Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Makalah yang berjudul “POST

PARTUM”dengan baik tanpa adanya suatu halangan apapun.

Kami menyadari bahwa terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bimbingan, pengarahan

dan dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................

DAFTAR ISI ..........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

o Latar Belakang ...............................................................................................

o Rumusan Masalah........................................................................................... 

BAB II PEMBAHASAN

o Pengertian pendarahan aktif post partum..............................................................

o Faktor resiko pendarahan postpartum........................................................ 

o Penyebab pendarahan postpartum....................................................

o Gejala pendarahan postpartum................................................................................

o Pencegahan pendarahan postpartum................................................................................

o Pengertian syok....................................... 

o Gejala syok .......................................................... 

o Pengertian Preeklamsia pasca persalinan................. 

o Faktor resiko preeklamsia..........................................................................     

o Pencegahan preeklamsia......................................... 

BAB III PENUTUP

Kesimpulan........................................................................................................ 
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai sampai 6

minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara berlahan akan

mengalami perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa nifas perlu mendapat

perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60% terjadi pada masa nifas. Dalam

angka kematian ibu (AKI) adalah penyebab banyaknya wanita meninggal dari suatu

penyebab kurangnya perhatian pada wanita post partum (Maritalia,2012).

Perdarahan postpartum atau perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan lebih

dari 500 – 600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Perdarahan postpartum adalah

perdarahan dalam kala IV lebih dari 500 – 600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta

lahir. Haemoragic Post Partum ( HPP ) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam

24 jam pertama setelah lahirnya bayi. Normalnya, perdarahan dari tempat plasenta

terutama dikontrol oleh kontraksi dan retraksi anyaman serat-serat otot serta agregasi

trombosit dan trombus fibrin di dalam pembuluh darah desidua. Perdarahan postpartum

dibagi atas dua bagian yaitu perdarahan postpartum dini dan lanjut. Perdarahan

postpartum dini adalah perdarahan yang berlebihan selama 24 jam pertama setelah kala

tiga persalinan selesai, sedangkan perdarahan postpartum lanjut adalah perdarahan yang

berlebihan selama masa nifas, termasuk periode 24 jam pertama setelah kala tiga

persalinan selesai.
Di Negara berkembang seperti indonesia, masa nifas merupakan masa yang kritis

bagi ibu yang sehabis melahirkan. Dirpekirakan bahwa 60% kematian ibu terjadi setelah

persalinan dan 50% diantaranya terjadi dalam selang waktu 24 jam pertama

(Prawirardjo,2006).Tingginya kematian ibu nifas merupakan masalah yang komlpeks

yang sulit diatasi. AKI merupakan sebagai pengukuran untuk menilai keadaan pelayanan

obstretri disuatu negara. Bila AKI masih tinggi berarti pelayanan obstretri masih buruk,

sehingga memerlukan perbaikan. Dari laporan WHO di Indonesia merupakan salah satu

angka kematian ibu tergolong tinggi yaitu 420 per 100.000 kelahiran hidup, bila

dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.

II. RUMUSAN MASALAH

a. Mengetahui pengertian pendarahan pervagina aktif postpartum.

b. Mengetahi penyebab dan faktor resiko pendarahan dalam penanganan postpartum.

c. Mengetahui pengertian Syok.

d. Mengetahui faktor penyebab syok postpartum.

e. Mengetahui pengertian Preeklamsia pasca persalinan.

f. Menegtahui penyebab dan penanganan preeklamsia pasca persalinan.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perdarahan aktif Postpartum

Perdarahan postpartum merupakan salah satu penyebab kematian terbesar pada ibu

melahirkan. Seringkali perdarahan tersebut dianggap sebagai suatu hal yang biasa. Padahal

kondisi ini ternyata dapat menjadi masalah yang serius.

Perdarahan postpartum atau perdarahan pasca persalinan adalah keluarnya darah dari jalan

lahir segera setelah melahirkan. Perdarahan setelah melahirkan dengan jumlah wajar merupakan

hal yang normal terjadi, hal ini disebut lochia.

Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai sampai 6 minggu

atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara berlahan akan mengalami perubahan

seperti sebelum hamil. Selama masa nifas perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan angka

kematian ibu 60% terjadi pada masa nifas. Dalam angka kematian ibu (AKI) adalah penyebab

banyaknya wanita meninggal dari suatu penyebab kurangnya perhatian pada wanita post partum

(Maritalia,2012).

B. Faktor Risiko Perdarahan Postpartum

Klasifikasi perdarahan postpartum:


·       1.    Perdarahan post partum primer/dini (early postpartum hemarrhage), yaitu perdarahan yang

terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta,

sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama.

·       2.   Perdarahan Post Partum Sekunder/lambat (late postpartum hemorrhage), yaitu-perdarahan

yang terjadi setelah 24 jam pertama.

1.   Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang

menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan

jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang

mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya

perdarahan postpartum selalu ada.

2.   Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan

segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes

karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat

merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk

menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung

dan dicatat.

3.   Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan

di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah

uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan

lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan

pemeriksaan dalam.

Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen
uterus

didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi

dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam

dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat

ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.

Penyebab pendarahan post partum :

1. Robekan Jalan Lahir

Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.

Pertolongan persalinan yang semakin manipulative dan traumatic akan memudahkan

robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat

pembukaan erviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomy,

robekan spontan perineum, trauma forceps atau vakum ekstraksi, atau karena versi

ekstraksi.

Robekan yang terjadi bias ringan (lacet, laserasi), luka episotomi, robekan

perineum spontan derajat ringan sampai rupture perinea totalis (sfingter ani terputus),

robekan pada dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra dan

bahkan yang terberat, rupture uteri. Oleh karena itu, pada setiap tindakan persalinan

hendaklah dilakukan inspeksi yang teliti untuk mencari kemungkinan adanya robeka ini.

Perdarahan yang terjadi saat kontraksi uteru baik, biasanya karena ada robekan atau sisa
plasenta. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara melakukan inspeksi pada vaina, vulva

dan serviks dengan memakai sekulum untuk mencari sumber perdarahan dengan cirri

darah dengan warna merah segar dan pulsatif sesuai denyut nadi. Perdarahan karena

rupture uteri dapat diduga pada persalinan macet atau kasep, atau uterus dengan lokus

minoris resistensia dan adanya atonia uteri dan tanda cairan bebas intraabdominal. Semua

sumber perdarahan harus diklem, diikat dan luka ditutu dengan jahitan cat-gut lapis demi

lapis sampai perdarahan berhenti.

Tekhnik penjahitan memerlukan asisten, anestesi lokal, penerangan lampu yang

cukup serta speculum dan memperhatikan kedalaman luka. Bila penderita kesakitan dan

tidak kooperaatif, perlu mengundang sejawat anestesi untuk ketenangan dan keamanan

saat melakukan hemostasis.

2. Retensio Plasenta

Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disbut

sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif Kala

III bis disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai

plasenta akreta bila implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch Layer, disebut

sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus miometrium dan disebut

plasenta perkreta bila vili korialis sampai menembus perimetirum.

Faktor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas secsio

sesarea, pernah kuret berulang, dan multiparitas. Bila sebagian dari plasenta masih

tertinggal dalam uterus disebut rest-plasenta dan dapat menimbulkan PPP primer atau
lebih sering) sekunder. Proses Kala III didahului dengan ahap pelepasan/separasi plasenta

akan ditandai oleh perdarahan pervaginam (cara pelepasan Duncan) atau plasenta sudah

sebagian lepas tetapi tidak keluar pervaginam(cara pelepasan Schultze), sampai akhirnya

tahap ekspulsi, plasenta lahir. Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas,

maka tidak akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat

menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan Kala III) dan harus diantisipasi

dengan segera melakukan plasenta manual, meskipun kala uri belum lewat setengah jam.

Sisa plasenta bisa diduga kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah

melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada

saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri

eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit.

Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual/digital atau

kuret dan pemberia uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat

diberi transfuse darah sesuai dengan keperluannya.

3. Inversi uterus

Kegawat daruratan kala III yang dapat menimbulkan perdarahan adalah terjadinya

inverse uterus. Inverse uterus adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus

(endometrium) turun dan keluar ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit

sampai komplit.

Faktor-faktor yang memungkinkan hal itu terjadi adalah adanya atonia uteri,

serviks yang masih terbuka lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah
(misalnya karena plasenta akreta, inkreta dan perkreta, yang tali pusatnya ditarik keras

dari bawah) atau ada tekanan pada fundus uteri dari atas (maneuver crede) atau tekanan

intra abdominal yang keras dan tiba-tiba (misalnya batuk keras atau bersin).

Inversio uteri ditandai dengan tanda-tanda:

·         Syok karena kesakitan

·         Perdarahan banyak bergumpal

·         Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang masih

melekat

·         Bila baru terjadi, maka prognosis cukup baik akan tetapi bila kejadiannya cukup

lama, maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia,

nekrosis, dan infeksi.

Tindakan

Secara garis besar tindakan yang dilakukan sebagai :

1.      Memanggil bantuan anestesi dan memasang infuse untuk cairan/darah pengganti

dan pemberian obat.

2.      Beberapa senter memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang

terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas

masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk kedalam

uterus pada posisi normalnya.

3.      Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil dikeluarkan

dari rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat infus atau i.m. tangan tetap

dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan tangan operator baru

dilepaskan.
4.      Pemberian antibiotika dan transfuse darah sesuai dengan keperluannya.

5.      Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras menyebabkan

maneuver diatas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan laparotomi untuk reposisi

dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus sudah mengalami infeksi dan

nekrosis

4. Perdarahan karena Gangguan Pembekuan Darah

Kausal PPP karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang

lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama

pada persalinan sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap

dilakukan penjahitan dan perdarahan akan erembes atau timbul hematoma pada bekas

jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain.

Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang

abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi

hipofibrinogemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta

perpanjangan tes protombin dan PTT (partial tromboplastin time).

Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam

kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang dilakukan adalah
dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen

dan heparinisasi atau pemberian EACA (epsilon amino caproic acid).

C. Penanganan Perdarahan Postpartum

Pada keadaan akut, yaitu ketika kehilangan darah sangat banyak, tindakan pertama yang

dapat dilakukan adalah dengan memberikan cairan pengganti melalui infus. Tindakan

memperbaiki keadaan umum pengidap merupakan prioritas utama pengobatan. Selanjutnya,

pengobatan dilakukan dengan memperbaiki penyebab dari perdarahan postpartum, seperti:

- Pemberian obat-obatan untuk memperkuat kontraksi uterus, seperti oksitosin.

- Melakukan tindakan kuret apabila terdapat sisa jaringan plasenta yang tertinggal di dalam

uterus.

- Pemberian transfusi darah dan komponen darah apabila terdapat perdarahan masif pada

pengidap.

D. Pengertian Syok

Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah ke dalam jaringan

sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak mampu

mengeluarkan hasil metabolisme. Penyebab syok dalam kebidanan terbanyak adalah

perdarahan, lalu neurogenik, kardiogenik, endotoksik, anafilaktik, dan penyebab syok lain

seperti emboli air ketuban. Gejala klinik pada umumnya sama, yaitu tekanan darah turun, nadi

cepat dan lemah, pucat, keringat dingin, sianosis jari, sesak, penglihatan kabur, gelisah, dan

oligouri.
1. Syok Hemoragik akibat Perdarahan Pascapersalinan

Darah membawa oksigen dan zat penting lainnya ke organ dan jaringan Anda. Ketika

pendarahan terjadi, tidak ada cukup aliran darah ke organ-organ dalam tubuh Anda. Zat-zat

ini bahkan hilang lebih cepat daripada gantinya. Organ-organ dalam tubuh pun mulai

bermasalah, termasuk jantung yang gagal dalam mensirkulasi darah melalui tubuh sehingga

gejala syok hemoragik terjadi.

2. Gejala Syok Hemoragik

Gejala-gejala syok hemoragik adalah gelisah, bibir dan kuku biru, urine sedikit atau

bahkan tidak ada, keringat berlebih, napas pendek, sakit perut, pusing, sakit dada, muntah

darah, hilang kesadaran, tekanan darah rendah, detak jantung cepat, dan nadi lemah.

Bila tidak segera ditangani, syok ini dapat menyebabkan kematian. Dokter akan

melakukan penanganan syok hemoragik, dengan cara melakukan transfusi darah, maupun

dengan bantuan obat-obatan.

Mengganti darah dan cairan yang hilang merupakan hal yang penting dalam mengobati

perdarahan postpartum. Infus dan transfusi darah sebaiknya diberikan segera, untuk

mencegah syok pada perdarahan postpartum.

E. Pengertian Preeklamsia pasca persalinan

Preeklampsia pasca persalinan (postpartum pre-eclampsia) atau tekanan darah tinggi

setelah melahirkan ini bisa terjadi pada wanita memiliki tekanan darah tinggi dan kelebihan

protein dalam urinenya setelah melahirkan.


Menangani preeklampsia setelah melahirkan diperlukan penanganan medis segera karena

dapat membahayakan ibu mengalami komplikasi serius setelah melahirkan, Dr. Dian

Burhansah, SpOG, M.Kes, FMAS selaku Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan dari

Rumah Sakit Awal Bros Bekasi Timur menjelaskan, postpartum pre-eclampsia merupakan

hipertensi yang terjadi dalam waktu 48 jam dan bisa sampai 6 minggu pasca persalinan disertai

gangguan organ.

Preeklampsia setelah melahirkan ini memiliki kriteria tensi ≥ 140/90mmHg dan disertai

minimal satu gejala seperti; protenuria ≥ +1, sakit kepala/penglihatan kabur, edema paru,

peningkatan fungsi hati dan ginjal, trombositopenia, serta gangguan pertumbuhan janin.

Penyebab preeklampsia hingga kini masih belum diketahui secara pasti. “Meskipun

demikian, penyebab preeklampsia setelah melahirkan adalah pada pasien dengan preeklampsia

ini mengalami gangguan pertumbuhan serta perkembangan plasenta yang menyebabkan

kerusakan endotel pembuluh darah pada ibu sehingga menyebabkan timbulnya gejala-gejala

hipertensi dan lain sebagainya.

Adapun faktor risiko terjadi preeklampsia di antaranya:

 Memiliki riwayat atau masalah kesehatan seperti diabetes, penyakit ginjal, tekanan darah

tinggi, penyakit autoimun (lupus), atau sindroma antifosfolipid

 Memiliki riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya

 Hamil pada usia di atas 35 tahun atau kurang dari 18 tahun

 Hamil pertama kali

 Obesitas

 Kehamilan kembar

 Jarak kehamilan sangat jauh (10 tahun atau lebih) dari kehamilan sebelumnya
 Selain itu juga faktor genetik, diet makanan atau nutrisi, serta gangguan pembuluh darah

F. Tanda gejala Preeklampsia

Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan dari Rumah Sakit Awal Bros Bekasi Timur,

dr. Dian Burhansah, SpOG, M.Kes, FMAS mengatakan, preeklampsia setelah melahirkan

memang kondisi yang jarang terjadi tapi perlu diwaspadai bila muncul gejala sebagai berikut:

 Tekanan darah naik ≥ 140/90 mmHg

 Sakit kepala hebat

 Penglihatan menjadi kabur

 Sakit perut bagian atas (biasanya di bawah tulang rusuk di sisi kanan)

 Mudah lelah

 Nyeri otot atau persendian

 Pembengkakan pada kaki

 Volume urine berkurang atau jarang buang air kecil

 Berat badan naik secara mendadak

G. Penanganan preeclampsia

Menangani preeklampsia setelah melahirkan (postpartum pre-eclampsia) dengan tepat

diperlukan agar terhindar dari komplikasi, Pencegahan preeklampsia dapat dilakukan dengan

cara melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin ke fasilitas kesehatan seperti cek tekanan

darah rutin saat hamil dan sesudah melahirkan, menjaga berat badan selama kehamilan,

melakukan pola makan sehat dengan gizi yang seimbang.


BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak

lahir. Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu, Early Postpartum yang terjadi 24

jam pertama setelah bayi lahir, dan Late Postpartum yang terjadi lebih dari 24 jam pertama

setelah bayi lahir. Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan

komplikasi perdarahan post partum adalah menghentikan perdarahan, mencegah timbulnya syok,

dan mengganti darah yang hilang.


DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E. 2008. Asuhan Kebidanan (Nifas). Yogyakarta: Mitra Cendekia Press.

Errol, N. 2008. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

Irmansyah, F. Perdarahan Post Partum dan Syok. freeppts.net/get.php?fid=35879  

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.Angka Kematian Ibu Melahirkan

(AKI). menegpp.go.id.. 

Perdarahan Post Partum. scribd.com/doc/6502612/Perdarahan-Postpartum 

Anda mungkin juga menyukai