Anda di halaman 1dari 67

STUDI LITERATUR PERBEDAAN TERAPI KOMPRES BAWANG

MERAH DAN TERAPI PLESTER KOMPRES PADA ANAK USIA


PRASEKOLAH (3–5 TAHUN) YANG MENGALAMI HIPERTERMI
DI PUSKESMAS MALIKU KECAMATAN MALIKU
KABUPATEN PULANG PISAU
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Skripsi

Disusun Oleh :

Antos Anggriawan NIM.1814201210009

PROGAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
2020

1
2

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang
kesehatan yang saat ini terjadi di Negara Indonesia. Derajat kesehatan anak
mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi
penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam
meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah
kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan
pembangunan bangsa (Hidayat, 2011 dalam Merda 2016 hal 6).

United Nations Emergency Children's Fund (UNICEF) telah memainkan


peranan yang besar dalam memperingatkan dunia mengenai beban yang
sangat berat akibat penyakit dan kematian yang dialami oleh anak-anak di
dunia. Bagaimanapun, dalam beberapa dekade penanganan masalah ini
diperkirakan bahwa di seluruh dunia 12 juta anak mati setiap tahunnya
akibat penyakit atau malnutrisi dan paling sering gejala awalnya adalah
demam (Anderson, 2012 hal 89).

Di beberapa Negara di dunia, prevalensi demam febris pada balita bisa


dikatakan masih cukup rendah. Di amerika Serikat dan Eropa prevalensi
demam febris berkisar 2,2%-5%. Di Asia prevalensi demam febris
meningkat dua kali lipat dibanding di Eropa dan Amerika. Di Jepang
kejadian demam febris berkisar 8,3-9,9%. Bahkan di Guam insiden demam
febris mencapai 14% (Kharis, 2013 hal 12).

Menurut data WHO (2016) Penyakit demam berdarah dengue pertama kali
dilaporkan di Asia Tenggara pada tahun 1954 yaitu di Filipina, selanjutnya
menyebar keberbagai negara. Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang
mengalami wabah DBD, namun sekarang DBD menjadi penyakit endemik
3

pada lebih dari 100 negara, diantaranya adalah Afrika, Amerika,


Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat memiliki angka
tertinggi terjadinya kasus DBD. Jumlah kasus di Amerika, Asia Tenggara
dan Pasifik Barat telah melewati 1,2 juta kasus ditahun 2008 dan lebih dari
2,3 juta kasus di 2016. Pada tahun 2016 dilaporkan terdapat sebanyak 2,35
juta kasus di Amerika, dimana 37.687 kasus merupakan DBD berat.
Perkembangan kasus DBD di tingkat global semakin meningkat, seperti
dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni dari 980 kasus di
hampir 100 negara tahun 1954-1959 menjadi 1.016.612 kasus di hampir 60
negara tahun 2000-2009 (WHO, 2017).

Selain kasus DBD pada anak demam typoid juga menjadi salah satu kasus
yang mengancam kesehatan anak. Tercatat menurut WHO (2017) Pada
tahun 2016 demam typoid diperkirakan 216.000-600.000 kematian.
Kematian tersebut, sebagian besarterjadi di Negara-negara berkembang dan
80% kematian terjadidi Asia. Kematian di rumah sakit berkisar antara 0-
13,9%. Prevalensi pada anak-anak kematian berkisar antara 0-14,8%.
(WHO, 2017). Pada tahun 2018 diperkirakan 21 juta kasus demam typoid
200.000 diantaranya meninggal dunia setiap tahun (WHO, 2017). Kasus
kejang demam juga merupakan kasus yang mengancam kesehatan anak.
Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum
mereka mencapai usia 5 tahun.Pada jurnal Management of Pediatric Febrile
Seizures yang di tulis oleh Piazza L. Severi et.,al (2018) disebutkan bahwa
kejang demam adalah jenis kejang yang paling umum pada anak-
anak.Prevalensi mereka sekitar 3% -4% pada anak-anak kulit putih, 6% -9%
pada anak-anak Jepang, dan 5% -10% pada anak-anak India.

Sedangkan menurut data Ditjen P2P, Kemenkes RI (2019) prevalensi


demam (DBD/DHF) di Indonesia tahun 2018 sebanyak 68.407 kasus
dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 493 orang dan Incidence Rate
(IR) 26,12/100.000 penduduk. Angka ini lebih kecil dari pada angka
4

kejadian di tahun 2017 dengan kasus sebanyak 204.171 dengan Incidence


Rate (IR) 78,85/100.000 penduduk.

Selain DBD/DHF pada tahun 2018, angka kesakitan thypoid di Indonesia


dilaporkan sebesar 81,7 per 100.000 penduduk, dengan sebaran menurut
kelompok umur 0,0/100.000 penduduk (0–1 tahun), 148,7/100.000
penduduk (2–4 tahun), 180,3/100.000 (5-15 tahun), dan 51,2/100.000 (≥16
tahun). Angka ini menunjukkan bahwa penderita terbanyak adalah pada
kelompok usia 2-15 tahun.

Kejadian kejang demam di Indonesia juga menjadi fenomena yang perlu


mendapatkan perhatian serius. Disebutkan kejadian kejang demam terjadi
pada 2772 anak berumur 6 bulan sampai dengan 3 tahun dan 832
diantaranya akan mengalami kejang demam berulang (Kemenkes RI, 2019).

Penyakit berikutnya yang biasa dialami oleh anak adalah demam febris. Di
Indonesia, kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan
insidensi sekitar 1.100 kasus per 100.000 penduduk per tahunnya dengan
angka kematian 3,1- 10,4% . Sembilan puluh persen kasus demam febris di
Indonesia menyerang kelompok usia 1-12 tahun (Irawati & Hanriko, 2016).

Data Ditjen P2P, Kemenkes RI (2019) menunjukkan prevalensi demam


(DBD/DHF), demam thypoid, kejang demam, dan demam febris di provinsi
Kalimantan Tengah sebesar 1.879 kasus (demam (DBD/DHF). 2.987 kasus
(demam thypoid) 1.742 kasus (kejang demam dan demam febris) tercatat
3.221 kasus.

Berdasarkan data Dinkes Kabupaten Pulang Pisau data jumlah penyakit


demam Typoid, kejang demam, DBD/DHF dan febris pada tahun 2018
adalah sebanyak 1.001 kasus dengan rincian 338 kasus (demam febris), 266
kasus (demam Typoid), 229 kasus (kejang demam) dan 168 kasus
5

(DBD/DHF). Sedangkan laporan di Puskesmas Maliku Kabupaten Pulang


pisau pada tahun 2018 jumlah kasusnya sebanyak 503 yang terdiri dari 209
(demam febris), 89 kasus (demam Typoid), 117 kasus (kejang demam) dan
88 kasus (DBD/DHF). Sedangkan data dari bulan Januari s/d
September2019 adalah 426 kasus dengan jumlah kasus demam febris 123
kasus, demam Typoid 99 kasus, kejang demam 130 kasus dan DBD/DHF 74
kasus.

Pada anak yang mengalami penyakit DBD, demam thypoid, kejang demam
dan demam febris akan mengalami fase awal yaitu peningkatan suhu tubuh
(hipertermi) akibat adanya proses infeksi (Hidayat, 2011 dalam Merda
2016).

Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan


ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi
produksi panas. Hipertermi terjadi karena adanya ketidakmampuan
mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi produksi panas yang
berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh. Selain adanya tanda
klinis, penentuan hipertermi juga didasarkan pada pembacaan suhu pada
waktu yang berbeda dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai normal
individu tersebut (Potter & Perry,2010).Suhu tubuh anak yang normal
(dalam keadaan sehat) adalah berkisar 36 - 37˚C. Suhu tubuh ini bervariasi
dengan kisaran 0,5-1,0˚C (Sodikin, 2012).

Suhu dalam tubuh perlu dijaga keseimbangannya, yaitu antara jumlah panas
yang hilang dengan jumlah panas yang diproduksi. Pembuangan atau
pengeluaran panas dapat terjadi melalui berbagai proses diantaranya adalah
radiasi yaitu proses penyebaran panas melalui gelombang elektromagnet.
Suhu tubuh yang optimum sangat penting untuk kehidupan sel agar dapat
berfungsi secara efektif. Suhu tubuh yang normal adalah 35,8°C – 37,5°C.
6

Pada pagi hari suhu akan mendekati 35,5°C, sedangkan pada malam hari
mendekati 37,7°C (Sherwood, 2014).

Menurut Sodikin (2012) suhu tubuh normal berdasarkan pengukuran pada


aksila pada anak usia 1 – 5 tahun adalah 37 0C – 37,70C. Pada anak yang
mengalami peningkatan suhu tubuh kisaran 37,80C – 380C dikatakan
mengalami kenaikan suhu atau hipertermi (Sodikin, 2012).

Sebagian besar hipertermi pada anak merupakan akibat dari perubahan pada
pusat panas (termoregulasi) di hipotalamus.Penyakit – penyakit yang
ditandai dengan adanya demam dapat menyerang sistem tubuh.Selain itu
demam mungkin berperan dalam meningkatkan perkembangan imunitas
spesifik dan nonspesifik dalam membantu pemulihan atau pertahanan
terhadap infeksi (Sodikin, 2012).

Dampak yang ditimbulkan hipertermia apabila tidak ditangani dapat berupa


penguapan cairantubuh yang berlebihan sehingga terjadi kekurangan cairan
dan kejang (Alves &Almeida, 2008, dalam Setiawati, 2009). Hipertermi
berat (suhu lebih dari 410C) dapat juga menyebabkan hipotensi, kegagalan
organ multipel, koagulopati, dankerusakan otak yang irreversibel.
Hipertermia menyebabkan peningkatan metabolisme selular dan konsumsi
oksigen. Detak jantung dan pernapasan meningkat untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi tubuh. Metabolisme ini menggunakan energi yang
menghasilkan panas tambahan.Jika klien tersebut menderita masalah
jantung atau pernapasan, maka demam menjadi berat. Demam dalam jangka
panjang akan menghabiskan simpanan energi klien dan membuatnya lemah.
Metabolisme yang meningkat membutuhkan oksigen tambahan.Jika tubuh
tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen tambahan, maka terjadi hipoksia
selular.Hipoksia miokardial menimbulkan angina (nyeri dada) dan hipoksia
serebral menimbulkan cemas (Potter & Perry,2010). Dengan demikian,
hipertermi harus diatasi dengan teknik yang tepat.
7

Penanganan hipertermi terbagi menjadi dua tindakan yaitu tindakan


farmakologis dan non farmakologis. Tindakan farmakologis yaitu tindakan
pemberian obat sebagai penurun demam atau yang sering disebut dengan
antipiretik. Penanganan hipertermi non farmakologis adalah tatalaksana
fisik (tanpa obat-obatan) seperti memberi minum yang banyak, tidak
memberikan pakaian yang berlebihan dan menyerap keringat,
memperhatikan aliran udara di ruangan, mencegah stress pada anak dan
memberikan kompres (Lusia, 2015).

Kompres adalah salah satu metode non farmakologi untuk menurunkan suhu
tubuh bila mengalami demam. Salah satu metode kompres yang sering
digunakan adalah menggunakan kompres bawang merah (Allium Cepa L)
(Cahyaningrum, 2014). Secara ilmiah kandungan sulfur dalam bawang
merah yang dikonsumsi secara teratur dapat menghilangkan gumpalan
darah, sedangkan kandungan flavon-glikosida berfungsi sebagai anti radang
dan pembunuh bakteri. Untuk penurunan demam menggunakan umbi
bawang merah yang mengandung minyak katsiri, metilaiin, dihidrolaiin, zat
pati, peptide, kuersetin, sapoin, fitohormon dan vitamin (Hendro, 2009).
Pemberian obat-obatan tradisional yang berasal dari tanaman obat yang tak
kalah ampuh sebagai penurun panasmemiliki kelebihan, yaitu toksitasnya
relatif lebih rendah dibanding obat-obatan kimia sehingga relatif lebih
aman, bahkan tidak ada efek samping bila penggunaannya benar.

Bawang merah dapat digunakan untuk mengompres, hal ini disebabkan


karena bawang merah mengandung senyawa sulfur organik yaitu
allycysteine sulfoxide (Aliin) yang berfungsi menghancurkan pembekuan
darah. Hal tersebut membuat peredaran darah lancar sehingga panas dari
dalam tubuh dapat lebih mudah disalurkan ke pembuluh darah tepi
(Cahyaningrum, 2014).
8

Efek hangat dari bawang merah bekerja dengan cara penggunaan energi
panas melalui metode konduksi dan evaporasi, yaitu perpindahan panas dari
suatu objek lain dengan kontak langsung. Ketika kulit hangat menyentuh
yang hangat maka akan terjadi perpindahan panas melalui evaporasi,
sehingga perpindahan energi panas berubah menjadi gas (Cahyaningrum,
2014).

Menurut Riyady (2016) pemberian kompres pada lengan kontrol di daerah


aksilla memiliki efek yang baik dalam menurunkan suhu tubuh pada anak
dengan demam karena daerah tersebut memiliki pembuluh darah besar.

Tindakan non farmakologi lainnya yang sering digunakan para orang tua
yang tidak ingin kerepotan ketika anak mereka demam pada zaman sekarang
adalah menggunakan plester kompres. Para produsen obat telah membuat
sebuah alat kompres demam berbentuk seperti plester yang penggunaannya
dianggap sangat praktis, modern dan sudah beredar di masyarakat.Plester ini
dibuat dari bahan hydrogel yang mengandung hydrogel on polyacylate-basis
dengan kandungan paraben dan menthol yang dapat menurunkan suhu tubuh
melalui evaporasi (Sodikin, 2012).

Menurut Intiyani (2016) kandungan dari kedua bahan tersebut


diformulasikan sehingga dapat mempercepat perpindahan panas dari tubuh
ke plester kompres. Pada struktur polimer hidrogel yang mana mempunyai
ikatan silang atau crosslink yang didalamnya terkandung air dalam jumlah
cukup banyak sekitar 70% sehingga berguna untuk menurunkan suhu tubuh.
Plester penurun panas bekerja melalui penyerapan panas tubuh kemudian
menguap dan membuat pembuluh darah bagian tepi pada kulit melebar hal
tersebut akan membuat pori-pori kulit menjadi terbuka maka terjadilah
penurunan suhu tubuh.
9

Menurut hasil penelitian Mardiyah et al., (2015) menyatakan bahwa


menempelkan plester kompres di bagian axilla dengan frekuensi 1 kali
pengompresan dengan durasi waktu 20 menit dapat menurunkan demam
karena pada daerah tersebut karena merupakan daerah yang mempunyai
pembuluh-pembuluh besar.

Menurut Bardu (2014) pemberian sponging dan plester kompres pada anak
usia balita yang mengalami demam di puskesmas Salaman 1 Kabupaten
Magelang rata-rata mampu menurunkan suhu tubuh.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Juli 2019 di
puskesmas Maliku dengan cara observasi dan wawancara kepada orangtua
pasien yang mengalami hipertermi. Dari 10 orangtua, 4 (40%) orangtua
mengatakan mengobati anaknya dengan menggunakan plester kompres, 3
(30%) orangtua menggunakan kompres bawang merah dan 3 (30%)
orangtua yang menggunakan kompres hangat. Adapun hasil dari wawancara
kepada orangtua pasien, mereka mengatakan menggunakan kompres
sebelum membawa anak mereka berobat ke puskesmas ketika demam.
Teknik kompres yang digunakan adalah kompres dengan plester, kompres
tradisional dengan menggunakan bawang merah yg di beri minyak kayu
putih dan kompres dengan air hangat di bagian kepala dan badan. Dari hasil
studi pendahuluan juga di dapatkan jumlah kunjungan pasien anak dengan
hipertermi pada bulan Juli 2019 sebanyak 32 orang, bulan Agustus 2019
sebanyak 38 orang, dan bulan September 2019 sebanyak 41 orang. Sehingga
jika di rata-rata dari 3 bulan terakhir terdapat 37 orang setiap bulannya.
Berdasarkan fenomena ini peneliti tertarik untuk mengetahui perbedaan
evektifitas pemberian kompres bawang merah dengan plester kompres
dalam menurunkan suhu tubuh pada anak dengan hipertermi.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian


tentang Apakah Ada Perbedaan Terapi Kompres Bawang Merah Dan Terapi
Plester Kompres Pada AnakUsia Prasekolah (3 – 5 Tahun) Yang Mengalami
10

Hipertermi Di Puskesmas Maliku Kecamatan MalikuKabupaten Pulang


Pisau Provinsi Kalimantan Tengah?”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat ditarik rumusan
masalah “Apakah Ada Perbedaan Terapi Kompres Bawang Merah Dan
Terapi Plester Kompres Pada AnakUsia Prasekolah (3 – 5 Tahun) Yang
Mengalami Hipertermi Di Puskesmas Maliku Kecamatan MalikuKabupaten
Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
Perbedaan Terapi Kompres Bawang Merah Dan Terapi Plester
Kompres Pada Anak Usia Prasekolah (3 – 5 Tahun) Yang
Mengalami Hipertermi Di Puskesmas Maliku Kecamatan Maliku
Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah.

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.1 Mengidentifikasi suhu tubuh sebelum dan sesudah
pemberian kompres bawang merah pada anak
usiaPrasekolah (3 – 5 Tahun) yang mengalami hipertermi.
1.3.2.2 Mengidentifikasi suhu tubuh sebelum dan sesudah
pemberian plester kompres pada anakusiaPrasekolah (3 – 5
Tahun) yang mengalami hipertermi.
1.3.2.3 Mengidentifikasi perubahan suhu tubuh sesudah dilakukan
terapi kompres bawang merah dan kompres plester.
1.3.2.4 Menganalisis efektivitas/beda dari tindakan kompres
bawang merah
1.3.2.5 Menganalisisefektivitas/beda dari tindakanplester kompres
11

1.3.2.6 Menganalisis perbedaan efektivitas antara kompres bawang


merah dengan terapi plester terhadap penurunan suhu tubuh
pada anakusia Prasekolah (3 – 5 Tahun) yang mengalami
hipertermi.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dalam melakukan
intervensi asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
hipertermi serta dapat menjadi masukan informasi dalam
pengembangan ilmu keperawatan terutama dalam ilmu keperawatan
anak.

1.4.2 Manfaat Aplikatif


1.4.2.1 Bagi Puskesmas Maliku
Sebagai informasi dan bahan masukan kepada pihak
puskesmas terutama tentang penanganan penyakit
hipertermi dengan cara non farmakologi dan dapat
memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat
tentang penanganan dini yang benar terkait hipertermi di
rumah secara non farmakologi.
1.4.2.2 Bagi Perawat/Petugas Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan ilmu pengetahuan
profesi, sehingga mampu mengembangkan intervensi
keperawatan mandiri yang akan diberikan kepada pasien,
terlebihnya asuhan keperawatan yang diberikan kepada
anak yang mengalami hipertermi.
1.4.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapaat digunakan sebagai bahan dalam
memberikan pendidikan kepada mahasiswa khususnya
tentang penanganan hipertermi secara non farmakologi dan
12

dapat di gunakan sebagai acuan bagi mahasiswa dalam


melaksanakan praktik klinik lapangan sebagai penerapan
hasil proses belajar di institusi pendidikan.
1.4.2.4 Bagi Orangtua
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan tentang bagaimana memberikan intervensi
yang benar kepada anak yang mengalami hipertermi.
1.4.2.5 Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi
dan salah satu latar belakang awal untuk melakukan
penelitian lanjutan.

1.5 Penelitian Terkait


1.5.1 Etika Dewi Cahyaningrum (2014). Efektifitas Kompres Hangat Dan
Kompres Bawang Merah Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak
Dengan Demam .Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan
perbedaan efektifitas suhu tubuh anak dengan demam antara
kompres hangat dan kompres bawang merah. Penelitian
menggunakan desain penelitian Quasi Experiment dengan
pendekatan Pretest-Postest. Dengan jumlah populasi sebanyak 135
orang. Sampel penelitian berjumlah 34 anak dengan demam di
Puskesmas I Kembaran Purwokerto. Penelitian menunjukkan
bahwa pada kelompok kompres hangat rerata penurunan suhu
sebesar 0.976oC (S.D ± 0.3270) sedangkan pada kelompok
kompres bawang merah rerata penurunan suhu sebesar 1.106oC (S.D
± 0.3699). Perbedaan rerata penurunan suhu antara kedua kelompok
sebesar 0.1294oC (95% CI -0.3733 - 0.1145). Hasil Uji tidak
berpasangan diperoleh nilai signifikansi 0.288 (ρ> 0.05).
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan
rerata selisih suhu yang bermakna antara kelompok kompres
hangat dengan kelompok kompres bawang merah, namun
13

pemberian kompres bawang merah lebih cepat mencapai suhu


normal dibanding dengan pemberian kompres hangat.
Perbedaan dari penelitian ini terletak pada tempat, waktu, dan
variable penelitianDimana penelitian ini akan dilaksanakan di
Puskesmas Maliku Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan
Tengahpada tahun 2019 dan variabel independen dalam penelitian
ini adalah terapi kompres bawang merah dan terapi plester kompres,
dengan menggunakan rancangan penelitian quasi eksperimenwith
pretest-posttest design.Dengan uji statistic menggunakan uji
independent T test.
1.5.2 Christianto nugroho. (2017). Efektifitas Bawang Merah Terhadap
Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Febris Usia 1 – 5 Tahun. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk Menentukan efektivitas bawang
merah terhadap penurunan suhu tubuh pada anak usia 1-5 tahun
demam. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah "Pra-eksperimental", One-Group-Post-Pre-Design Test.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak usia 1-5 tahun yang
mengalami peningkatan suhu tubuh di IHC Boegenvile 1 Hamlet
Desa Tertek Kecamatan Pare sebanyak 56 responden, diambil
sampel delapan responden dengan tidak sengaja teknik pengambilan
sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu tubuh sebelum
pemberian suhu tubuh sebelum bawang diperlakukan pada 37,9750C
setelah perawatan 37,5750 C, dan rata-rata hasil penyelesaian adalah
sebesar 0,4. Suhu tubuh rata-rata dan mode perawatan adalah 380 C
dan suhu tubuh setelah perawatan adalah 37,6ºC. Dapat disimpulkan
bahwa setelah diberi bawang merah dan dioleskan ke seluruh tubuh,
dapat terbukti menurunkan suhu tubuh, yang berarti bawang bombai
efektif dalam penurunansuhu tubuh pada anak usia 1-5 tahun
mengalami demam.
Perbedaan dari penelitian ini terletak pada tempat, waktu, dan
variable penelitianDimana penelitian ini akan dilaksanakan di
14

Puskesmas Maliku Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan


Tengahpada tahun 2019 dan variabel independen dalam penelitian
ini adalah terapi kompres bawang merah dan terapi plester kompres,
dengan menggunakan rancangan penelitian quasi eksperimenwith
pretest-posttest design.Dengan uji statistic menggunakan uji
independent T test.
1.5.3 Resma Effendi (2014). Efektivitas Pemberian Plester Kompres dan
Kompres Hangat Terhadap Penurunan Suhu Tubuh pada Anak
Demam Usia 6-36 bulan di Ruang Anak Rumah Sakit Islam
Banjarmasin Tahun 2014. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui efektifitas pemberian plester kompres dan kompres
hangat terhadap penurunan suhu tubuh pada anak demam usia 6-36
bulan.Desain penelitian ini menggunakan quasi eksperimen dengan
rancangan Non Equivalent Control Group (Pretest-Posttest).
Populasi dalam penelitian yaitu anak-anak demam laki-
laki/perempuan yang dirawat di ruang Perawatan Anak Rumah Sakit
Islam Banjarmasin sebanyak 180 orang. Pengambilan sampel
menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol antara
10-20 sampel. Hasil penelitian yaitu uji Independent Sample T-Test
menunjukkan nilai P<0,05 yang berarti ada perbedaan efektifitas
pemberian plester kompres dan kompres hangat terhadap penurunan
suhu tubuh pada anak demam usia 6-36 bulan di ruang anak Rumah
Sakit Islam Banjarmasin tahun 2014. Perbedaan dari penelitian ini
terletak pada tempat, waktu, dan desain penelitian. Dimana
penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Maliku Kabupaten
Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengahpada tahun 2019 dan
variabel independen dalam penelitian ini adalah terapi kompres
bawang merah dan terapi plester kompres, dengan menggunakan
rancangan penelitian quasi eksperimenwith pretest-posttest design.
Dengan uji statistic menggunakan uji independent T test.
15

1.5.4 Tito Yunita Syltami Bardu (2014). Perbandingan Efektifitas Tepid


Sponging dan Plester Kompres dalam Menurunkan Suhu Tubuh
pada Anak Usia Balita yang Mengalami Demam di Puskesmas
Salaman 1 Kabupaten Magelang. Penelitian ini menggunakan
rancangan non equivalent control group design.Dengan jumlah
populasi sebanyak 35 orang balita. Banyaknya sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 15 balita pada masing –
masing perlakuan yang dipilih dengan cara purposive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan penurunan suhu tubuh
antara pemberian tepid sponging dan plester kompres dalam
menurunkan suhu tubuh pada anak usia balita yang mengalami
demam di Puskesmas Salaman 1 Kabupaten Magelang, dengan p-
value 0.002 (ɑ : 0.05) jumlah selisih penurunan suhu tubuh 0.41ºC.
Perbedaan dari penelitian ini terletak pada tempat, waktu, dan
variable penelitianDimana penelitian ini akan dilaksanakan di
Puskesmas Maliku Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan
Tengahpada tahun 2019 dan variabel independen dalam penelitian
ini adalah terapi kompres bawang merah dan terapi plester kompres,
dengan menggunakan rancangan penelitian quasi eksperimenwith
pretest-posttest design. Dengan uji statistic menggunakan uji
independent T test.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Anak


2.1.1 Anak usia prasekolah
2.1.1.1 Definisi Anak Pra-Sekolah
Price dan Gwin (2014) mengatakan bahwa seorang anak dari
usia 1 sampai 3 tahun disebut batita atau toddler dan anak
usia 3 sampai 5 tahun disebut dengan usia pra sekolah atau
preschool child.Anak usia pra sekolah adalah anak yang
berusia antar 3-6 tahun. Mereka biasanya mengikuti program
preschool (Dewi et al, 2015).

Pengertian yang sama juga dikemukakan oleh Hockenberry


dan Wilson (2009) bahwa usia prasekolah merupakan usia
perkembangan anak antara usia tiga hingga lima tahun. Pada
usia ini terjadi perubahan yang signifikan untuk
mempersiapkan gaya hidup yaitu masuk sekolah dengan
mengkombinasikan antara perkembangan biologi,
psikososial, kognitif, spiritual dan prestasi sosial.

Anak usia prasekolah adalah anak usia 3-5 tahun saat dimana
sebagian besar sistem tubuh telah matur dan stabil serta dapat
menyesuaikan diri dengan stres dan perubahan yang moderat.
Selama periode ini sebagian besar anak sudah menjalani
toilet training (Wong, 2008).

Anak usia pra sekolah adalah anak yang berusia antara 3-6
tahun, dimana memiliki karakteristik tersendiri dalam segi
pertumbuhan dan perkembangannya (Maryunani, 2014).

16
17

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan


bahwa anak usia prasekolah adalah anak usia 3-5 tahun yang
telah memasuki usia sekolah.

2.1.1.2 Ciri Umum Usia Pra-Sekolah


Dewi et al, (2015) mengemukakan ciri-ciri anak usia pra
sekolah meliputi aspek fisik, social, emosi dan kognitif anak.
a. Ciri fisik anak usia pra sekolah
Anak usia pra sekolah umumnya sangat aktif. Mereka
telah memiliki penguasaan terhadap tubuhnya dan sangat
menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri. Otot-otot besar
pada anak usia pra sekolah lebih berkembang dari control
terhadap jari dan tangan.
b. Ciri sosial anak usia pra sekolah
Anak usia pra sekolah biasanya mudah bersosialisasi
dengan orang disekitarnya. Biasanya mereka mempunyai
sahabat yang berjenis kelamin sama. Kelompok
bermainnya cenderung kecil dan tidak terorganisasi secara
baik, oleh karena itu kelompok tersebut cepat berganti-
ganti. Anak menjadi sangat mandiri, agresif secara fisik
dan verbal, bermain secara asosiatif dan mengekplorasi
seksualitas.
c. Ciri emosional anak usia pra sekolah
Anak cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas
dan terbuka. Sikap sering marah dan iri hati sering
diperlihatkan.
d. Ciri kognitif anak usia pra sekolah
Anak usia pra sekolah umumnya telah terampil dalam
berbahasa. Sebagian besar dari mereka senang bicara,
khususnya dalam kelompoknya. Sebaiknya anak
diberikesempatan untuk berbicara. Sebagian dari mereka
perlu dilatih untuk menjadi pendengar yang baik.
18

2.1.1.3 Perkembangan Kognitif


Pertumbuhan dan perkembangan seorang anak memiliki
karakteristik yang berbeda-beda di setiap tahapannya.
Karakteristik perkembangan pada balita secara umum dibagi
menjadi 4 yaitu negativism, ritualism, temper tantrum, dan
egocentric. Negativism adalah anak cenderung memberikan
respon yang negatif dengan mengatakan kata “tidak”.
Ritualism adalah anak akan membuat tugas yang sederhana
untuk melindungi diri dan meningkatkan rasa aman. Balita
akan melakukan hal secara leluasa jika ada seseorang seperti
anggota keluarga berada disampingnya karena mereka
merasa aman ada yang melindungi ketika terdapat ancaman.

Karakteristik selanjutnya adalah Temper tantrum. Temper


tantrum adalah sikap dimana anak memiliki emosi yang cepat
sekali berubah. Anak akan menjadi cepat marah jika dia tidak
dapat melakukan sesuatu yang tidak bisa dia lakukan. Erikson
tahun 1963 menyatakan Egocentric merupakan fase di
perkembangan psikososial anak. Ego anak akan menjadi
bertambah pada masa balita. Berkembangnya ego ini akan
membuat anak menjadi lebih percaya diri, dapat
membedakan dirinya dengan orang lain, mulai
mengembangkan kemauan dan mencapai dengan cara yang
tersendiri serta anak juga menyadari kegagalan dalam
mencapai sesuatu (Price dan Gwin, 2014; Hockenberry,
2016).

Perkembangan selanjutnya pada anak usia 3 tahun adalah


anak mulai bisa menggunakan sepeda beroda tiga, berdiri
dengan satu kaki dalam beberapa detik, melompat luas, dapat
membangun atau menyusun menara dengan menggunakan 9
sampai 10 kubus, melepaskan pakaian dan mengenakan baju
19

sendiri. Usia 4 tahun, anak dapat melompat dengan satu kaki,


dapat menyalin gambar persegi, mengetahui lagu yang
mudah, eksplorasi seksual dan rasa ingin tahu yang
ditunjukkan dengan bermain seperti menjadi dokter atau
perawat. Anak usia 5 tahun dapat melempar dan menangkap
bola dengan baik, menyebutkan empat atau lebih warna,
bicara mudah dimengerti, dan sebagainya (Hockenberry
et.al., 2016; KIA, 2016).

2.1.1.4 Perkembangan Bahasa Usia Pra-Sekolah


Dewi et al, (2015) membagi 3 perkembangan bahasa pada
anak usia pra sekolah, antara lain:
a. Anak usia 3 tahun dapat menyatakan 900 kata,
menggunakan tiga sampai empat kalimat dan berbicara
dengan tidak putus-putusnya (ceriwis).
b. Anak usia empat tahun dapat menyatakan 1500 kata,
menceritakan cerita yang berlebihan dan menyanyikan
lagu sederhana (ini merupakan usia puncak untuk
pertanyaan “mengapa”)
c. Anak usia lima tahun dapat mengatakan 2100 kata,
mengetahui empat warna atau lebih, nama-nam hari dalam
seminggu dan nama bulan

2.1.1.5 Perkembangan Psikososial


Pada perkembangan ini, anak berada dalam tahapan rajin dan
akan selalu berusaha mencapai sesuatu yang diinginkan
terutama apabila hal tersebut bernilai sosial atau bermanfaat
bagi kelompoknya. Pada tahap ini anak akan sangat tertarik
dalam menyelasaikan sebuah masalah atau tantangan dalam
kelompoknya. Hal ini disebabkan oleh adanya keinginan
anak untuk mengambil setiap peran yang ada di lingkungan
sosial terutama dalam kelompok sebayanya. Pada tahap ini,
20

anak menginginkan adanya pencapaian yang nyata.


Keberhasilan anak dalam pencapaian setiap hal yang mereka
lakukan akan meningkatkan rasa kemandirian dan
kepercayaan diri anak. Anak- anak yang tidak dapat
memenuhi standar yang ada dapat mengalami rasa inferiority
(Hurlock, 2015)

2.1.1.6 Perkembangan Moral


Anak pra sekolah berada pada tahap pre konvensional pada
tahap perkembangan moral yang berlangsung sampai usia 10
tahun. Pada fase ini, kesadaran timbul dan penekanannya
pada control eksternal. Standar moral anak berada pada orang
lain dan ia mengobservasi mereka untuk menghindari
hukuman dan mendapatkan ganjaran (Dewi et a, 2015).

2.1.1.7 Perkembangan Motorik


Dewi et al, (2015) menyebutkan bahwa perkembangan
motorik halus dan kasar pada anak pra sekolah, sebagai
berikut:
2.1 Tabel Perkembangan Motorik Pra-Sekolah
a. Perkembangan motorik halus (Fine Motor)
Usia Aktifitas
3 tahun - Anak dapat menyusun keatas 9-10 balok
- Anak dapat membentuk jembatan 3 balok
- Anak dapat membuat lingkaran dan silang
4 tahun - Anak dapat melepas sepatu
- Anak dapat membuat segi empat
- Anak dapat menambahkan 3 bagian
gambar stik
5 tahun - Anak dapat mengikat tali sepatu
- Anak dapat menggunakan gunting dengan
baik
- Anak dapat menyalin wajik dan segitiga
- Anak dapat menambahkan 7-9 bagian ke
gambar stik
- Anak dapat menuliskan beberapa hurup
dan angka, dan nama pertamanya
21

b. Perkembangan motorik kasar (Gross Motor)


Usia Aktifitas
3 tahun - Anak dapat menaiki sepeda roda tiga
- Anak menaiki tangga menggunakan kaki
bergantian
- Anak berdiri pada satu kaki selama
beberapa detik
- Anak melompat jauh
4 tahun - Anak dapat meloncat
- Anak dapat menangkap bola
- Anak dapat menuruni tangga
menggunakan kaki bergantian
5 tahun - Anak dapat meloncat
- Anak dapat menendang dan menangkap
bola
- Anak dapat melompat tali
- Anak dapat menyeimbangkan kaki
bergantian dengan mata tertutup

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang


Secara umum terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap
tumbuh kembang anak, yaitu:
2.1.2.1 Faktor Genetik
Faktor genetic merupakan modal dasar dalam mencapai hasil
akhir proses tumbuh kembang anak. Termasuk faktor genetic
antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan
patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa. Gangguan
pertumbuhan diNegara maju lebih sering di akibatkan oleh
faktor genetik. Sedangkan dinegara yang sedang
berkembang, gangguan pertumbuhan selain di akibatkan oleh
faktor genetik, juga faktor lingkungan yang kurang memadai.

2.1.2.2 Faktor Lingkungan


Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapai
potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan
menghambatnya. Lingkungan ini merupakan lingkungan
“bio-fsiko-psiko-sosial” yang mempengaruhi individu setap
22

hari, mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya (Almeida,


2015).

Faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang


anak antara lain:
a. Lingkungan biologis
1) Ras / suku bangsa
2) Jenis kelamin
3) Umur
4) Gizi
5) Penyakit kronis
6) Fungsi metabolisme
b. Lingkungan fisik
1) Cuaca, musim, keadaan geografis suatu daerah
2) Sanitasi
3) Keadaan rumah, struktur bangunan, ventilasi, cahaya
4) Radiasi
c. Faktor psikososial
1) Stimulasi
2) Motivasi belajar
3) Ganjaran ataupun hukuman yang wajar
4) Cinta dan kasih sayang
5) Kelompok sebaya
6) Kualitas interaksi anak-orang tua
d. Faktor keluarga dan adat istiadat
1) Pekerjaan / pendapatan keluarga
2) Kepribadian ayah / ibu
3) Pendidikan ayah / ibu
4) Adat istiadat
5) Jumlah saudara
6) Politik
23

2.1.3 Masalah Kesehatan Pada Anak Pra Sekolah


Maryunani (2014), menguraikan macam-macam penyakit pada anak,
termasuk anak usia pra sekolah bergantung pada beberapa hal dan
keadaan, diantaranya kondisi daerah tropis, yang sering membuat anak
mudah mengalami penyakit infeksi yaitu diantaranya adalah:
2.1.3.1 Demam berdarah
Demam berdarah dengue (DBD) merupkan suatu penyakit
yang disebabkan oleh virus dengue (abovirus) yang masuk
kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti.
2.1.3.2 ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab
terpenting kesakitan dan kematian pada anak. Kasus ISPA
merupakan 50% dari saluran penyakit pada anak berusia di
bawah 5 tahun dan 30% pada anak berusia 5-11 tahun.
Walaupun sebagian besar terbatas pada saluran nafas bagian
atas tetapi sekitar 5% juga melibatkan saluran nafas bagian
bawah sehingga berpotensi menjadi serius.
2.1.3.3 Febris
Febris adalah peningkatan suhu tubuh dari batas normal.
Febris bukanlah suatu panyakit namun merupakan gejala dari
suatu penyakit (Anonim B, 2009). Febris disebabkan oleh
adanya infeksi kuman, bakteri dan virus yang masuk ke
dalam tubuh anak (Ilmiah 2016).
2.1.3.4 Typoid
Typoid adalah penyakit akut yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella thyphi atau Salmonella paratyphi. Bakteri
ini biasanya ditemukan di air atau makanan yang
terkontaminasi.Selain itu, bakteri ini juga bisa ditularkan dari
orang yang terinfeksi.Demam typoid termasuk infeksi bakteri
yang bisa menyebar ke seluruh tubuh dan memengaruhi
banyak organ.Tanpa perawatan yang cepat dan tepat,
penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi serius yang
24

berakibat fatal.Orang yang terinfeksi penyakit ini dapat


menularkan bakteri melalui feses atau urinenya. Jika orang
lainmakanmakananatau minum airyang
terkontaminasi dengan urine atau feses yang sudah terinfeksi,
penyakit ini bisa menular.
2.1.3.5 Kejang Demam
Kejang demam atau penyakit step adalah kejang pada anak
yang dipicu oleh demam, bukan kelainan di otak. Kejang
demam biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan hingga 5
tahun. Ketika mengalami kejang demam, tubuh anak akan
berguncang hebat diiringi gerakan menyentak di lengan dan
tungkai, serta kehilangan kesadaran.

2.2 Konsep Hipertermi


2.2.1 Definisi
Hipertermi merupakan keadaan ketika individu mengalami atau
berisiko mengalami kenaikan suhu tubuh lebih dari 37,8 o C (100oF)
per oral atau 38,8oC (101oF) per rektal yang sifatnya menetap karena
faktor eksternal (Ilmiah 2016).

Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal


(NANDA, 2014). Pada anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh
kisaran 37,80C – 380C dikatakan mengalami kenaikan suhu atau
hipertermi (Sodikin, 2012).

Hipertermi merupakan keadaan di mana individu mengalami atau


berisiko mengalami kenaikan suhu tubuh >37,8oC (100oF) per oral
atau 38,8oC (101oF) per rektal yang sifatnya menetap karena faktor
eksternal (Carpenito, 2012). Hipertermia merupakan keadaan
peningkatan suhu tubuh (suhu rektal > 38,80C (100,40F)) yang
berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan
panas ataupun mengurangi produksi panas (Perry & Potter, 2010).
25

Berdasarkan beberapa definisi hipertermi di atas maka dapat


disimpulkan hiperteri merupakan suatu keadan peningkatan suhu di
atas normal yang di sebabkan perubahan pada pusat pengaturan suhu
tubuh, yaitu otak menetap suhu di atas setting normal.

2.2.2 Penyebab hipertermi


Penyebab demam umum suatu demam atau peningkatan suhu tubuh
adalah infeksi, namun terdapat daftar penyebab peningkatan suhu
tubuh yang lain yang cukup banyak (set point hipotalamus
meningkat). Penyebab demam ada dua kategori demam yaitu demam
infeksi dan demam non infeksi. Demam infeksi yaitu demam yang
disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasite dan
jamur seperti demam typoid, demam berdarah, malaria, influenza dan
sebagainya. Sedangkan demam non infeksi yaitu peninggian suhu
tubuh karena pembentukan panas yang berlebihan seperti penyakit
keganasan (limfoma, karsinoma ginjal) dan penyakit kolagen seperti
demam rematik, rematik atritis(Lusia, 2015).

2.2.3 Mekanisme Hipertermi


Hipotalamus merupakan pusat pengaturan utama temperatur tubuh
(termoregulasi), yang mendapat stimulus fisik maupun kimia. Adanya
cedera mekanis yang terjadi secara langsung atau akibat pajanan zat
kimiawi pada pusat-pusat tersebut akan menjadi penyebab demam.
Tetapi bentuk stimulus tersebut tidak selalu ditemukan pada berbagai
jenis demam yang berhubungan dengan infeksi, neoplasma,
hipersensitivitas, dan juga penyebab radang lainnya. Pirogen, atau zat-
zat yang dapat menyebabkan hipertermi antara lain berupa endotoksin
bakteri gram negatif, dan sitokin yang dilepaskan oleh sel-sel limfoid
(interleukin-1). Berbagai aktivator dapat bekerja pada fagositosis
monuklear dan sel-sel lain serta menginduksinya untuk melepaskan
interleukin-1. Aktivator-aktivator berupa mikroba dengan berbagai
26

produknya, seperti toksin, termasuk dalam hal ini adalah endotoksin,


kompleks antigen-antibodi, proses radang, dan lain-lain. Interkeukin-
1, berfungsi membantu proliferasi limfosit selain juga menginduksi
demam, sedangkan interleukin-2 yang dihasilkan oleh sel-sel T,
menyebabkan proliferasi sel T dan memiliki banyak fungsi pada
mekanisme imunomodulasi lain (Sodikin, 2012).

Menurut Tamsuri (2012) menyatakan bahwa hipertermi dapat


disebabkan oleh gangguan otak atau akibat bahan toksik yang
memengaruhi pusat pengaturan suhu. Zat yang dapat menyebabkan
efek perangsangan terhadap pusat pengaturan suhu sehingga
menyebabkan demam disebut pirogen. Zat pirogen ini dapat berupa
protein, pecahan protein, dan zat lain, terutama toksin polisakarida,
yang dilepas oleh bakteri. Pirogen yang disebabkan oleh bakteri toksik
atau pirogen yang dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh dapat
menyebabkan demam selama keadaan sakit.

Mekanisme demam dimulai dengan timbulnya reaksi tubuh terhadap


pirogen. Pada mekanisme ini, bakteri atau pecahan jaringan akan
difagositis oleh leukosit darah, makrofag jaringan, dan limfosit
pembunuh bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna
hasil pecahan bakteri dan melepaskan zat interleukin-1 ke dalam
tubuh yang disebut juga zat pirogen leukosit atau pirogen endogen.
Interleukin-1 ini ketika sampai di hipotalamus akan menimbulkan
demam dengan cara meningkatkan temperatur tubuh dalam waktu 8-
10 menit(Lusia, 2015).

2.2.4 Tanda dan gejala hipertermi


Menurut Lusia (2015) menyatakan secara teoritis kenaikan suhu pada
infeksi dinilai menguntungkan, karena aliran darah makin cepat
sehingga makanan dan oksigenisasi makin lancar. Namun, kalau suhu
27

tubuh makin tinggi (diatas 38,5oC) pasien diantaranya akan


mengalami:
2.3.4.1 Ketidaknyaman
2.3.4.2 Mengigil akibat tegangan dan kontraksi otot
2.3.4.3 Aliran darah cepat
2.3.4.4 Ujung kaki/tangan teraba dingin
2.3.4.5 Jantung dipompa terlalu cepat
2.3.4.6 Frekuensi nafas lebih cepat
2.3.4.7 Dehidrasi terjadi akibat penguapan kulit dan paru
2.3.4.8 Ketidakseimbangan elektrolit
2.3.4.9 Terjadi kerusakan jaringan otak dan otot jika suhu tubuh
lebih tinggi dari 41oC.

2.2.5 Mekanisme Tubuh terhadap Hipertermi


Mekanisme tubuh terhadap hipertermi menurut Hartono (2009) dalam
Effendi (2014) yaitu :
2.2.5.1 Vasodilatasi
Vasodilatasi pembuluh darah perifer, hampir dilakukan di
seluruh area tubuh. Vasodilatasi ini disebabkan oleh
hambatan dari pusat simpatif hipotalamus posterior yang
menyebabkan vasokontriksi, sehingga terjadi vasodilatasi
yang kuat pada kulit, yang memungkinkan percepatan
perpindahan panas dari tubuh ke kulit, hingga delapan kali
lipat lebih banyak.
2.2.5.2 Berkeringat
Pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sebagai efek
peningkatan suhu yang melewati batas kritis (37oC).
Pengeluaran keringat menyebabkan peningkatan pengeluaran
panas melalui evaporasi. Peningkatan suhu tubuh sebesar
10akan menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup
banyak sehingga mampu membuang panas tubuh yang
dihasilkan dari metabolisme basal 10 kali lebih besar.
28

Pengeluaran keringat merupakan salah satu mekanisme tubuh


pada saat suhu meningkat melebihi ambang kritis (370C)
pengeluaran keringat dirangsang oleh pengeluaran impuls di
area peroptik anterior hipotalamus melalui saraf simpatis ke
seluruh kulit tubuh kemudian menyebabkan rangsang pada
saraf koligenik kelenjar keringat, yang akan merangsang
produksi keringat.
2.2.5.3 Penurunan Pembentukan Panas
Laju pelepasan panas ditentukan hampir seluruhnya oleh dua
faktor, yaitu:
a. Seberapa cepat panas dapat dikonduksi dari tempat panas
dihasilkan dalam inti tubuh ke kulit.
b. Seberapa cepat panas kemudian dapat dihantarkan dari
kulit ke lingkungan sekitarnya.

Kulit jaringan subkutan dan terutama lemak dari jaringan


subkutan merupakan suatu penyekat panas dari tubuh. Lemak
penting karena hanya menyalurkan panas sepertiga kecepatan
jaringan lain. Bila tidak ada darah yang mengalir dari organ
interna yang panas ke kulit daya penyekat yang dimiliki oleh
tubuh lali-laki normal kira-kira sebanding dengan tiga
perempat dari daya penyekat pada pakaian biasa.Pada
perempuan penyekatan ini lebih baik. Oleh karena itu kulit
merupakan 'radiator panas' yang efektif, dan aliran darah ke
kulit adalah mekanisme penyebaran panas yang paling efektif
dari inti tubuh ke kulit (Guyton 1996dalam Effendi 2014).

Tubuh kita melepaskan panas melalui beberapa cara, yaitu


radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi. Pada suhu kamar,
ketika suhu tubuh kita lebih tinggi dibandingkan suhu
ruangan, aliran panas dilepaskan keluar tubuh yang
disebabkan oleh gradien suhu negatif.Pada suhu lingkungan
29

yang panas atau saat kita berolahraga berat, evaporasi


merupakan mekanisme yang paling dominant untuk
mengeluarkan panas tubuh.
Radiasi, radiasi adalah perpindahan panas antar obyek
melalui aktivitas gelombang elektromagnetik. Seseorang
yang telanjang pada suhu kamar normal kehilangan panas
kira-kira 60% dari pelepasan total panas tubuh (selitar 15%)
melalui radiasi. Pelepasan panas melalui radiasi berarti
kehilangan dalam bentuk gelombang panas infra merah, suatu
jenis gelombang elektromagnetik.

Tubuh manusia menyebarkan gelombang panas ke segala


penjuru.Gelombang panas juga dipancarkan dari dinding dan
benda-benda lain ke tubuh.Bila suhu tubuh lebih tinggi dari
suhu lingkungan, kuntitas panas yang dipancarkan dari tubuh
lebih besar daripada yang dipancarkan ke tubuh.Warna dan
tekstur suatu benda mempengaruhi kemampuannya untuk
menyerap radiasi panas.Benda yang bersinar atau berwarna
cerah dapat menyerap radiasi panas lebih mudah daripada
benda-benda kasar dan berwarna gelap.

Konduksi, konduksi adalah perpindahan panas dari tubuh


kepada suatu obyek atau dari dua obyek yang bersinggungan
secara langsung dan memiliki perbedaan suhu antara satu dan
lainnya, perpindahan panas terjadi dari obyek yang memiliki
suhu lebih tinggi ke yang lebih rendah. Tiga persen dari total
pelepasan panas tubuh pada suhu kamar melalui mekanisme
konduksi. Pemindahan panas dari seseorang kepada kursi
yang sedang didudukinya adalah contoh konduksi, begitu
juga pelepasan panas tubuh melalui urin dan feses. Atau
sebagai contoh lain adalah pada saat kita memegang es batu,
30

panas dari tangan kita akan berpindah, atau juga saat kita
tanpa sengaja memegang benda panas.

Konveksi, konveksi adalah perpindahan panas dari suatu


obyek pada udara atau air.Sebenarnya, pertama-tama panas
dari tubuh harus dikonduksi terlebih dahulu ke udara maupun
ke air untuk kemudian dibawa melalui aliran konveksi. Pada
suhu kamar yang normal, tubuh akan kehilangan panas
sebesar 12% dari proses konveksi.

Evaporasi, pada saat kita dalam keadaan istirahat pada suhu


lingkungan yang normal, kirakira 25% panas tubuh kita
dilepaskan melalui evaporasi. Ketika suhu lingkungan lebih
tinggi dari suhu tubuh kita, tubuh akan menerima panas
melalui radiasi dan konduksi, jika tubuh kita tidak dapat
melepaskan panas yang dihasilkan melalui evaporasi, maka
suhu tubuh akan terus meningkat. Evaporasi juga merupakan
mekanisme primer pelepasan panas yang dilakukan oleh
tubuh pada saat berolahraga melalui evaporasi keringat yang
ada di kulit (Roberts, 2002 dalam Effendi (2014).

2.3 Konsep Suhu Tubuh


2.3.1 Pengertian suhu tubuh
Suhu adalah keadaan panas dan dingin yang diukur
denganmenggunakan termometer. Di dalam tubuh terdapat 2 macam
suhu, yaitusuhu inti dan suhu kulit. Suhu inti adalah suhu dari tubuh
bagian dalam danbesarnya selalu dipertahankan konstan, sekitar ± 1ºF
(± 0,6º C) dari hari kehari, kecuali bila seseorang mengalami demam.
Sedangkan suhu kulit berbedadengan suhu inti, dapat naik dan turun
sesuai dengan suhu lingkungan. Biladibentuk panas yang berlebihan
di dalam tubuh, suhu kulit akan meningkat.Sebaliknya, apabila tubuh
31

mengalami kehilangan panas yang besar makasuhu kulit akan


menurun (Guyton & Hall, 2012).

Suhu adalah pengukuran keseimbangan antara panas yang dihasilkan


oleh tubuh dan panas yang hilang dari tubuh. Suhu tubuh
mencerminkan keseimbangan antara produksi dan pengeluaran panas
dari tubuh yang diukur dalam unit panas yang disebut derajat (Kozier,
2011).

Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi


oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar
(Potter &Perry, 2010).

Nilai suhu tubuh juga ditentukan oleh lokasi pengukuran, pengukuran


suhu bertujuan memperoleh nilai suhu jaringan dalam tubuh.
Lokasipengukuran untuk suhu inti yaitu rektum, membran timpani,
arteri temporalis,arteri pulmonalis, esophagus dan kandung kemih.
Lokasi pengukuran suhupermukaan yaitu kulit, oral dan aksila (Potter
& Perry, 2009).

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat di simpulkan bahwa


suhu tubuh adalah keadaan panas dan dingin yang diukur
denganmenggunakan thermometer dalam satuan 0C/0F.

2.3.2 Suhu Tubuh Normal


Suhu tubuh yang normal adalah 35,8°C – 37,5°C. Pada pagi hari suhu
akan mendekati 35,5°C, sedangkan pada malam hari mendekati
37,7°C.Pengukuran suhu di rektum juga akan lebih tinggi 0,5°-l°C,
dibandingkansuhu mulut dan suhu mulut 0,5°C lebih tinggi
dibandingkan suhu aksila(Sherwood, 2014).
32

Suhu tubuh anak yang normal (dalam keadaan sehat) adalah berkisar
36 - 37˚C. Suhu tubuh ini bervariasi dengan kisaran 0,5-1,0˚C
(Sodikin, 2012). Penting diingat bahwa suhu tubuh dapat meningkat
karena beberapa faktor, seperti aktivitas fisik, emosi, makan, dan
ovulasi. Faktor ekstrinsik sepertimemakai pakaian tebal, pajanan
terhadap suhu lingkungan yang tinggi, serta meningkatkan
kelembaban dapat juga meningkatkan suhu tubuh.

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh.


Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh ada beberapa yaitu
lajumetabolisme basal semua sel tubuh, laju metabolisme tambahan
yangdisebabkan oleh aktivitas otot, termasuk kontraksi otot yang
disebabkan olehmenggigil, metabolisme tambahan yang disebabkan
oleh hormon tiroksin(dan sebagian kecil hormon lain, seperti hormon
pertumbuhan dantestosteron) terhadap sel, metabolisme tambahan
yang disebabkan olehpengaruh epinefrin, norepinefrin, dan
perangsangan simpatis terhadap sel danmetabolisme tambahan yang
disebabkan oleh meningkatnya aktivitas kimiawidi dalam sel sendiri,
terutama bila suhu tubuh didalam sel meningkat,metabolisme
tambahan yang diperlukan untuk pencernaan, absorbsi,
danpenyimpanan makanan (efek termogenik makanan) (Guyton &
Hall, 2012).

Sebagian besar pembentukan panas di dalam tubuh dihasilkan


organdalam, terutama di hati, otak, jantung, dan otot rangka selama
berolahraga.Kemudian panas ini dihantarkan dari organ dan jaringan
yang lebih dalam kekulit, yang kemudian dibuang ke udara dan
lingkungan sekitarnya (Guyton &Hall, 2012).

Oleh karena itu, laju hilangnya panas hampir seluruhnya


ditentukanoleh dua faktor yaitu seberapa cepat panas yang dapat
dikonduksi dari tempatasal panas dihasilkan, yakni dari dalam inti
33

tubuh ke kulit dan seberapa cepatpanas kemudian dapat dihantarkan


dari kulit ke lingkungan (Guyton & Hall,2012).

2.3.4 Pengukuran Suhu Tubuh


Untuk mengetahui berapa suhu tubuh digunakan alat termometer.
Alatpengukur suhu tubuh ini banyak jenisnya yaitu termometer air
raksa,termometer digital, termometer berbentuk strip (Nusi et al.,
2013).
Tabel 2.2 Kelebihan dan Kekurangan dari Empat Lokasi Pengukuran
Suhu Tubuh
Lokasi Kelebihan Kekurangan
Oral Mudah diakses dan Nilai tidak akurat apabila
nyaman pasien baru saja
mengkonsumsi cairan atau
makanan yang dingin atau
panas.
Rektal Hasil reliabel Tidak nyaman dan lebih
tidak menyenangkan bagi
pasien, sulit dilakukan
pada pasien yang tidak
dapat miring kiri kanan,
dan dapat melukai
rektum.Adanya feses
dapat mengganggu
penempatan termometer.
Apabila feses lunak,
termometer dapat masuk
ke dalam feses bukan ke
dinding rektum.
Aksila Aman dan non invasif Termometer harus
dipasang dalam waktu
yang lama agar
34

memperoleh hasil yang


akurat.
Membran Mudah diakses, Dapat menimbulkan rasa
timpani mencerminkan suhu inti, tidak nyaman dan beresiko
sangat cepat. terjadi perlukaan apabila
termometer diletakkan
terlalu dalam ke lubang
telinga. Pengukuran
berulang dapat
menunjukkan hasil yang
berbeda.Adanya serumen
dapat mempengaruhi
bacaan hasil.
(Nusi et al., 2013).

2.3.5 Alat Pengukur Suhu Tubuh


Alat yang digunakan dalam pengukuran suhu tubuh adalah
termometer (Rosalina, 2014).
2.3.5.1 Termometer Suhu Badan (Termometer Klinis)

Bagian - bagian termometer

Ruang
pengaman
Ruang hampa udara

Pipa kapiler

Gambar 2.1 Bagian Termometer


Beberapa sifat mutlak yang dibutuhkan oleh sebuah
termometer adalah skalanya mudah dibaca, aman untuk
digunakan, mempunyai kepekaan pengukurannya, dan lebar
jangkauan suhu yang mampu diukur.Termometer klinis biasa
Skala termometer
Tangkai kaca dengan dinding tebal
Pentolan dengan
dinding tipis
Air raksa atau alkohol tergantung jenis
zat termometrik yang digunakan
35

digunakan para dokter dan perawat untuk mengukur suhu


tubuh manusia. Skala pada termometer klinis antara 35°C
sampai dengan 42°C. Penampang kepalanya dibuat lebih
kecil daripada termometer biasa. Hal ini dimaksudkan agar
perubahan suhu yang kecil pun dapat dilihat dengan jelas.
Untuk mengukur suhu badan, termometer diletakkan di
ketiak atau di bawah lidah kurang lebih 2 menit. Termometer
klinis bisa dibedakan menjadi dua, yaitu termometer klinis
analog dan termometer klinis digital (Valentina, 2013). 
2.3.5.2 Termometer Klinis Analog

Gambar 2.2 Termometer Air Raksa

Termometer klinis analog adalah termometer yang digunakan


untuk mengukur suhu badan yang banyak dimanfaatkan di
bidang kedokteran yang mana nilai suhu ditampilkan oleh
naiknya air raksa dan kita mengetahui nilainya dengan
melihat angka yang dicapai oleh air raksa pada pipa kapiler.

Cara Kerja Termometer Klinis Analog: Ketika suhu


meningkat, alkohol atau air raksa yang berada di dalam
wadah akan memuai sehingga panjang kolom alkohol atau air
raksa akan bertambah. Sebaliknya, ketika suhu menurun,
panjang kolom alkohol atau air raksa akan berkurang. Pada
bagian luar tabung kaca terdapat angka-angka yang
merupakan skala termometer tersebut. Angka yang
36

ditunjukkan oleh ujung kolom alkohol atau air raksa


merupakan nilai suhu yang diukur (Rosalina, 2014).

Cara Baca Termometer Klinis Analog: Mula-mula,periksa


terlebih dahulu apakah termometer sudah menunjukkan suhu
dibawah 35°C. Jika belum, termometer kita kibas-kibaskan
sehingga menunjukkan suhu kurang dari 35°C. Selanjutnya,
pasang thermometer itu di bawah ketiak atau lipatan tubuh
selama kira-kira 5 menit.Setelah itu,ambil thermometer dari
tubuh dan baca pada skala termometer.Skala yang
ditunjukkan termometer menunjukkan suhu tubuh pasien
pada keadaan itu (Valentina, 2013).
2.3.5.3 Termometer Klinis Digital

Gambar 2.3 Termometer Digital


Termometer klinis digital adalah termometer yang digunakan
untuk mengukur suhu badan yang banyak dimanfaatkan di
bidang kedokteran yang mana nilai suhunya ditampilkan
dengan langsung dalam bentuk angka yang tertera pada layar
kecil termometer.

Cara Kerja Termometer Klinis Digital: Termometer digital,


biasanya menggunakan termokopel sebagai sensornya untuk
membaca perubahan nilai tahanan. Secara sederhana
termokopel berupa dua buah kabel dari jenis logam yg
berbeda yang ujungnya, hanya ujungnya saja, disatukan
37

(dilas).Titik penyatuan ini disebut hot junction.Prinsip


kerjanya memanfaatkan karakteristik hubungan antara
tegangan (volt) dengan temperatur.Setiap jenis logam, pada
temperatur tertentu memiliki tegangan tertentu pula.
Prinsip kerjanya memanfaatkan karakteristik hubungan antara
tegangan (volt) dengan temperatur.Setiap jenis logam, pada
temperatur tertentu memiliki tegangan tertentu pula. Pada
temperatur yang sama, logam A memiliki tegangan yang
berbeda dengan logam B, terjadilah beda tegangan (kecil
sekali, miliVolt) yang dapat dideteksi. Jadi dari input
temperatur lingkungan setelah melalui termokopel terdeteksi
sebagai perbedaan tegangan (volt). Beda tegangan ini
kemudian dikonversikan kembali nilai arusnya melalui
pengkomparasian dengan nilai acuan dan nilai offset di
bagian komparator, fungsinya untuk menerjemahkan setiap
satuan amper ke dalam satuan volt kemudian dijadikan
besaran temperatur yang ditampilkan melalui layar/monitor
berupa seven segmen yang menunjukkan temperatur yang
dideteksi oleh termokopel (Knake, Maria, 2011).

Cara Baca Termometer Klinis Digital:


Mula-mulapasangtermometer pada ketiak, setelah itu tunggu
beberapa saat hingga termometer klinis digital
berbunyi.Setelah itu, ambil termometer dari tubuh dan baca
angka yang tertera pada layar termometer.

2.3.5.4 Termometer Inframerah


38

Gambar 2.4 Termometer Inframerah


Termometer inframerah menawarkan kemampuan untuk
mendeteksi temperatur secara optic selama objek
diamati, radiasi energi sinar inframerah diukur, dan disajikan
sebagai suhu. Termometer rtersebut menawarkan metode
pengukuran suhu yang cepat dan akurat dengan objek dari
kejauhan dan tanpa disentuh – situasi ideal di mana objek
bergerak cepat, jauh letaknya, sangat panas, berada di
lingkungan yang bahaya, dan/atau adanya kebutuhan
menghindari kontaminasi objek (seperti makanan, alat medis,
obat-obatan, produk atau test, dll).

Desain utama terdiri dari lensa pemfokus energi inframerah


pada detektor, yang mengubah energi menjadi sinyal elektrik
yang bisa ditunjukkan dalam unit temperatur setelah
disesuaikan dengan variasi temperatur lingkungan.
Konfigurasi fasilitas pengukur suhu ini bekerja dari jarak
jauh tanpa menyentuh objek.

2.4 Konsep Kompres Bawang Merah


2.4.1 Definisi
Bawang merah (Allium cepa L. var. aggregatum) adalah salah
satu bumbu masak utama dunia yang berasal dari Iran, Pakistan, dan
pegunungan-pegunungan di sebelah utaranya, tetapi kemudian
menyebar ke berbagai penjuru dunia, baik sub-tropis maupun tropis.
Wujudnya berupa umbi yang dapat dimakan mentah, untuk bumbu
39

masak, acar, obat tradisional, kulit umbinya dapat dijadikan zat


pewarna dan daunnya dapat pula digunakan untuk campuran
sayur. Tanaman penghasilnya disebut dengan nama sama.Bawang
merah saat ini dianggap sebagai sebuah varietas dari spesies Allium
cepa, spesies yang memuat sejumlah besar varietas bawang yang
dikenal dengan nama kolektif bawang bombai(Hassan Shadily, 2015).
Bawang merah (Allium ascalonicum) adalah tanaman tertua dari
silsilah tanaman yang dibudidayakan oleh manusia.Hal ini dapat
diketahui dari sejarah bangsa Mesir pada masa dinasti pertama dan
kedua (32002700 SM), yang melukiskan bawang merah pada patung-
patung peninggalan mereka (Jaelani, 2007).

Kompres bawang merah adalah suatu tindakan menurunkan suhu


tubuh dengan menggunakan ramuan bawang merah yang diolah dan di
letakkan pada area axila dan atau pada bagian frontal (dahi/kening)
(Tugi Oktiani, 2018).

Kompres bawang merah adalah metode konduksi dan evaporasi yang


dapat dilakukan dengan obat tradisional pada anak yang mengalami
peningkatan suhu tubuh (Cahyaningrum, 2014).

Menurut Riyady (2016) kompres bawang merah adalah penggunaan


energi panas melalui metode konduksi dan evaporasi yang terkandung
dalam bawang merah untuk menurunkan suhu tubuh.

Morfologi fisik bawang merah bisa dibedakan menjadi beberapa


bagian yaitu akar,batang, daun, bunga, buah dan biji. Bawang merah
memiliki akar serabut dengansistem perakaran dangkal dan bercabang
terpencar, pada kedalaman antara 15-20cm di dalam tanah dengan
diameter akar 2-5 mm (AAK, 2004).
40

Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut dengan discus yang
berbentukseperti cakram , tipis, dan pendek sebagai melekatnya akar
dan mata tunas, diatasdiscus terdapat batang semu yang tersusun dari
pelepah-pelepah daun dan batangsemua yang berbeda didalam tanah
berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis(Sudirja, 2007).

Tanaman bawang merah diperkirakan berasal dari kawasan Asia,


kemudian menyebar ke seluruh dunia.Dengan pengembangan dan
pembudidayaan yang serius, bawang merah telah menjadi salah satu
tanaman komersial di berbagai negara di dunia (Goulart, 1995;
Jaelani, 2007).

Dewasa ini, sebagian masyarakat mengonsumsi bawang merah


mentah dalam rangka menjalani terapi menggunakan makanan,
terutama oleh para penderita penyakit degeneratif, seperti : penyakit
akibat adanya gangguan kardiovaskuler, hipertensi, stroke, gangguan
fungsi ginjal, diabetes mellitus, kanker dan obesitas. Terkait dengan
makanan sebagai obat, Hippocrates (Bapak Ilmu Kedokteran)
menyampaikan kata-kata yang sangat terkenal ‘Let food be
yourmedicine’ (Goulart, 1995 dalam bukunya berjudul ‘Super
Healing Foods’).

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bawang


merah adalah tanaman yang termasuk dalam kategori Super Healing
Foods yang dapat digunakan untuk mengendalikan demam.

2.4.2 Kandungan Bawang Merah


Umbi bawang merah memiliki berbagai kandungan yang sangat
penting dalam menjaga kesehatan tubuh (Tusilawati, 2010). Hal
tersebut didukung pendapat yang menyatakan bahwa kandungan
bawang merah yang dapat mengobati demam antara lain:
floroglusin, sikloaliin, metialiin, dan kaemferol yangdapat
41

menurunkan suhu tubuh; dan minyak atsiri yang dapat


melancarkan peredaran darah (Utami, 2013)

Beberapa kandungan senyawa yang penting dari bawang merah antara


lain kalori, karbohidrat, lemak, protein, dan serat makanan. Serat
makanan dalam bawang merah adalah serat makanan yang larut
dalam air, disebut oligcfruktosa. Kandungan vitamin bawang merah
adalah vitamin A, vitamin B1 (tiamin), vitamin B2 (G, riboflavin),
vitamin B3 (niasin), dan vitamin C. Bawang merah juga memiliki
kandungan mineral diantaranya adalah: belerang, besi, klor, fosfor,
kalium, kalsium, magnesium, natrium, silikon, iodium, oksigen,
hidrogen, nitrogen, dan zat vital non gizi yang disebut air. Bawang
merah juga memiliki senyawa kimia non-gizi yang disebut
flavonglikosido dan saponi (Irianto, 2009).Tanaman ini juga
mengandung zat pengatur tumbuh alami berupa hormon auksin dan
giberelin .

2.4.3 Metode kompres Bawang Merah


Bawang merah dapat digunakan untuk mengompres, hal ini
disebabkan karena bawang merah mengandung senyawa sulfur
organik yaitu allycysteine sulfoxide (Aliin) yang berfungsi
menghancurkan pembekuan darah. Hal tersebut membuat peredaran
darah lancar sehingga panas dari dalam tubuh dapat lebih mudah
disalurkan ke pembuluh darah tepi (Cahyaningrum, 2014).

Efek hangat dari bawang merah bekerja dengan cara penggunaan


energi panas melalui metode konduksi dan evaporasi, yaitu
perpindahan panas dari suatu objek lain dengan kontak langsung.
Ketika kulit hangat menyentuh yang hangat maka akan terjadi
perpindahan panas melalui evaporasi, sehingga perpindahan energi
panas berubah menjadi gas (Cahyaningrum, 2014).
42

2.4.4 Sop Kompres Bawang Merah


KOMPRES BAWANG MERAH DI DAERAH AKSILLA
Pengertian Kompres bawang merah di daerah aksilla
merupakan cara untuk menurunkan demam
secara tradisional dengan mengompreskan
tumbukan bawang merah didaerah aksilla atau
ketiak.
Tujuan Menurunkan dan mempercepat menormalkan
suhu tubuh anak dengan efek yang minimal.
Peralatan 1) Bolpoint
2) Buku catatan
3) Lembar observasi
4) Jam tangan
5) Termometer
6) Handscoon
7) Mortir
8) Bawang merah
9) Pisau
10) Sendok
11) Air DTT
12) Washlap
13) Tempat tumbukan bawang merah
Prosedur Pelaksanaan A. SIKAP DAN PERILAKU
1) Menyambut pasien, memberi salam
dan memperkenalkan diri.
2) Menawarkan bantuan.
3) Menjelaskan maksud dan tujuan.
4) Menjelaskan prosedur tindakan.
5) Memposisikan klien.
6) Mengawali kegiatan dengan bismillah
dan mengakhiri dengan alhamdulillah.
B. PERSIAPAN
1) Sebelum memberikan kompres
bawang merah pada anak dilakukan
informed concent (persetujuan)
terlebih dahulu.
2) Membaca SOP (Standar Operasional
Prosedur) Kompres Bawang Merah.
3) Melakukan tindakan Kompres Bawang
Merah dengan demonstrasi didepan
orang tua anak selama 1 x 15 menit
4) Menyiapkan peralatan tindakan
kompres bawang merah: bawang
merah, mortir, pisau, tempat tumbukan
bawang merah, termometer, sendok,
washlap bersih, air DTT, lembar
observasi
C. ISI/CONTENT
1) Membaca bismillah
2) Pasien dalam keadaan siap untuk
dilakukan kompres bawang merah.
3) Mencuci tangan
43

4) Menyiapkan siung bawang merah


5) Menumbuk bawang merah hingga
halus
6) Aduk rata
7) Melakukan pengukuran suhu pada
anak
8) Mencatat hasil pengukuran pada
lembar observasi
9) Memberikan tumbukan bawang merah
pada daerah aksilla (ketiak) kanan atau
kiri anak selama 15 menit.
10) Membersihkan daerah aksilla (ketiak)
dari tumbukan bawang merah lalu
bersihkan dengan air DTT.
11) Melakukan pengukuran suhu ulang
pada anak.
12) Mencatat pada lembar observasi
13) Mengakhiri dengan alhamdulillah.
Sumber : Tugi Oktaviani (2018)

2.4.5 Waktu pelaksanaan kompres bawang merah


Pelaksanaan kompres bawang merah dilakukan selama 15 menit setiap
pemberian. Pada area aksila penderita hipertermi. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Tugi Oktiani (2018) tentang
penerapan kompres bawang merah di daerah aksilla untuk
menurunkan demam pada balita umur 1 – 5 Tahun di Kecamatan
Buluspesantren Kabupaten Kebumen. Dimana pada pelaksananaannya
pemberian kompres bawang merah dilakukan selama 15menit
sebanyak 1 kali/hari.

Berdasarkan penelitian Rachmad (2011) tentang penentuan


efektivitas bawang merah dan ekstrak bawang merah (Allium Cepa
var. ascalonicum) Dalam Menurunkan Suhu Badan. Dimana hasil
penelitian menunjukkan bahwa setiap penambahan sampel bawang
merah dengan massa 5 gram dibutuhkan waktu rata-rata sebesar 155
detik untuk menurunkan suhu 10C dengan kisaran waktu diantara 140-
160 detik, sedangkan untuk sampel yang bermassa 10 gram
dibutuhkan waktu rata-rata sebesar 131detik, dan untuk penambahan
berat sampel dengan massa 15 gram waktu rata-rata yang dibutuhkan
44

untuk menurunkan suhu 10C adalah 129 detik dengan kisaran waktu
diantara 120-140 detik, dan untuk sampel bawang merah dengan
massa 20 gram untuk menurunkan suhu 10C dibutuhkan waktu rata-
rata sebesar 98 detik sedangkan untuk sampel dengan massa 25 gram
waktu yang dibutuhkan adalah 89 detik.Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan kompres selama 15 menit atau 900 detik dengan
menggunakan 25 gram bawang merah (3 siung).

2.5 Konsep Plester Kompres


2.5.1 Definisi
Plester kompres siap pakai yang banyak terdapat di apotek. Plester
kompres ini dibuat dari bahan hydrogel on polycrylate-basis dengan
kandungan paraben dan mentol yang diformulasikan sehingga mampu
mempercepat proses pemindahan panas dari tubuh ke plester kompres.
Paraben adalah serbuk kristal putih, yang mudah larut dalam
menthanol, ethanol dan sulit dalam air mempunyai sifat antibakteri
(Sodikin, 2012).

Kompres plester adalah kompres demam dengan hydrogel on


polyacrylate-base yang memberikan efek pendinginan alami. Untuk
mempercepat proses pemindahan panas dari tubuh ke plester, pleter
juga memiliki kandungan paraben dan mentol (Djuwariyah, Sodikin,
Yulistiani M; 2013).
Produk kompres plester dari Fever Patch Plester Rohto (PT. Rohto
Laboratories Indonesia2018) menjelaskan kompres plester merupakan
kompres penurun suhu tubuh anak yang sangat praktis dan ideal
dengan model bentuk perekat yang sangat kuat dan tidak mudah lepas,
nyaman, sejuk serta lembut karena terdapat jelly untuk digunakan
sebagai pertolongan pertama saat anak demam atau panas.

Berdasarkan pengertian diatas disimpulkan bahwa plester kompres


adalah kompres demam dengan hydrogel on polyacrylate-base yang
45

memberikan efek pendinginan alami untuk membantu menurunkan


suhu tubuh.

2.5.2 Komposisi Plester Kompres


Plester ini dibuat dari bahan hydrogel yang mengandung hydrogel on
polyacylate-basis dengan kandungan paraben dan menthol yang dapat
menurunkan suhu tubuh melalui evaporasi (Sodikin, 2012).Plester
kompres demam dibuat dari bahan hydrogelon polyarylate basis yang
di dalamnya mengandung sekitar 72% air.Selain itu, plester kompres
demam ini juga mengandung mentol dan paraben, yaitu zat yang
mempercepat perpindahan panas tubuh ke plester dan anti
bakteri.Kandungan-kandungan yang disebutkan di atas yang membuat
plester kompres demam berkhasiat menurunkan panas
demam(https://demampanas.com).

2.5.3 SOP kompres plester


PLESTER KOMPRES
Pengertian Plester kompres merupakan bahan hydrogel
yang mengandung hydrogel on polyacylate-basis
dengan kandungan paraben dan menthol yang
dapat menurunkan suhu tubuh melalui evaporasi.
Tujuan Menurunkan dan mempercepat menormalkan
suhu tubuh anak dengan efek yang minimal.
Peralatan 1) Bolpoint
2) Buku catatan
3) Lembar observasi
4) Jam tangan
5) Termometer
6) Handscoon
7) Plester kompres
Prosedur Pelaksanaan A. SIKAP DAN PERILAKU
1) Menyambut pasien, memberi salam dan
memperkenalkan diri.
2) Menawarkan bantuan.
3) Menjelaskan maksud dan tujuan.
4) Menjelaskan prosedur tindakan.
5) Memposisikan klien.
6) Mengawali kegiatan dengan bismillah
dan mengakhiri dengan alhamdulillah.
B. PERSIAPAN
1) Sebelum memberikan kompres pada
anak dilakukan informed concent
46

(persetujuan) terlebih dahulu.


2) Membaca SOP (Standar Operasional
Prosedur) Plester Kompres.
3) Melakukan tindakan Plester Kompres
dengan demonstrasi didepan orang tua
anak selama 1 x 15 menit.
4) Menyiapkan peralatan tindakan Plester
Kompres: Plester Kompres, lembar
observasi, termometer
C. ISI/CONTENT
1) Pasien dalam keadaan siap untuk
dilakukan Plester Kompres.
2) Mencuci tangan
3) Menyiapkan Plester Kompres
4) Melakukan pengukuran suhu pada anak
5) Mencatat hasil pengukuran pada lembar
observasi
6) Memberikan Plester Kompres pada
anak selama 15 menit.
7) Melakukan pengukuran suhu ulang
pada anak.
8) Mencatat pada lembar observasi
9) Mengakhiri dengan alhamdulillah.
Sumber: Uli Alfi Hasanah (2016)

2.5.4 Hal yang Harus Diperhatikan Saat Menggunakan Plester Kompres


Menurut Sodikin (2012), beberapa hal yang harus diperhatikan
diantaranya :
2.5.4.1 Hanya untuk pemakaian diluar jangan digunakan pada mata,
sekitar mata, membran mukosa atau kulit yang terkena eksim,
ruam atau luka.
2.5.4.2 Hentikan pemakaian dan konsultasikan ke dokter jika terjadi
ruam, kemerahan, gatal atau iritasi. Untuk kulit sensitif,
konsultasikan ke dokter atau apoteker anda sebelum
pemakaian.
2.5.4.3 Jika digunakan pada anak-anak harus dibawah pengawasan
orang tua, hati-hati jangan sampai produk ini diletakkan pada
mulut atau ditutupkan paa mulut dan hidung.
2.5.4.4 Jika kulit berkeringat atau sedang menggunakan bedak atau
sejenisnya maka produk tidak dapat menempel dengan baik
di kulit.
47

2.5.5 Efektifitas Plester Kompres terhadap Demam


Menurut Sodikin (2012) mengemukakan bahwa efektifitas plester
kompres dipengaruhi oleh bagaimana cara penyimpanan, oleh karena
itu perlu dicermati hal-hal berikut :
2.5.5.1 Simpan lembaran yang tidak dipakai dalam wadahnya dan
lipat sisi terbuka dua kali menurut garis yang ada.
2.5.5.2 Simpan di tempat yang kering dan dingin, terhindar dari sinar
matahari langsung.
2.5.5.3 Jauhkan dari jangkauan anak-anak.
Adapun manfaat dari hidrogel yang terdapat pada plester
kompres mengandung presentasi air yang tinggi, bekerja
dengan sistem pendinginan alami tubuh membantu untuk
mendinginkan tubuh. Suhu yang menimbulkan panas pada
kulit menyebabkan penguapan air yang terkandung dalam
hidrogel yang menciptakan sensasi dingin pada permukaan
kulit yang panas. Adanya kandungan air pada hidrogel
merupakan faktor utama yang berfungsi untuk menurunkan
suhu tubuh melalui mekanisme penguapan. Hidrogel akan
menyerap panas dari tubuh dan mentransfer panas tersebut
pada molekul air, kemudian menurunkan suhu tubuh melalui
evaporasi (Darwis., et al, 2010).

Menurut Intiyani (2016) manfaat lain dari plester kompres ini


yaitu dapat membuat pembuluh darah bagian tepi pada kulit
melebar, kemudian hal tersebut akan membuat pori-pori kulit
akan terbuka sehingga terjadi penurunan suhu tubuh.
48

2.6 Kerangka Teori


Kerangka teori dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Masuknya antigen Reaksi tubuh terhadap Zat-zat pirogen


melalui port the entry pirogen (Inflamasi) difagositis

Set point hipotalamus Interleukin 1 sampai Pelepasan zat


meningkat hipotalamus Interleukin 1 ke
dalam tubuh

Demam

Penatalaksanaan Demam

Farmakologi Non Farmakologi

- Paracetamol
- Ibuprofen Kompres Plester
- Salisilat bawang merah Kompres

mengandung senyawa Hidrogel mengandung


sulfur organik presentasi air yang
cukup

Dibalurkandi ubun
– ubun kepala Kandungan paraben
dan mentol

Evaporasi
Sensasi dingin

Hipotalamus
menstimulasi impuls Penyerapan panas tubuh
melalui reseptor kulit
Ditransferke molekul air
Penurunan suhu
tubuh Vasodilatasi bagian tepi
pada kulit

Evaporasi

Skema 2.1 Kerangka TeoriSumber : (Sodikin, 2012)


Keterangan :
: Tidak diteliti
: Diteliti
49

2.7 Kerangka Konsep


Kerangka konsep merupakan bagan terhadap rancangan penelitian yang akan
dilakukan, meliputi siapa yang akan diteliti atau subjek penelitian. Variabel
yang akan diteliti atau subjek penelitian. Variabel yang akan diteliti dan
variabel yang mempengaruhi dalam penelitian (Hidayat, 2014). Berdasarkan
tinjauan pustaka, maka disusun pola pikir variabel yang diteliti sebagai
berikut:
Variabel Variabel
Independen Dependen
Pemberian Responden yang Suhu pre dan post
kompres bawang mengalami demam diberikan kompres
merah bawang merah

Variabel Variabel
Independen Dependen
Pemberian terapi Responden yang Suhu pre dan post
plester kompres mengalami demam diberikan terapi
plester kompres

Skema 2.2 Kerangka Konsep

2.8 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:”Ada Perbedaan Terapi Kompres
Bawang Merah Dan Terapi Plester Kompres Pada Anak Usia Prasekolah (3 –
5 Tahun) Yang Mengalami Hipertermi Di Puskesmas Maliku Kabupaten
Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah”.
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Desain penelitian merupakan suatu strategi penelitian dalammengidentifikasi
permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data dan digunakan
untuk mendefinisikan struktur penelitian yang akandilaksanakan (Nursalam,
2013). Desain penelitian ini adalah Literature Review atau tinjauan pustaka.
Studi literature review adalah cara yang dipakai untuk megumpulkan data
atau sumber yang berhubungan pada sebuah topik tertentu yang bisa didapat
dari berbagai sumber seperti jurnal, buku, internet, dan pustaka lain. Design
penelitian yang masuk dalam literatur review ini menggunakan desain quasi
eksperiment dan random control trial. Jenis metode penelitian ini merupakan
metode terbaik dalam menjawab pertanyaan klinis di lapangan. Tipe study
yang direview adalah semua jenis penelitian yang menggunakan terapi
kompres untuk membantu proses penurunan demam pada anak.

3.2. Definisi Operasional


Definisi operasional merupakan definisi berdasarkan karakteristik
yangdiamati dan dapat diukur dari variabel dependen dan independen
(Nursalam,2013). Variabel dependennya yaitu suhu tubuh, sedangkan
variabel independennya yaitu pemberian kompres bawang merah dan plester
kompres. Hal ini dapat dilihat pada tabel3.1.

Tabel 3.1
Definisi Operasional Variable Penelitian
No Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Hasil Ukur
Operasional
Variabel Bebas (Independent Variable)
1 Kompres Kompres Dilakukan Observasi - -
bawang penurunan suhu pengompresan
merah tubuh dengan dengan
menggunakan menggunakan
tumbukan bawang tumbukan bawang
merah pada daerah merah pada daerah
aksilla (ketiak) aksilla (ketiak)
kanan atau kiri kanan atau kiri anak
anak selama 15 selama 15 menit.
menit.

50
51

Plester Kompres berupa Dilakukan Observasi - -


kompres plester yang di pengompresan di
potong sesuai dahi menggunakan
keperluan yang plester kompres
dilepaskan perekat selama 15 menit
pada lapisan
transparan lalu di
tempelkan di dahi
selama selama 15
menit.
Variabel Terikat (Dependen Variable)

2. Suhu tubuh Nilai suhu tubuh Nilai suhu tubuh0C Thermomete Interval -
yang menyatakan r digital
panas dinginnya
tubuh pada anak
sebelum dan
sesudah
diberikan
tindakan
kompres bawang
merah dan
plester kompres.

3.2. Populasi dan Sampel


3.3.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono,2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh jurnal
nasional maupun internasional menggunakan desain quasi
eksperiment dan random control trial tentang terapi kompres untuk
membantu proses penurunan demam pada anak.
Tabel 3.2
Populasi dari Jurnal
No Judul Jurnal Populasi Jumlah
Populasi
1 Comparative Effectiveness of 150
The study subjects were children in
Compress shallot and Antipyretic children
the age group of 6 months –
Drug Versus Only Antipyretic
Drug in the Management of Fever 12 years, who presented with fever
Among Children (axillary temperature 101ºF) a
tertiary care hospital in South India.
2 The Influence of Population was toddler-aged 41 people
Compress Plaster on children who had a fever and were
Children Body treated at Hospital
Temperature which Fever
52

3 Efektifitas bawang merah dalam Seluruh anak usia 1-5 tahun yang 56 orang
penurunan suhu tubuh pada anak mengalami demam di Posyandu
febris usia 1 – 5 tahun di Boegenvile 1 Dusun Tertek Desa
Posyandu Boegenvile 1 Dusun Tertek Kecamatan Pare
Tertek Desa Tertek Kecamatan
Pare
4 Perbandingan Efektifitas Kompres Semua bayi usia 0-1 tahun yang 134 bayi
Hangat dan Plester Kompres dalam mengalami demam
Menurunkan Suhu
Tubuh pada Bayi Usia 0-1 Tahun
yang Mengalami Demam
5 Perbedaan Efektifitas Pemberian Anak Usia 0-1 Tahun Yang 36 Orang
Kompres Hangat Dan Kompres Mengalami Demam Pasca Imunisasi
Bawang Merah Terhadap Dpt Di Desa Semboro
Penurunan Suhu Tubuh Anak
Usia 0-1 Tahun Yang Mengalami
Demam Pasca Imunisasi Dpt Di
Desa Semboro
6 Perbedaan Efektivitas Antara Seluruh Anak Batita Yang 67 Orang
Pemberian Tepid Sponge Bath Mengalami Demam Di Ruang Anak
Dan Kompres Plester Terhadap RSUD
Perubahan Suhu Tubuh Anak Dr. R. Soedjono Selong Lombok
Batita Yang Mengalami Demam Timur
Di Ruang Anak RSUD
Dr. R. Soedjono Selong Lombok
Timur
7 Efektivitas Kompres Air Suhu Semua Anak Demam Usia Pra- 48 Orang
Hangat Dengan Kompres Plester Sekolah Di Ruang Anak RS
Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Bethesda
Anak Demam Usia Pra-Sekolah Gmim Tomohon
Di Ruang Anak RS Bethesda
Gmim Tomohon
8 Perbedaan Kompres Hangat Dan Semua anak yang mengalami demam 34 orang
Kompres Bawang Merah di wilayah kerja Puskesmas
Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Kembaran I Purwokerto
Anak Dengan Demam periode bulan Desember 2013-
Januari
2014

3.3.2. Sampel dan Tehnik Pengambilan Sampel


Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
olehpopulasi tersebut (Sugiyono, 2011). Sampel yang diambil adalah
responden yang memberikan gambaran karakteristik dari populasi.
53

Tabel 3.2
Sampel dan Tehnik Pengambilan Sampel dari Jurnal
No Judul Jurnal Jumlah Sampel Tehnik Pengambilan
Sampel
1 Comparative Effectiveness of Compress 150 anak Accidental sampling
shallot and Antipyretic Drug Versus Only
Antipyretic Drug in the Management of
Fever Among Children
2 The Influence of Compress 41 orang Accidental sampling
Plaster on Children Body
Temperature which Fever
3 Efektifitas bawang merah dalam 56 orang Accidental sampling
penurunan suhu tubuh pada anak febris
usia 1 – 5 tahun di Posyandu Boegenvile
1 Dusun Tertek Desa Tertek Kecamatan
Pare
4 Perbandingan Efektifitas Kompres Hangat 30 orang Accidental sampling
dan Plester Kompres dalam Menurunkan
Suhu
Tubuh pada Bayi Usia 0-1 Tahun yang
Mengalami Demam
5 Perbedaan Efektifitas Pemberian 28 orang Quota Sampling
Kompres Hangat Dan Kompres Bawang
Merah Terhadap Penurunan Suhu Tubuh
Anak Usia 0-1 Tahun Yang Mengalami
Demam Pasca Imunisasi Dpt Di Desa
Semboro
6 Perbedaan Efektivitas Antara Pemberian 22 orang Accidental sampling
Tepid Sponge Bath Dan Kompres Plester
Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Anak
Batita Yang Mengalami Demam Di
Ruang Anak RSUD
Dr. R. Soedjono Selong Lombok Timur
7 Efektivitas Kompres Air Suhu Hangat 34 orang Accidental sampling
Dengan Kompres Plester Terhadap
Penurunan Suhu Tubuh Anak Demam
Usia Pra-Sekolah Di Ruang Anak RS
Bethesda Gmim Tomohon
8 Perbedaan Kompres Hangat Dan 34 orang Purposive Sampling
Kompres Bawang Merah
Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak
Dengan Demam
54

3.4. Tempat Dan Waktu Penelitian


3.4.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pulang Pisau Provinsi
Kalimantan Tengah.

3.4.2 Waktu Penelitian


Penelitian ini dimulai dari awal perencanaan pembuatan proposal
yaitu pada bulan Mei 20l9 sampai dengan bulan Juli 2020.

3.5. Teknik Pengumpul Data


Pencarian literatur baik internasional maupun nasional yang dilakukan
dengan menggunakan database EBSCO, ScienceDirect, dan Proquest.
Berdasarkan hasil penelusuran di Google Schoolar, Pub Med, Ebsco dan
Proquest dengan menggunakan kata kunci yang dipilih yakni : kompres
bawang merah, kompres plester, dan suhu tubuh anak. Artikel atau jurnal
yang sesuai dengan kriteria untuk selanjutnya dianalisis. Literature Review
ini menggunakan literatur terbitan tahun 2010-2019 yang dapat diakses
fulltext dalam format pdf dan scholarly (peer reviewed journals). Kriteria
jurnal yang direview adalah artikel jurnal penelitian berbahasa Indonesia
dan Inggris dengan subyek manusia, jenis jurnal artikel penelitian bukan
literature review dengan tema terapi non farmakologi untuk menurunkan
demam pada anak., peneliti menemukan 136 jurnal yang sesuai dengan kata
kunci tersebut. Sebanyak 53 jurnal dari jurnal yang ditemukan sesuai kata
kunci pencarian tersebut kemudian dilakukan skrining, 20 jurnal dieksklusi
karena tidak tersedia artikel full text. Asesment kelayakan terhadap 33 jurnal
full text dilakukan, jurnal yang duplikasi dan tidak sesuai kriteria dilakukan
eksklusi sebanyak 8 , sehingga didapatkan 25 jurnal full text yang dilakukan
review.
55

3.6 Tekhnik Analisa Data


Literature Review ini di sintesis menggunakan metode naratif dengan
mengelompokkan data-data hasil ekstraksi yang sejenis sesuai dengan hasil
yang diukur untuk menjawab tujuan.
Jurnal penelitian yang sesuai dengan kriteria kemudian dikumpulkan dan
dibuat ringkasan jurnal meliputi nama peneliti, tahun terbit jurnal, negara
penelitian, judul penelitian, metode dan ringkasan hasil atau temuan.
Ringkasan jurnal penelitian tersebut dimasukan ke dalam tabel diurutkan
sesuai alphabet dan tahun terbit jurnal dan sesuai dengan format tersebut di
atas.
Untuk lebih memperjelas analisis abstrak dan full text jurnal dibaca dan
dicermati. Ringkasan jurnal tersebut kemudian dilakukan analisis terhadap
isi yang terdapat dalam tujuan penelitian dan hasil/temuan penelitian.
Analisis yang digunakan menggunakan analisis isi jurnal, kemudian
dilakukan koding terhadap isi jurnal yang direview menggunakan kategori
terapi non farmakologi untuk menurunkan demam pada anak. Data yang
sudah terkumpul kemudian dicari persamaan dan perbedaannya lalu dibahas
untuk menarik kesimpulan.

3.7 Etika Penelitian


Masalah etika penelitian adalah masalah yang penting dalam penelitian.
Penelitian yang mengikutsertakan manusia sebagai subyek harus
memperhatikan etik dalam kaitan menaruh hormat atas martabat manusia
(KNEPK).

Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengisi protokoler


etik dan menjawab beberapa pertanyaan terkait aspek legal etik dalam
pelaksanaan penelitian. Peneliti mengajukan permohonan secara tertulis
kepada komisi etik Universitas Muhammadiyah Banjarmasin dan dinyatakan
lulus etik dengan nomor. 045/UMB/KE/III/2020. Pada saat melakukan
penelitian, peneliti memperhatikan etik penelitian kesehatanyaitu :
56

3.8.1 Respect of Person


Peneliti mempertimbangkan adanya bahaya atau kerentanan yang mungkin
dapat membahayakan subyek dalam penelitian. Jika subyek sangat rentan
atau bahaya, maka subyek dapat dikeluarkan dalam penelitian atau
mendapatkan perlindungan.Dalam penelitian ini, peneliti sangat menghargai
kebebasan responden. Responden mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi mengenai: (1) manfaat penelitian itu dapat menurunkan suhu tubuh
anak yang mengalami demam (2) resiko atau ketidaknyamanan yang mungkin
akan dialami responden. Setelah mendapatkan informasi, responden
mempunyai hak dan kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan
untuk berpartisipasi dalam penelitian ini (autonomy): berupa informed
consent (lembar persetujuan responden).Informed consent tersebut diberikan
sebelum penelitian dilakukan. Tujuannya adalah agar responden mengetahui
maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang diteliti selama pengumpulan
data. Jika responden setuju untuk diteliti maka diminta untuk menandatangani
lembar persetujuan, jika subjek tidak bersedia untuk dimasukkan dalam
kelompok yang akan diteliti maka peneliti akan menghormati haknya.
Responden mempunyai hak untuk mengundurkan diri kapan saja. Dan
peneliti menjamin anonimity responden dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar atau alat ukur dan hanya
menulis kode pada lembar pengumpulan data. Peneliti juga menjamin
kerahasiaan hasil penelitian baik informasi ataupun masalah lainya. Semua
informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti
(confidentiality).

3.6.4 Justice
Penelitian ini dilakukan secara hati-hati, jujur, profesional,
berperkemanusiaan dan ketepatan sesuai dengan prosedur yang telah
ditentukan. Penelitian ini juga memperhatikan kesamaan hak subyek. Setiap
subyek memiliki perlakuan yang sama baik, sebelum, selama, maupun
sesudah berpartisipasi dalam penelitian ini tanpa melihat gender ataupun
latarbelakang sosial subyek.
57

3.6.5 Beneficence dan Nonmaleficence


Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian yang
telah ditentukan sesuai dengan teori yang sahih guna mendapatkan hasil yang
bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek penelitian berupa menurunkan
suhu tubuh anak yang mengalami demam yang tentunya dapat
dijeneralisasikan di tingkat populasi yaitu dengan menggunakan tumbukan
bawang 2-3 siung merah dan menggunakan plester kompres (beneficence).
Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek dengan cara
menentukan kriteria inklusi dan eksklusi agar penelitian dapat dilakukan
dengan baik dan dampak yang merugikan dapat diminimalkan (non-
maleficence). Apabila intervensi penelitian (terapi kompres bawang merah
dan terapi plester kompres) berpotensi mengakibatkan bertambahnya suhu
tubuh anak dan gangguan lain maka subyek dikeluarkan dari penelitian untuk
mencegah terjadinya anak menangis dan memperparah kondisi anak, peneliti
juga akan memberikan obat antipiretik sesuai terapi medis di Puskesmas.
58

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Hasil Penelusuran Jurnal


Berdasarkan hasil review dari 8 literatur yang memenuhi kriteria maka
didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.1
Ringkasan dari literatur tentang Perbedaan Terapi Kompres Bawang
Merah Dan Terapi Plester Kompres Pada Anak
No Judul Jurnal Jumlah Tahun Metode Hasil Penelitian
Sampel Penelitian penelitian

1 Comparative 150 anak 2010 Randomized The reduction of body temperature in the
Effectiveness of controlled trial compress shallot and antipyretic drug
Compress shallot and group was significantly faster than only
Antipyretic Drug Versus antipyretic group; however, by the end
Only Antipyretic Drug of 2 hours both groups had reached the
in the Management of same degree of temperature. The
Fever Among Children children in compress shallot and
antipyretic drug had significantly higher
discomfort than only antipyretic group,
but the discomfort was mostly mild.
2 The 41 orang 2019 Quasi The result was a significant difference in
Influence of Experimental the average body temperature before
Compress with pre-test and after the compress (p-value=0.000)
Plaster on and posttest and compress plaster (p-value=0.000) in
Children design both the first and second measurements.
Body Comparison of temperature reduction
Temperature which before and after the compress and
Fever compress plaster results were significant
at first measurement (p-value=0.002)
but not significant in the second
measurement (p-value=0.0388). It is
expected that nurses on duty in the
children’s room can increase the
participation of families in handling
health in children, especially children
with fever.
3 Efektifitas bawang 56 orang 2012 "Pre- Dari hasil penelitian menunjukkan
merah dalam penurunan experimental", bahwa suhu tubuh sebelum pemberian
suhu tubuh pada anak One-Group- suhu tubuh sebelum bawang
febris usia 1 – 5 tahun Post-Pre- diperlakukan pada 37,9˚C setelah
di Posyandu Boegenvile Design Test perlakuan 37,5˚C, dan rata-rata hasil
1 Dusun Tertek Desa penyelesaian sebesar 0,4. Suhu tubuh
Tertek Kecamatan Pare rata-rata dan mode perawatan adalah
38˚C dan suhu tubuh setelah perawatan
adalah 37,6ºC
4 Perbandingan 30 orang 2015 non equivalent Hasil penelitian menunjukkan ada
Efektifitas Kompres contrl group perbedaan yang signifikan suhu tubuh
Hangat dan Plester design bayi sebelum dan
59

Kompres dalam sesudah diberikan kompres hangat di


Menurunkan Suhu Puskesmas Bergas Kab. Semarang
Tubuh pada Bayi Usia dengan p-value 0,000 < α
0-1 Tahun yang (0,05), ada perbedaan yang signifikan
Mengalami Demam suhu tubuh bayi sebelum dan sesudah
diberikan plester
kompres di Puskesmas Bergas Kab.
Semarang dengan p-value 0,000 < α
(0,05), ada perbedaan yang
signifikan efektivitas kompres hangat
dan plester kompres dalam menurunkan
suhu tubuh bayi yang
mengalami demam di Puskesmas Bergas
Kab. Semarang p-value 0,007 < α (0,05),
dimana kompres
hangat lebih efektif menurunkan suhu
tubuh bayi usia 0-1 tahun yang
mengalami demam
dibandingkan dengan plester kompres.
5 Perbedaan Efektifitas 28 orang 2015 Quasi
Pemberian Kompres Experimental Hasil uji t test menunjukkan bahwa pada
Hangat Dan Kompres dengan Two kelompok kompres hangat rerata selisih
Bawang Merah group pretest penurunan suhu tubuh sebesar 3ºC dan p-
Terhadap Penurunan posttest value 0.000 (<0,05) sedangkan pada
Suhu Tubuh Anak Usia menggunakan kelompok kompres bawang merah rerata
0-1 Tahun Yang pendekatan selisih penurunan suhu tubuh sebesar
Mengalami Demam Cross-Sectional 4,57ºC dan p-value 0.000 (<0,05). Hasil
Pasca Imunisasi Dpt Di independent t-test menunjukkan p-value
Desa Semboro 0.232 (>0,05). Kesimpulan dalam
penelitian ini adalah tidak ada perbedaan
yang signifikan antara komprs hangat
dan kompres bawang merah terhadap
penurunan suhu tubuh anak yang
mengalami demam, namun pemberian
kompres bawang merah lebih cepat
mencapai suhu tubuh normal dibanding
dengan pemberian kompres hangat.
6 Perbedaan Efektivitas 22 orang 2018 quasi Hasil uji statistik didapatkan hasil bahwa
Antara Pemberian experimental ada perbedaan efektivitas antara
Tepid Sponge Bath Dan design dengan pemberian tepid sponge bath dan
Kompres Plester rancangan kompres plester terhadap perubahan suhu
Terhadap Perubahan penelitian two tubuh anak batita yang mengalami
Suhu Tubuh Anak group prestest- demam di ruang anak RSUD dr. R.
Batita Yang Mengalami posttest Soedjono Selong dengan nilai p value<α
Demam Di Ruang Anak (0,000<0,05)
RSUD
Dr. R. Soedjono Selong
Lombok Timur
7 Efektivitas Kompres 34 orang 2017 Quasi uji Pooled
Air Suhu Hangat Eksperimen t-test dengan tingkat kemaknaan 95% (α
Dengan Equivalent = ,005), diperoleh nilai p-value sebesar
Kompres Plester dengan 0.001.
Terhadap Penurunan pendekatan Nilai p – value 0.001 < ,005. Hal ini
Suhu pretest postest menunjukan bahwa terdapat perbedaan
Tubuh Anak Demam two control penurunan suhu antara pemberian
Usia Pra-Sekolah group kompres air suhu hangat dengan kompres
Di Ruang Anak RS plester
60

Bethesda terhadap penurunan suhu tubuh anak


Gmim Tomohon demam usia pra-sekolah di ruang Paulus
RS
Bethesda GMIM Tomohon
8 Perbedaan Kompres 34 orang 2015 Quasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Hangat Dan Kompres Experiment pada kelompok kompres hangat rerata
Bawang Merah dengan penurunan suhu sebesar 0,976oC (S.D ±
Terhadap Penurunan pendekatan 0,3270) sedangkan pada kelompok
Suhu Tubuh Anak Pretest-Postest kompres bawang
Dengan Demam merah rerata penurunan suhu sebesar
1,106oC (S.D ± 0,3699). Perbedaan
rerata penurunan
suhu antara kedua kelompok sebesar
0,1294oC (95% CI -0,3733 – 0,1145).
Hasil Uji t tidak
berpasangan diperoleh nilai signifikansi
0,288 (ρ > 0,05). Kesimpulannya tidak
terdapat
perbedaan rerata selisih suhu yang
bermakna antara kelompok kompres
hangat dengan
kelompok kompres bawang merah,
namun pemberian kompres bawang
merah lebih cepat
mencapai suhu normal dibanding dengan
pemberian kompres hangat.

B. Pembahasan
Penelitian Thomas S (2010) yang berjudul “Comparative Effectiveness of
Compress shallot and Antipyretic Drug Versus Only Antipyretic Drug in the
Management of Fever Among Children” dengan jumlah sampel 150 anak
dengan metode penelitian Randomized controlled trial. Didapatkan hasil
bahwa “The reduction of body temperature in the compress shallot and
antipyretic drug group was significantly faster than only antipyretic group;
however, by the end of 2 hours both groups had reached the same degree of
temperature. The children in compress shallot and antipyretic drug had
significantly higher discomfort than only antipyretic group, but the
discomfort was mostly mild.”. Penelitian tersebut bertujuan untuk
membandingkan efektivitas kompres bawang merah dan obat antipiretik
versus hanya obat antipiretik di antara anak-anak yang demam. Terdapat
perbedaan pada variable bebas variable bebas peneliti yaitu kompres bawang
merah dan terapi plester, sedangkan variable bebas penelitian Thomas S
(2010) yaitu kompres bawang merah kombinasi obat antipiretik dan hanya
61

obat antipiretik . untuk variable terikat sama yaitu suhu tubuh. Hipotesis
dalam penelitian ini adalah ”Ada Perbedaan Terapi Kompres Bawang Merah
Dan Terapi Plester Kompres Pada Anak Usia Prasekolah (3 – 5 Tahun) Yang
Mengalami Hipertermi. Untuk hipotesis antara kedua penelitian ini terdapat
hubungan karena semua metode dengan kompres bawang merah, terapi
plester, kompres bawang merah kombinasi obat antipiretik dan hanya obat
antipiretik semua efektif menurunkan suhu tubuh, namun untuk kompres
bawang merah kombinasi obat antipiretik lebih efektif dibandingkan hanya
obat antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh hal ini dibuktikan dari hasil
penelitian Thomas S (2010) .

Penelitian Lya (2019) yang berjudul “The Influence of Compress Plaster on


Children Body Temperature which Fever” dengan jumlah sampel 41 orang
dengan metode penelitian quasi-experimental study. Didapatkan hasil bahwa
“The result was a significant difference in the average body temperature
before and after the compress (p-value=0.000) and compress plaster (p-
value=0.000) in both the first and second measurements. Comparison of
temperature reduction before and after the compress and compress plaster
results were significant at first measurement (p-value=0.002) but not
significant in the second measurement (p-value=0.0388). It is expected that
nurses on duty in the children’s room can increase the participation of
families in handling health in children, especially children with fever.”.
Terdapat perbedaan pada variable bebas, variable bebas peneliti yaitu
kompres bawang merah dan terapi plester, sedangkan variable bebas
penelitian Lya (2019) yaitu kompres plester . untuk variable terikat sama
yaitu suhu tubuh. Untuk hipotesis antara kedua penelitian ini terdapat
hubungan karena semua metode terapi non farmakologi dengan kompres
bawang merah, terapi plester, semua efektif menurunkan suhu tubuh, untuk
kompres plester terbukti efektif menurunkan suhu tubuh hal ini dibuktikan
dari hasil penelitian Lya (2019).
62

Penelitian Suryono (2012) yang berjudul “Efektifitas bawang merah dalam


penurunan suhu tubuh pada anak febris usia 1 – 5 tahun di Posyandu
Boegenvile 1 Dusun Tertek Desa Tertek Kecamatan Pare” dengan jumlah
sampel 56 orang dengan metode penelitian quasi-experimental study.
Didapatkan hasil bahwa “Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu
tubuh sebelum pemberian suhu tubuh sebelum bawang diperlakukan pada
37,9˚C setelah perlakuan 37,5˚C, dan rata-rata hasil penyelesaian sebesar 0,4.
Suhu tubuh rata-rata dan mode perawatan adalah 38˚C dan suhu tubuh setelah
perawatan adalah 37,6ºC”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui efektifitas bawang merah dalam penurunan suhu tubuh pada anak
febris usia 1 – 5 tahun di Posyandu Boegenvile 1 Dusun Tertek Desa Tertek
Kecamatan Pare. Terdapat perbedaan pada variable bebas variable bebas
peneliti yaitu kompres bawang merah dan terapi plester, sedangkan variable
bebas penelitian Suryono (2012) yaitu kompres kompres bawang merah.
untuk variable terikat sama yaitu suhu tubuh. Untuk hipotesis antara kedua
penelitian ini terdapat hubungan karena semua metode terapi non farmakologi
dengan kompres bawang merah maupun terapi plester semua efektif
menurunkan suhu tubuh, namun untuk kompres bawang merah terbukti
efektif menurunkan suhu tubuh hal ini dibuktikan dari hasil penelitian
Suryono (2012).

Penelitian Sri Ramadani (2015) yang berjudul “Perbandingan Efektifitas


Kompres Hangat dan Plester Kompres dalam Menurunkan Suhu Tubuh pada
Bayi Usia 0-1 Tahun yang Mengalami Demam” dengan jumlah sampel 30
orang dengan metode penelitian non equivalent contrl group design.
Didapatkan hasil bahwa “Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang
signifikan suhu tubuh bayi sebelum dan sesudah diberikan kompres hangat di
Puskesmas Bergas Kab. Semarang dengan p-value 0,000 < α (0,05), ada
perbedaan yang signifikan suhu tubuh bayi sebelum dan sesudah diberikan
plester kompres di Puskesmas Bergas Kab. Semarang dengan p-value 0,000 <
α (0,05), ada perbedaan yang signifikan efektivitas kompres hangat dan
plester kompres dalam menurunkan suhu tubuh bayi yang mengalami demam
63

di Puskesmas Bergas Kab. Semarang p-value 0,007 < α (0,05), dimana


kompres hangat lebih efektif menurunkan suhu tubuh bayi usia 0-1 tahun
yang mengalami demam dibandingkan dengan plester kompres.”. Tujuan
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan efektivitas
kompres hangat dan plester kompres dalam menurunkan suhu tubuh pada
bayi usia 0-1 tahun yang mengalami demam. Terdapat perbedaan pada salah
satu variable bebas variable bebas peneliti yaitu kompres bawang merah dan
terapi plester, sedangkan variable bebas penelitian Sri Ramadani (2015) yaitu
kompres hangat dan plester kompres. untuk variable terikat sama yaitu suhu
tubuh. Untuk hipotesis antara kedua penelitian ini terdapat hubungan karena
semua metode terapi non farmakologi dengan kompres bawang merah,
kompres hangat dan plester kompres semua efektif menurunkan suhu tubuh,
namun untuk kompres air hangat lebih efektif dibandingkan dengan plester
kompres untuk menurunkan suhu tubuh hal ini dibuktikan dari hasil
penelitian Sri Ramadani (2015).

Penelitian Harianah (2015) yang berjudul “Perbedaan Efektifitas Pemberian


Kompres Hangat Dan Kompres Bawang Merah Terhadap Penurunan Suhu
Tubuh Anak Usia 0-1 Tahun Yang Mengalami Demam Pasca Imunisasi Dpt
Di Desa Semboro” dengan jumlah sampel 28 orang dengan metode penelitian
quasi-experimental. Didapatkan hasil bahwa “Hasil uji t test menunjukkan
bahwa pada kelompok kompres hangat rerata selisih penurunan suhu tubuh
sebesar 3ºC dan p-value 0.000 (<0,05) sedangkan pada kelompok kompres
bawang merah rerata selisih penurunan suhu tubuh sebesar 4,57ºC dan p-
value 0.000 (<0,05). Hasil independent t-test menunjukkan p-value 0.232
(>0,05). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kompres hangat dan kompres bawang merah terhadap
penurunan suhu tubuh anak yang mengalami demam, namun pemberian
kompres bawang merah lebih cepat mencapai suhu tubuh normal dibanding
dengan pemberian kompres hangat”. Tujuan penelitian ini adalah untuk
membuktikan perbedaan efektifitas suhu tubuh anak demam antara kompres
hangat dan kompres bawang merah. Terdapat perbedaan pada salah satu
64

variable bebas variable bebas peneliti yaitu kompres bawang merah dan terapi
plester, sedangkan variable bebas penelitian Harianah (2015) yaitu kompres
hangat dan kompres bawang merah. untuk variable terikat sama yaitu suhu
tubuh. Untuk hipotesis antara kedua penelitian ini terdapat hubungan namun
terdapat hasil berbeda pada penelitian Harianah (2015) bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kompres hangat dan kompres bawang
merah terhadap penurunan suhu tubuh anak yang mengalami demam. Semua
metode terapi non farmakologi dengan kompres bawang merah, kompres
hangat dan plester kompres semua efektif menurunkan suhu tubuh, Harianah
(2015) menyebutkan dalam hasil penelitiannya bahwa pemberian kompres
bawang merah lebih cepat mencapai suhu tubuh normal dibanding dengan
pemberian kompres hangat.

Penelitian Ageng Abdi Putra (2018) yang berjudul “Perbedaan Efektivitas


Antara Pemberian Tepid Sponge Bath Dan Kompres Plester Terhadap
Perubahan Suhu Tubuh Anak Batita Yang Mengalami Demam Di Ruang
Anak RSUD Dr. R. Soedjono Selong Lombok Timur” dengan jumlah sampel
22 orang dengan metode penelitian quasi-experimental. Didapatkan hasil
bahwa “Hasil uji statistik didapatkan hasil bahwa ada perbedaan efektivitas
antara pemberian tepid sponge bath dan kompres plester terhadap perubahan
suhu tubuh anak batita yang mengalami demam di ruang anak RSUD dr. R.
Soedjono Selong dengan nilai p value<α (0,000<0,05)”. Terdapat perbedaan
pada salah satu variable bebas variable bebas peneliti yaitu kompres bawang
merah dan terapi plester, sedangkan variable bebas penelitian Ageng Abdi
Putra (2018) yaitu pemberian Tepid Sponge Bath Dan Kompres Plester.
Untuk variable terikat sama yaitu suhu tubuh. Untuk hipotesis antara kedua
penelitian ini terdapat hubungan karena semua metode terapi non farmakologi
dengan kompres bawang merah, pemberian Tepid Sponge Bath dan plester
kompres semua efektif menurunkan suhu tubuh, namun untuk pemberian
Tepid Sponge Bath lebih efektif dibandingkan dengan plester kompres untuk
menurunkan suhu tubuh hal ini dibuktikan dari hasil penelitian Ageng Abdi
Putra (2018) bahwa pemberian Tepid Sponge Bath mampu menurunkan rata-
65

rata 0,9˚C suhu tubuh sedangkan plester kompres rata-rata hanya mampu
menurunkan 0,5˚C suhu tubuh.

Penelitian Mariana S.Wowor (2017) yang berjudul “Efektivitas Kompres Air


Suhu Hangat Dengan Kompres Plester Terhadap Penurunan Suhu Tubuh
Anak Demam Usia Pra-Sekolah Di Ruang Anak RS BethesdaGmim
Tomohon”, dengan jumlah sampel 34 orang dengan metode penelitian quasi-
experimental. Didapatkan hasil bahwa “uji Pooled t-test dengan tingkat
kemaknaan 95% (α = ,005), diperoleh nilai p-value sebesar 0.001. Nilai p –
value 0.001 < ,005. Hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan penurunan
suhu antara pemberian kompres air suhu hangat dengan kompres plester
terhadap penurunan suhu tubuh anak demam usia pra-sekolah di ruang Paulus
RS Bethesda GMIM Tomohon”. Terdapat perbedaan pada salah satu variable
bebas variable bebas peneliti yaitu kompres bawang merah dan terapi plester,
sedangkan variable bebas penelitian Mariana S.Wowor (2017) yaitu Kompres
Air Suhu Hangat Dan Kompres Plester. Untuk variable terikat sama yaitu
suhu tubuh. Untuk hipotesis antara kedua penelitian ini terdapat hubungan
karena semua metode terapi non farmakologi dengan kompres bawang merah,
kompres air hangat dan plester kompres semua efektif menurunkan suhu
tubuh, namun untuk kompres air hangat lebih efektif dibandingkan dengan
plester kompres untuk menurunkan suhu tubuh hal ini dibuktikan dari hasil
penelitian Mariana S.Wowor (2017) bahwa pemberian kompres air hangat
rata-rata mampu menurunkan 0,95˚C suhu tubuh sedangkan plester kompres
rata-rata hanya mampu menurunkan 0,45˚C suhu tubuh.

Penelitian Etika Dewi Cahyaningrum (2015) yang berjudul “Perbedaan


Kompres Hangat Dan Kompres Bawang Merah Terhadap Penurunan Suhu
Tubuh Anak Dengan Demam” dengan jumlah sampel 34 orang dengan
metode penelitian Quasi Experiment dengan pendekatan Pretest-Postest.
Didapatkan hasil bahwa “Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
kelompok kompres hangat rerata penurunan suhu sebesar 0,976oC (S.D ±
0,3270) sedangkan pada kelompok kompres bawang merah rerata penurunan
66

suhu sebesar 1,106oC (S.D ± 0,3699). Perbedaan rerata penurunan suhu


antara kedua kelompok sebesar 0,1294oC (95% CI -0,3733 – 0,1145). Hasil
Uji t tidak berpasangan diperoleh nilai signifikansi 0,288 (ρ > 0,05).
Kesimpulannya tidak terdapat perbedaan rerata selisih suhu yang bermakna
antara kelompok kompres hangat dengan kelompok kompres bawang merah,
namun pemberian kompres bawang merah lebih cepat mencapai suhu normal
dibanding dengan pemberian kompres hangat”. Tujuan penelitian ini adalah
untuk membuktikan perbedaan penurunan suhu tubuh anak yang mengalami
demam antara kompres hangat dan kompres bawang merah. Terdapat
perbedaan pada salah satu variable bebas variable bebas peneliti yaitu
kompres bawang merah dan terapi plester, sedangkan variable bebas
penelitian Etika Dewi Cahyaningrum (2015) yaitu kompres hangat dan
kompres bawang merah. untuk variable terikat sama yaitu suhu tubuh. Untuk
hipotesis antara kedua penelitian ini terdapat hubungan namun terdapat hasil
berbeda pada penelitian Etika Dewi Cahyaningrum (2015) bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kompres hangat dan kompres bawang
merah terhadap penurunan suhu tubuh anak yang mengalami demam. Semua
metode terapi non farmakologi dengan kompres bawang merah, kompres
hangat dan plester kompres semua efektif menurunkan suhu tubuh, Etika
Dewi Cahyaningrum (2015) menyebutkan dalam hasil penelitiannya bahwa
pemberian kompres bawang merah lebih cepat mencapai suhu tubuh normal
dibanding dengan pemberian kompres hangat. Hasil yang menyatakan bahwa
tidak ada perbedaan penurunan suhu antara kedua intervensi tersebut
kemungkinan disebabkan karena pada prinsip penanganannya sama, yaitu
sama-sama memberikan sinyal ke hipotalamus yang menyebabkan terjadinya
vasodilatasi sehingga pembuangan panas melalui kulit meningkat. Hasil
tersebut juga dapat disebabkan karena peneliti menggunakan takaran bawang
merah dalam jumlah minimal yaitu 5 gram. Faktor diagnosis/ jenis penyakit
juga dapat mempengaruhi hasil penelitian ini. Terdapat penyakit dengan
demam yang suhunya dapat segera turun dengan pemberian kompres namun
ada juga penyakit dengan demam yang suhunya tidak segera turun dengan
pemberian kompres.
67

Dari 8 jurnal yang telah di review dapat disimpulkan bahwa semua jurnal
tersebut memiliki kesamaan pada variable bebas yaitu suhu tubuh sedangkan
pada variable terikat sebagian terdapat persamaan namun ada juga yang
berbeda. Kompres bawang merah dan plester kompres semua efektif
menurunkan suhu tubuh. Metode terbaik dalam manajemen demam kemudian
penting untuk mengoptimalkan hasil dalam menurunkan demam. Namun
metode keperawatan terbaik untuk manajemen demam sebagian besar
diabaikan dalam literatur klinis dan penelitian, yang dapat mempersulit
pencapaian praktik terbaik. Peneliti mengamati pada jurnal-jurnal yang telah
di review bahwa pemberian kompres cuka menghasilkan penurunan suhu
yang cepat dibandingkan dengan metode yang lain. Namun belum ada
penelitian lain yang mendukung atau membandingkan antara semua metode
non farmakologi untuk menurunkan demam.

Anda mungkin juga menyukai