DEMAM
Pembimbing:
dr. Dian Anggraeni, Sp.A., M.Kes
Oleh :
Fazilla Maulidia G1A219104
REFERAT
DEMAM
DISUSUN OLEH
Fazilla Maulidia G1A219104
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Diagnosis banding
Terdapat empat kategori utama bagi anak demam:
Demam karena infeksi tanpa tanda lokal
Demam karena infeksi disertai tanda lokal
Demam disertai ruam
Demam lebih dari tujuh hari
Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup,
susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah/diare.
Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
Kebutuhan cairan parenteral
Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam
Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jum-
lah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena bi-
asanya hanya memerlukan waktu 24–48 jam sejak kebocoran pembuluh
kapiler spontan setelah pemberian cairan.
Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata
laksana syok terkompensasi (compensated shock).
C. DEMAM TIFOID
Pertimbangkan demam tifoid jika anak demam dan mempunyai salah satu tanda
berikut ini: diare atau konstipasi, muntah, nyeri perut, sakit kepala atau batuk,
terutama jika demam telah berlangsung selama 7 hari atau lebih dan diagnosis lain
sudah disisihkan.
Diagnosis
Pada pemeriksaan, gambaran diagnosis kunci adalah
Demam lebih dari tujuh hari
Terlihat jelas sakit dan kondisi serius tanpa sebab yang jelas
Nyeri perut, kembung, mual, muntah, diare, konstipasi Delirium
Hepatosplenomegali
Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan
ikterus
Dapat timbul dengan tanda yang tidak tipikal terutama pada bayi muda
sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermi.
Pemeriksaan penunjang
Darah tepi: leukopeni, aneosinofilia, limfositosis relatif, trombositopenia (pada
demam tifoid berat).
Serologi: interpretasi harus dilakukan dengan hati-hati.
Tatalaksana
Obati dengan kloramfenikol (50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis per
oral atau intravena) selama 10-14 hari
Jika tidak dapat diberikan kloramfenikol, dipakai amoksisilin 100 mg/kgBB/
hari peroral atau ampisilin intravena selama 10 hari, atau kotrimoksazol 48
mg/kgBB/hari (dibagi 2 dosis) peroral selama 10 hari.
Bila klinis tidak ada perbaikan digunakan generasi ketiga sefalosporin seperti
seftriakson (80 mg/kg IM atau IV, sekali sehari, selama 5-7 hari) atau
sefiksim oral (20 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 10 hari).
Jika anak demam (≥ 390 C) berikan parasetamol.
Pemantauan
Awasi tanda komplikasi.
Komplikasi
Komplikasi demam tifoid termasuk kejang, ensefalopati, perdarahan dan perforasi
usus, peritonitis, koma, diare, dehidrasi, syok septik, miokarditis, pneumonia,
osteomielitis dan anemia. Pada bayi muda, dapat pula terjadi syok dan hipotermia.
D. Malaria
1. Malaria (tidak berat/tanpa komplikasi)
Diagnosis
Demam (suhu badan ≥ 37.50 C) atau riwayat demam, dan
Apusan darah positif atau tes diagnosis cepat (RDT) positif untuk malaria
Tidak ada tanda di bawah ini yang ditemukan pada pemeriksaan:
perubahan kesadarananemia berat (hematokrit < 15% atau hemoglobin < 5
g/dl)
hipoglikemia (gula darah < 2.5 mmol/liter atau < 45 mg/dl)
gangguan pernapasan
ikterik.
Catatan: jika anak yang tinggal di daerah malaria mengalami demam, tetapi tidak
mungkin untuk melakukan konfirmasi dengan apusan darah, obati anak untuk
malaria.
Tatalaksana
Obati anak secara rawat jalan dengan obat anti malaria lini pertama, seperti yang
direkomendasikan pada panduan nasional. Terapi yang direkomendasikan WHO
saat ini adalah kombinasi artemisinin sebagai obat lini pertama. Klorokuin dan
Sulfadoksin-pirimetamin tidak lagi menjadi obat anti malaria lini pertama maupun
kedua karena tingginya angka resistensi terhadap obat ini di banyak negara untuk
Malaria falsiparum.
Berikan pengobatan selama 3 hari dengan memberikan rejimen yang dapat dipilih di
bawah ini :
Artesunat ditambah amodiakuin. Tablet terpisah 50 mg artesunat dan 153
mg amodiakuin basa (saat ini digunakan dalam program nasional)
Artesunat: 4 mg/kgBB/dosis tunggal selama 3 hari
Amodiakuin: 10 mg-basa/kgBB/dosis tunggal selama 3 hari;
Dehidroartemisinin ditambah piperakuin (fixed dose combination). Dosis
dehidroartemisin: 2-4 mg/kgBB, dan piperakuin: 16-32 mg/kgBB/do-sis
tunggal. Obat kombinasi ini diberikan selama tiga hari.
Artesunat ditambah sulfadoksin/pirimetamin (SP). Tablet terpisah 50 mg
artesunat dan 500 mg sulfadoksin/25 mg pirimetamin:
Artesunat: 4 mg/kgBB/dosis tunggal selama 3 hari
SP: 25 mg (Sulfadoksin)/kgBB/dosis tunggal
Artemeter/lumefantrin. Tablet kombinasi yang mengandung 20 mg
artemeter dan 120 mg lumefantrin:
Artemeter: 3.2 mg/kgBB/hari, dibagi 2 dosis
Lumefantrin: 20 mg/kgBB
Amodiakuin ditambah SP.
Tablet terpisah 153 mg amodiakuin basa dan 500 mg sulfadoksin/25 mg
pirimetamin
Amodiakuin: 10 mg-basa/kgBB/dosis tunggal
SP: 25 mg (Sulfadoksin)/kgBB/dosis tunggal
Untuk Malaria falsiparum khusus untuk anak usia > 1 tahun tambahkan primakuin
0.75 mg -basa/kgBB/dosis tunggal selama 1 hari. Untuk vivax, ovale dan malariae
tambahkan primakuin basa 0.25 mg/kgBB/hari dosis tunggal selama 14 hari.
Komplikasi
Anemia (tidak berat)
Pemberian zat besi pada malaria dengan anemia ringan tidak dianjurkan, kecuali bila
disebabkan oleh defisiensi besi. Jangan beri zat besi pada anak dengan gizi buruk
pada fase akut.
Tindak lanjut
Minta ibu untuk kunjungan ulang jika demam menetap setelah obat diminum
berturut-turut dalam 3 hari, atau lebih awal jika kondisi anak memburuk. Ibu juga
harus kembali jika demam timbul lagi.
Jika hal ini terjadi: periksa apakah anak memang minum obatnya dan ulangi apusan
darah. Jika obat tidak diminum, ulangi pengobatan. Jika obat telah diberikan namun
hasil apusan darah masih positif, berikan obat anti -malaria lini kedua. Lakukan
penilaian ulang pada anak untuk mengetahui dengan jelas kemungkinan lain
penyebab demam (lihat bagian-bagian lain dari bab ini).
Jika demam timbul setelah pemberian obat anti malaria lini kedua (kina dan
doksisiklin untuk usia >8 tahun), minta ibu untuk kunjungan ulang untuk menilai
kembali penyebab lain demam.
Komplikasi
Malaria serebral (koma)
Nilailah derajat kesadaran sesuai dengan AVPU atau PGCS.
Berikan perawatan seksama dan beri perhatian khusus pada jalan napas, mata,
mukosa, kulit dan kebutuhan cairan.
Singkirkan penyebab lain koma yang dapat diobati (misalnya hipoglikemia,
meningitis bakteri).
Kejang umumnya terjadi sebelum dan sesudah koma. Jika timbul kejang, berikan
antikonvulsan.
Bila terdapat syok segera lakukan tatalaksana syok.
Bila dicurigai adanya sepsis, berikan antibiotik yang sesuai.
Anemia Berat
Anemia berat ditandai dengan kepucatan yang sangat pada telapak tangan, sering
diikuti dengan denyut nadi cepat, kesulitan bernapas, kebingungan atau gelisah.
Tanda gagal jantung seperti irama derap, pembesaran hati dan, terkadang, edema paru
(napas cepat, fine basal crackles dalam pemeriksaan auskultasi) bisa ditemukan.
Berikan transfusi darah sesegera kepada:
semua anak dengan hematokrit ≤ 15% atau Hb ≤ 5 g/dl
anak yang aneminya tidak berat (hematokrit >15%; Hb > 5 g/dl) dengan
tanda berikut:dehidrasi, syok, penurunan kesadaran, pernapasan Kusmaull,
gagal jantung, parasitamia yang sangat tinggi (>10% sel darah merah
mengandung parasit).
Berikan packed red cells (10 ml/kgBB), jika tersedia, selama 3–4 jam. Jika
tidak tersedia, berikan darah utuh segar (fresh whole blood) 20 ml/kgBB
selama 3–4 jam.
Periksa frekuensi napas dan denyut nadi setiap 15 menit. Jika salah satu-nya
mengalami kenaikan, berikan transfusi dengan lebih lambat. Jika ada bukti
kelebihan cairan karena transfusi darah, berikan furosemid intravena (1–2
mg/kgBB) hingga jumlah maksimal 20 mg/kgBB.
Setelah transfusi, jika Hb tetap rendah, ulangi transfusi.
Pada anak dengan gizi buruk, kelebihan cairan merupakan komplikasi yang
umum dan serius. Berikan fresh whole blood 10 ml/kgBB hanya sekali.
Hipoglikemia
Hipoglikemia (gula darah: < 2.5 mmol/liter atau < 45 mg/dl) lebih sering ter-jadi
pada pasien umur < 3 tahun, yang mengalami kejang dan/atau hiperpara-sitemia,
dan pasien koma.
Berikan 5 ml/kgBB glukosa 10% IV secara cepat. Periksa kembali glukosa
darah dalam waktu 30 menit dan ulangi pemberian glukosa (5 ml/kgBB)
jika kadar glukosa rendah (< 2.5 mmol/litre atau < 45 mg/dl).
Cegah agar hipoglikemia tidak sampai parah pada anak yang tidak sadar dengan
memberikan glukosa 10% intravena. Jangan melebihi kebutuhan cairan rumatan
untuk berat badan anak (lihat bagian 10.2, halaman 290). Jika anak menunjukkan
tanda kelebihan cairan, batasi cairan parenteral; ulangi pemberian glukosa 10% (5
ml/kgBB) dengan interval yang teratur.
Bila anak sudah sadar dan tidak ada muntah atau sesak, stop infus dan berikan
makanan/minuman per oral sesuai umur. Teruskan pengawasan ka-dar glukosa
darah dan obati sebagaimana mestinya.
E. MENINGITIS
Diagnosis dini sangat penting agar dapat diberikan pengobatan yang efektif.
Bagian ini mencakup anak dan bayi yang berumur lebih dari 2 bulan.
Diagnosis
Lihat apakah ada riwayat:
Demam
Muntah
Tidak bisa minum atau menyusu
Sakit kepala atau nyeri di bagian belakang leher
Penurunan kesadaran
Kejang
Gelisah
Cedera kepala yang baru dialami.
Dalam pemeriksaan, apakah ada:
Kejang
Letargis
Gelisah
Ubun-ubun cembung (bulging fontanelle)
Ruam: petekiae atau purpura
Bukti adanya trauma kepala yang menunjukkan kemungkinan
fraktur tulang tengkorak yang baru terjadi.
Selain itu, lihat apakah ada tanda di bawah ini yang menunjukkan
adanya peningkatan tekanan intrakranial:
Pupil anisokor
Spastisitas
Paralisis ekstremitas
Napas tidak teratur
Pemeriksaan laboratorium
Jika mungkin, pastikan diagnosis dengan pungsi lumbal dan pemeriksaan
cairan serebrospinal (CSS). Jika CSS keruh dan reaksi Nonne dan Pandy
positif, pertimbangkan meningitis dan segera mulai berikan pengobatan sambil
menunggu hasil laboratorium. Pemeriksaan mikroskopik CSS pada sebagian
besar meningitis menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih (PMN) di
atas 100/mm3. Selanjutnya dilakukan pengecatan Gram. Tambahan informasi
bisa diperoleh dari kadar glukosa CSS (rendah: < 1.5 mmol/liter), protein CSS
(tinggi: > 0.4 g/l), dan biakan CSS (bila memungkinkan). Jika terdapat tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tunda tindakan pungsi lumbal tetapi tetap
lakukan pengobatan.
Antibiotik
Berikan pengobatan antibiotik lini pertama sesegera mungkin.
Jika diagnosis sudah pasti, berikan pengobatan secara parenteral selama sedikitnya 5
hari, dilanjutkan dengan pengobatan per oral 5 hari bila tidak ada gangguan absorpsi.
Apabila ada gangguan absorpsi maka seluruh pengobatan harus diberikan secara
parenteral. Lama pengobatan seluruhnya 10 hari.
Steroid
Prednison 1–2 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis, diberikan selama 2–4
minggu, dilanjutkan tapering off. Bila pemberian oral tidak memungkinkan
dapat diberikan deksametason dengan dosis 0.6 mg/kgBB/hari IV selama 2–
3 minggu.
Tidak ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan penggunaan rutin
deksametason pada semua pasien dengan meningitis bakteri.
Perawatan Penunjang
Pada anak tidak sadar :
Jaga jalan napas
Posisi miring untuk menghindari aspirasi
Ubah posisi pasien setiap 2 jam
Pasien harus berbaring di alas yang kering
Perhatikan titik-titik yang tertekan.
Pemantauan
Pasien dengan kondisi ini harus berada dalam observasi yang sangat ketat.
• Pantau dan laporkan segera bila ada perubahan derajat kesadaran, kejang, atau
perubahan perilaku anak.
• Pantau suhu badan, denyut nadi, frekuensi napas, tekanan darah setiap 6 jam,
selama setidaknya dalam 48 jam pertama.
Pada saat pulang, nilai masalah yang berhubungan dengan syaraf, terutama
gangguan pendengaran. Ukur dan catat ukuran kepala bayi. Jika terdapat kerusakan
syaraf, rujuk anak untuk fisioterapi, jika mungkin; dan berikan nasihat sederhana
pada ibu untuk melakukan latihan pasif. Tuli sensorineu-ral sering terjadi setelah
menderita meningitis. Lakukan pemeriksaan telinga satu bulan setelah pasien
pulang dari rumah sakit.
Komplikasi
1) Kejang
Jika timbul kejang, berikan pengobatan sesuai dengan tatalaksana kejang
2) Hipoglikemia
Jika timbul hipoglikemia, berikan glukosa sesuai dengan tatalaksana
hipoglikemi
F. SEPSIS
Pertimbangkan sepsis pada anak dengan demam akut yang nampak sakit
berat.
Diagnosis
Terlihat jelas sakit berat dan kondisi serius tanpa penyebab yang jelas
Hipo atau hiper-ermia
Takikardia, takipneu
Leukositosis atau leukopeni.
Tatalaksana
Ampisilin (50 mg/kgBB/kali IV setiap 6-jam) ditambah aminoglikosida
(gentamisin 5-7 mg/kgBB/kali IV sekali sehari, amikasin 10-20 mg/kgBB/
hari IV)
Pilihan kedua Ampisilin (50 mg/kgBB/kali IV setiap 6-jam) kombinasi
dengan Sefotaksim (25 mg/kgBB/kali setiap 6 jam). Seluruh pengobatan
diberikan dalam waktu 10-14 hari.
Bila dicurigai adanya infeksi anaerob diberikan Metronidazol (7.5 mg/kgBB/
kali setiap 8 jam). Pengobatan diberikan dalam waktu 5-7 hari.
Perawatan penunjang
Jika demam, beri parasetamol.
Berikan dukungan nutrisi dan cairan sesuai dengan kebutuhan.
Komplikasi
Syok septik, DIC, kegagalan multi organ. Segera rujuk.
Pemantauan
Pasien dengan kondisi ini harus berada dalam observasi yang sangat ketat.
o Pantau dan laporkan segera bila ada perubahan derajat kesadaran,
kejang, atau perubahan perilaku anak.
o Pantau suhu badan, denyut nadi, frekuensi napas, tekanan darah setiap
6 jam, selama setidaknya dalam 48 jam pertama.
o Periksa tetesan infus secara rutin.
G. CAMPAK
Diagnosis
Demam tinggi, batuk, pilek, mata merah
Diare
Ruam makulopapular menyeluruh
Riwayat kontak
Riwayat imunisasi
Sebaran ruam campak. Sisi kiri gambar menunjukkan ruam awal yang menutupi
kepala hingga bagian atas badan, sisi kanan menunjukkan ruam yang terjadi
selanjutnya, menutupi hingga seluruh badan
Pada anak dengan tanda campak (seperti di atas), salah satu dari gejala dan tanda di
bawah ini menunjukkan adanya campak dengan tanda bahaya.
Pada pemeriksaan, lihat apakah ada tanda komplikasi:
Kesadaran menurun dan kejang (ensefalitis)
Pneumonia
Dehidrasi karena diare
Gizi buruk
Otitis Media Akut
Kekeruhan pada kornea
Luka pada mulut yang dalam atau luas
Tatalaksana
Anak-anak dengan campak komplikasi memerlukan perawatan di rumah sakit.
Terapi Vitamin A: berikan vitamin A secara oral pada semua anak. Jika anak
menunjukkan gejala pada mata akibat kekurangan vitamin A atau dalam keadaan gizi
buruk, Vitamin A diberikan 3 kali: hari ke 1,hari ke 2, dan 2-4 minggu setelah dosis
kedua
Pemeriksaan penunjang
Urinalisis: proteinuria, leukosituria, (leukosit > 5/LPB), hematuria
(eritrosit > 5/LPB).
Diagnosis pasti dengan ditemukannya bakteriuria bermakna pada
biakan urin. Pemeriksaan penunjang lain dilakukan untuk mencari
faktor risiko.
Tatalaksana
Medikamentosa
Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara
empirik selama 7-10 hari untuk eradikasi infeksi akut. Berikan pengobatan
rawat jalan, kecuali:
Perawatan penunjang
Selain pemberian antibiotik, pasien ISK perlu mendapat asupan cairan yang
cukup, perawatan higiene daerah perineum dan periuretra, pencegahan
konstipasi. Bila pasien tidak membaik atau ISK berulang, rujuk.
Tindak lanjut
Lakukan pemeriksaan semua episod ISK pada anak laki-laki umur >1 tahun
dan pada semua anak yang mempunyai lebih dari satu episod ISK untuk
mencari penyebabnya. Hal ini mungkin memerlukan rujukan ke rumah sakit
yang lebih besar dengan fasilitas pencitraan yang lebih memadai.
I. INFEKSI TELINGA
Otitis Media Akut (OMA)
Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada riwayat nyeri pada telinga atau adanya nanah yang keluar
dari dalam telinga (selama periode < 2 minggu). Pada pemer-iksaan, pastikan terjadi
otitis media akut dengan otoskopi. Warna membran timpani (MT) merah, meradang,
dapat sampai terdorong ke luar dan menebal, atau terjadi perforasi disertai nanah.
Tatalaksana
Berikan pengobatan rawat jalan kepada anak:
Berhubung penyebab tersering adalah Streptococus pneumonia, Hemophi-lus
influenzae dan Moraxella catharrhalis, diberikan Amoksisilin (15 mg/
kgBB/kali 3 kali sehari) atau Kotrimoksazol oral (24 mg/kgBB/kali dua kali
sehari) selama 7–10 hari.
Jika ada nanah mengalir dari dalam telinga, tunjukkan pada ibu cara
mengeringkannya dengan wicking (membuat sumbu dari kain atau tisyu
kering yang dipluntir lancip). Nasihati ibu untuk membersihkan telinga 3 kali
sehari hingga tidak ada lagi nanah yang keluar.
Nasihati ibu untuk tidak memasukkan apa pun ke dalam telinga anak, kecuali
jika terjadi penggumpalan cairan di liang telinga, yang dapat dilunakkan
dengan meneteskan larutan garam normal. Larang anak untuk berenang atau
memasukkan air ke dalam telinga.
Jika anak mengalami nyeri telinga atau demam tinggi (≥ 38,5°C) yang
menyebabkan anak gelisah, berikan parasetamol.
Antihistamin tidak diperlukan untuk pengobatan OMA, kecuali jika terdapat
juga rinosinusitis alergi
Tindak lanjut
Minta ibu untuk kunjungan ulang setelah 5 hari
• Jika keadaan anak memburuk yaitu MT menonjol keluar karena tekanan pus,
mastoiditis akut, sebaiknya anak dirujuk ke spesialis THT.
• Jika masih terdapat nyeri telinga atau nanah, lanjutkan pengobatan den-gan
antibiotik yang sama sampai seluruhnya 10 hari dan teruskan mem-bersihkan
telinga anak. Kunjungan ulang setelah 5 hari.
OMA sembuh bila tidak ada lagi cairan di kavum timpani dan fungsi tuba Eustakius
sudah normal (cek dengan timpanometer). Kesembuhan yang tidak sempurna, dapat
menyebabkan berulangnya penyakit atau meninggal-kan otitis media efusi kronis
dengan ketulian ringan sampai berat.
Diagnosis
Riwayat otorea lebih dari 2 bulan dengan perforasi membran timpani.
OMSK harus dibedakan yang tipe aman yang peradangannya terbatas pada
mukosa telinga tengah dengan yang tipe bahaya karena terben-tuknya
kolesteatoma yang akan tumbuh terus dan mendestruksi jaringan sekitarnya
sehingga dapat menyebabkan komplikasi misalnya paresis fasial, labirinitis,
meningitis, abses otak.
Tipe bahaya ditandai dengan ditemukannya kolesteatoma keluar dari kavum
timpani, atau terdapat perforasi yang letaknya di postero-superior. Eradikasi
kolesteatom memerlukan tindakan operasi, lebih cepat lebih baik. OMSK
menurut fasenya dibagi menjadi fase tenang (bila kering) dan fase aktif (bila
ada otorea).
Tatalaksana
Berikan pengobatan rawat jalan.
Jaga telinga anak agar tetap kering dengan cara wicking.
Sebagai pengobatan lini pertama dapat diberikan hanya obat tetes telinga
yang mengandung antiseptik (asam asetat 2% atau larutan povidon yang
diencerkan 1:2) atau antibiotik, pilihan obat tetes antibiotik terbaik adalah
golongan fluor kuinolon (ofloksasin, siprofloksasin) karena tidak ototoksik.
Obat topikal ini diberikan sekali sehari selama 2 minggu.
Tindak lanjut
Pasien diperiksa kembali dalam waktu 5 hari.
Jika telinga masih bernanah: tanyakan kepada ibu apakah masih terus
membersihkan telinga anak dan dapat diberikan antibiotik oral. Bila 3 bulan
tidak sembuh, idealnya dilakukan terapi bedah. Pemilihan antibiotik oral
dapat berdasarkan tanda klinis, bila sekret kuning keemasan kuman penyebab
biasanya Staphylococus aureus, diberikan betalaktam, bila sekret hijau
kebiruan diberikan anti Pseudomonas, bila sekret berbau busuk diberikan anti
anaerob.
Idealnya bila fase aktif bertahan lebih dari 3 bulan rujuk ke spesialis THT
untuk dilakukan mastoidektomi dan timpanoplasti, atau kemungkinan operasi
eradikasi kolesteatom dan timpanoplasti jika ditemukan kolesteatom.
Tatalaksana
Obat yang dapat diberikan adalah antibiotik dan dekongestan serta mukolitik
ditambah dengan perasat Valsalva.
Antihistamin diberikan bila ada tanda rinitis alergi.
Miringotomi dan pemasangan grommet bila
Penyakit menetap lebih dari 2 bulan. Karena evaluasi penyakit ini
memerlukan keterampilan spesialistis, pasien sebaiknya dirujuk ke THT sejak
diagnosis pertama.
Mastoiditis Akut
Mastoiditis adalah infeksi bakteri pada tulang mastoid. Tanpa pengobatan yang
adekuat, dapat menyebabkan meningitis dan abses otak. Biasanya didahului oleh
OMA yang tidak mendapatkan pengobatan adekuat.
Diagnosis
Mastoiditis akut ditegakkan melalui adanya:
Demam tinggi
Pembengkakan di mastoid.
Tatalaksana
Anak harus dirawat di rumah sakit.
Beri ampisilin 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, paling sedikit selama
14 hari.
Jika hipersensitif terhadap ampisilin, dapat diberikan eritromisin ditambah
sulfa kotrimoksazol sampai tanda dan gejalanya hilang.
Pasien dengan mastoiditis (apalagi jika ada tanda iritasi susunan syaraf pusat)
dan sebaiknya dirujuk ke spesialis THT untuk mempertimbangkan tindakan
insisi drainase abses mastoid atau mastoidektomi atau tatalaksana komplikasi
intrakranial otogenik. Bila tidak ada spesialis THT, insisi abses dapat
dilakukan oleh dokter lain.
Jika anak demam tinggi (≥ 38,5°C) yang menyebabkan anak gelisah atau
rewel, berikan parasetamol.
Pemantauan
Anak harus diperiksa oleh perawat sedikitnya setiap 6 jam dan oleh dokter
sedikitnya sekali sehari. Jika respons anak terhadap pengobatan kurang baik,
pertimbangkan kemungkinan meningitis atau abses otak.
Tatalaksana
Tatalaksana komprehensif pada pasien dengan demam rematik meliputi:
Pengobatan manifestasi akut, pencegahan kekambuhan dan
pencegahan endokarditis pada pasien dengan kelainan katup.
Pemeriksaan ASTO,CRP,LED,tenggorok dan darah tepi lengkap.
Ekokardiografi untuk evaluasi jantung.
Antibiotik: penisilin, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bagi
pasien dengan alergi penisilin
Tirah baring bervariasi tergantung berat ringannya penyakit.
Anti inflamasi: dimulai setelah diagnosis ditegakkan:
Bila hanya ditemukan artritis diberikan asetosal 100
mg/kgBB/hari sampai 2 minggu, kemudian diturunkan
selama 2-3 minggu berikutnya.
Pada karditis ringan-sedang diberikan asetosal 90-100
mg/kgBB/hari terbagi dalam 4-6 dosis selama 4-8
minggu bergantung pada respons klinis. Bila ada
perbaikan, dosis diturunkan bertahap selama 4-6
minggu berikutnya.
Pada karditis berat dengan gagal jantung ditambahkan
prednison 2 mg/kgBB/hari diberikan selama 2-6
minggu.
Demam adalah suatu keadaan suhu tunih diatas normal sebagai akibat peningkatan
pusat pengatur suhu dihipotalamus yang dipengaruhi oleh interleukin 1. Demam
sangat berguna sebgai penanda adanya suatu proses inflamasi, biasanya tingginya
demam mencerminkan tingkatan dari proses inflamasinya. Peningkatan suhu tubuh
akan mempengaruhi berbagai sel efektor sistem imun dan salah satu hasilnya adalah
beat shock.