Anda di halaman 1dari 12

Volume 10, Nomor 02, November 2019

Hal. 231-242

KOMBINASI TEKNIK RELAKSASI BENSON DAN EDUKASI HIGIENE


TIDUR DALAM MEMPENGARUHI KUALITAS TIDUR PASIEN PASCA
STROKE

Anis Ika Nur Rohmah1, Dewi Irawaty2, Debie Dahlia3


1
Jurusan Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Malang
Kampus II: Jl. Bendungan Sutami 188-A. E-mail: anisikanur@umm.ac.id
2,3
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

ABSTRAK

Stroke terjadi karena adanya gangguan aliran darah ke bagian otak yang banyak
menyebabkan kecacatan fisik. Perawatan rehabilitasi jangka panjang seringkali menjadi
stresor tersendiri bagi pasien. Kecemasan dan depresi bisa menyebabkan gangguan tidur
pada pasien pasca stroke. Dalam mengatasi gangguan tidur dibutuhkan intervensi
psikologis dan perilaku. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh teknik relaksasi
benson dikombinasikan dengan edukasi higiene tidur terhadap kualitas tidur pasien pasca
stroke.
Metode yang digunakan quasi experiment pre-post test design with control group.
Kuesioner Pittburgh Sleep Quality Index (PSQI) digunakan untuk mengukur kualitas
tidur dalam penelitian ini. Teknik pengambilan sampel menggunakan concecutive
sampling. Dari 58 responden, 30 responden pada kelompok intervensi menerapkan
Teknik Relaksasi Benson dikombinasikan dengan Edukasi Higiene Tidur dan 28
responden menerapkan Teknik Relaksasi Benson sebagai kelompok kontrol. Perbedaan
jumlah responden disebabkan sejumlah 2 orang responden diantaranya drop out. Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah kualitas tidur, sedangkan variabel independennya
adalah kombinasi Teknik Relaksasi Benson dan Edukasi Higiene Tidur. Uji statistik
menggunakan paired t-test dan independen t-test.
Hasil penelitian menunjukkan ada peningkatan kualitas tidur pada kedua
kelompok (p=0,0001) setelah perlakuan dan terdapat perbedaan yang bermakna antara
dua kelompok tersebut (p=0,0001).
Relaksasi Benson dikombinasikan dengan Edukasi Higiene Tidur
direkomendasikan sebagai salah satu terapi non farmakologi untuk mengoptimalkan
kualitas tidur pada pasien pasca stroke.

Kata Kunci: Kualitas Tidur, Pasca Stroke, Relaksasi Benson, Edukasi Higiene
Tidur.

ABSTRACT

A Stroke occurs because of disruption of blood flow to parts of the brain that
many cause physical disability. Long-term rehabilitation care is often a stressor for
patients. Anxiety and depression can cause sleep disorders in post-stroke patients. In
overcoming sleep disorders psychological and behavioral interventions are needed. This
study aims to determine the effect of the Benson Relaxation Technique combined with
Sleep Hygiene Education on the sleep quality of post-stroke patients.
The method used is quasi-experimental pre-test design with control group. The
Pittburgh Sleep Quality Index (PSQI) questionnaire was used to measure sleep quality in
this study. The sampling technique uses concecutive sampling. Of the 58 respondents, 30
respondents in the intervention group applied the Benson Relaxation Technique
combined with Sleep Hygiene Education and 28 respondents applied the Benson
Relaxation Technique as a control group. The difference in the number of respondents
was caused by a number of 2 respondents including dropouts. The dependent variable in
this study is sleep quality, while the independent variable is a combination of Benson
Relaxation Technique and Sleep Hygiene Education. Statistical tests using paired t-test
and independent t-test.

231
The results showed there was an improvement in sleep quality in both groups (p
= 0.0001) after treatment and there were significant differences between the two groups
(p = 0,0001).
Benson's relaxation combined with Sleep Hygiene Education is recommended as
one of the non-pharmacological therapies to optimize sleep quality in post-stroke
patients.

Keywords: Sleep Quality, Post-Stroke, Benson’s relaxation, Sleep Hygiene Education.

PENDAHULUAN kurangnya tidur yang berkualitas

Gangguan tidur terjadi berhubungan dengan terganggunya

sebanyak 40% - 80% pada pasien fungsi fisik, mental, dan

pasca stroke (Pasic, Smajlovic, berhubungan dengan kesehatan dan

Dostovic, 2011; Leppavuori, kesejahteraan (Kaplow & Hardin,

Pohjasvaara, Vataja, 2002). 2007). Hasil penelitian yang meneliti

Gangguan tidur pasca stroke (Post efek dari gangguan tidur

Stroke Sleep Disturbance / PPSDs) mengungkapkan bahwa pasien yang

berhubungan dengan mengalami insomnia menyebabkan

ketidakmampuan fisik, depresi dan peningkatan gejala depresi dan

fatigue, penggunaan obat-obatan fatigue daripada pasien yang tidak

psikotropik, penyebab lingkungan, mengalami insomnia (Pasic,

dan mungkin juga berhubungan Smajlovic, Dostovic, 2011). Tidur

dengan lokasi lesi (Suh, Choi-Kwon, Rapid Eye Movement (REM)

Kim, 2014). diperlukan untuk menjaga jaringan

Sutantoro (2000) dan Edukasi otak dan menjadi bagian penting dari

Higiene Tidurrki (2002) pemulihan kognitif (Buysse, 2005).

menyebutkan bahwa dalam dekade Dalam mengatasi gangguan

terakhir ini gangguan kualitas tidur tidur terdapat intervensi psikologis

dipandang sebagai faktor potensial dan perilaku. Metode intervensi

yang terjadi pada pasien stroke. psikologis dan perilaku tersebut

Kualitas tidur meliputi aspek meliputi sleep hygiene education,

kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti terapi kontrol stimulus, terapi sleep

lamanya tidur, waktu yang restriction, latihan relaksasi, dan

diperlukan untuk bisa tertidur, terapi kognitif (Dyonzak, 2011).

frekuensi terbangun dan aspek Intervensi yang tepat pada pasien

subyektif seperti kedalaman dan pasca stroke dengan gangguan tidur

kepulasan tidur (Warlow, 2007). tidak hanya akan meningkatkan

Tidur merupakan hal yang kualitas hidup dan meminimalkan

sangat penting bagi imunitas, dampak pasca stroke, tetapi juga

endokrin, dan fungsi metabolik, dapat meningkatkan harapan hidup

232
pasien (Ferre, et al., 2013). Namun Synchronizing Region (BSR). Ketika
selama ini belum banyak penelitian seseorang berusaha untuk tidur,
yang berkonsentrasi terhadap mereka memejamkan mata dan
intervensi gangguan tidur pada mengasumsi posisi santai. Dengan
pasien pasca stroke. bantuan teknik relaksasi, diharapkan
Edukasi Higiene Tidur akan membantu mempercepat
merupakan guideline yang bertujuan kondisi rileks dan santai, sehingga
untuk memberikan pengetahuan pada stimulasi terhadap RAS menurun.
pasien tentang apa-apa yang boleh Apabila ruangan gelap dan
dan sebaiknya dihindari untuk lingkungan mendukung, maka
meningkatkan kualitas tidurnya. aktivasi dari RAS akan terus
Manfaat yang dirasakan jika menurun. Pada titik tertentu BSR
mengaplikasikan Edukasi Higiene akan mengambil alih sehingga
Tidur adalah memiliki kemampuan menyebabkan tidur (Izac, 2006;
mengatur tidur, mengurangi Potter & Perry, 2010).
gangguan tidur yang dialami Penelitian Fischer, et al
sebelumnya dan dapat meningkatkan (2012) menyebutkan bahwa selain
kualitas tidur (Dyonzak, 2011). dengan pemberian terapi obat, juga
Teknik relaksasi merupakan dibutuhkan intervensi khusus pada
pendekatan psikologis sebagai salah pasien untuk mencapai kualitas tidur
satu intervensi pada pasien dengan yang optimal.Penggabungan
gangguan tidur.Penelitian Rambod, pemberian intervensi relaksasi
Pourali-mohammadi, Pasyar, Rafii, benson dan Edukasi Higiene Tidur
dan Sharif (2013) telah membuktikan diharapkan dapat menjadi satu paket
bahwa penggunaan teknik relaksasi kombinasi intervensi psikologis dan
Benson berpengaruh terhadap perilaku untuk membantu pasien
kualitas tidur pasien hemodialisis. dengan masalah gangguan tidur.
Pada penelitian tersebut juga Selain itu juga belum ada penelitian
direkomendasikan untuk bisa yang menggabungkan relaksasi
mengevaluasi perubahan kualitas benson dan Edukasi Higiene Tidur
tidur pasien setiap minggunya. dalam mengatasi gangguan tidur
Teknik relaksasi Benson dapat pada pasien pasca stroke.
membantu pelepasan serotonin dari Berdasarkan latar belakang tersebut,
sel khusus di dalam inti raphe sistem maka peneliti tertarik untuk
tidur di pons dan medula yang akan mengetahui pengaruh teknik
menyebabkan tidur. Area ini di otak relaksasi Benson dikombinasikan
juga dikenal dengan Bulbar dengansleep hygiene education

233
terhadap kualitas tidur pasien pasca instrument PSQI (skor >5), (2)
stroke. Pasien menjalani rawat jalan rutin
minimal satu minggu sekali, (3)
METODE DAN ANALISA Kesadaran compos mentis, (4) Pasien
Penelitian ini merupakan memiliki kamar tidur sendiri di
penelitian kuantitatif quasi rumah, (5)Pasien memiliki
experiment pre-post test design with kemampuan berkomunikasi,
control group. Penelitian ini menguji (6)Pasien mendapatkan dukungan
coba suatu intervensi dimana keluarga, (7)Keluarga responden
observasi dilakukan sebanyak dua memiliki tingkat pendidikan minimal
kali, yaitu pengukuran awal (pre test) SMA.
dan pengukuran akhir atau sesudah Pengambilan data dilakukan
eksperimen (post test) (Dharma, saat pertemuan pertama dengan
2011). Pengambilan data responden dan minggu kedua setelah
dilaksanakan pada tanggal 20 Mei – pemberian intervensi pada
19 Juni 2015 di RSPAD Gatot responden. Data dikumpulkan
Soebroto dan RSUD Pasar Rebo dengan menggunakan kuisioner
Jakarta. untuk data karakteristik, Pittsburg
Penelitian ini terdiri dari 2 Scale Quality Index (PSQI) dan
kelompok, yaitu kelompok intervensi Sleep diary. Kuesioner PSQI berisi
yang diberikan relaksasi benson dan dari 9 item pertanyaan dan terdiri
Edukasi Higiene Tidur, serta dari 7 komponen. Komponen
kelompok kontrol yang diberikan tersebut antara lain: (1) subjective
relaksasi benson. Total sampel ada sleep quality (pertanyaan nomor 6);
58 responden, yaitu kelompok (2) sleep latency (pertanyaan nomor
intervensi berjumlah 30 orang dan 2 dan 5a); (3)sleep duration
kelompok kontrol berjumlah 28 (pertanyaan nomor 4); (4) habitual
orang. Perbedaan jumlah responden sleep efficiency (pertanyaan nomor 1
disebabkan sejumlah 2 orang dan 3); (5) sleep disturbance
responden diantaranya drop out. (pertanyaan nomor 5b-5j); (6)use of
Teknik pengambilan sampel sleeping medication (pertanyaan
menggunakan concecutive sampling. nomor 7); (7) daytime dysfunction
Kriteria inklusi dalam (pertanyaan nomor 8 dan 9).
penelitian ini adalah: (1) Pasien Penilaian setiap pertanyaan
pasca stroke yang menjalani menggunakan skala likert mulai
perawatan rawat jalan dan memiliki dari skor 0-3, dimana skor 3
gangguan tidur berdasarkan penilaian merupakan skor paling negatif pada

234
skala likert. Sleep diary dalam tersebut sesuai dengan penelitian
penelitian ini diberikan ke responden yang dilakukan oleh Bahrudin (2012)
dan diisi oleh keluarga yang telah dimana rentang usia 51 – 60 tahun
dilakukan uji Kappa dengan hasil uji merupakan rentang dimana insiden
>0,60. Peneliti juga melakukan stroke paling banyak terjadi yaitu
pemantauan perkembangan sebesar 28,1%. Sumber pustaka lain
penerapan intervensi melalui telepon. juga mengatakan bahwa risiko
terkena stroke meningkat sejak usia
HASIL DAN PEMBAHASAN 45 tahun. Setelah mencapai 50 tahun,
Berdasarkan hasil penelitian setiap penambahan usia tiga tahun
rata-rata usia pasien paska stroke akan meningkatkan risiko terkena
pada kelompok intervensi penelitian stroke sebesar 11 – 20% (Feigon,
ini adalah 57,13 tahun, sedangkan 2007). Data tersebut memberikan
pada kelompok kontrol memiliki gambaran bahwa semakin
rata-rata usia 59,39 tahun. Hal ini bertambahnya usia seseorang, risiko
sejalan dengan yang disebutkan untuk terkena stroke juga akan
dalam Riskesdas (2013) bahwa risiko semakin meningkat. Dengan
penderita stroke mengalami demikian, berbagai komplikasi
peningkatan seiring dengan masalahnya juga akan bermunculan,
meningkatnya usia. Hasil penelitian salah satunya adalah gangguan tidur.

Tabel 1. Karakteristik demografi responden berdasarkan jenis kelamin,


pendidikan, dan lama pengobatan pasien pasca stroke di RSPAD Gatot
Soebroto dan RSUD Pasar Rebo bulan Mei-Juni 2015

Variabel Kelompok intervensi Kelompok kontrol Total


(n=30) (n=28)
N % N % N %
Jenis Kelamin
Laki-laki 20 66,7 19 67,9 39 67,2
Perempuan 10 33,3 9 32,1 19 32,8
Total 30 100 28 100 58 100
Pendidikan
SMP 5 16,7 6 21,4 11 19,0
SMA 11 36,7 12 42,9 23 39,7
D3 4 13,3 5 17,8 9 15,5
S1 7 23,3 4 14,3 11 18,9
S2 3 10,0 1 3,6 4 6,9
Total 30 100 28 100 58 100
Lama Pengobatan
Kurang dari 1 tahun 16 53,4 18 64,3 34 58,6
1 – 3 tahun 10 33,3 6 21,4 16 27,6
Lebih dari 3 tahun 4 13,3 4 14,3 8 13,8
Total 30 100 28 100 58 100

Penderita stroke pada laki-laki sebanyak 20 orang (66,7%)


penelitian ini banyak dialami oleh pada kelompok intervensi dan 19

235
orang (67,9%) pada kelompok insiden stroke pada perempuan lebih
kontrol.Risiko stroke pada laki-laki rendah dibandingkan laki-laki akibat
1,25 lebih tinggi dibandingkan adanya estrogen yang berfungsi
dengan perempuan (Sustrani, 2006). memberikan proteksi pada proses
Jauch et al. (2014) juga aterosklerosis (Japardi,
mengemukakan hal yang serupa 2002).Sebagian besar responden
bahwa insiden stroke pada laki-laki menjalani masa pengobatan kurang
sebanyak 62,8 per 100.000 dari satu tahun, yaitu sebanyak 16
penduduk, sedangkan pada orang (53,4%) pada kelompok
perempuan sebanyak 59 per 100.000 intervensi dan 18 orang (64,3%)
penduduk. Diperkirakan bahwa pada kelompok kontrol.

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan usia pada pasien paska stroke di RSPAD
Gatot Soebroto dan RSUD Pasar Rebo bulan Mei-Juni 2015

Variabel Kelompok Mean Median SD Min-Maks


Usia (tahun) Intervensi 57,13 58,00 10,265 31 - 80

Kontrol 59,39 60,00 11,458 36 - 79

Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan kecemasan, lokasi lesi, penyakit


penyerta, dan konsumsi obat pada pasien paska stroke di RSPAD Gatot
Soebroto dan RSUD Pasar Rebo bulan Mei-Juni 2015

Variabel Kelompok intervensi Kelompok kontrol Total


(n=30) (n=28)
N % N % N %
Lokasi Lesi
Lesi kortikal 10 33,3 9 32,1 19 32,8
Lesi subkortikal 15 50,0 13 46,5 28 48,2
Lesi di area lain 5 16,7 6 21,4 11 19,0
Total 30 100 28 100 58 100
Penyakit penyerta
Ada 15 50,0 15 53,6 30 51,7
Tidak ada 15 50,0 13 46,4 28 48,3
Total 30 100 28 100 58 100

Konsumsi obat
Konsumsi 30 100 28 100 58 100
Tidak Konsumsi 0 0 0 0 0 0
Total 30 100 28 100 58 100
Kecemasan
Kecemasan ringan 20 66,7 16 57,1 36 62,1
Kecemasan sedang 4 13,3 10 35,7 14 24,1
Kecemasan berat 6 20,0 2 7,2 8 13,8
Total 30 100 28 100 58 100

Berdasarkan lokasi lesi, lesi kelompok intervensi dan 13 orang


subkortikal memiliki angka yang (46,5%) pada kelompok kontrol yang
paling tinggi pada kedua kelompok. mengalami lesi subkortikal. Lokasi
Sebanyak 15 orang (50%) pada lesi kedua ditempati oleh lesi

236
kortikal, baru selanjutnya lesi di area (p = 0,001), dan kualitas tidur malam
lain. Hasil ini sejalan dengan (p = 0,001).Hal ini disebabkan
penelitian yang dilakukan oleh Suh, terjadinya interupsi pada sistem
Choi-Kwon, dan Kim (2014) arousal, termasuk di dalamnya
menyebutkan bahwa kualitas tidur Reticular Activating System/ RAS
pasien pasca stroke berhubungan akibat dari lesi pada lokasi tersebut
dengan lokasi lesi kortikal (p = (Dyken, Afifi, Lin-Dyken, 2012).
0,002), diabetes melitus (p = 0,20), Penjelasan hasil penelitian tersebut
depresi (p< 0,001), akan tetapi untuk semakin menguatkan bahwa lokasi
peningkatan rasa kantuk sepanjang lesi turut serta berpengaruh terhadap
hari berhubungan erat dengan lokasi kualitas tidur pasien pasca stroke.
lesi subkortikal (p = 0,031), fatigue

Tabel 4. Perbedaan rata-rata kualitas tidur pada kelompok intervensi dan kontrol
sebelum dan setelah perlakuan pada pasien paska stroke di RSPAD Gatot
Soebroto dan RSUD Pasar Rebo bulan Mei-Juni 2015

Variabel Kelompok Pengukuran Mean±SD Mean 95% CI p


diffrences±SD value
Sebelum 11,43±3,79
Kualitas Intervensi Setelah 9,00±3,77 2,43±1,17 1,99;2,87 0,0001
Tidur
Sebelum 9,89±3,21
Kontrol 1,25±0,93 0,89;1,61 0,0001

Tabel 5. Perbedaan skor kualitas tidursetelah perlakuan pada kelompok intervensi


dan kelompok kontrol pasien paska stroke di RSPAD Gatot Soebroto dan
RSUD Pasar Rebo bulan Mei-Juni 2015

Variabel Kelompok n Mean±SD SE P value


Intervensi 30 2,43±1,17 0,213
Kualitas tidur 0,0001
Kontrol 28 1,25±0,93 0,175

Tabel 6. Analisis multivariat pada pasien paska stroke di RSPAD Gatot Soebroto
dan RSUD Pasar Rebo bulan Mei-Juni 2015

Variabel B SE β p R R2
Usia 0,054 0,050 0,203 0,287 0,471 0,222

Lokasi lesi 1,898 0,799 0,458 0,026


Kecemasan 0,624 0,949 0,130 0,517

Jumlah responden yang penyakit penyerta yaitu sebanyak 15


memiliki penyakit penyerta pada orang (50%), sedangkan pada
penelitian ini sama dengan jumlah kelompok kontrol lebih banyak
responden yang tidak memiliki pasien yang memiliki penyakit

237
penyerta yaitu sebanyak 15 orang Sehingga dapat disimpulkan bahwa
(53,6%).Frekuensi tertinggi penyakit seseorang yang mengalami berbagai
penyerta pada penelitian ini adalah macam stresor akan menyebabkan
hipertensi. Dari banyak penelitian kesulitan untuk merasa rileks atau
dengan rancangan kasus-kontrol tertidur dengan cepat.
maupun studi kohort, hipertensi Pada hasil penelitian
sangat erat hubungannya dengan didapatkan bahwa kualitas tidur
kejadian stroke (Salah et al, 2013; sebelum dilakukan perlakuan pada
Suh, Minhee. Choi-Kwon, Smi.; kelompok intervensi memiliki rata-
Kim, Jong S., 2014, Ferre A. Et al, rata skor sebesar 11,43, sedangkan
2013). rata-rata kualitas tidur pada
Hasil penelitian juga kelompok kontrol sebesar 9,89.
menyebutkan bahwa seluruh pasien Padahal tidur sangat diperlukan bagi
mengkonsumsi obat, yaitu sebesar 30 pasien, terutama dalam kondidi
orang (100%) pada kelompok pemulihan untuk menunjang
intervensi dan sebanyak 28 orang optimalisasi pemulihan pasien pasca
(100%) pada kelompok kontrol.Jenis stroke, sepeerti yang disebutkan oleh
obat yang banyak dikonsumsi oleh National Institute of Neurogical
responden pada penelitian ini adalah Disorders and Stroke/ NINDS
amilodipine, simvastatin, dan (2010) bahwa gangguan tidur
captopril. merupakan gejala fisik yang sangat
Proporsi kecemasan paling berpengaruh terhadap neuro-quality
tinggi ada pada kategori kecemasan of life pasien.Hal senada juga
ringan, yaitu sebesar 20 orang disampaikan oleh penelitian
(66,7%) pada kelompok intervensi Siengsukon dan Boyd (2008) yang
dan 16 orang (57,1%) pada menyebutkan bahwa pemulihan
kelompok kontrol. Kecemasan fungsi motorik pasca stroke
berhubungan dengan pemikiran dimodulasi oleh tidur.
terhadap tekanan di tempat kerja, Hasil penelitian menunjukkan
tuntutan keluarga, dan stresor lainnya bahwa rata-rata skor kualitas tidur
yang muncul ketika seseorang akan pada kelompok intervensi adalah
tertidur (De Laune & Ladner, 2011). 11,43 dan setelah dilakukan
Penelitian Salah et al (2013) perlakuan menjadi 9,00. Hasil uji
menyebutkan bahwa kualias tidur menunjukkan jika terdapat perbedaan
berhubungan secara signifikan kualitas tidur yang signifikan antara
dengan skor kecemasan dengan sebelum dan setelah perlakuan pada
memakai HADS (r = 0,65, p=0,001). kelompok intervensi (p

238
value=0,0001). Pada kelompok kondisi rileks dan santai lebih cepat
kontrol menunjukkan bahwa rata-rata didapatkan oleh pasien, sehingga
skor kualitas tidur sebelum perlakuan stimulasi terhadap RAS menurun.
adalah 9,89 dan setelah dilakukan Hal ini semakin optimal dengan
perlakuan menjadi 8,64.Hasil uji dukungan perilaku dan
juga menunjukkan jika terdapat pengkondisian lingkungan yang tepat
perbedaan kualitas tidur yang sebelum tidur sesuai dengan Edukasi
signifikan antara sebelum dan setelah Higiene Tidur. Jika ruangan gelap,
perlakuan pada kelompok kontrol (p sepi, memiliki sleep hygiene yang
value=0,0001). Hal ini menunjukkan baik, maka aktivasi dari RAS akan
bahwa terdapat penurunan skor terus menurun. Akibatnya terjadi
kualitas tidur pada kedua kelompok kegiatan sinkronisasi pada substansia
perlakuan, walaupun kelompok ventriko retikularis medula
intervensi memiliki rentang oblongata, sehingga pasien lebih
penurunan yang lebih tinggi cepat terlelap. Peneliti juga
dibandingkan dengan kelompok berpendapat bahwa pengkondisian
kontrol. Hasil ini berarti baik lingkungan memperkuat relaksasi
relaksasi Benson maupun Edukasi yang telah diterapkan pasien dalam
Higiene Tidur memiliki pengaruh menghilangkan desinkronisasi pada
positif terhadap kualitas tidur pasien. bagian rostal medula oblongata dan
Hasil uji perbedaan skor aktivasi pusat penggugah (aurosal
kualitas tidursetelah perlakuan pada state).
kelompok intervensi dan kelompok Pada hasil evaluasi per
kontrol didapatkan bahwa terdapat telepon dan pengisian sleep diary
perbedaan skor yang bermakna didapatkan bahwa ada beberapa
dengan nilai p value 0,0001. Hal ini responden yang agak sulit merubah
semakin menguatkan bahwa kebiasaannya, seperti pada poin tidur
relaksasi Benson dikombinasikan siang dan minum kopi. Hal ini
dengan Edukasi Higiene Tidur membuat peneliti berpikir tentang
memberikan pengaruh yang positif lama pelaksanaan intervensi.
terhadap perbaikan kualitas tidur Pelaksanaan perlakuan penelitian
pasien pasca stroke. yang dilaksanakan selama satu
Menurut asumsi peneliti, setiap minggu perlu menjadi perhatian. Hal
orang yang berusaha tidur, mereka ini disebabkan singkatnya waktu
akan memejamkan mata dan penelitian jika dibandingkan dengan
mengasumsi posisi santai. Dengan penelitian lain. Walaupun penelitian
bantuan teknik relaksasi Benson, Wulansari (2013) telah membuktikan

239
bahwa terdapat pengaruh yang pengawasan secara langsung
signifikan terhadap pemberian terhadap pelaksanaan intervensi.
Progressive Muscle Relaxation dan
Sleep Hygiene Educatioan selama KESIMPULAN DAN SARAN
satu minggu, tidak semua responden
Kesimpulan
di lapangan bisa beradaptasi dengan
Kombinasi Relaksasi Benson
cepat terhadap pelaksanaan informasi
dengan Edukasi Higiene Tidur
Edukasi Higiene Tidur yang
berpengaruh signifikan terhadap
diberikan kepada pasien untuk
peningkatan kualitas tidur pasien
diterapkan. Beberapa responden
pasca stroke. Terdapat perbedaan
mengungkapkan bahwa belum bisa
yang bermakna antara skor kualitas
melaksanakan keseluruhan informasi
tidur setelah perlakuan pada
karena adanya faktor kebiasaan
kelompok intervensi dan kelompok
sehingga butuh waktu yang lebih
kontrol.
lama untuk melakukan perubahan
Saran
sikap. Hal ini sesuai dengan teori
Bagi pelayanan keperawatan,
tentang perubahan perilaku manusia
kombinasi Relaksasi Benson dan
yang membutuhkan untuk perubahan
Edukasi Higiene Tidur ini bisa
setelah tiga sampai enam bulan
digunakan sebagai bagian dari
(Stamm, 2003).
discharge planning pre, intra dan
Implikasi hasil penelitian
post pada pasien stroke dengan
Relaksasi Benson dan
gangguan tidur.
Edukasi Higiene Tidur dirasa
Bagi masyarakat, penerapan
bermanfaat bagi pasien pasca stroke
relaksasi Benson yang cukup praktis
karena mampu meningkatkan skor
akan memudahkan pasien dalam
kualitas tidur pasien. Oleh karena itu,
menerapkannya di rumah, sedangkan
intervensi ini bisa menjadi alternatif
Edukasi Higiene Tidur bisa menjadi
pemberian intervensi pada pasien
terapi pilihan atau pelengkap untuk
pasca stroke dengan gangguan tidur
mengoptimalkan kualitas tidur pada
untuk meningkatkan kualitas tidur
pasien.
demi menunjang proses pemulihan
Bagi pengembangan ilmu
pasien.
keperawatan, kombinasi Relaksasi
Keterbatasan penelitian
Benson dan Edukasi Higiene Tidur
Penelitian ini menggunakan
bisa menjadi alternatif intervensi
self report yang membuat peneliti
dalam asuhan keperawatan pada
terbatas dalam melakukan
pasien dengan gangguan tidur.

240
Bagi peneliti selanjutnya,
Dyonzak, Jane V. (2011). Diagnosis
harapannya bisa melakukan
and Psychological and
penelitian serupa dengan waktu yang Behavioral Treatment of
Insomnia. J.
lebih lama untuk mendapatkan hasil
Disamonth.2011.04.006
yang lebih optimal, terutama pada
Ferre A. Ribo, M., Rodriguez-Luna,
intervensi perilaku. Penelitian
D., Romero, O., Sampol, G.,
selanjutnya diharapkan bisa Molina, C.A., Alvarez-Sabin,
J. (2013). Strokes and Their
melakukan penelitian relaksasi
Relationship with Sleep and
Benson dikombinasikan dengan Sleep Disorders. Neurologia.
2013;28(2):103-118
Edukasi Higiene Tidur di rawat inap
untuk membuktikan pengaruhnya Fischer, Jurgen, et al. (2012).
Standard Procedures for Adults
terhadap perubahan kualitas tidur
in Accredited Sleep Medicine
pasien stroke. Bagi penelitian yang Centres in Europe. Journal of
Sleep Res. 21, 357-368
menggunakan self report dengan
karakteristik responden seperti dalam Japardi, I., (2002). Patogenesis
Stroke Iskemik Tromboemboli.
penelitian ini, sebaiknya melakukan
https://library.usu.ac.id/downlo
evaluasi pelaksanaan intervensi via ad/fk/bedah.pdf. diakses
tanggal 5 Mei 2015.
video call setiap hari atau melalui
aplikasi, sehingga fungsi Jauch, E.C. (2014). Ischemic Stroke.
https://emedicine.medscape.co
pengawasan juga lebih optimal.
m/article/1916852-
overview#aw2aab6b2b4.
Diakses tanggal 5 Mei 2015.
KEPUSTAKAAN
Kaplow, R., & Hardin, S. R. (2007).
Buysse D.J. (2005). Diagnosis and
Critical Care Nursing: Synergy
assessmentof sleep and
for Optimal Outcomes.
circadian rhythm disorders.
Massachusetts: Jones and
Journal of Psychiatr Pract 11
Bartlett PubliEdukasi Higiene
(2):102
Tidurr.
Delaune, S.C & Ladner, P.K. (2011).
Izac SM. (2006). Basic Anatomy and
Fundamental of nursing:
Physiology of Sleep. Am
standards & practice. Fourth
Journal
edition. Lousiana: Delmar
Electroneurodiagnostic
cengage learning
Technol 46:18
Dharma, Kelana K. (2011).
Leppavuori A, Pohjasvaara T, Vataja
Metodologi Penelitian
R, (2002). Insomnia in
Keperawatan. Jakarta: Trans
Ischemic Stroke Patients.
Info Media
Cerebrovasc Dis 14:90-97
Dyken ME, Afifi AK, Lin-Dyken
Pasic Z, Smajlovic D, Dostovic
DC. (2012). Sleep related
Z.(2011). Incidence and Types
problems in neurologic disease.
of Sleep Disorders in Patients
Chest 141: 528-544

241
with Stroke. Med Arh 65:225- Sustrani L. (2006). Hipertensi.
227 Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Potter, Perry. (2010). Fundamentals
of Nursing. Jakarta: Salemba Sutantoro, Basuki. (2000). Bagian
Medika Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran UGM SMF
Rambod, Masoume et al. (2013). The Penyakit Saraf RSUP Dr.
Effect of Benson’s Relaxation Sardjito. Berkala Neurosains.
technique on The Quality of 2000; (1): 141-53(Irwin &
Sleep of Iranian Hemodialysis Penhale, n.d.)(Irwin &
Patients: A Randomized Trial. Penhale, n.d.)
Complementary Therapies in
Medicine 21, 577-584 Warlow CP, Dennis MS, Gijn VJ,
Hankey GJ, Sandercock PA,
Salah. S. Lazreg, N. Migaou, S., Bamford JM. (2007). Stroke: A
Boudokhane, S., E. Toulgui, Practical Guide to
Nouira, A., Jellad, A., Ben Management. London:
Salah. (2013). Evaluation of Blackwell Science
The Quality of Sleep in
Patients with Stroke. Diakses
tanggal 15Februari 2015.
http://dx.doi.org/10.1016/j.reh
ab.2013.07.016

Edukasi Higiene Tidurrki YG,


Rosenbaum Z, Melamed E,
Offen D. (2002). Antioxidant
Therapy in Acute Central
Nervous System Injury:
Current State. Journal of
American Society for
Pharmacology and
Experimental Therapeutic.
America: 2002; 54:271-84

Siengsukon C.F., Boyd L.A. (2008).


Sleep to Learn After Stroke:
Implicit and Explicit Off-Line
Motor Learning. J.
Neuroscience 451(2009):1-5

Suh M, Choi Kwon S.(2010).


Structural Equation Modeling
on Quality of Life in Stroke
Survivors. J. Korean Acad
Nurs 40:533-541

Suh Minhee, Choi-Kwon S., Kim JS.


(2014). Sleep Disturbance after
cerebral infarction: role of
depression and fatigue. Journal
of Stroke and Cerebrovascular
Diseases, Vol 23, No.7
(August)

242

Anda mungkin juga menyukai