Disusun Oleh :
TAHUN 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Al-Quran?
2. Bagaimana Al-Qur’an sebagai Wahyu?
3. Jelaskan Proses Turunnya Wahyu?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Al-Qur’an
Dalam pengertian istilah, arti utama al-Qur’an adalah firman Allah SWT. Namun,
arti ini perlu ditambah beberapa batasan yang terkait dengan al-Qur’an, yaitu :
1. Memiliki kehebatan yang luar biasa hingga mampu melemahkan lawan yang hendak
menandinginya.
2. Diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul yang paling akhir.
3. Diterima Nabi SAW dari Allah SWT melalui perantaraan malaikat Jibril.
1
Ahmad Saebani, Filsafat Hukum Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2007,hal.37.
5. Umat Islam menerimanya dari Nabi SAW melalui banyak orang secara terus-menerus
antar generasi yang tidak mungkin menimbulkan kedustaan.
6. Membacanya dengan lisan (tilawah) maupun pikiran (qiro-ah) bisa dinilai ibadah.
7. Menjadi pedoman hidup bagi umat manusia, sekaligus bukti atas kenabian Nabi
Muhammad SAW.
Kata-katanya berbahasa Arab atau bahasa lain yang diserap sebagai bahasa
Arab.Semula al-Qur’an adalah bacaan yang bisa ditulis dengan kata-kata. Nabi SAW
menerimanya dalam wujud bacaan, lalu dimintakan kepada para sahabat untuk
menulisnya. Wujud tulisan ini dibacakan lagi di hadapan Nabi SAW. Setelah mendapat
persetujuannya, baru tulisan tersebut dihafalkan dan diajarkan. Dengan wujud tulisan, al-
Qur’an bisa terjamin keasliannya serta bersifat tetap meski kondisi masyarakat telah
berubah dari masa ke masa. Dari tulisan al-Qur’an tersebut, muncul ragam ilmu
pengetahuan yang terkait dengannya. ‘Ulumul Qur’an (Pengetahuan Tentang Al-Qur’an)
adalah nama untuk ragam ilmu pengetahuan tersebut. Ulumul Qur’an merupakan hasil
kreasi manusia yang didapatkan melalui ilham, sehingga ia bisa berubah. Berbeda dengan
al-Qur’an yang tidak bisa berubah sama sekali, karena ia adalah wahyu yang tertulis.2
2
As-Shiddiqie, T.M. Hasbi, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Jakarta:Bulan Bintang, 1993,hal.57
rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan Rasul-
rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan Allah telah berbicara
kepada Musa dengan langsung[381].”
Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa a.s. merupakan keistimewaan Nabi
Musa a.s., dan karena Nabi Musa a.s. disebut: Kalimullah sedang Rasul-rasul yang lain
mendapat wahyu dari Allah dengan perantaraan Jibril. dalam pada itu Nabi Muhammad
s.a.w. pernah berbicara secara langsung dengan Allah pada malam hari di waktu mi'raj.3
Wahyu dalam menurut istilah ini menjelaskan jalan yang khusus di gunakan Allah
swt untuk berhubungan dengan rasul-rasul dan nabi-nabi-Nya untuk menyampaikan
kepada mereka berbagai macam hidayah dan ilmu. Allah swt berfirman dalam surah An-
nisa’ 136:
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-
3
Ibid,hal.60.
4
Mansyur, Kahar, Pokok-pokok Ulumul Qur’an, Jakarta: Rineka Cipta, 1992, hal.45.
Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat
sejauh-jauhnya.”
Al-qur’an berbicara lebih banyak tentang masalah wahyu, yang menurunkan dan
yang membawanya, bahkan kualitas wahyu, dari pada kitab-kitab samawi yang terdahulu
seperti Taurat dan Injil, sehingga didalam Al-qur’an terdapat beberapa ayat yang
membicarakan tentang pewahyuan itu sendiri. Mengenai wahyu Al-qur’an mayoritas
kaum muslimin semua mempercayai bahwa al-qur’an dengan lafalnya adalah firman
Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Dengan perantara seorang
malaikat yang dekat dengan-Nya. Malaikat yang menjadi perantara itu disebut Jibril dan
ruhul Amin, datang membawa firman Allah kepada Rasulullah dalam berbagai waktu
yang berbeda selama dua puluh tiga tahun. Rasul pun membacakan ayat-ayat tersebut
kepada ummat manausia, dan memberitahukan makna-maknanya terhadap mereka, serta
mengajaka kepada ummat untuk menerima akidah, tata social, berbagai hukum dan tugas
perseorangan yang semuanya itu terdapat pada pedoman Al-qur’an.
Suatu ketika Imam Al-Zuhri ditanya tentang wahyu, kemudian beliau menjawab:
“Wahyu adalah lah kalam Allah yang disampaikan kepada salah seorang Nabi-Nya
kemudian perkokohka-Nya kedala hati seorang pilihan Allah yaitu kepada Nabi
Muhammad saw.” Dengan begitu beliau menyatakan itulah wahyu yang firman Allah
swt di sampaikan kepada Rasul-Nya. Percaya kepada wahyu yang diturunkan Allah,
berarti tidak hanya percaya kepada Al-Qur’an, tetapi juga percaya kepada segala wahyu
yang diturunkan dalam semua semua masa, serta yang diturunkan kepada tiap-tiap umat.
Menurut ajaran Al-qur’an setiap umat itu di manapun ia berada dimuka bumi ini, kepada
uamt itu diturunkan wahyu. Karena itu orang Islam harus percaya kepada kitab Taurat,
Injil dan lain-lain.
5
Ibid,hal.55.
Dengan demikian wahyu adalah pengetahuan dan hidayah yang dapat dengan
secara samar/ rahasia dan cepat oleh seseorang yaitu para Nabi dan Rasul didalam dirinya
disertai keyakinan bahwa hal tersebut dari sisi Allah baik dengan prantara atau tanpa
perantara atau tanpa perantara. Sedangkan hakikat wahyu itu tidaklah ada kemungkinan
kita mengetahuinya atau memperoleh rahasianya. Sebab wahyu itu sesuatu keadaan yang
tidak dapat diketahui hakekatnya oleh manusia kecuali oleh Nabi yang mendapat Wahyu
dari Allah. Dan dapat dipahami dari ayat-ayat Al-qur’an adalah bahwa ayat-ayat itu
memandang Al-qur’an sebagai kitab samawi yang diberikan kepada Nabi Muhammad
saw melalui Wahyu.6
7. Ketika Nabi Muhammad s.a.w., berada di atas langit pada malam Mi’raj,
Allah s.w.t., menyampaikan wahyu-Nya kepada beliau tanpa perantara
malaikat sebagaimana Allah pernah berfirman secara langsung kepada Nabi
s.a.w.
Kritikan Kaum Oreintalis Terhadap Proses Turunnya Wahyu. Dari sekian banyak
cara wahyu turun separti yang disebutkan di atas, ternyata di permasalhkan oleh kaum
Oreintalis, salah satunya H. A. R. Gibb dalam Muhammedanism (1989: 28) meraka
memandang bahwa cara-cara penyampaian wahyu kepada Nabi Muhammad s.a.w.,
merupakan cara-cara yang tidak masuk akal, dan ketika itu Muhammad adal dalam tidak
sadar, bahkan menyatakan Muhammad terkena panyakint ayan dan “sawan” (lihat dalam
Hasbi Ash-Shidieqie, Sejarah Ilmu Tafsir, hlm 23). Alasan-alasan oreintalis berkaitan
dengan hal itu adalah sebagai berikut:
a. Wahyu yang disampaikan melalui mimpi. Dalam pandangan ilmu jiwa, orang
yang sedang bermimpi adalah orang yang sedang tidak sadar atau berada di
alam bawah sadar. Dengan demikian, sangat tidak logis jika orang yang sedang
tidak sadar menerima pesan-pesan dari Tuhan dengan baik dan benar. Bahkan
dalam hukum Islam sendiri ditegaskan bahwa orang yang sedang tidur tidak
termasuk sebagai orang yang wajib melaksanakan hukum atau hukum menjadi
gugur disebabkan mukallaf sedang tidur.
c. Wahyu disampaikan secara langsung oleh Jibril dengan rupa aslinya, saat itu
Muhammad ketakutan hingga tidak sanggup menerima kalimah wahyu. Dengan
demikian, penyampaian wahyu dengan cara tersebut tidak komonikatif apalagi
keadaan psikologis Muhammad terganggu dengan bentuk dan rupa Jibril yang
asli yang menakutkan Muhammad.
d. Wahyu disampaikan melalui Jibril yang menyerupai seoran laki-laki, hal ini
jelas bukan Jibril yang asli, sebab yang asli bukan manusia. Dengan demikian,
wahyu disampaikan tidak orisinil.
BAB III
PENUTUP
7
Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Dana Bakti Primayasa,1998,hal.67.
A. Kesimpulan
Proses Turunnya Wahyu dikalangan ulama sampai saat ini sering diperdebatkan
bagaimana sebenarnya proses turunnya wahyu tersebut. Tetapi berdasarkan Al-qur’an
mengenai proses turunnya wahyu kepada Nabi dapat disimpulkan sebagai berikut:
4. Wahyu datang kepada Nabi s.a.w., melalui Jibril yang memperlihatkan rupanya
yang asli dengan enam ratus sayap yang menutup langit.
6. Israfil turun membawa beberapa kalimat dan wahyu sebelum Jibril datang
membawa wahyu Al-qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Dana Bakti Primayasa,1998.