PENDAHULUAN
1
2
tahun 2016 ibu yang melahirkan secara SC sebanyak 980 orang, tahun 2017
sebanyak 584 orang dan tahun 2018 sebanyak 1030 orang. Namun hanya
sekitar 0,7% atau sekitar 10 orang telah dilakukan bladder training pasca
seksio sesarea dalam setiap tahunnya.
Komplikasi yang dapat terjadi saat tindakan SC dengan frekuensi lebih dari
11% (kira-kira 80% komplikasi minor dan 20% komplikasi mayor).
Komplikasi mayor meliputi trauma kandung kemih, laserasi pada kedua
arteri laterina, trauma usus, dan trauma pada bayi dengan sekuele (Benson
& Pernoll, 2009).
Masalah yang biasa terjadi adalah resiko infeksi, trauma uretra, dan
menurunnya rangsangan berkemih (Smeltzer & Bare, 2013). Menurunnya
rangsangan berkemih dalam waktu lama dapat mengakibatkan kandung
kemih tidak meregang dan berkontraksi secara teratur dan kehilangan
tonusnya (Smeltzer & Bare, 2013). Apabila hal ini terjadi dan kateter
dilepas, maka otot detrusor mungkin tidak dapat berkontraksi dan pasien
tidak dapat mengontrol pengeluaran urinnya (Smelzter & Bare, 2013).
Pada perawatan maternitas, bladder training dilakukan pada ibu yang telah
mengalami gangguan berkemih seperti inkontinensia urin atau retensio urin.
Padahal sesungguhnya bladder training dapat mulai dilakukan sebelum
masalah berkemih terjadi pada ibu postpartum, sehingga dapat mencegah
intervensi invasif seperti pemasangan kateter yang justru akan
meningkatkan kejadian infeksi kandung kemih (Ermiati, et al., 2008).
Bladder training merupakan latihan kandung kemih yang bertujuan
mengembangkan tonus otot dan spingter kandung kemih agar fungsi
4
Pada ibu post SC sangat dianjurkan untuk melakukan mobilisasi dini dan
bladder training untuk membantu mempercepat pemulihan kandung kemih
dan pembedahan. Mobilisasi dini merupakan suatu kebutuhan dasar manusia
yang diperlakukan oleh individu untuk melakukan aktivitas sehari – hari
yang berupa gerakan miring kanan – kiri turun dari tempat tidur, mencoba
duduk, dan berlatih berjalan sendiri, yang dilakukan setelah 8 jam setelah
melahirkan operasi sesar. (Perry & Potter, 2006dalam Rizki, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Hasibun (2010) yang berjudul Bladder
training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan
menyatakan bahwa penelitian dilakukan pada 32 responden dimana hasil
penelitiannya terdapat peningkatan volume urin setelah dilakukan bladder
training. Selain meningkatkan volume urin bladder training juga
memangkas waktu pengeluaran urin dimana dengan melakukan latihan
bladder training waktu pengeluaran urin akan lebih cepat dan lancar.
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Dr. H.
Soemarno Sostroatmodjo Kuala Kapuas pada tanggal 26 Oktober 2019
peneliti mendapatkan informasi dari sepuluh orang ibu yang bersalin dengan
5
10
11
2.1.3 Komplikasi
Menurut Oxorn dan Forte (2010), komplikasi yang serius pada
operasi Sectio Caesaria adalah :
2.1.3.1 Perdarahan.
Perdarahan pada sectio caesaria terjadi karena adanya atonia
uteri, pelebaran insisi uterus, kesulitan mengeluarkan
plasenta dan hematoma ligamentum latum.
2.1.3.2 Infeksi
Infeksi sectio caesaria bukan hanya terjadi daerah insisi
saja, tetapi dapat terjadi di daerah lain seperti traktus
12
2.6 Bladder Training Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea Yang
Terpasang Kateter
Operasi Sectio Caesarea bisa menyebabkan gangguan kebutuhan eliminasi
urine dimana pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai
dampak dari pemberian obat anestesi sehingga menyebabkan penurunan
jumlah produksi urine sehingga diperlukan untuk dilakukannya bladder
training. Bladder training bertujuan mengembalikan pola berkemih pasien
kembali normal. Detrusor kandung kemih tidak optimal mengosongkan
kandung kemih selama kateter urin terpasang. Pasca melahirkan kadar
steroid menurun sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi
ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan.
Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam
sesudah melahirkan. Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi
sehingga terjadi retensi urin. Kondisi psikologis ibu: ibu takut untuk
berkemih karena nyeri akibat adanya laserasi pada perineum. (Indah
Wulaningsih, 2017)
Pasien post operasi sectio caesarea dengan anestesi spinal akan mengalami
kematian sistem kerja impuls sementara dan jaringan di sekitarnya. Anestesi
spinal akan berangsur-angur berkurang dan membutuhkan waktu kurang
lebih 8 jam sehingga pasien dapat merasakan dan menggerakkan bagian
tubuh yang sebelumnya tidak bekerja seperti otot kandung kemih dan otot
sfingter. Selama proses berkemih otot-otot perinium dan sfingter uretra
30
eksterna relaksasi, otot detrusor berkontraksi dan urin akan mengalir melalui
uretra. Pasien perlu dilakukan bladder training untuk merangsang otot
destrusor kandung kemih saat terpasang kateter urin.
2.7 Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori diatas maka dapat disusun kerangka konsep
penelitian sebagai berikut :
2.8 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah tindakan Bledder Training efektif
mempengaruhi Jumlah Urine Pasca Kateterisasi Pada Pasien Post Operasi
Sectio Caesarea Di BLUD RSUD Dr. H. Soemarno Sostroatmodjo Kuala
Kapuas Tahun 2020.
BAB 3
METODE PENELITIAN
O1 X1 O2
Observasi Jumlah Urine Perlakuan bladder Observasi Jumlah Urine
training
Keterangan:
O1 : Observasi awal jumlah urine bladder training sebelum perlakuan
O2 : Observasi akhir jumlah urine bladder training setelah perlakuan
Xl : Perlakuan bladder training
31
32
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variable Penelitian
No Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Hasil Ukur
Operasional
Variabel Bebas (Independent Variable)
1 Bladder Latihan kandung SOP Wawancara - -
training kemih yang tersetruktur
bertujuan
mengembangkan
tonus otot dan
spingter kandung
kemih agar
fungsi optimal.
Variabel Terikat (Dependen Variable)
2. Jumlah Urine Jumlah Jumlah urin Jam - Hasil ukur di
keseluruhan per jam tulis dalam
urine yang keluar satuan
melalui kateter menit/jam.
dan tertampung
pada urine bag.
3.7.1.1 Editing
Melakukan pengecekan terhadap kelengkapan dan kejelasan
data penelitian sehingga data yang ada dipastikan lengkap
memudahkan proses pengolahan data. Semua hasil
pengukuran yang ada dilembar observasi (terlampir)
diperiksa kelengkapannya.
3.7.1.2 Coding,
a. Jenis minuman yang di konsumsi
1. Air putih kode 1
2. Teh kode 2
3. Kopi kode 3
4. Sirup kode 4
b. Usia
1. 17 tahun – 30 tahun kode 1
2. 30 tahun – 40 tahun kode 2
3. > 40 tahun kode 3
c. Paritas
1. 1 anak kode 1
2. 2 anak kode 2
3. 3 anak kode 3
4. 4 anak kode 4
5. ≥5 anak kode 5