Anda di halaman 1dari 8

479 Aplikasi bioflok pada sebagai alternatif pakan ...

(Brata Pantjara)

APLIKASI BIOFLOK PADAT SEBAGAI ALTERNATIF PAKAN PADA PENDEDERAN


UDANG VANAME (L. vannamaei)
Brata Pantjara dan Usman
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau
Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan
E-mail: litkanta@indosat.net.id

ABSTRAK

Penumbuhan bioflok dalam kegiatan akuakultur terbukti dapat dimanfaatkan untuk perbaikan kualitas air
dan sebagai makanan bagi udang vaname. Kualitas nutrisi bioflok sebagai pakan udang vaname dipengaruhi
oleh jenis sumber C yang diberikan. Selama ini bioflok dimanfaatkan langsung oleh ikan/udang pada saat
pemeliharaan. Sedangkan aplikasi bioflok padat dan masih segar sebagai alternatif pakan untuk pendederan
udang vaname belum banyak dilakukan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
bioflok padat pada pendederan udang vaname. Penelitian dilakukan di Laboratorium Basah, Balai Penelitian
dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros. Penelitian menggunakan wadah fiber glass volume 250 L
yang dilengkapi aerasi. Wadah diisi air salinitas 20 ppt sebanyak 20 L. Sebagai perlakuan untuk pembuatan
bioflok padat dalam penelitian ini menggunakan sumber C berbeda, yaitu; A. limbah pakan udang, B.
bungkil kelapa, C. dedak halus, dan D. molase. Pembuatan tepung bioflok dilakukan dengan cara mengisi air
laut sebanyak 600 L pada bak silinder. Bahan bioflok sebagai sumber C dari masing-masing perlakuan
ditambahkan dalam wadah tersebut dan ditambahkan dengan bakteri Bacillus sp. sebanyak 1 mL atau
kepadatan 106 cfu/mL. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara menyaring bioflok dalam larutan tersebut
menggunakan plankton net (60 µm). Hewan uji yang digunakan adalah udang vaname berukuran Post Larva
11 (PL-11) dengan padat penebaran 1.000/wadah, masing-masing perlakuan dengan 3 ulangan. Pemberian
tepung bioflok pada vaname dilakukan setiap hari dengan dosis 3%-5% dari bobot udang/hari. Hasil penelitian
selama 35 hari menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot rata-rata udang vaname dari masing-masing
perlakuan berkisar 0,0920-0,2106 g/ekor. Pemberian bioflok padat pada sumber C yang berbeda memberikan
hasil yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap sintasan. Pada perlakuan A menghasilkan sintasan yang lebih
tinggi yaitu 84,2% disusul perlakuan C (71,9%); B (62,2%); dan D (48,4%).

KATA KUNCI: bioflok padat, pakan, pendederan, udang vaname

PENDAHULUAN
Budidaya udang intensif sistem bioflok di tambak selama ini terbukti dapat memberikan peningkatan
produksi udang vaname yang signifikan (Taw et al., 2008). Teknologi bioflok yang dikembangkan
sekarang dan masa datang diarahkan pada pemanfaatan limbah udang intensif untuk dirubah menjadi
makanan udang sehingga dapat mengefisiensikan pemberian pakan komersial (Montoya & Velasco,
2000; Brune et al., 2003; Burford et al., 2004; Ekasari, 2008), dan mengurangi cemaran limbah
sehingga kualitas air tambak dapat dipertahankan karena terjadi keseimbangan antara karbon dan
nitrogen dalam air budidaya dalam proses amonifikasi yang dilakukan bakteri sehingga perombakan
amonia dapat lebih cepat (Pantjara et al., 2010) serta efisiensi penggunaan air (zero water exchange)
selama budidaya (Avnimelech, 2000). Penambahan energi mikroorganisme dalam mendekomposisi
bahan organik disebabkan mikroorganisme mendapatkan sumber karbon yang lebih tersedia.
Dilaporkan oleh Burford et al. (2003) dan De Schryver et al. (2008), bahwa bakteri heterotrof bersama
organisme lainnya seperti plankton, fungi, protozoa, ciliata, nematoda, partikel, koloid, dan polimer
organik membentuk flok yang saling berintegrasi dalam air untuk tetap bertahan dari segala perubahan
kualitas air.
Bioflok merupakan campuran berbagai mikroorganisme, partikel koloid, polimer organik, dan sel
mati yang dapat dikonsumsi dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan untuk organisme
yang dibudidaya. Menurut McIntosh (2000), budidaya udang vaname sistem bioflok dapat memberikan
peningkatan terhadap retensi protein dari 31% menjadi 38%. Menurut Ekasari (2008), bahwa pemberian
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012 480

pakan komersial (pelet) yang dikombinasikan dengan 30% bioflok memberikan pertumbuhan dan
sintasan udang vaname yang relatif sama dengan udang vaname yang diberi pakan pelet 100%
dalam kondisi terkontrol. Pakan yang diberikan pada udang hanya 30%-50% yang digunakan dalam
metabolisme tubuh dan sisanya menumpuk di dasar tambak menjadi limbah yang bersama buangan
metabolit udang. Penumpukan limbah pakan udang di tambak menjadi masalah karena protein dari
pakan yang terlarut secara tidak langsung dapat menurunkan kualitas air terutama karena terjadi
peningkatan amonia. Peningkatan amonia dalam air disebabkan adanya transformasi nitrogen dari
limbah pakan dan metabolit pada proses amonifikasi oleh mikroba pengurai bahan organik. Namun
demikian, konsentrasi amonia yang berlebihan di tambak dapat dikurangi dengan pemberian probiotik
atau menumbuhkan bakteri heterotrop dengan menambahkan C-organik tersedia untuk menghasilkan
bioflok (Burford et al., 2003b; 2004; Schneider et al., 2005).
Selama ini bioflok yang ditumbuhkan di tambak dan dimanfaatkan langsung oleh udang pada
saat pemeliharaan. Namun, aplikasi bioflok padat dan segar sebagai alternatif pakan untuk pendederan
udang vaname belum banyak informasinya. Faktor penting yang harus diperhatikan dalam pembuatan
bioflok padat adalah kualitas nutrisinya sebagai pakan udang vaname. Kualitas nutrisi bioflok untuk
pakan udang vaname dipengaruhi oleh jenis sumber C yang diberikan dan harganya terjangkau.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bioflok padat dengan sumber C
yang berbeda pada pendederan udang vaname.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di Laboratorium Basah, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air
Payau (BPPBAP), Maros. Penelitian menggunakan wadah dari fiber glass volume 250 L yang dilengkapi
aerasi. Setiap wadah diisi air bersalinitas 20 ppt sebanyak ± 200 L. Pemberian pakan untuk
pertumbuhan udang vaname dalam penelitian ini adalah pemberian pakan pelet dan pakan dari
bioflok, yaitu A. pelet komersial; B. bioflok padat kopra; C. bioflok padat dedak; dan D. bioflok dari
molase (cairan), masing-masing dengan 3 ulangan. Pembuatan bioflok dilakukan dengan cara mengisi
air laut sebanyak 600 L pada bak silinder dan diaerasi kuat agar terjadi pengadukan yang homogen.
Selanjutnya bahan bioflok masing-masing perlakuan dengan menambahkan bakteri Bacillus sp.
sebanyak 1 mL atau minimal kepadatan 106 cfu/mL. Analisis proksimat bahan bioflok meliputi protein
dengan metode semimikro kjedahl, lemak dengan metode ekstraksi ether, kadar abu, serat kasar
yang mengacu pada Takauchi (1988) (Tabel 1).

Tabel 1. Analisis proksimat berbagai sumber C sebagai bahan untuk menumbuhkan


bioflok padat

Protein Lemak Serat kasar Abu C-organik


Perlakuan
(%) (%) (%) (%) (%)
Bungkil kopra 19,6 6,9 14,5 7,6 39,4
Dedak 13,7 9,1 14,3 10,5 44,1
Molase 0,5 - - 7,3 31,5

Pengambilan bioflok padat dilakukan dengan cara menyaring bioflok dalam larutan tersebut
menggunakan plankton net (60 µm). Flok yang tersaring kemudian diendapkan dan didiamkan selama
1 minggu sampai bioflok tersebut menjadi padat dan masih segar. Pengambilan sampel dilakukan
pada pagi hari dan bioflok padat yang dihasilkan dapat disimpan dalam lemari pendingin (kulkas
atau freezer). Selanjutnya bioflok padat tersebut digunakan sebagai pakan udang vaname.
Penelitian ini menggunakan benih udang vaname berukuran post larva 11 (PL-11) yang diperoleh
dari salah satu hatcheri udang di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Benur vaname ditebar sebanyak
1.000 ekor/wadah (50 ekor/L). Aplikasi bioflok padat pada vaname dilakukan setiap hari dengan
dosis pemberian 20%-3% dari bobot udang/hari selama 30 hari. Selama penelitian dilakukan
481 Aplikasi bioflok pada sebagai alternatif pakan ... (Brata Pantjara)

pengamatan terhadap kualitas air yang meliputi oksigen terlarut, suhu, salinitas, alkalinitas, bahan
organik terlarut, amonia, nitrit. Pada akhir penelitian dihitung sintasan. Data kualitas air dianalisis
secara deskriptif dan data sintasan dianalisis dengan menggunakan analis ragam dan dilanjutkan
dengan uji lanjut jika terdapat perbedaan antar perlakuan.
HASIL DAN BAHASAN

Komposisi Bioflok Padat


Kebutuhan pakan untuk pertumbuhan udang vaname harus sesuai dengan nutrisi yang dibutuhkan.
Nutrisi tersebut adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, asam amino esensial.
Karbohidrat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan menurunnya pertumbuhan udang budidaya.
Kebutuhan karbohidrat pada udang dipengaruhi oleh kandungan lemak dan protein pakan. Pada
umumnya kebutuhan karbohidrat pakan karnivora sekitar 10%-20% dan omnivora 30%-40%.
Protein pada bioflok secara langsung dipengaruhi oleh jumlah dan jenis asam amino esensial dari
sumber C yang diberikan serta peranan bakteri Bacillus sp. yang diberikan. Bacillus sp. termasuk
bakteri heterotrof yang dapat tumbuh cepat bila lingkungannya mendukung terutama kandungan
bahan organik dan sumber C tersedia (C 6H 12O 6). Dalam perkembangannya bakteri ini dapat
memanfaatkan amonium dalam air dan senyawa organik dari limbah metabolit dan feses serta sisa
pakan. Selain itu, bakteri heterotrof mempunyai kemampuan dalam memanfaatkan bahan organik
menjadi protein melalui proses biosintesis protein (Anonim, 2009; 2010; Hargreaves, 1989). Hasil
analisis proksimat dari pakan komerial (pelet) dan bioflok pada masing-masing perlakuan disajikan
pada Tabel 2.

Tabel 2. Analisis proksimat bioflok berbagai sumber C sebagai bahan untuk makan udang
vaname

Protein Lemak Serat kasar Abu C-organik


Perlakuan
(%) (%) (%) (%) (%)
Pakan pelet komersial 35 5,2 3,1 28.5 40.2
Bungkil kopra 37,89±0,49 0,56±0,17 0,77± 0,62 28,06±1,80 34,54±3,63
Dedak 35,01±0,24 0,89±0,41 0,64± 0,45 26,73±1,57 38,89±3,73
Molase 29,0±0,40 0,34± 0,09 0,53± 0,31 26,81±1,70 48,15±2,75

Pada Tabel 2, tampak bahwa kandungan protein pakan pada bioflok dari sumber C kopra lebih
tinggi (37,89%) dibandingkan sumber C dari dedak (35,01%) dan molase (29,0%). Protein diperlukan
dalam pembentukan jaringan terutama penggantian jaringan tubuh yang rusak. Menurut Ekasari
(2008), dan Verstraete et al. (2008), flok mikroba banyak mengandung beberapa nutrisi yang cukup
tinggi antara lain protein (19%-32%), lemak (17%-39%), karbohidrat (27%-59%), dan abu (2%-7%) sehingga
dapat digunakan untuk makanan udang vaname.
Kandungan lemak dalam makanan berfungsi sebagai komponen untuk pertumbuhan dan
mempengaruhi kualitas makanan. Kebutuhan lemak pada udang tidak lebih dari 8% dan bila berlebihan
dapat menyebabkan udang rentan terhadap penyakit dan berakibat pada kematian.
Kualitas Air
Mikroorganisme dalam melakukan aktivitasnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti pH
(Atlas & Bartha, 1987). Kualitas air memegang peranan dalam pertumbuhan terutama proses
metabolisme udang. Kualitas air yang jelek dapat menyebabkan berkembangnya penyakit dan udang
stres. Kondisi kualitas air selama penelitian ditampilkan pada Tabel 3.
Suhu air selama penelitian berkisar 27,2°C hingga 28,1°C dan masih dalam batas kisaran suhu
yang baik untuk pertumbuhan udang vaname. Suhu optimal udang adalah 26°C-32°C, dan bila suhu
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012 482

kurang atau lebih dari suhu optimum dapat memperlambat atau mempercepat proses metabolisme
udang yang berakibat pada meningkatnya kebutuhan oksigen udang.

Tabel 3. Kualitas air budidaya udang vaname intensif sistem bioflok

Perlakuan
Parameter
A B C D
pH 27,8±0,45 28,1±0,12 27,6±0,65 27,2±0,34
Suhu (°C) 7,8±0,75 8.0±0,27 8,1±0,56 8,1±0,25
Salinitas (ppt) 24,5±0,12 24,8±0,17 25,1±0,28 24,9±0,12
Alkalinitas (mg/L) 106,0±7,94 110±5,42 112,4±6,87 109,0±5,62
Bahan organik terlarut (mg/L) 27,3±9,67 30,6±7,42 28,3±5,46 25,1±6,86
Amonia (mg/L) 0,155±0,0007 0,088±0,0015 0,072±0,0014 0,039±0,0079
Nitrit (mg/L) 0,029±0,0031 0,035±0,0065 0,037±0,0016 0,024±0,0084

Tingkat kemasaman (pH air) di lingkungan tambak dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri
heterotrophy dan pembentukan bioflok.. pH air selama penelitian berkisar antara 7,8-8,1. Sedangkan
pH air yang baik untuk pertumbuhan udang vaname berkisar antara 7,5-8,5. Pada kondisi pH yang
rendah dapat menghambat terbentuknya bioflok karena bakteri tidak berkembang dengan baik.
Pada kondisi pH mendekati netral (pH 7) menyebabkan beberapa jenis bakteri dapat berkembang
membentuk flok yang mengandung protein tinggi.
Oksigen terlarut sangat penting untuk sintasan udang. Kekurangan oksigen dapat menyebabkan
bakteri heterogen tidak berkembang, sebaliknya bakteri patogen berkembang cukup pesat. Kandungan
oksigen dalam pembentukan bioflok diperlukan untuk mempertahankan flok karena susunan flok
akan berubah kembali setelah 8 jam bila kekurangan oksigen. Selama penelitian kandungan oksigen
mencapai > 3 mg/L dan masih dalam batas toleransi untuk kehidupan udang vaname.
Amonia (NH3) merupakan produk akhir utama dalam pemecahan protein pada budidaya udang.
Sementara itu, udang mencerna protein dari pakan dan mengekskresikan amonia melalui insang dan
feses. Jumlah amonia diekskresikan tergantung pada jumlah pakan yang dimasukkan ke dalam tambak.
Kandungan amonia pada aplikasi pelet mencapai 0,155 mg/L sedangkan pada pakan bioflok < 0,1
mg/L. Menurut Burford et al. (2003) dan Schneider et al. (2005), bahwa amonia meningkat karena
terjadi transformasi nitrogen dari limbah pakan dan metabolit pada proses amonifikasi oleh mikroba
pengurai bahan organik. Di tambak, kandungan amonia yang melebihi ambang batas (> 0,1 mg/L)
dalam waktu tertentu dapat mematikan udang budidaya.
Aplikasi molase dan pemberian oksigen di dalam tambak dapat meningkatkan perkembangan
bakteri yang pada akhirnya dapat mengurangi kelebihan amonia di tambak. Selain itu, bakteri
diperairan memiliki kemampuan untuk mereduksi amonia menjadi bentuk yang tidak bersifat toksik
bagi ikan.
Produksi Udang Vaname
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi bioflok padat dari sumber C yang berbeda terhadap
pertumbuhan vaname tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Pada Tabel 4, tampak
bahwa vaname yang dipelihara selama 35 hari menunjukkan bahwa aplikasi pakan pelet komersial
memberikan pertumbuhan terhadap udang vaname sebesar 0,2106 g/ekor dan hasil ini lebih tinggi
dibandingkan dengan pemberian pakan dari bioflok dari sumber C kopra (0,2068 g/ekor); dedak
(0,2049 g/ekor); dan molase (0,0920 g/ekor).
Pertumbuhan vaname yang lambat pada perlakuan bioflok diduga udang tidak dapat mencerna
pakan secara optimal dari bioflok dibandingkan pakan komersial (pelet), walaupun perlakuan bioflok
mengandung protein lebih tinggi.
483 Aplikasi bioflok pada sebagai alternatif pakan ... (Brata Pantjara)

Tabel 4. Pertumbuhan bobot dan sintasan udang vaname pada akhir penelitian

Pertumbuhan (g/ekor)
Perlakuan Sintasan (%)
Awal Akhir
Pelet komersial 0,00012 0,2106a 84,2a
Bioflok dari sumber C kopra 0,00012 0,2068a 71,9a
Bioflok dari sumber C dedak 0,00012 0,2049a 62,2 ab
Bioflok dari sumber C molase 0,00012 0,0920b 48,4b
Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata (P> 0.05)

Menurut Hepher (1990), protein digunakan sebagai sumber energi apabila kebutuhan energi dari
lemak dan karbohidrat tidak mencukupi dan juga sebagai penyusun utama enzim, hormon, dan
antibodi. Lebih lanjut dilaporkan De Silva & Anderson (1995), bahwa protein merupakan protoplasma
aktif dalam sel hidup yang dapat memberikan informasi genetik dan merupakan unsur struktural
dalam sel atau jaringan. Sintasan dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada kondisi lingkungan
budidaya dan ketersesediaan pakan yang diberikan. Sintasan pada perlakuan A mencapai 84,2%; B
71,9%; C 62,2%; dan D 48,4%. Bioflok dari sumber C dari bungkil kopra mempunya serat kasar lebih
tinggi 0,77% dibandingkan dedak 0,64% dan Molase 0,53% (Tabel 2). Rendahnya sintasan pada
perlakuan bioflok dari sumber C molase (D), disebabkan bioflok tersebut mengandung serat kasar
yang rendah dan mudah larut dalam air, di lain pihak udang cenderung mencari makanan yang
mengandung serat kasar dan masih segar. Kondisi yang demikian dapat menyebabkan udang yang
ukurannya lebih besar dan kuat dapat memangsa udang yang ukurannya lebih kecil (kanibalisme
tinggi). Sehingga banyak terjadi kematian (mortalitas tinggi).
KESIMPULAN
1. Aplikasi bioflok padat dapat digunakan sebagai alternatif pakan pada pendederan udang vaname.
2. Aplikasi bioflok padat dari sumber C kopra dan dedak dapat memberikan sintasan sebesar 71,9%
dan 62,2%.
3. Pertumbuhan bobot tokolan vaname selama 35 hari mencapai kisaran bobot rata-rata 0,0920-
0,2106 g/ekor.
DAFTAR ACUAN
Anonim. 2009. Konsep Budidaya Udang Sistem Bakteri Heterotrof Dengan Bioflocs. http://
aiyushirota.com [6 Maret 2010].
Anonim. 2010. Bacillus subtilis. http://www.probiotic.org/bacillus-subtilis.htm [8 Maret 2010].
Atlas, R.M. & Bartha, R. 1987. Microbial ecology. Fundamentals and application. Second edition. The
Benyamin/Cummings Publishing Company, Inc. California. 532 pp.
Avnimelech, Y. 1999. Carbon nitrogen ratio as a control element in aquaculture systems. Aquaculture,
176: 227-235.
Burford, M.A., Thompson, P.J., McIntosh, R.P., Bauman, R.H., & Pearson, D.C. 2003. Nutrient and
microbial dynamics in high-intensity, zero-exchange shrimp ponds in Belize. Aquaculture, 219:
393-411.
Burford, M.A., Thompson, P.J., McIntosh, R.P., Bauman, R.H., & Pearson, D.C. 2004. The contribution
of flocculated material to shrimp (Litopenaeus vannamei) nutrition in a high-intensity, zero-exchange
system. Aquaculture, 232: 525–537.
De Schryver, P., Crab, R., Defoirdt, T., Boon, N., & Verstraete, W. 2008. The basics of bioflocstechnology:
the added value for aquaculture. Aquaculture, 277: 125–137.
De Silva, S. & Anderson, T.A. 1995. Fish nutrition in aquaculture. Chapman & Hall. London, 319 pp.
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012 484

Ekasari, J. 2008. Bio-flok technology: The effect different carbon source, salinity and the addition of probiotics
on the primary nutritional value of the bio-flocs. Thesis. Ghent University, Belgium. 72 pp.
Hargreaves, J.H. 1989. Nitrogen biogeochemistry of aquaculture ponds. Aquaculture, 166: 81-212.
Hepher, B. 1990. Nutrition of pond fishes. Cambridge University Press. New York, 388 pp.
Herbert, R.A. 1999. Nitrogen cycling in coastal marine ecosystems. FEMS Microbiology Review, 23(5):
563-590.
McIntosh, R.P. 2001. Changing paradigms in shrimp farming. V Establishment of heterotrophic bacterial
communities. The Advocate, p. 52-58.
Montoya, R. & Velasco, M. 2000. Role of bacteria on nutritional and management strategies in
aquaculture systems. Global Aquaculture Advocate, 3(2): 35-36.
Taw, N.. 2005. Indonesia shrimp production. Paper presented at World Aquaculture 2005, May, 9-13,
Nusa Dua, Bali, Indonesia. Book of Abstracts, 644 pp.
Taw, N., Fuat, H., Tarigan, N., & Sidabutar, K. 2008, Partial harvest/ biofoc system: Promising for Pacific
white shrimp. Global Aquaculture Advocate September/October, p. 84-86
Pantjara, B. 2008. Efektivitas sumber C terhadap dekomposisi bahan organik limbah tambak udang
intensif. Prosiding Seminar Nasional Kelautan IV. II: 195-199.
Pantjara, B., Nawang, A., Usman, & Rachmansyah. 2010. Pemanfaatan bioflok pada budidaya udang
vaname (L. vannamei) Intensif. Laporan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Maros, 20 hlm.
Saenphon Chandaeng, Taw, N., Edi, H.M., & Gunawan, A. 2005. Culture trails on production potential
of L. vannamei in heterotropic (bacteria floc) system. Paper presented at World Aquaculture 2005,
May 9-13, Nusa Dua, Bali, Indonesia.
Schneider, O., Sereti, V., Eding, E.H., & Verreth, J.A.J. 2005. Analysis of nutrient flows in integrated
intensive aquaculture systems. Aquacultural Engineering, 32: 379-401.
Shen, J. & Bartha, R. 1996. Priming effect of substrat addition in soil-based biodegradation tests.
Applied and Envinronmental Microbiology, 62(4): 1,428-1,430.
Takauchi, T. 1988. Laboratory work-chemical evaluation of dietary nutrient. In Watanabe, T. (Ed.) Fish
nutrition and mariculture. Departement of aquatic biosciences, Tokyo University of Fisheries. Tokyo,
p. 179-233.
van Lauwe, B., Dendooven, L., & Merckx, R. 1994. Residue fractionation and decomposition: The
significance of the active fraction. Plant and Soil, 158: 263-274.
Verschuere, L., Rombaut, G., Sorgeloos, P., & Verstraete, W. 2000. Probiotic bacteria as biological
control agents in Aquaculture. Microbiolgical and Molecular Biology Review, 64: 655-671.
Verstraete, W., De Schryver, P., Defoirdt, T., & Crab, R. 2008. Added value of microbial life in flocs.
Laboratory for Microbial Ecology and Technology, Faculty of Bioscience Engineering, Ghent
University Belgium, 37 pp.
485 Aplikasi bioflok pada sebagai alternatif pakan ... (Brata Pantjara)

DISKUSI

Zafril Imran

Pertanyaan:
Berapa gram dari bahan untuk bisa jadi bioflok
Tanggapan:
1 Kg bahan dapat menjadi bioflok 60-70 %

Anda mungkin juga menyukai