Anda di halaman 1dari 20

7

MAKALAH

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

OLEH:

ANAK AGUNG ISTRI DYAH MAHESWARI (18071009)


NI LUH MADE RAHAYU WIDYA LESTARI (18071010)
IDA AYU GITA PRAYASCITTA UTAMI (18071011)

PROGRAM STUDI
TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL


DENPASAR
2020
7

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
dan rahmat-Nya sehingga dapat diselesaikannya makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun maksud penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah
Psikologi dan Komunikasi. Diselesaikannya makalah yang berjudul ”Sistem
Pertahanan Tubuh” ini tidaklah mudah, mengingat kemampuan penulis yang
masih terbatas dalam berbagai aspek. Meskipun pada akhirnya makalah ini dapat
diselesaikan, tentu hal itu tidak lepas dari berbagai pihak yang membantu penulis
dalam penulisan makalah ini, oleh karena itu disampaikan terimakasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuannya.

Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih belum sempurna,


oleh karena itu saran dan kritik yang konstruktif sangat diharapkan demi
perbaikan makalah selanjutnya. Akhirnya penulis bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, 08 Juli 2020

Penulis
7

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………..i
DAFTAR ISI…………………………………………..…………………..ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………1
1.2 Rumusa Masalah……………………………………………….1
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian imunologi.…………………………………….……3
2.2 Pengertian sistem pertahanan tubuh dan seluk beluknya....……7
2.3 Antigen dan antibodi……………………………………………8
2.4 Beberapa Kelainan Akibat Respon Imun……………………….8
2.5 Pemeriksaan imunologi………………………………………....8
2.6 Aplikasi praktis imunologi……………………………………..10

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan…………………………………………….……..12
3.2 Saran…………………………………………………………12
DAFTAR PUSTAKA
7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus, parasit,
radiasi matahari dan polusi. Hal ini menimbulkan gangguan dan penyakit
pada tubuh. Namun tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan
gangguan-gangguan tersebut dengan sistem yang dikenal dengan sistem
pertahanan tubuh.Sistem pertahanan tubuh merupakan sistem yang berfungsi
untuk mencegah terjadinya kerusakan tubuh atau timbulnya penyakit. Sistem
pertahananan tubuh sangat mendasar peranannya bagi kesehatan. Jika sistem
pertahanan melemah, kemapuannya melindungi tubuh akan berkurang
sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam
dan flu dapat berkembang dalam tubuh. Sistem pertahanan juga memberikan
pengawasan terhadap sel tumor.

Sistem imun adalah serangkaian molekul, sel dan organ yang bekerja sama
dalam mempertahankan tubuh dari serangan luar. Kesehatan tubuh bergantung
pada kemapuan sistem imun untuk mengenali dan menghancurkan serangan
dari luar tubuh.
Sistem kekebalan tubuh atau imun seseorang berbeda-beda, sesuai dengan
kondisi seseorang, proses mekanisme tubuh terhadap keadaan di sekitar
lingkungannnya berbeda-beda,karena pertahanan tubuh seseorang dalam
respon cuaca atau kondisi dimana si tubuh rentan terhadap virus atau penyakit
di sekitarnya, antibody dalam tubuh seseoerang sesuai dengan kondisi badan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yang dapat


dirumuskan yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan imunologi?
7

2. Apa saja dimaksud dengan sistem pertahanan tubuh dan seluk beluknya?
3. Apa yang dimaksud antigen dan antibodi?
4. Apa saja kelainan akibat respon imun?
5. Bagaimana pemeriksaan imunologi?
6. Apa saja aplikasi praktis imunologi?
1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penulisan yang dapat


dirumuskan yaitu:
1. Agar mengetahui yang dimaksud dengan imunologi
2. Agar mengetahui yang dimaksud dengan sistem pertahanan tubuh dan
seluk beluknya.
3. Agar mengetahui yang dimaksud antigen dan antibodi.
4. Agar mengetahui apa saja kelainan akibat respon imun.
5. Agar mengetahui bagaimana pemeriksaan imunologi.
6. Agar mengetahui apa saja aplikasi praktis imunologi.
7

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Imunologi
Imunologi adalah ilmu yang mencakup kajian mengenai semua aspek
sistem imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi memiliki berbagai
penerapan pada berbagai disiplin ilmu dan karenanya dipecah menjadi
beberapa subdisiplin seperti : malfungsi sistem imun pada gangguan
imunologi (penyakit autoimun, hipersensitivitas, defisiensi imun, penolakan
allograft); karakteristik fisik, kimiawi, dan fisiologis komponen-komponen
sistem imun. Imunologi juga di katakan sebagai suatu bidang ilmu yang luas
yang meliputi penelitian dasar dan penerapan klinis , membahas masalah
antigen, antibodi, dan fungsi – fungsi berperantara sel terutama yang
berhubungan dengan imunitas terhadap penyakit , reaksi biologik yang
bersifat hipersensitif, alergi dan penoloakan jaringan asing (Bratawidjaya,
2012)

2.2 Sistem Imun


Sistem Imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk
mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang
dapat di timbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Imunitas atau
kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh
terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh
patogen serta sel tumor. Imunitas atau sistem imun tubuh manusia terdiri dari
imunitas alami atau system imun non spesifik dan imunitas adaptif atau sistem
imun spesifik (Bratawidjaya, 2012)
Sistem imun non-spesifik telah berfungsi sejak lahir, merupakan tentara
terdepan dalam sistem imun, meliputi level fisik yaitu pada kulit, selaput
lendir, dan silia, kemudian level larut seperti pada asam lambung atau enzim.
Sistem imun spesifik ini meliputi sel B yang membentuk antibodi dan sel T
yang terdiri dari sel T helper, sel T sitotoksik, sel T supresor, dan sel T
delayed hypersensitivity. Salah satu cara untuk mempertahankan sistem imun
7

berada dalam kondisi optimal adalah dengan asupan gizi yang baik dan
seimbang. Kedua sistem imun ini bekerja sama dengan saling melengkapi
secara humoral, seluler, dan sitokin dalam mekanisme yang kompleks dan
rumit (Wahab, 2002)
2.2.1 Imunitas Alami atau Non spesifik
Sistem imun alami atau sistem imun nons pesifik adalah respon pertahanan
inheren yang secara nonselektif mempertahankan tubuh dari invasi benda
asing atau abnormal dari jenis apapun dan imunitas ini tidak diperoleh melalui
kontak dengan suatu antigen. Sistem ini disebut non spesifik karena tidak
ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu. Selain itu sistem imun ini
memiliki respon yang cepat terhadap serangan agen patogen atau asing, tidak
memiliki memori immunologik, dan umumnya memiliki durasi yang singkat
(Wahab,2002)
Sistem imun non spesifik terdiri atas pertahanan fisik atau mekanik seperti
kulit, selaput lendir, dan silia saluran napas yang dapat mencegah masuknya
berbagai kuman patogen kedalam tubuh, sejumlah komponen serum yang
disekresikan tubuh seperti, sistem komplemen, sitokin tertentu, dan antibodi
alamiah, serta komponen seluler,seperti sel natural killer (NK).
a. Sistem Komplemen adalah komponen immunitas bawaan lainnya yang
penting. Aktivasi sistem komplemen mengasilkan suatu reaksi biokimia
yang akan melisiskan dan merusak sel asing atau sel tak berguna. Tanpa
aktivasi, komponen dari sistem komplemen bertindak sebagai proenzim
dalam cairan tubuh.
b. Sitokin dan Kemokin (Cytokine and chemokine) adalah polipeptida
yang memiliki fungsi penting dalam regulasi semua fungsi sistem imun.
Sitokin dan kemokin menghasilkan hubungan kompleks yang dapat
mengaktifkan atau menekan respon inflamasi. Contoh sitokin yang
berperan penting dalam merespon infeksi bakteri yaitu :Interleukin-1
(IL-1) dan tumor necrosis factor-a (TNF-a).
c. Antibodi alamiah (immunoglobulin) didefinisikan sebagai antibodi pada
individu normal dan sehat yang belum distimulasi oleh antigen
7

eksogen.Antibodi alamiah berperan penting sebagai pertahanan lini


pertama terhadap patogen dan beberapa tipe sel, termasuk prakanker,
kanker, sisa pecahan sel, dan beberapa antigen.
d. Natural Killer Cells (Sel Natural Killer) diketahui secara morfologi
mirip dengan limfosit ukuran besar dan dikenal sebagai limfosit
granular besar. Sekitar 10–15% limfosit yang beredar pembuluh darah
tepi adalah sel NK. Sel NK berperan penting pada respon dan
pengaturan imun bawaan. Sel NK mengenal dan melisiskan sel
terinfeksi patogen dan sel kanker. Sel NK melisiskan sel dengan
melepaskan sejumlah granul sitolitik di sisi interaksi dengan target.
Komponen utama granul sitolitik adalah perforin. Sel NK juga
menghasilkan sitokin dan kemokin yang digunakan untuk membunuh
sel target, termasuk IFN-γ, TNF-a, IL-5, dan IL-13. Sistem imun yang
ada pada tubuh dapat kita lihat dari sel darah kita (Bratawidjaya, 2012).
2.2.2 Sistem Imun Adaptif (adaptive immunity system)
Imunitas ini terjadi setelah paparan terhadap suatu penyakit infeksi,
bersifat khusus dan diperantarai oleh oleh antibodi. Imunitas ini bisa bersifat
pasif dan aktif.
a. Imunitas pasif, diperoleh dari antibodi yang telah terbentuk sebelumnya
dalam inang lain.
b. Imunitas aktif, resistensi yang di induksi setelah kontak yang efektif
denga antigen asing yang dapat berupa infeksi klinis atau subklinis
(Bratawidjaya, 2012)
Sistem Imun Adaptif atau sistem imun spesifik mempunyai kemampaun
untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Sistem imun adaptif
memiliki beberapa karakteristik, meliputi kemampuan untuk merespon
berbagai antigen, masing-masing dengan pola yang spesifik, kemampuan
untuk membedakan antara antigen asing dan antigen sendiri dan kemampuan
untuk merespon antigen yang ditemukan sebelumnya dengan memulai respon
memori yang kuat. Terdapat dua kelas respon imun spesifik :
7

a. Imunitas humoral (Humoral immunity). Imunitas humoral ditengahi oleh


sekelompok limfosit yang berdiferiensasi di sumsum tulang, jaringan limfoid
sekunder yaitu meliputi limfonodus, limpa dan nodulus limfatikus yang
terletak di sepanjang saluran pernafasan, pencernaan dan urogenital.
b. Imunitas selular (cellular immunity). Sel T mengalami perkembangan dan
pematangan dalam organ timus. Dalam timus, sel T mulai berdiferensiasi dan
memperoleh kemampuan untuk menjalankan fungsi farmakologi tertentu.
Berdasarkan perbedaan fungsi dan kerjanya, sel T dibagi dalam beberapa
subpopulasi, yaitu sel T sitotoksik (Tc), sel T penindas atau supresor (Ts) dan
sel T penolong (Th). Perbedaan ini tampak pula pada permukaan sel-sel
tersebut.

Gambar 2.1 Perbedaan Sistem Pertahan Tubuh

Sistem imun spesifik memerlukan waktu untuk dapat bereaksi terhadap


serangan mikroorganisme, sedangkan sistem imun nonspesifik pada umumnya
dapat langsung dan segera mengatasi adanya proses infeksi di dalam tubuh
(Radji, 2010).

Sistem imun spesifik bersifat antigen spesifik sehingga hanya bereaksi


dengan organisme yang dapat menginduksi respon imunitas terhadap jenis
7

antigen yang spesifik tersebut, sedangkan sistem imun nonspesifik tidak


bersifat antigen spesifik dan dapat bereaksi dengan baik dengan berbagai jenis
organisme (Radji, 2010)

Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk dapat mengenali jenis


organisme asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat bereaksi lebih cepat
terhadap adanya invasi organisme yang sama yang telah dikenalinya,
sedangkan sistem imun nonspesifik tidak menunjukan adanya immunological
memory terhadap suatu organisme asing yang masuk kedalam tubuh (Radji,
2010; Sudiono, 2014).

2.3 Antigen dan Antibodi


2.3.1 Antigen
Antigen merupakan bahan asing yang merupakan target yang akan
dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh. Antigen ditemukan di permukaan
seluruh sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem kekebalan seseorang tidak
bereaksi terhadap selnya sendiri. Sehingga dapat dikatakan antigen merupakan
sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun. Antigen biasanya berbentuk
protein atau polisakarida. Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem
perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus
pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini
akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan
sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah,
kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan
patogen. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor,
dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena
beberapa jenis kanker (Raitt, 2002)
Pada umumnya, antigen-antigen dapat di klasifikasikan menjadi dua
jenis utama, yaitu antigen eksogen dan antigen endogen.antigen eksogen adalah
antigen-antigen yang disajikan dari luar kepada hospes dalam bentuk
mikroorganisme,tepung sari,obat-obatan atau polutan.Antigen ini
7

bertanggungjawab terhadap suatu spektrum penyakit manusia, mulai dari


penyakit infeksi sampai ke penyakit-penyakit yang dibenahi secara
immunologi, seperti pada asma. Antigen endogen adalah antigen yang terdapat
didalam tubuh dan meliputi antigen-antigen berikut, antigen senogeneik
(heterolog), antigen autolog dan antigen idiotipik atau antigen alogenik
(homolog). Antigen senogeneik adalah antigen yang terdapat dalam aneka
macam spesies yang secara filogenetik tidak ada hubungannya, antigen-antigen
ini penting untuk mendiagnosa penyakit. Kelompok-kelompok antigen yang
paling banyak mempunyai arti klinik adalah kelompok-kelompok antigen yang
digunakan untuk membedakan satu individu spesies dengan individu spesies
yang sama. Pada manusia determinan antigen semacam ini terdapat pada sel
darah merah,sel darah putih, trombosit, protein serum, dan permukaan sel-sel
yang menyusun jaringan tertentu dari tubuh, termasuk antigen-antigen
histokompatibilitas. Antigen ini dikenal antigen polomorfik, karena adanya dua
atau lebih bentuk-bentuk yang berbeda secara genetik didalam populasi.ciri –
ciri antigen yang menentukan imunogenitas dalam respon imun :
a. Keasingan,yaitu imunogen adalah bahwa zat tersebut secara genetik asing
terhadap hospes
b. Ukuran molekul
c. Kekompleksian kimia dan struktural
d. Penentu antigen ( epilop )
e. Konstitusi genetik inang
f. Dosis, jalur, dan saat pemberian anti gen (Abbas, 2004)
2.3.2 Antibodi
Antibodi adalah protein yang dapat ditemukan pada darah atau kelenjar
tubuh vertebrata lainnya, dan digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk
mengidentifikasikan dan menetralisasikan benda asing seperti bakteri dan
virus. Mereka terbuat dari sedikit struktur dasar yang disebut rantai. Tiap
antibodi memiliki dua rantai berat besar dan dua rantai ringan. Antibodi
diproduksi oleh tipe sel darah yang disebut sel B. Terdapat beberapa tipe yang
berbeda dari rantai berat antibodi, dan beberapa tipe antibodi yang berbeda,
7

yang dimasukan kedalam isotype yang berbeda berdasarkan pada tiap rantai
berat mereka masuki. Lima isotype antibodi yang berbeda diketahui berada
pada tubuh mamalia, yang memainkan peran yang berbeda dan menolong
mengarahkan respon imun yang tepat untuk tiap tipe benda asing yang berbeda
yang ditemui. Antibodi adalah molekul immunoglobulin yang bereaksi dengan
antigen spesifik yang menginduksi sintesisnya dan dengan molekul yang sama;
digolongkan menurut cara kerja seperti agglutinin, bakteriolisin, hemolisin,
opsonin, atau presipitin. Antibodi disintesis oleh limfosit B yang telah
diaktifkan dengan pengikatan antigen pada reseptor permukaan sel. Antibodi
biasanya disingkat penulisaanya menjadi Ab. (Abbas, 2004)
Antibodi terdiri dari sekelompok protein serum globuler yang disebut
sebagai immunoglobulin (Ig). Sebuah molekul antibodi umumnya mempunyai
dua tempat pengikatan antigen yang identik dan spesifik untuk epitop yang
menyebabkan produksi antibodi tersebut. Masing-masing molekul antibodi
terdiri atas empat rantai polipeptida, yaitu dua rantai berat (heavy chain) yang
identik dan dan dua rantai ringan (light chain) yang identik, yang dihubungkan
oleh jembatan disulfida untuk membentuk suatu molekul berbentuk Y. Pada
kedua ujung molekul berbentuk Y itu terdapat daerah variabel (V) rantai berat
dan ringan. Disebut demikian karena urutan asam amino pada bagian ini sangat
bervariasi dari satu antibodi ke antibodi yang lain.Daerah V rantai berat dan
daerah V rantai ringan secara bersama-sama membentuk suatu kontur unik
tempat pengikatan antigen milik antibodi.Interaksi antara tempat pengikatan
antigen dengan epitopnya mirip dengan interaksi enzim dan substratnya: ikatan
nonkovalen berganda terbentuk antara gugus-gugus kimia pada masing-masing
molekul (Raitt,2002)
2.3.3 Interaksi Antigen dan Antibodi
Interaksi Antigen dan Anti bodi adalah sebagai berikut :
a. Reaksi ini pada umunya spesifik,biarpun ada beberapa ditemukan reaksi
silang (cross – reaction)
b. Pengabunggan antara antigen – antibodi adalah erat sekali, tetapi
seringkali reversible.
7

c. Antigen dan antibodi bergabung dalam jumlah yang variabel ( Danysz


phenomenon )
d. Antigen dan antibodi adalah suatu reaksi kimia, karena yang bergabung
adalah gugus – gugus spesifik dari kedua regens.
e. Dari suatu antigen dengan anti serumnya dapat diperihatkan tipe – tipe
reaksi serologic yang berbeda, mungkin disebabkan oleh molekul –
molekul antibodi yang sama sering merefleksikan yang berbeda
(Bratawidjaya, 2012)
2.3.4 Komplemen
Sistem Komplemen adalah komponen immunitas bawaan lainnya yang
penting. Sistem ini terdiri dari 30 protein-protein dalam serum atau di
permukaan sel-sel tertentu. Aktivasi sistem komplemen mengasilkan suatu
reaksi biokimia yang akan melisiskan dan merusak sel asing atau sel tak
berguna. Tanpa aktivasi, komponen dari sistem komplemen bertindak sebagai
proenzim dalam cairan tubuh. Ketika diaktivasi, akan menghasilkan sejumlah
fragmen komplemen reaktif secara biologis. Fragmen komplemen tersebut akan
memodulasi bagian lain dari sistem imun dengan cara terikat secara langsung
pada T limfosit dan sumsum tulang penghasil limfosit (B limfosit) pada sistem
imun adaptif dan juga menstimulasi sintesis dan pelepasan sitokin. Komponen
komplemen juga dapat meningkatkan fagositosis makrofag dan neutrofil dengan
bekerja sebagai opsionin (Wahab,2002)
Umumnya komplemen mempunyai efek utama , yakni :
1. Lisis sel ( misalnya bakteri dan sel tumor )
2. Menghasilkan perantara yang ikut serta dalam peradangan dan menarik
fagositosis.
3. Opsinosasi organisme dan kompleks imun untuk pembersihan fagositosis.
4. Peningkatan respon imun berperantara antibod (Wahab,2002).
Protein komplemen terutama disintesis oleh hati dan sel fagositik.
Karena tidak tahan panas , komplemen dinonaktifkan pada suhu 56 0 c selama
30 menit.Efek – efek biologik utama komplemen yakni opsonisasi,
anafilaktosin, sitolisis. Akibat klinik dari defisiensi komplemen secara umum
7

mengakibatkan peningkatan kepekaan terhadap penyakit infeksi , misalnya


defisiensi C2 sering menimbulkan infeksi bakteri piogenik yang serius.
Defisiensi komponen kompleks penyerang selaput sangat meningkatkan
kepekaan terhadap infeksi Neisseria. Defisiensi pada komponen jalur
alternative juga telah diketahui , misalnya defisiensi properdin membuat orang
lebih peka terhadap penyakit meningokokus (Abbas, 2004).
2.3.5 Sitokin dan Kemokin
Sitokin dan kemokin adalah polipeptida yang memiliki fungsi penting
dalam regulasi semua fungsi sistem imun. Sitokin berperan dalam menentukan
respon imun alamiah dengan cara mengatur atau mengontrol perkembangan,
differensiasi, aktifasi, lalulintas sel imun, dan lokasi sel imun dalam organ
limfoid. Sitokin merupakan suatu kelompok“messenger intrasel” yang
berperan dalam proses inflamasi melalui aktifasi sel imun inang. Sitokin Juga
memainkan peran mediator poten untuk inflamasi sel. Sitokin dan kemokin
menghasilkan hubungan kompleks yang dapat mengaktifkan atau menekan
respon inflamasi. Telah dikenal lebih 30 sitokin. Sebagian besar sel sistem
imun dan beberapa sel lainnya melepaskan sitokin. Interleukin-1 (IL-1) dan
tumor necrosis factor-a (TNF-a) contoh sitokin yang berperan penting dalam
merespon infeksi bakteri, keduanya merupakan polipeptida berbobot molekul
kecil yang memiliki efek yang luas dalam berbagai reaksi dalam tubuh,
termasuk respon imunologi, inflamasi, dan hematopoiesis (Wahab,2002)

2.4 Beberapa Kelainan Akibat Respon Imun

Tujuan utama aktifitas sistem imun adalah untuk mempertahankan tubuh


dari serangan penyakit, namun demikian dalam keadaan tertentu respon imun
seringkali dapat memberikan hasil yang tidak diinginkan (Bratawidjaya,2012).

Berikut adalah beberapa kelainan tubuh yang yang berhubungan dengan


respon imun yang berlebihan atau penurunan respon imun :

2.4.1 Hipersensitifitas atau Alergi


7

Hipersensitifitas adalah suatu respon antigenik yang berlebihan yang


terjadi pada individu yang sebelumya telah mengalami suatu sensitifitas
dengan antigen atau alergen tertentu. Berdasarkan mekanisme reaksi
imunologik yang terjadi, reaksi hipersensitifitas dibagi menjadi 4 golongan,
yaitu :

a. Tipe I (reaksi anafilaktik)

Reaksi anafilaktik terjadi dalam waktu cepat antara 2-30 menit dan bila
jumlah antigen yang masuk cukup banyak. Faktor penting terjadinya
reaksi anafilaktik adalah IgE, yang merupakan antibodi homositotropik
atau reagin. Pada umumnya reaksi anafilaktik bersifat sistematik,
menyebabkan syok dan kegagalan pernafasan

b. Tipe II (reaksi sitotoksik)

Reaksi sitotoksik pada umumnya terjadi akibat adanya aktifasi dari sistem
komplemen setelah mendapat rangsangan dari adanya kompleks antigen
antibodi

c. Tipe III ( reaksi kompleks imun)

Reaksi kompleks imun merupakan reaksi yang melibatkan antibodi


terhadap antigen yang larut dan bersirkulasi dalam serum. Reaksi
kompleks imun merangsang pembentukan antibodi terutama golongan IgG
yang akan bereaksi dengan antigen yang dikenali, membentuk komplek
antigen antibodi yang dapat mengendap pad salah satu jaringan tubuh
sehingga menimbulkan reaksi inflamasi

d. Tipe IV (reaksi tipe lambat)

Reaksi hipersensitifitas tipe lambat merupakan reaksi yang melibatkan


respon imun seluler khususnya oleh sel T. Reaksi ini berlangsung lambat,
umumnya baru timbul lebih dari 12 jam setelah pemaparan dengan
antigen. Hal ini disebabkan karena migrasi sel T dan makrofag ke tempat
7

adanya antigen memerlukan waktu yang berkisar antara 12-24 jam (Radji,
2010; Sloane, 2015).

2.4.2 Penyakit autoimun

Penyakit autoimun terjadi akibat kegagalan toleransi-diri imunologis


yang menyebabkan respons sistem imun melawan sel tubuh
sendiri( Sloane, 2015).

Penyakit autoimun dapat terjadi apabila seseorang kehilangan self-


tolerance, sehingga sistem imunnya tidk mampu membedakan antara sel
atau jaringan tubuh sendiri (self) dengan sel atau jaringan asing (non-self),
sehingga jaringan tubuh dianggap sebagai antigen yang harus
dimusnahkan (Radji, 2010; Irianto, 2014).

2.4.3 Imunodefisiensi

Imunodefisiensi atau imunokompromais ialah fungsi sistem imun


yang menurun atau tidak berfungsi dengan baik. Keadaan imunodefisiensi
dapat terjadi disebabkan oleh berbagai hal, antara lain akibat infeksi,
penggunaan obat (steroid, kemoterapi, imunosupresi, serum anti-limfosit),
neoplasma dan penyakit hematologik (Radji, 2010; Irianto, 2014 ).

Secara garis besar imunodefisiensi dibagi dalam 2 golongan, yaitu :

a. Imunodefisiensi kongenital

Imunodefisiensi kongenital atau imunodefisiensi primer pada umumnya


disebabkan oleh kelainan respon imun bawaan yang dapat berupa kelainan
dari sistem fagosit dan komplemen atau kelainan dalam deferensiasi fungsi
limfosit juga disebaabkan oleh defisiensi sel induk limfoid yang ditandai
oleh kelainan limfosit B dan limfosit T yang dikenal dengan severe
combined immunodeficiency

b. Imunodefisiensi dapatan (acquired immune deficiency )


7

Imunodefisiensi dapatan ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain


infeksi virus yang dapat merusak sel limfosit, malnutrisi, penggunaan
obat-obat sitotoksik dan kortikosteroid, serta akibat penyakit kanker
(Radji, 2010 ; Irianto, 2014).

2.5 Pemeriksaan imunologi

Tes imunologi dalamdunia medis biasa disebut sebagai tes ANA atau
Antinucler antibody test. Test ini digunakan untuk mengukur kadar dan pola
aktivitas antibodi pada darah yang melawan tubuh atau autoimun. Tes
imunologi atau test ANA ini bersama pemeriksaan fisik dan beberapa test
lainnya yang akan digunakan untuk menentukan penyakit autoimun. Seorang
dokter akan mengajukan tes ANA bilapasien dicurigai autoimun atau
rheumatoidaethritis (Kresno, 2010)

Tes ANA ini pada dasarnya tidak dapat memastikan diagnosis yang
spesifik. Akan tetapi melalui tes ini dokter dapat mengeliminasi
kemungkinan penyakit lain. Sehingga bila hasil tes ANA positif maka tes
darah dapat dilakukan untuk melihat adanya antibodi anti nuclear yang dapat
menunjukan penyakit tertentu (Kresno, 2010)

Tes ANA adalah pemeriksaan yang ditujukan untuk mendeteksi adanya


antibodi terhadap komponen dari sel, bisa protein atau komponen asam
nukelat (dsDNA, RNA). Antibodi yang diperiksa tidak hanya satu melainkan
dapat mendeteksi berbagai macam antobodi(Kresno, 2010).

2.6 Aplikasi Praktis Imunologi

1) Vaksin Dan Imunisasi

Vaksin adalah suatu suspensi mikroorgnisme atau substansi


mikroorganisme yang digunakan untuk menginduksi sistem imunitas
7

sedangkan imunisasi atau juga yang sering disebut dengan vaksinasi


merupakan suatu cara untuk meningkatkan imunitas seseorang terhadap
invasi mikroorganisme patogen atau toksin. Imunisasi dapat terjadi secara
alamiah dan buatan dimana masing-masing dapat diperoleh secara aktif
dan secara pasif.

a) Imunisasi aktif adalah pemberian suspensi, substansi atau toksin


mikroorganisme yang sudah dimatikan atau dilemahkan untuk merangsang
agar tubuh memproduksi antibodi sendiri.
1. Imunisasi aktif alami terjadi jika seseorang terpapar satu penyakit
khusus dan sistem imun memproduksi antibodi serta limfosit khusus.
2. Imunisasi aktif buatan merupakan hasil vaksinasi. Vaksin dibuat dari
patogen yang mati atau dilemahkan atau toksin yang telah diubah.
Vaksin dapat merangsang sistem imun
b) Imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar
antibodi dalam tubuh meningkat.
1. Imunisasi pasif secara alamiah dapat terjadi melalui
a. Imunisasi maternal melalui plasenta. IgG dari ibu dapat
dipindahkan melalui plasenta kepada janinnya, sehingga bayi itu
mempunyai kekebalan terhadap beberapa mikroorganisme patogen
b. imunisasi maternal melalui kolostrum. IgG dari ibu dapat
dipindahkan melalui air susu imunisasi pasif buatan.
2. Imunisasi pasif buatan dilakukan dengan menyuntikan antibodi
tertentu ke dalam tubuh seseorang yang memerlukan antibodi untuk
mengatasi keadaan defisiensi antibodi di dalam tubuhnya (Kresno,
2010).
7

BAB III

PENUTUP

2.7 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa,
1. Sistem pertahanan tubuh yaitu sistem yang menghadapi, mengidentifikasi,
memberikan perlindungan dan membunuh substansi patogen atau agens
asing yang masuk kedalam tubuh yang dibedakan menjadi sistem pertahanan
tubuh non-spesifik dan sistem pertahanan tubuh spesifik.
2. Walaupun sistem imunitas nonspesifik dan sistem imunitas spesifik
berfungsi untuk mempertahankan tubuh terhadap serangan berbagai
mikroorganisme, akan tetapi terdapat beberapa perbedaan diantara keduanya,
yaitu dari waktu untuk mengenali mikroorganisme, dan tindakan terhadap
mikroorganisme.
3. Ada beberapa kelainan tubuh yang yang berhubungan dengan respon imun
yang berlebihan atau penurunan respon imun yaitu, hipersensitivitas,
penyakit autoimun, dan imunodefisiensi.
4. Aplikasi praktis sistem pertahanan tubuh adalah berupa vaksin dan
imunisasi.

2.8 Saran

Untuk menjaga sistem pertahanan tubuh agar tetap berjalan sesuai fungsinya,
sangatlah tepat jika dianjurkan untuk menjaga dan menerapkan pola hidup yang
sehat dan sebisa mungkin jauhi penyakit-penyakit yang bisa menular atau yang
bisa merusak sistem pertahanan tubuh, seperti dewasa ini yaitu AIDS. Ingat
mencegah lebih baik daripada mengobati.
7

DAFTAR PUSTAKA

Abbas K A, Lichtmant A H, Pillai S. 2004. Cellular and Molecular Immunologi.


Philadelphia : W B S aunders Company
Bratawidjaya K G. 2012. Imunologi Dasar Edisi ke-10. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Irianto, K. 2014. Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Alfabeta.
Kresno S B. 2010. Imunologi Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Radji,M. 2010. Imunologi dan Virologi. Jakarta: PT. ISFI.
Raitt I M. 2002. Imunologi Essential Immunology Edisi 8. Jakarta: Widya
Medika.
Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sloane, E. 2015. Anatomi dan fisiologi. Jakarta: EGC.
Sudiono, J. 2014. Sistem Kekebalan Tubuh. Jakarta: EGC.
Wahab A S, Madarina Julia. 2002. Sistem Imun, Imunisasi, dan Penyakit Imun.
Jakarta: Penerbit Widya Medika.

Anda mungkin juga menyukai