KERANGKA TEORETIS
Museum kota dapat disebut sebagai jenis museum yang relatif muncul
lebih akhir. Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa
perkembangan permuseuman, khususnya tentang museum kota tidak seiring
dengan perkembangan jenis museum lain di Indonesia. Direktorat Museum
sebagai lembaga pemerintah yang mengurus bidang permuseuman misalnya
kurang memberi perhatian terhadap perkembangan museum kota di Indonesia.
Salah satu contoh yang dapat dikemukakan adalah tidak adanya sebuah kebijakan
khusus tentang pedoman pelaksanaan pengelolaan museum kota sebagaimana
telah diterbitkannya sebuah kebijakan tentang pengelolaan museum situs cagar
budaya.
Sebelum pemahaman tentang konsep tematik pameran museum kota
sebagaimana fokus permasalahan pada penelitian ini terlebih dahulu diuraikan
tentang konsep museum kota. Uraian tentang konsep museum kota dibagi atas
empat, yaitu: sejarah perkembangan museum kota, pengertian dan kerangka kerja
museum kota, peran museum kota, dan contoh konsep tematik yang
dikembangkan pada museum kota di luar negeri. Diharapkan dari keempat uraian
tersebut dapat menghasilkan sebuah kesimpulan tentang unsur tema pameran yang
dapat ditampilkan oleh museum kota. Kerangka teoretis ini diakhiri dengan
sebuah kesimpulan tentang konsep tematik pameran museum, serta pembahasan
tentang konsep penyajian pameran.
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
22
yang ada di luar negeri. Uraian berikut ini dibagi atas empat pokok pembahasan
tersebut.
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
23
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
24
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
25
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
26
disebutkan oleh Homer dan Swarbrooke (1996), bahwa museum harus berperan
sebagai sebuah forum, tempat terjadinya perdebatan dan kontroversi mengenai
materi dan muatan yang disajikan (Dananjaya Axioma, 2006: 14-15). Penekanan
lain pada definisi tersebut adalah museum berperan dalam pemulihan keragaman
warga kota.
Terkait dengan peran mekanisme kultural bagi museum kota dimaksudkan
sebagai pusat aktivitas yang terkoordinasi bagi representasi kebudayaan populasi
kota. Oleh karena itu, museum kota harus menyambut dan membuat pengunjung
dapat berpartisipasi dengan cara yang lebih mudah diakses, serbaguna dan penuh
informasi. Dalam konteks ini, museum kota bekerja sebagai fasilitator dan bekerja
sama dengan perorangan, kelompok, pihak pemerintah, swasta maupun
komunitas-komunitas budaya. Aspek-aspek yang terkait dengan peran museum
sebagai pusat aktivitas, mencakup: a) pergerakan seni kontemporer; b) festival dan
acara-acara yang signifikan; c) pemeliharaan yang berkelanjutan terhadap warisan
budaya; d) suara-suara, nilai-nilai dan tradisi-tradisi dari komunitas; dan e)
lingkungan yang lebih luas dengan mengembangkan sistem kebudayaan yang
berkelanjutan (Galla, 1995: 41, 42 dan 43). Dalam konteks inilah mekanisme
kultural museum kota diharapkan mampu berperan pada perkembangan kota
dalam sistem kebudayaan.
Sementara itu, kerangka kerja untuk menjawab pertanyaan tentang
bagaimana museum dapat menampilkan kota berikut penduduk, sejarah dan
warisan kota, serta apa yang dapat diperbuat museum untuk mengidentifikasi dan
menjelaskan fenomena sosial perkotaan yang semakin kompleks (Hebditch,
1995: 7). Lebih lanjut, disebutkan bahwa jenis-jenis koleksi yang dapat digunakan
oleh museum kota untuk mengamati fenomena kota, terdiri atas:
a. Artefak, adalah salah satu dari jenis utama yang diciptakan dan/atau
dipergunakan oleh sebuah kota. Artefak dalam hal ini memiliki konteks
fungsional dan fitur yang memiliki konteks yang lebih spesifik bagi kota,
misalnya ruangan-ruangan atau bangunan-bangunan tertentu dengan ciri khas
masa tertentu. Jenis-jenis tersebut dapat diasosiasikan untuk membentuk
kelompok data – atau semacam kapsul waktu – istilah populernya.
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
27
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
28
ini, museum kota akan mampu menginterpretasi dan menjelaskan masyarakat kota
serta proses perubahan yang berlangsung dalam masyarakat. Dalam hal ini, peran
profesional museum adalah merangsang dan mensitesakan hasil pekerjaan dari
berbagai disiplin ilmu (Hebditch, 1995: 9). Dengan demikian, interpretasi yang
disampaikan pada akhirnya merupakan hasil interpretasi terhadap informasi
kontekstual perkotaan.
Pendapat yang sama dikemukakan Anne Marie Collins (1995), bahwa
museum dapat membuat pengunjung menyadari aspek-aspek yang beragam secara
aktif dengan menyampaikan pesan secara orisinal. Oleh karena itu, sumber-
sumber berupa perekaman suara dan latar dekorasi dapat menciptakan suasana
dimana elemen-elemen visual dan tekstual dapat dieksplorasi. Sementara itu,
rekaman visual, slide dan peralatan yang interaktif membuat pengunjung dapat
menyentuh, merasakan dan melihat, untuk mengenali diri mereka sendiri dan
untuk menanyakan sejumlah pertanyaan pada diri mereka ketika berhubungan
dengan kenyataan kota yang berbeda (Collins, 1995: 32).
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
29
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
30
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
31
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
32
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
33
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
34
menjaga setiap kebudayaan dalam bentuk isolasi saja, namun sebaliknya bentuk
perkembangan yang dimaksud adalah melakukan revitalisasi terhadap seluruh
kebudayaan untuk dapat menghindari terjadinya segresi dan mencegah terjadinya
konflik antar kebudayaan (Lohman, 2006:17). Hal ini sesuai dengan pernyataan
UNESCO dan posisinya dalam keragaman budaya bahwa “This cultural dialogue
has taken on a new meaning in the context of globalization and of the current
international political climate. Thus it is becoming a vital means of maintaining
peace and world unity” (Lohman, 2006: 17).
Dalam konteks keragaman, Lohman kembali mengutip pernyataan
UNESCO, bahwa “A museum works for the endogenous development of social
communities whose testimonies it conserves while lending a voice to their cultural
aspirations. Resolutely turned towards its public, community museums are
attentive to social and cultural change and help us to present our identity and
diversity in an ever changing world” (Lohman, 2006: 18). Lebih lanjut, Lohman
berpendapat bahwa terjadi perubahan peran museum berdasarkan definisi museum
yang terakhir, bahwa museum harus merubah perannya dari hanya sekedar
“stage” menjadi “actors”. Museum adalah bagian dari deretan “actors” yang lebih
besar dan menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, museum
tidak hanya sekedar “actors”, tetapi adalah “interactors” yang menampilkan
interaksi yang beragam dan majemuk antara alam, kebudayaan, sejarah, seni,
kerajinan serta apa saja yang membentuk manusia seperti sekarang ini (Lohman
2006: 18).
Penjelasan tentang peran museum sebagaimana dikemukakan oleh Jack
Lohman adalah menghadapi isu keragaman dan konflik budaya. Dalam hal ini,
museum kota harus dipandang sebagai mekanisme kultural untuk mengelola isu
tersebut untuk kemudian diarahkan pada isu kebersaman.
Perspektif yang berbeda dikemukakan oleh Tatiana Gorbacheva (2006),
bahwa museum kota harus mengedepankan pendekatan program dan berbagai
aktivitas agar museum kota dapat lebih berperan dalam hubungannya dengan
warga kota. Dalam hal ini, aktivitas kontemporer dari “The Moscow City
Museum”, diambil sebagai contoh untuk menjelaskan peran museum kota.
Gorbacheva kemudian membahas tiga aspek dari aktivitas museum tersebut,
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
35
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
36
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
37
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
38
Dalam konteks ini, peran museum kota disejajarkan dengan institusi yang
berperan dalam perencanaan dan pengembangan fisik perkotaan. Oleh karena itu,
titik awal untuk mengarahkan peran tersebut adalah menampilkan perubahan tata
ruang kota serta faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Dengan
demikian, titik awal ini memberi peluang bagi museum kota untuk membuka
ruang demokratis bagi warga kota dalam bentuk penyusunan program yang
bertujuan sebagai forum perdebatan ilmiah atau diskusi yang membahas
perubahan-perubahan tata ruang perkotaan. Hasil pembahasan tersebut dapat
dijadikan rekomendasi untuk diajukan kepada stakeholder lain dalam kaitan
perencanaan pengembangan tata ruang kota.
Pandangan Jack Lohman lebih mengarahkan peran sosial museum kota,
peran tersebut dalam rangka menghadapi isu keragaman warga kota. Dalam hal
ini, museum kota dianggap mampu memberi pencerahan terhadap isu-isu yang
mengarah pada konflik budaya. Dalam uraian tentang pandangan tersebut, Jack
Lohman berkesimpulan bahwa:
…The challenge to museums to engage in issues such as the building of
national identity out of the fragments of diverse groups, to be agents for
change and peacebuilding, and help to address the challenge of poverty
reduction are all part of a brief which some would consider beyond our
ambit and capability (Lohman, 2006: 19).
Dalam konteks ini, peran museum kota diarahkan pada sebuah institusi
yang mampu memediasi dan memberi advokasi terhadap isu-isu konflik
keragaman warga kota. Oleh karena itu, titik awal untuk mengarahkan peran
tersebut adalah menampilkan dampak negatif dari konflik atau peristiwa masa
lalu. Dampak negatif dari peristiwa tersebut harus dimaknai sebagai pengalaman
sekaligus menjadi pelajaran dalam menghadapi isu-isu yang sama di masa yang
akan datang. Dengan demikian, titik awal ini memberi peluang bagi museum kota
untuk menyusun program kegiatan yang berkaitan dengan upaya mediasi dan
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
39
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
40
museum kota. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, konsep museum kota yang
terdiri atas pengertian dan kerangka kerja memberi pemahaman tentang aspek
yang menjadi fokus sebuah museum kota. Berdasarkan pada pengertiannya,
sebagaimana dikemukakan oleh Amareswar Galla (1995), bahwa museum kota
hadir untuk merepresentasikan bukti-bukti tinggalan manusia dan lingkungan
dalam ruang lingkup kota tertentu. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa museum kota
hadir untuk melayani masyarakat perkotaan dan pengembangannya. Aspek
penting lain dalam hal pameran museum kota, adalah aspek yang berkaitan
dengan pendekatan yang dilakukan oleh disiplin ilmu yang mengkaji sebuah kota
yaitu aspek fisik dan sosial. Dalam hal ini, aspek fisik dapat dilihat pada
pandangan yang dikemukakan oleh Duncan Grewcock bahwa museum dapat
berperan sebagai pendekatan baru dalam perencanaan kota. Arah peran museum
pada aspek tersebut, dapat diwujudkan melalui pameran sehingga masyarakat
memperoleh pemahaman tentang perubahan fisik kota. Sementara itu, aspek sosial
dapat dilihat pada pandangan yang dikemukakan oleh Jack Lohman bahwa
museum dapat berperan sebagai mediator dalam menghadapi konflik keragaman
warga kota. Arah peran museum pada aspek ini, dapat diwujudkan melalui
pameran sehingga masyarakat memperoleh pemahaman tentang keragaman warga
kota. Dengan demikian, titik perhatian museum kota dalam menjelaskan
perubahan kota adalah pada aspek perubahan fisik dan perubahan sosial.
Pandangan lain dikemukakan oleh Tatiana Gorbacheva, bahwa museum kota
harus aktif dalam upaya mendekatkan diri pada komunitas yaitu warga kota
berupa bentuk-bentuk program untuk melestarikan warisan budaya baik wujud
artefak maupun tradisi-tradisi. Demikian halnya dikemukakan oleh Max Hebditch
tentang kerangka kerja museum kota memberi pemahaman bahwa museum kota
dapat menjelaskan perubahan kota melalui objek yang ditampilkan, yaitu artefak,
bukti-bukti lingkungan, catatan tentang tempat, dan testimoni. Melalui objek-
objek tersebut, museum kota dapat melakukan interpretasi kemudian
menampilkan kepada masyarakat. Pemahaman inilah yang kemudian dijadikan
sebagai landasan konsep untuk menghasilkan sebuah konsep ideal tentang
pameran museum kota.
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
41
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
42
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
43
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
44
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
45
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
46
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
47
warganya, tidak hanya tentang masa lalu tetapi juga identitas kekinian. Dalam
konteks ini, museum hendaknya menyimpan berbagai jejak masa lalu ihwal
sejarah perjalanan kota, bersama warga kota di dalamnya (Pikiran Rakyat, 2009).
Demikian, berdasarkan uraian sebelumnya tentang konsep museum kota
serta pentingnya pendekatan tematik bagi pameran museum, maka perlu
dirumuskan tentang unsur tema pameran museum kota. Unsur tema dimaksud di
antaranya terkait dengan; awal pertumbuhan kota, identitas masyarakat dan kota,
aspek budaya dan sosial perkotaan, dan struktur tata ruang kota.
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
48
tentang sesuatu yang sama, suatu keadaan yang mirip satu sama lain; (2) kondisi
atau fakta tentang sesuatu yang sama di antara dua orang atau dua benda; (3)
kondisi atau fakta yang menggambarkan sesuatu yang sama di antara dua orang
atau dua kelompok atau benda; (4) pada tataran teknis. Dengan demikian,
pengertian ini hanya sekedar menunjukkan tentang suatu kebiasaan untuk
memahami identitas dengan kata “identik” (Liliweri, 2002: 69). Selanjutnya,
disebutkan bahwa pengertian identitas pada tataran hubungan antarmanusia akan
memberikan pemahaman tentang sesuatu yang lebih konseptual. Oleh karena itu,
pada tataran ini, identitas harus dipahami sebagai cara mengidentifikasi, atau
merinci sesuatu yang dilihat, didengar, diketahui, atau yang digambarkan,
termasuk mengidentifikasi sebuah spesimen biologis, bahkan mengidentifikasi
pikiran seseorang dengan madzhab yang mempengaruhi, merinci aspek-aspek
psikologis (Liliweri, 2002: 70).
Demikianlah, uraian di atas memberikan pemahaman bahwa konsep
identitas berada pada dua tataran yaitu pada tataran teknis yang sering dipahami
sebagai sesuatu yang mirip dengan menggunakan kata identik. Sementara itu,
tataran yang lebih konseptual bahwa identitas adalah upaya untuk
mengidentifikasi sesuatu. Dengan demikian, kaitan dengan identitas kota, konsep
identitas memberikan dua pemahaman yaitu; pertama, apa yang harus
diidentikkan dengan kota, dan kedua, bagaimana mengidentifikasi kota.
Selanjutnya, dapat dijelaskan bahwa identitas kota pada pemahaman
pertama dapat berupa wujud fisik dan sesuatu yang abstrak pada pemahaman yang
kedua. Manneke Budiman (2009), menjelaskan bahwa bangunan, desain dan
infrastruktur dapat dikaitkan dengan konstruksi identitas dan memori kolektif
(Abidin Kusno, 2009: xx). Dengan demikian, wujud fisik identitas kota dapat
dilihat pada bangunan, desain dan infrastruktur, sementara itu, hal yang abstrak
adalah makna dari wujud fisik tersebut. Demikianlah, identitas kota yang
dimaksud dalam hal ini adalah apa dan bagaimana kota dapat diidentifikasi oleh
pihak luar.
Kaitannya dengan museum kota, ruang lingkup selanjutnya adalah warga
kota itu sendiri, dengan demikian, identitas warga kota harus ikut ditampilkan.
Pemahaman ini berlandaskan pada masyarakat kota yang heterogen, multietnis
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
49
dan multikultur. Dalam hal ini, identitas warga kota yang dimaksud adalah
identitas berdasarkan etnis, agama, dan budaya.
Berdasarkan uraian di atas, aspek penting yang menjadi perhatian terhadap
unsur tema ini adalah:
a. Kaitan dengan identitas pada tataran teknis bahwa kota sering “di-
identik-kan” dengan ruang (bangunan maupun landmark). Sementara itu, pada
tataran kontekstual identitas kota dapat dilihat pada wujud bangunan karena
dibalik wujud fisiknya terdapat sebuah konsep atau makna simbolis yang
melatari pendirian bangunan tersebut.
b. Aspek lain adalah identitas masyarakat kota. Aspek ini menjadi penting ketika
peran museum kota dihadapkan pada kenyataan masyarakat kota yang
heterogen. Oleh karena itu, identitas yang terkait dengan budaya, etnis,
maupun keagamaan adalah unsur tema yang penting untuk ditampilkan oleh
museum kota.
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
50
wujud ide berpengaruh pada aktivitas sosial warga kota dan kemudian
memengaruhi wujud fisik kota. Demikian halnya wujud fisik dapat memengaruhi
wujud perilaku warga kota.
Demikian, maka kota menyerupai suatu sistem, saling berkaitan dan
berpengaruh. Misalnya, masyarakat kota cenderung memiliki lebih banyak
kebutuhan sehingga di kota akan lebih banyak (jenis) pekerjaan sehingga terdapat
ragam profesi, pusat perbelanjaan, dan fasilitas kota untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat (Paulus Hariyono, 2007: 16). Sistem inilah kemudian yang
membentuk budaya kota.
Budaya kota seringpula dikaitkan dengan peradaban dimana pembangunan
fisik diikuti dengan pembangunan mental warga kota. Peradaban itu sendiri
menjadi ciri kota dengan adanya perkembangan sosio-kultural, teknologi dan
modernisasi. Dalam pengertian yang berbeda, budaya kota dikaitkan dengan
istilah urbanisasi yang memiliki pengertian pokok adalah apakah warganya
mampu memiliki ciri-ciri sebagai warga kota, menyesuaikan dengan kebudayaan
kota dengan pola-pola tertentu dalam memanfaatkan suatu ruang, sarana dan
prasarana kota (Paulus Hariyono, 2007: 89-93).
Dalam hal ini, museum kota diharapkan mampu membaca budaya kota
sebagai teks yang dapat di-narasi-kan dan kemudian ditampilkan. Kajian cultural
studies dalam hal ini menyebutkan bahwa:
konsep teks bukan hanya mengacu pada kata tertulis, meski ini adalah
salah satu dari kata itu, melainkan semua praktik yang mengacu pada
makna (to signify). Termasuk pembentukan makna melalui berbagai citra,
bunyi, objek, dan aktivitas. Karena citra, bunyi, objek dan praktik
merupakan sistem tanda, yang mengacu pada suatu makna dengan
mekanisme yang sama dengan bahasa, maka semua itu dapat disebut
dengan teks kultural (Barker, 2008: 12).
Penjelasan lebih lanjut bahwa hal yang sangat penting adalah makna
diproduksi dalam interaksi antara teks dan pembacanya sehingga momen
konsumsi juga merupakan momen produksi yang penuh makna (Barker,
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
51
2008: 12). Dalam konteks museologi dapat dijelaskan sebagai proses interpretasi
atas interpretasi yang disampaikan museum.
Aspek lain pada unsur tema ini adalah sosial perkotaan. Istilah sosial
perkotaan dikaitkan dengan permasalahan sosial yang timbul akibat hubungan
sosial antar warga kota. Oleh karena itu, muncul pula istilah isu-isu sosial
perkotaan yang dikaitkan dengan kemiskinan, kriminalitas dan kekerasan. Aspek
ini menjadi penting ketika museum kota dihadapkan pada peran sosial bahwa
museum kota diharapkan mampu melakukan advokasi dan memediasi konflik
sosial maupun konflik budaya.
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
52
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
53
Dijelaskan lebih lanjut oleh Verhaar dan Meeter, bahwa kata komunikasi
diartikan sebagai pengiriman informasi dan gagasan dengan tekad sadar untuk
menyebabkan terjadinya perubahan tertentu sesuai dengan keinginan si pengirim,
dalam diri si penerima, khususnya dalam pengetahuannya, pendapatnya, sikap
dan/atau tingkah lakunya (Verhaar dan Meeter, 1982: 32). Lebih lanjut,
dikemukakan bahwa tipe pameran dapat digambarkan dalam bentuk skala
perbandingan objek dan informasi, sebagaimana tampak pada gambar 2.1.
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
54
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
55
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.
56
Universitas Indonesia
Konstruksi baru..., Syahruddin Mansyur, FIB UI, 2010.