. Hindari jaminan yang
kosong
8. Sediakan bagi keluarga
atau SO intormasi tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan
gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk
mencegah komplikasi di
masa yang akan datang
dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi
mendapatkan second
dengan cara yang tepat
atau diindikasikan
12. Rujuk pasien pada grup
39

atau agensi di komunitas


lokal, dengan cara yang
tepat
13. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat
12. Ansietas b.d NOC NIC
perubahan pada  Anxiety self- Anxiety Reduction
status kesehatan control (penurunan kecemasan)
 Anxiety level 1. Gunakan pendekatan yang
Kriteria Hasil: menenangkan
1. Klien mampu 2. Nyatakan dengan jelas
mengidentifikasi dan harapan terhadap pelaku
mengungkapkan gejala pasien
cemas 3. Jelaskan semua prosedur
2. Mengidentifikasi, dan apa yangdirasakan
mengungkapkan dan selama prosedur
menunjukkan tehnik 4. Pahami prespektif pasien
untuk mengontol cemas terhdap situasi stres
3. Vital sign dalam batas 5. Temani pasien untuk
normal memberikan keamanan dan
4. Postur tubuh, ekspresi mengurangi takut
wajah, bahasa tubuh 6. Dorong keluarga untuk
dan tingkat aktivitas menemani anak
menunjukkan 7. Lakukan back/neck rub
berkurangnya 8. Dengarkan dengan penuh
perhatian
9. Identifikasi tingkat
40

kecemasan
10.Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
11.Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
12.Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
13.Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan

2.2.4 Implementasi
Implementasi merupakan tahap pelaksanaan dari intervensi yang
sudah di tentukan sebelumnya. Setelah melakukan intervensi
keperawatan, tahap selanjutnya adalah mencatat intervensi yang telah
dilakukan dan evaluasi respon klien (Nursalam, 2011).
Pedoman implementasi keperawatan Pedoman implementasi
keperawatan menurut Dermawan (2012) sebagai berikut:
1. Tindakan yang dilakukan konsisten dengan rencana dan dilakukan
setelah memvalidasi rencana. Validasi menentukan apakah rencana
masih relevan, masalah mendesak, berdasar pada rasional yang baik
dan diindividualisasikan. Perawat memastikan bahwa tindakan yang
sedang diimplementasikan, baik oleh pasien, perawat atau yang lain,
berorientasi pada tujuan dan hasil. Tindakan selama implementasi
diarahkan untuk mencapai tujuan.
2. Keterampilan interpersonal, intelektual dan teknis dilakukan dengan
kompeten dan efisien di lingkungan yang sesuai. Perawat harus
kompeten dan mampu melaksanakan keterampilan ini secara efisien
guna menjalankan rencana. Kesadaran diri dan kekuatan serta
41

keterbatasan perawat menunjang pemberian asuhan yang kompeten


dan efisien sekaligus memerankan peran keperawatan profesional.
3. Keamanan fisik dan psikologis pasien dilindungi. Selama
melaksanakan implementasi, keamanan fisik dan psikologis
dipastikan dengan mempersiapkan pasien secara adekuat, melakukan
asuhan keperawatan dengan terampil dan efisien, menerapkan
prinsip yang baik, mengindividualisasikan tindakan dan mendukung
pasien selama tindakan tersebut.
4. Dokumentasi tindakan dan respon pasien dicantumkan dalam catatan
perawatan kesehatan dan rencana asuhan. Dokumentasi dalam
catatan perawatan kesehatan terdiri atas deskripsi tindakan yang
diimplementasikan dan respon pasien terhadap tindakan tersebut.
Tindakan yang tidak diimplementasikan juga dicatat disertai alasan.
Dokumentasi rencana asuhan untuk meningkatkan kesinambungan
asuhan dan untuk mencatat perkembangan pasien guna mencapai
kriteria hasil.
Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien dengan luka
bakar di sesuaikan dengan intervensi yang akan di lakukan.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan langkah akhir dari proses
keperawatan, evaluasi mempunyai 2 tipe penyataan yaitu evaluasi
formatif yang merefleksikan observasi dan analisis terhaap respon
pasien pada intervensi keperawatan mengenai apa yang sedang terjadi
dan evaluasi sumatif yang menguraikan kemajuan terhadap pencapaian
kondisi sesuai kriteria hasil yang diharapkan (Nursalam, 2011).
1) Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif yang dilakukan setiap selesai tindakan,
berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara terus menerus
sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.
2) Evaluasi Sumatif
42

Yaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan


secara paripurna berorientasi pada masalah keperawatan,
menjelaskan kebersihasilan atau ketidak berhasilan, rekapitulasi
dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan kerangka
waktu yang ditetapkan.
Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau
perkembangan klien, digunakan komponen SOAP/SOAPIE/SOAPIER.
Yang dimaksudkan SOAPIER adalah :
S : Data Subyektif
Yaitu informasi yang didapatkan oleh pasien, setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
O : Data Obyektif
Yaitu informasi yang didapatkan berdasarkan hasil pngumpulan atau
observasi secara langsung kepada klien.
A : Asisment/Analisis
Yaitu implikasi darai data subyektif dan data obyektif.
P : Planning
Yaitu perencanaan perawatan yang akan dianjurkan, dihentikan,
dimodifiksi, atau ditambahkan dari rencana tindakan yang telah
ditentukan sebelumnya.
I : Implementasi
Yaitu tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan rencana
yang telah terindentifikasi dalam komponen p (perencanaan). Jangan
lupa menuliskan tanggal dan jam pelakasanaan.
E : Evaluasi
Yaitu respon klien setelah dilakukan tindakan-tindakan keperawatan.
R : Reassesment
Yaitu pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan setelah
dilakukan hasil evaluasi, apakan dari rencana tindakaan perlu
dilanjutkan, dimodifiksi, atau dihentikan.
43

Hasil yang diharapkan pada proses keperawatan pasien dengan


luka bakar yaitu sesuai kriteria hasil yang diharapkan pada tahap
intervensi keperawatan.
BAB III
METODE PENGELOLAAN KASUS
3.1. Desain Pengelolaan Kasus
Desain yang digunakan yaitu studi kasus. Studi kasus adalah suatu
metode untuk memahami individu yang dilakukan secara integrative dan
komprehensif agar diperoleh pemahaman yang mendalam tentang individu
tersebut beserta masalah yang dihadapinya dengan tujuan masalahnya bissa
terselesaikan dan memperoleh perkembangan diri yang baik (Rahardjo &
Gudnanto, 2011).
Menurut Notoatmodjo (2010) Studi kasus adalah suatu metode
penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui
suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal. Unit tunggal disini dapat berarti
satu orang, sekelompok penduduk yang terkena suatu masalah, sekelompok
masyarakat di suatu daerah. Unit yang menjadi kasus tersebut secara
mendalam dianalisis baik dari segi yang berhubungan dengan keadaan kasus
itu sendiri, faktor-faktor yang mempengaruhi, kejadian-kejadian khusus
yang muncul sehubungan dengan kasus, maupun tindakan dan reaksi kasus
terhadap suatu perlakuan atau pemaparan tertentu. Meskipun di dalam studi
kasus ini yang diteliti hanya berbentuk unit tunggal, namun dianalisis secara
mendalam.
Studi kasus ini dilaksanakan untuk mengeksplorasi masalah “Asuhan
Keperawatan Pada Tn. X Dengan Kerusakan Integritas Kulit Akibat Luka
Bakar di Ruang Burn Center RSUD R.Syamsudin, S.H Kota Sukabumi”.
3.2. Batasan Istilah
Batasan istilah pada Asuhan Keperawatan Tn. X Dengan Kerusakan
Integritas Kulit Akibat Luka Bakar di Ruang Burn Center RSUD
R.Syamsudin, S.H Kota Sukabumi. meliputi: Pengkajian, diagnosa
keperawatan, inetervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan
evaluasi keperawatan.

44
45

3.3. Responden/ Subyek Penelitian


Responden pada studi kasus ini adalah Tn. X dengan diagnosa medis,
combustion usia 61 tahun dan mempunyai masalah keperawatan pada Tn. X
Dengan Kerusakan Integritas Kulit Akibat Luka Bakar di Ruang Burn
Center RSUD R.Syamsudin, S.H Kota Sukabumi.
3.4. Lokasi dan Waktu penelitian
Studi kasus individu dilakukan di Ruang Burn Center RSUD
R.Syamsudin, S.H Kota Sukabumi selama 3 hari, terhitung dari tanggal 23
Mei – 25 Mei 2019.
3.5. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah :
1) Wawancara
Penulis melakukan wawancara terstruktur tujuannya yaitu untuk
menemukan permasalahan secara lebih terbuka. Hasil dari wawancara
ataupun anamnesis yaitu berisi tentang identitas klien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, pola nutrisi klien, data sosial spiritual klien, dan lain-lain.
Sumber data yaitu dari klien, keluarga ataupun dari perawat (Sugiyono,
2012).
2) Observasi
Melalui observasi penulis dapat belajar tentang perilaku dan makna
perilaku tersebut. Jenis observasi yang dilakukan pada studi kasus ini
yaitu observasi dan pemeriksaan fisik dengan pendekatan Inspeksi,
Auskultasi, Perkusi dan Palpasi (IAPP) (Sugiyono, 2012).
3) Studi dokumentasi
Hasil dari observasi atau wawancara akan lebih kredible atau
dipercaya jika didukung oleh studi dokumentasi (Sugiyono, 2012).
Dalam penelitian ini dokumen yang digunakan untuk mendukung data
hasil wawancara adalah status pasien selama dirawat yang berisikan hasil
dari pemeriksaan diagnostic dan data lain yang relevan.
46

3.6. Uji Keabsahan Data


Metode uji keabsahan data adalah derajat ketepatan antara data yang
terjadi dengan data yang dilaporkan oleh pengambil kasus (Sugiyono,
2012). Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data/
informasi yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validitas
tinggi. Disamping integritas penulis (karena penulis menjadi instrument
pertama), sumber informasi tambahan menggunakan data utama yaitu klien,
keluarga dan perawat yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
3.7. Analisis Data
1) Analisa data didasarkan pada data yang terkumpul dengan cara
wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Selanjutnya data tersebut
dibandingkan dengan teori yang ada sebagai bahan untuk
direkomendasikan dalam intervensi, hasil data yang terkumpul dalam
bentuk catatan lapangan di jadikan satu dan dikelompokkan menjadi data
subjektif dan objektif untuk menunjang penentuan masalah keperawatan.
2) Analisis data pada study kasus menggunakan pendekatan PES (Problem,
Etiologi dan Simptom) yang dituangkan dalam bentuk bagan sedangkan
pada pendekatan terapan digunakan analisis deskriptif.
3) Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun teks
naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan
identitas diri.
4) Kesimpulan
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan
dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan
perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode
induksi.
Data yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis,
perencanaan, tindakan, dan evaluasi.
3.8. Etika Penelitian
Dicantumkan etika yang mendasari penyusunan studi kasus, terdiri dari :
1) Informed Consent (persetujuan menjadi klien)
47

Tujuan dari inform consent yaitu agar partisipan mengetahui maksud dan
tujuan pengelolaan kasus serta dampak yang diteliti selama pengumpulan
data. Lembar persetujuan diberikan kepada partisipan dan disertai judul
pengelolaan kasus. Klien bersedia untuk menjadi partisipan, dan telah
menandatangani lembar persetujuan untuk menjadi partisipan.
2) Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, penulis tidak
mencantumkan nama pada pengolahan data penelitian, tapi hanya
memberikan nomor dan kode tertentu.
3) Confidentiality (kerahasiaan)
Penulis menjamin kerahasiaan dari hasil pengelolaan kasus baik
informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiannya oleh penulis. Hanya kelompok
tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil pengelolaan kasus.

Anda mungkin juga menyukai