Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH

“HIDROCEPHALUS”

Mata Kuliah : Keperawatan Anak 1

Dosen Pengajar :

Titin Sutini, Ns., Sp.Kep.An

Disusun Oleh Kelompok 10:

Fitri Handayani (2018720017)

Kamiliya Yasmin (2018720023)

Uswatun Khasanah (2018720047)

Yusril Mahendra (2018720152)

S1 KEPERAWATAN REGULER
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Swt. Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah “Hidrocephalus”.Makalah ini telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari teman-teman, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada teman-teman
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu,
kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk kita semua.

Jakarta, 12 maret 2020

Kelompok 10

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................i


DAFTAR ISI ...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .....................................................................................................1
1.2. Rumusan masalah..................................................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan ...................................................................................................1

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1. Anatomi fisiologi sistem saraf pusat......................................................................3
A Otak................................................................................................................3
B Medulla spinalis..............................................................................................8
C Penunjang sistem saraf pusat .........................................................................9
2.2. Konsep Hidrocephalus.........................................................................................13
A Definisi ........................................................................................................13
B Etiologi ........................................................................................................13
C Patofisiologi .................................................................................................15
D Pathway ........................................................................................................16
E Manifestasi klinis .........................................................................................17
F Jenis /Tipe ....................................................................................................18
G Pemeriksaan penunjang ...............................................................................21
H Komplikasi ...................................................................................................22
I Penatalaksanaan ...........................................................................................22
2.3. Konsep Asuhan Keperawatan..............................................................................23
A Pengkajian ....................................................................................................23
B Diagnosa ......................................................................................................24
C Intervensi .....................................................................................................25
D Implementasi.................................................................................................32
E Evaluasi ........................................................................................................36

BAB III TINJAUAN KASUS

ii
3.1. Narasi Kasus........................................................................................................32
3.2. Pengkajian ...........................................................................................................31
3.3. Diagnosa..............................................................................................................35
3.4. Perencanaan.........................................................................................................35

BAB V PENUTUP
5.1. KESIMPULAN ...................................................................................................39
5.2. SARAN ...............................................................................................................39
DAFTAR PUSAKA ...................................................................................................40

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hydrocephalus telah dikenal sejak zaman hipocrates, saat itu
hidrocephalus dikenal sebagai penyebab penyakit ayan. Saat ini dengan
teknologi yang semakin berkembang maka mengakibatkan polusi di dunia
semakin meningkat pula yang pada akhirnya menjadi faktor penyebab suatu
penyakit, yang mana kehamilan merupakan keadaan yang sangat rentan
terhadap suatu penyakit yang dapat mempengaruhi janinnya, salah satunya
adalah hidrocephalus.
Hidrocephalus merupakan penumpukan CSS sehingga menekan jaringan
otak. Jumlah cairan bisa mencapai 1,5 liter – 5 liter, sehingga tekanan
intrakarnial sangat tinggi. Hidrocephalus dapat terjadi pada semua umur
tetapi paling banyak pada bayi yang ditandai dengan membesarnya kepala
melebihi ukuran normal. Hal ini karena pada bayi ubun-ubunnya masih
terbuka, sehingga adanya penumpukan cairan otak dapat dikompensasi
dengan melebarnya tulang-tulang tengkorak. Sedangkan pada orang dewasa
tulang tengkorak tidak mampu lagi melebar.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana latar belakang dari Hidrocephalus tersebut?
b. Sebutkan konsep dari Hidrocephalus?
c. Bagaimana asuhan keperawatan pada Hidrocephalus?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Mahasiswa dapat mengetahui latar belakang pada Hidrocephalus
b. Mahasiswa dapat memahami konsep Hidrocephalus
c. Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada Hidrcephalus

1
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Saraf Pusat

Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Selain itu,
sistem saraf pusat ditunjang oleh neuroglia, menigen, serta ventrikel otak dan
cairan serebrospinal.
1. Otak
Otak menyusun sekitar satu per lima puluh berat badan dan terletak di
rongga kranial. Bagian-bagian otak adalah serebrum, otak tengah (mid
brain), pons, medula oblongata, dan serebelum.
a. Suplai darah ke otak
Arteriosus sirkulus dan arteri yang terkait memegang peranan
penting dalam mempertahankan suplai oksigen dan glukosa yang
konstan ke otak bahkan saat arteri yang terkait mengalami
penyempitan atau saat kepala digerakkan. Otak menerima sekitar 15%
curah jantung yakni sekitar 750 ml darah per menit. Otoregulasi

2
menjaga aliran darah ke otak secara konstan dengan menyesuaikan
diameter arteriol yang melintasi rentang luas tekanan darah arteri
(sekitar 65-140 mmHg).
b. Serebrum
1. Serebrum
Merupakan bagian terbesar otak dan menempati fossa
kranial tengah dan anterior. Serebrum dibagi oleh suatu celah yang
dalam, fisura serebri longitudinal, menjadi hemisfer kiri dan
kanan, di mana setiap hemisfer ini berisi satu ventrikel lateral. Di
otak bagian dalam, hemisfer dihubungkan oleh massa substansi
albikan (serat saraf) yang disebut korpus kalosum (corpus
callosum).
Falks serebri dibentuk oleh dura meter. Bagian superfisial
serebrum terdiri atas badan sel saraf atau substansi grisea, yang
membentuk korteks serebri, dan lapisan dalam yang terdiri atas
serat saraf atau substansi albikan. Korteks serebri menunjukkan
banyak galur atau lipatan berbagai kedalaman.
Area yang terpapar lipatan adalah girus atau konvolusi dan
girus ini dipisahkan oleh sulkus (fisura).Untuk tujuan deskriptif,
tiap serebrum dibagi menjadi lobus yang terdiri atas lobus frontal,
parietal, temporal, dan oksipital. Batas antara lobus ditandai oleh
suatu sulkus yang dalam dan terdiri atas sulkus lateral, sentral, dan
parietooksipital.

Area fungsional korteks serebri

Terdapat beberapa tipe area fungsional korteks serebri,


yaitu sebagai berikut.
1) Area motorik

a. Area motorik primer: area ini berada di lobus frontal yang


terletak di area anterior dan sulkus sentral.

3
b. Area Broca: area ini berada di lobus frontal tepat di atas
sulkus lateral dan mengendalikan pergerakan otot yang
diperlukan untuk bahasa. Area ini dominan pada orang yang
menggunakan tangan kanan.

2) Area sensoris

a. Area somatosensoris: area ini berada di belakang sulkus


sentral. Area ini berhubungan dengan persepsi sensasi nyeri,
suhu, tekanan dan sentuhan, kesadaran gerakan otot serta
posisi sendi.

b. Area auditorius: area ini terletak di bawah sulkus lateral di


lobus temporal. Sel saraf menerima dan mengintepretasikan
impuls yang dihantarkan dari telinga dalam oleh bagian
koklear (auditori) saraf vestibulokoklear (saraf kranial ke-8).

c. Area olfaktorius (penghidu): area ini berada di dalam lobus


temporal di mana impuls dari hidung dihantarkan melalui
saraf olfaktorius (saraf kranial ke-1), diterima dan
diintepretasikan.

d. Area pengecapan: area ini terletak tepat di atas sulkus lateral


di lapisan area somatosensori. Di sini, impuls dari reseptor
sensoris pada papilla pengecapan diterima dan dipersepsikan
sebagai rasa.

e. Area visual: area ini berada di belakang sulkus


parietooksipital dan meliputi bagian lobus oksipital yang
lebih besar. Saraf optic (saraf kranial ke-2) melalui mata ke
area ini, yang diterima dan diintepretasikan sebagai kesan
visual.

3) Area asosiasi

a. Area asosiasi saling berhubungan dengan area lain dari


korteks serebri. Area ini menerima, mengoordinasi, dan

4
mengintepretasikan impuls dari korteks sensori dan mototrik
yang memungkinkan kemampuan kognitif yang lebih tinggi.

b. Area premotorik: area ini berada di lobus frontal yang


terletak anterior terhadap area motorik. Neuron di area ini
mengoordinasi gerakan yang diinisiasi oleh koretks motorik
primer, yang memastikan bahwa pola gerakan yang dipelajari
dapat diulang.

c. Area prefrontal: area ini merupakan kelanjutan dari area


premotorik yang meliputi sisa area lobus frontal. Fungsi
intelektual termasuk perspsi, kemampuan mencegah kejadian
dan control emosi yang normal dikontrol di area ini.

d. Area Wernicke: area ini berada di lobus temporal yang


berdekatan dengan area parietooksipitotemporal. Di area ini,
bahasa yang terucapkan dipersepsikan (pemahaman bahasa).

e. Area paretooksipitemporal: area ini berada di belakang area


somatosensoris dan meliputi sebagian besar lobus parietal.
Area ini berperan dalam fungsi kesadaran spasial,
menafsirkan bahasa tulisan, dan kemampuan untuk
menyebutkan objek.

c. Basal Ganglia
Area ini merupakan substansi grisea, yang berada di dalam
hemisfer serebri, serta berhubungan dengan korteks serebri dan
talamus. Basal ganglia membentuk bagian traktus ekstrapiramidal dan
terlibat dalam inisiasi dan kontrol gerakan kompleks yang halus, serta
mempelajari aktivitas terkoordinasi.

d. Diensefalon
Bagian ini menghubungkan serebrum dan otak tengah. Terdiri dari
beberapa struktur yang terletak disekitar ventrikel ketiga, yang utama
thalamus dan hipotalamus, kemungkinan berada di sini.

5
1. Talamus:

Terdiri dari dua massa sel saraf dan serat yang berada di
hemisfer serebri tepat di bawah korpus kolosum, masing-masing
satu di tiap sisi ventrikel ketiga. Input sensori dan kulit, organ
visera dan indra khusus disampaikan ke talamus sebelum
didistribusikan ulang ke serebrum.

2. Hipotalamus:

Terdiri atas sejumlah kelompok sel saraf. Hipotalamus


baerada di bawah dan di depan talamus, serta di atas kelenjar
hipofisis. Hipotalamus terhubung dengan lobus posterior kelenjar
hipofisis oleh serat saraf dan dengan lobus anterior oleh sistem
kompleks pembuluh darah. Melalui hubungan ini, hipotalamus
mengendalikan pengeluaran hormon dari lobus kelenjar.

Fungsi lain hipotalamus adalah mengendalikan sistem saraf


otonom; rasa lapar dan kenyang; haus dan keseimbangan cairan;
suhu tubuh; reaksi emosional, missal senang, takut, dan marah;
perilaku seksual termasuk mencari pasangan dan membesarkan
anak; jam biologis atau irama sirkadian, missal siklus tidur-
bangun; dan sekresi sebagian hormon.

e. Batang Otak

1. Otak tengah (mid brain)


Otak tengah berada di sekitar akuaduktus serebri antara
serebrum di atasnya dan pons di bawahnya. Otak tengah terdiri atas
nuklei dan serat saraf (traktus), yang menghubungkan serebrum
dengan bagian bawah otak dan dengan medula spinalis. Nuklei
bekerja sebagai stasiun penyiar bagi serat saraf asendens dan
desendens.
2. Pons
Pons berada di depan serebelum, di bawah otak tengah.
Pons terdiri atas serat saraf yang membentuk jembatan antara dua

6
hemisfer serebelum, dan serat yang melalui antara posisi otak yang
lebih tinggi dan medula spinalis. Terdapat nuklei yang membentuk
pusat pneumotaksik dan apnustik yang berhubungan dengan pusat
respirasi di medula oblongata.
3. Medula oblongata
Medula oblongata memanjang dari pons hingga medula
spinalis. Panjangnya sekitar 2,5 cm dan terletak tepat di dalam
cranium di atas foramen magnum. Permukaan anterior dan
posterior ditandai oleh fisura sentral. Bagian luar terdiri atas
substansi albikan yang melalui otak hingga medula spinalis, dan
subtansi grisea, yang terletak di tengah.
Pusat vital terdiri atas kelompok sel (nuklei) yang
berhubungan dengan aktivitas refleks otonom, yang berada pada
struktur dalamnya, yakni pusat kardiovaskular, pusat respirasi,
pusat refleks muntah, batuk, bersin, dan menelan.
4. Formasi retikular
Formasi retikular merupakan kumpulan neuron di dalam
inti batang otak, yang dikelilingi oleh jalur saraf yang
mengonduksi impuls saraf asendens dan desendens di antara otak
dan medula spinalis. Formasi retikular memiliki banyak sinaps
sehingga secara konstan menerima informasi yang dihantarkan ke
traktus asendens dan desendens. Fungsi formasi retikular adalah
sebagai berikut.
 Koordinasi otot rangka yang berhubungan dengan gerakan
motorik voluntir dan mempertahankan keseimbangan.

 Koordinasi aktivitas yang dikendalikan oleh sistem saraf


ototnom, misal aktivitas pencernaan, kardiovaskular, dan
respirasi.

 Kesadaran selektif yang berfungsi melalui sistem aktivasi


retikulus (reticular activating system = RAS), yang selektif
menghambat atau mengirimkan informasi sensori ke korteks

7
serebri, misal suara pelan yang ditimbulkan oleh anak yang
sakit menyebabkan ibu terbangun, tetapi suara kereta yang
biasa lewat mungkin disupresi.

f. Serebelum
Serebelum berada di belakang pons dan di bawah bagian posterior
serebrum yang ditempati fossa kranial posterior. Serebelum berbentuk
oval dan memiliki dua hemisfer, yang dipisahkan oleh suatu garis
tengah yang sempit disebut vermis. Serebelum berfungsi
dalamkoordinasi gerakan otot voluntir, postur, dan keseimbangan.
Serebelum juga terlibat dalam proses bahasa dan belajar. Kerusakan
area ini menyebakan gerakan otak yang tidak terkoordinasi, kikuk, dan
gaya berjalan diseret.

2. Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan bagian sistem saraf pusat yang berbentuk
silinder dan panjang yang terdapat di saluran vertebra serta dikelilingi oleh
meningen (selaput otak) dan cairan serebrospinal. Panjangnya pada pria
dewasa sekitar 45 cm dan tebalnya sebesar jari kelingking.
Saat CSS diperlukan untuk spesimen, dilakukan pungsi lumbal, yakni
prosedur pengambilan cairan di titik di bawah ujung, pada vertebra lumbal
ke-2 ruang subaraknoid. Medula spinalis merupakan jaringan saraf yang
menghubungkan antar otak dan bagian tubuh lainnya. Medula spinalis
terdiri atas saraf-saraf spinalis. Saraf ini menyampaikan impuls dari otak
ke berbagai organ dan jaringan yang turun melalui medula spinalis.
a. Substansi Grisea
Susunan substansi grisea di medula spinalis menyerupai bentuk
huruf H, memiliki dua posterior, dua anterior, dan dua kolum lateral.
Area substansi grisea yang terletak dalam posisi melintang adalah
komisura transversum. Sel saraf tubuh dapat berupa:
1. Neuron sensoris, yang menerima impuls dari perifer tubuh;

2. Neuron motorik bawah, yang menghantarkan impuls ke otot rangka;

3. Neuron konektor, yang menghubungkan neuron sensoris dan


motorik, yang membentuk arkus refleks spinal.

8
Kolum posterior substansi grisea terdiri atas sel tubuh yang
distimulasi oleh impuls sensoris dari perifer tubuh. Serat saraf sel ini
berperan dalam membentuk substansi albikan medula spinalis dan
menghantarkan impuls sensoris ke atas yaitu otak. Kolum anterior
terdiri atas neuron motorik bawah yang distimulasi oleh neuron motorik
atas atau penghubung neuron yang menghubungkan kolum anterior
danposterior untuk membentuk arkus refleks. Ganglia ujung posterior
dibentuk oleh badan sel saraf sensoris.
b. Substansi Albikan
Substansi albikan medula spinalis tersusun dalam tiga kolum atau
traktus, yaitu anterior, posterior, dan lateral. Traktus ini dibentuk oleh
serat saraf sensoris asendens ke otak, serat saraf motorik desendens dari
otak, dan serat neuron penghubung. Traktus ini melipuiti bagian-bagian
berikut ini.
1. Traktus sensori (reseptor kutaneus yang menghasilkan sensasi di
kulit, dan reseptor sensori khusus yang distimulasi oleh regangan
pada tendon, otot, serta sendi)

2. Traktus motorik (gerakan voluntir seperti kontraksi otot rangka dan


involuntir pada otot polos, otot jantung, dan sekresi kelenjar).

3. Penunjang Sistem Saraf Pusat

a. Neuroglia
Neuron sistem saraf pusat ditunjang oleh empat jenis sel glia, yang
tidak dapat dirangsang dan menyusun seperempat hingga setengah
volume jaringan otak. Tidak seperti sel saraf, sel ini terus bereplikasi
hingga seumur hidup. Sel ini terdiri atas astrosit, oligodendrosit,
mikrogila, dan sel ependimal.
1. Astrosit
Sel ini membentuk jaringan penunjang utama sistem saraf
pusat. Bentuk sel ini seperti bintang dengan prosesus bercabang
halus dan berada di substansi dasar mukopolisakarida. Pada ujung

9
bebas prosesus bercabang, terdapat penonjolan kecil yang disebut
prosesus kaki. Astrosit ditemukan dalam jumlah besar dan
berdekatan dengan pembuluh darah dengan prosesus kakinya yang
membentuk semacam lengan disekitarnya.
Hal ini berarti bahwa darah terpisah dari neuron oleh
dinding kapiler dan lapisan prosesus kaki astrosit yang bersama-
sama membentuk barrier darah-otak. Fungsi barrier ini analog
dengan fibroblas yang ada di tubuh.Barier darah-otak adalah
barrier selektif yang melindungi otak dari zat toksik dan berbagai
substansi kimia potensial di darah, misalnya setelah makan.
Oksigen, karbon dioksida, alkohol, barbiturat, glukosa, dan
substansi lipofili dengan cepat menyeberangi barrier ke otak.
Sebagian molekul berukuran besar, obat, ion anorganik, dan asam
amino masuk melalui darah ke otak dengan lambat.
2. Oligodendrosit
Sel ini lebih kecil dari pada astrosit dan ditemukan
berkelompok di sekitar badan sel saraf yang berada di substansi
grisea dan berdekatan serta berada di sepanjang serat saraf
bermielin. Oligondendrosit membentuk dan mempertahankan
mielin, memiliki fungsi yang sama seperti sel Schwann di saraf
perifer.
3. Mikroglia
Sel ini berasal dari monosit yang berpindah dari darah ke
sistem saraf sebelum kelahiran. Mikroglia ditemukan terutama di
area pembuluh darah, mikroglia membesar dan menjadi bersifat
fagositik, menyingkirkan mikroba dan jaringan yang rusak pada
area inflamasi, serta penghancuran sel.
4. Sel ependimal
Sel ini membentuk epitel yang melapisi ventrikel otak dan
kanalasi sentralis medula spinalis. Sel tersebut yang berbentuk
pleksus koroid ventrikel menyekresikan cairan serebrospinal.

b. Meningen

10
Otak dan medula spinalis dikelilingi oleh tiga lapisan jaringan,
meningen (selaput otak), yang terletak diantara tengkorak dan otak,
serta antara foramen vertebra dan medula spinalis. Meningen terdiri atas
dura mater, araknoid, dan dan pia mater.
1. Dura mater
Dura mater serebral terdiri atas dua lapis jaringan fibrosa padat.
Dura mater merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras yang
berasal dari jaringan ikat yang tebal dan kuat. Di antara dura mater
dan selaput araknoid terdapat ruang yang disebut subdura. Terdapat
ruang antara dua lapisan ini, kecuali di mana lapisan terdalam
menyusup ke dalam diantara hemisfer serebri untuk membentuk
falks serebri; dan di antara serebri.
Darah vena dari otak mengalir ke sinus vena antara lapisan dura
meter. Sinus sagitalis superior dibentuk oleh falks serebri, dan
tentorium serebelum membentuk sinus transversum dan linear. Dura
mater spinal membentuk selubung longgar di sekitar medula spinalis,
memanjang dari foramen magnum ke vertebra sakral kedua.
Selanjutnya, selubung ini membungkus filum terminal dan
bergabung dengan periosteum koksigis. Selubung ini merupakan
perpanjangan lapisan terdalam dura mater dan terpisah dari
periosteum vertebra dan ligamen dalam kanal neuron oleh epidural
atau ruang ekstradural, yang mengandung pembuluh darah dan
jaringan ikat.
2. Araknoid mater
Araknoid merupakan lapisan fibrosa yang terletak di antara dura
dan pia mater. Antara dura mater dan araknoid, dipisahkan oleh
ruang subdura, sedangkan antara araknoid dan pia mater, dipisahkan
oleh runag subaraknoid, yang mengandung cairan serebrospinal.
3. Pia mater
Pia mater merupakan lapisan tipis jaringan ikat yang
mengandung banyak pembuluh darah. Pia mater melekat pada otak
dan berlanjut menyelubungi medula spinalis.

11
c. Ventrikel Otak dan Cairan Serebrospinal (CSS)
Dalam otak, terdapat empat rongga berbentuk tidak beraturan, atau
ventrikel, yang berisi cairan serebrospinal. Ventrikel tersebut terdiri atas
bagian-bagian berikut.
1. Ventrikel lateral.
Rongga ini terletak di dalam hemisfer serebri, satu di tiap
sisi bidang median tepat di bawah korpus kolosum. Ventrikel ini
dipisahkan satu sama lain oleh selaput tipis disertai
epitheliumbersilia. Ventrikel ini dihubungkan dengan ventrikel
ketiga oleh interventrikular foramina.
2. Ventrikel ketiga
Ventrikel ketiga adalah rongga yang berada di bawah
ventrikel lateral antara dua bagian talamus. Ventrikel ini
dihubungkan dengan ventrikel keempat oleh suatu saluran, yang
disebut akuaduktus serebri.
3. Ventrikel keempat
Ventrikel keempat merupakan rongga berbentuk wajik yang
berada dibawah dan belakang ventrikel ketiga, diantara serebelum
dan pons. Ventrikel ini harus berlanjut ke bawah hingga kanalis
sentralis medula spinalis dan dihubungkan dengan ruang
subaraknoid oleh foramina. Cairan serebrospinal masuk ke ruang
subaraknoid melalui ujung distal kanalis sentralis medula spinalis.
Cairan serebrospinal disekresikan ke tiap ventrikel otak
oleh pleksus koroid. Pleksus ini merupakan area vaskular di mana
terdapat proliferasi pembuluh darah yang dikelilingi oleh sel
ependimal yang melapisi dinding ventrikel. CSS dialirkan kembali
ke darah melalui divertikula kecil dari araknoid, yang disebut vili
araknoid.
Perpindahan CSS dari ruang subaraknoid ke sinus vena
bergantung pada perbedaan tekanan pada tiap sisi dinding vili
araknoid, yang berkerja sebagai katup satu arah. Saat tekanan CSS
lebih tinggi dari pada tekanan vena, CSS mengalir ke darah dan

12
saat tekanan vena lebih tinggi, vili araknoid kolaps/menutup,
mencegah darah mengalir ke CSS. Mungkin juga sebagian CSS
direabsorpsi oleh sel di dinding ventrikel.

2.2 Konsep Hidrocephalus


A. Definisi
Hidrocephalus yang berasal dari bahasa yunani yaitu “hidro”
berarti air dan “cephalus” berarti kepala. Sehingga dapat dikenal dengan
“cairan kepala” adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran
cairan didalam otak (cairan serebrospinal atau CSS). Hidrocephalus
adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel serebral, ruang
subarachnoid, atau ruang subdural. Atau hidrocephalus merupakan
kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinal dengan tekanan intakranial yang meninggi sehingga
terdapat pelebaran pada ventrikel.

B. Etiologi
Hydrocephalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan
serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan
CSS dalam ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruangan subarackhnoid.
Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya. Tempat
sering tersumbat dan terdapat dalam klinik adalah: foramen monroi,
foramen luschka dan magendie, sisterna magma dan sisterna
basalis.berkurangny absorbsi CSS yang pernah dikemukakan dalam
kepustakaan pada obstruksi kronis aliran vena otak pada trombisis sinus
longitudinalis.
Contoh lain ialah terjadinya hidrosefalus setelah koreksi bedah dari
spina difida dengan meningokel akibat berkurangnya permukaan untuk
absorpii .penyebab penyumbatan untuk aliran CSS yang sering terdapat
pada bayi adalah sebagai berikut :
1. Kongenital : disebabkan gangguan perkembangan janin dalam rahim
atau infeksi intrauterine meliputi :

13
a. Stenosis aquaductus sylvi: merupakan penyebab terbanyak pada
hidrosefalus bayi dan anak (60%-90%). Aquaductus merupakan
saluran yang buntu sama sekali atau abnormal yaitu lebih sempit
dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus sejak lahir atau progresif
dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah kelahiran.
b. Spina bifida dan kranium bifida: merupakan hidrosefalus pada
kelainan ini biasanya berhubungan dengan sindrom Arnould-
Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis dengan medulla
oblongata dan cerebellum letaknya lebih rendah dan menutupi
foramen magnum sehingga penyumbatan sebagian atau total.
c. Sindrom Dandy-Walker: Merupakan atresia congenital Luscha
dan Magendie yang menyebabkan hidrosefalus obruktif dengan
pelebaran system ventrikel terutama ventrikel IV, yang dapat
sedemikian besarnya sehingga merupakan suatu kista yang besar
di daerah fosa pascaerior
d. Kista araknoid dan anomali pembulluh darah
Dapat terjadi congenital tapi juga dapat timbul akibat trauma
sekunder suatu hematoma.
2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul pelekatan meningen. Secara patologis
terlihat penebalan jaringan piameter dan arakhnoid sekitar seistema
basalis dan daerah lain. Penyebab lain infeksi adalah toksoplasmosis.
3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obruksi mekanik yang dapat terjadi setiap
tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan
penyumbatan ventrikel IV/akuaduktus sylvi bagian terakhir biasanya
suatu glioma yang berasal dari cerebelum, penyumbatan bagian depan
ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4. Pendarahan
Pendaran sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningfen terutama pada daerah basal

14
otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu
sendiri.

C. Patofisiologi
Hidrosefalus terjadi karena ada gangguan absorbsi CSF dalam
subarachnoid (communicating hidrosefalus) dan atau adanya obstruksi
dalam ventrikel yang mencegah CSP masuk ke rongga subarachnoid
karena infeksi, neoplasma, perdarahan, atau kelainan bentuk
perkembangan otak janin (noncommunicating hidrosefalus). Cairan
terakumulasi dalam ventrikel dan mengakibatkan dilatasi ventrikel dan
penekanan organ-organ yang terdapat dalam otak.
1. Congenital Hydrocephalus
Adanya pembesaran ventrikel yang progresif. Semua kasus
bersifat obstruktif atau noncommunicating. Malformasi dari
saluran ini biasanya terjadi pada usia kehamilan 6-17 minggu, dan
biasanya Disertai gangguan otak.
2. Post Infection Hydrocephalus
Hidrosefalus yang terjadi bisa bersifat communicating dan
noncommunicating. Infeksi bakteri pada meningen dapat
menyebabkan hilangnya atau rusaknya tempata bsorpsi CSF.
Contohnya yaitu infeksi yang disebabkan oleh Grup B
Streptococcus, E coli, Listeria monocytogenes. Selain itu,
ventriculitis dapat menyebabkan adanya obsturksi yang biasanya
terjadi pada dinding ventrikel ke-3 dan aqueduct of sylvius.
Inflamasi ini bisa diakibatkan karena : Tuberculosis, toxoplasmosis
3. Post hemorrhagic hydrocephalus (PHH) dan post hemorrhagic
ventricle dilatation (PVD). Perbedaan PHH dan PDV terletak pada
adanya perbesaran ventrikel dan peningkatan tekanan intracranial.
 PDV: Ada perdarahan yang hebat, juga terjadi pelebaran
ventrikel yang progresif, tidak diketahuinya tanda peningkatan
tekanan intracranial, dapat sembuh sendiri walaupun tanpa
intervensi.

15
 PHH: Merupakan suatu komplikasi dari perdarahan
intraventricular, dapat menyebabkan communicating maupun
non-communicating hydrocephalus, terjadi peningkatan tekanan
intracranial.
4. Other ventriculomegaly
Ventriculomegali dengan hilangnya periventricular white
matter yang merupakan komplikasi perdarahan yang infarct
(PVHI).

D. Pathway

16
E. Manifestasi klinis
a. Mainfestasi klinis pada bayi, antara lain :
 Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3
tahun
 Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela
menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak
b. Tanda – tanda peningkatan intrakranial
1. Muntah
2. Gelisah
3. Menangis dengan suara tinggi
4. Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi,
peningkatan pernapasan dan tidak teratur, perubahan pupil,
lethargi – stupor,
5. Peningkatan tonus otot ekstrimitas.

17
c. Tanda – tanda fisik lainya
1. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat atau pembuluh –
pembuluh darah terluhat jelas.
2. Alis mata dan bulu mata keatas, sehingga sklera terlihat seolah-
olah diatas iris,
3. Bayi tidak dapat melihat keatas,seperti : sunset eyes
4. Strabismus , nystakmus, atropi optik
5. Bayi sulit mengangkat kepalanya keatas.

F. Jenis / tipe Hidrocephalus


1. Congenital hydrocephalus
Sekitar 1 dari tiap 500 bayi di Amerika lahir dengan
hidrosefalus. Congenital hydrocephalus bisa disebabkan oleh
infeksi pada ibu selama kehamilan seperti rubella atau gondong,
atau cacat lahir seperti spina bifida. Congenital hydrocephalus jadi
satu masalah perkembangan yang paling umum, lebih umum
dibanding Down syndrome dan tuli pada bayi.
Bayi lahir dengan penyumbatan pada saluran di otak tengah
yang menghubungkan dua ventrikel besar. Ini jadi penyebab yang
paling umum. Kondisi kesehatan janin yang sedang berkembang
bisa menyebabkan masalah perkembangan otak. Misalnya
hidrosefalus umum terjadi pada bayi dengan spina bifida parah.
Infeksi selama kehamilan bisa mempengaruhi perkembangan otak
janin. Misalnya:
a. CMV (cytomegalovirus)
b. Rubella
c. Gondongan
d. Toksoplasma
e. Sifilis.

Gejala congenital hydrocephalus (muncul saat lahir) antara


lain:

18
a. Kesulitan bernafas
b. Otot di lengan dan kaki bayi jadi kaku dan rentan kontraksi
c. Beberapa tahap perkembangan tertunda, seperti duduk atau
d. Ubun-ubun tegang
e. Bayi lebih rewel
f. Bayi tidak ingin menggerakkan leher atau kepala
g. Bayi sulit menyusu
h. Kepala bayi terlihat lebih besar dibanding ukuran seharusnya
i. Kulit kepala bayi tipis dan berkilau. Bisa terlihat pembuluh
pada kulit kepala
j. Pupil pada mata bayi mendekati bawah kelopak mata

Diagnosa congenital hydrocephalus pada bayi dan anak kecil:


USG saat hamil bisa mendeteksi hidrosefalus selama kehamilan
pada janin yang sedang berkembang. Setelah dilahirkan, kepala
bayi diukur secara teratur. Kondisi abnormal pada ukuran kepala
kemungkinan memicu tes diagnostic di masa mendatang. Bila USG
menunjukkan kondisi abnormal, tes lanjutan dilakukan seperti MRI
atau CT scan, yang memberi gambaran lebih rinci tentang kondisi
otak.

2. Acquired hydrocephalus. 
Kondisi ini terjadi setelah lahir, biasanya setelah tumor
otak, meningitis, atau akibat cedera kepala serius. Gejala dari
acquired hydrocephalus  (berkembang setelah lahir) antara lain:
a. Sakit kepala
b. Hilang selera makan
c. Lesu
d. Mual
e. Perubahan kepribadian
f. Masalah penglihatan, seperti penglihatan kabur
g. Seizure
h. Inkontinensi urin

19
i. Kesulitan berjalan, Kondisi ini berkembang setelah lahir dan
biasanya disebabkan oleh cedera atau penyakit yang
menyebabkan penyumbatan antara ventrikel. Berikut beberapa
penyebabnya:
 Pendarahan di dalam otak
 Luka di otak, ada area yang cedera, atau penyakit di dalam
otak. Ada banyak penyebab yang mungkin, termasuk
cedera, infeksi, paparan pada bahan kimia tertentu, atau
masalah dengan sistem kekebalan.
 Tumor otak
 Meningitis, yaitu peradangan pada membran otak atau
sumsum tulang belakang
 Stroke, kondisi di mana pembekuan darah mengganggu
aliran darah pada area otak.

3. Communicating hydrocephalus.
Hidrosefalus jenis ini terjadi ketika CSF menjadi tersumbat
setelah meninggalkan ventrikel. Disebut “communicating” karena
CSF masih mengalir di antara ventrikel otak.

4. Non-communicating hydrocephalus.
Disebut juga obstructive hydrocephalus, terjadi ketika
penghubung tipis diantara ventrikel menjadi tersumbat.

5. Normal pressure hydrocephalus. 


Ini hanya terjadi pada orang dengan usia 50 tahun atau
lebih. Normal pressure hydrocephalus bisa terjadi setelah stroke,
cedera, infeksi, pembedahan, atau pendarahan. Tapi pada banyak
kasus, dokter tidak tahu kenapa ini terjadi. Gejala normal pressure
hydrocephalus bisa butuh berbulan-bulan atau tahun sebelum
terlihat. Gejalanya antara lain:

20
a. Perubahan gaya berjalan, pasien merasa kaku pada area kaki
ketika pertama melangkah. Pasien terlihat menyeret kaki,
bukan berjalan.
b. Cara berpikir normal melambat, pasien merespon pertanyaan
lebih lambat, dan terlambat bereaksi terhadap situasi di
sekitarnya. Kemampuan memproses informasi juga melambat.
c. Inkontinensi urin, biasanya terjadi setelah perubahan gaya
berjalan.
d. Kondisi ini terjadi pada orang dengan usia lebih dari 50 tahun.
Pada kebanyakan kasus tidak diketahui penyebabnya. Kadang,
bisa terjadi setelah stroke, infeksi, atau cedera pada otak. 

Ada dua teori tentang penyebab jenis hidrosefalus ini: CSF


tidak terserap kembali ke aliran darah seperti yang semestinya.
Karenanya, otak mulai memproduksi lebih sedikit CSF baru,
menyebabkan peningkatan tekanan untuk jangka waktu lama.
Peningkatan perlahan bisa menyebabkan kerusakan otak progresif.
Kondisi seperti sakit jantung, tingkat kolesterol tinggi, atau
diabetes setelah aliran darah normal, bisa membuat jaringan otak
jadi lunak. Jaringan otak lunak menyebabkan peningkatan risiko
hidrosefalus. Pada normal pressure hydrocephalus diagnosanya
lebih sulit karena gejala lebih samar dan tidak muncul tiba-tiba.

6. Hydrocephalus ex-vacuo. 
Jenis hidrosefalus ini terjadi setelah stroke, cedera otak
traumatik, atau penyakit degeneratif. Jaringan otak mengerut dan
ventrikel otak menjadi lebih besar.

G. Pemeriksaan penunjang
1. CT san an pating taik untuk mendiagnosis hirosefalus

21
2. Tap ventrikular pungsi langsung ke dalam ventrikel melalui fotanel
anterior untuk memantau tekanan CSS dalam rangka penurunan
TIK
3. Magnectic resonance imaging (MRI) dapat digunakan untukk lesi
kompleks

H. Komplikasi
1. Peningkatan TIK
2. Malfungsi pirau
3. Infeksi
4. Keterlambatan perkembangan kognitif,psikososial dan fisik
5. IQ menurun

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang biasa dilakukan adalah pemasangan pirau
(shunt) melalui pembedahan. Pirau ini mengeluarkan kelebihan Css
dan mengurangi TIK. Ujung proksimal pirau memasukkan dia dalam
ventrikel lateral; ujung distal diperpanjang sampai ke dalam rongga
peritoneal atau atrium kanan sebagai cara untuk menyalurkan
kelebihan cairan tersebut ke rongga badan lain. Pi-rau peritoneal
ventrikular (PV) paling sering digunakan karena pirau atrioventrikular
membutuhkan perbaikan berulang kali sesuai dengan pertumbuhan
anak dan risiko endokarditis bakterial yang terkait.
Pemulihan TIK teratasi. Setelah pembedahan dilakukan, anak
lebih waspada, dan gag, anoreksia, dan nenonjolan fontanel menurun.
Karena memerlukan aktivitas kejang masih tetap ada setelah
memasang pirau, maka dapat diberikan antikonvulsan. Antibiotik
yang diindikasikan sesuai hasil uji kultur dan sensitivitas digunakan
untuk infeksi pirau.
Pemasangan pirau PV dapat dilakukan pada anak yang berhasil
mengatasi ventrikulostomi sepertiga dengan endoskopi,
ventrikulostomi menerima laser, atau ventrikulokisternostomi.

22
Keuntungan dari prosedur- prosedur ini adalah pirau PV yang tidak
perlu dan perlu pirau tidak perlu direvisi setiap tahun (hampir satu dari
semua prosedur pemirauan yang dilakukan adalah untuk revisi pirau
semula). Berikut ini adalah masalah rumit pembedahan: Malfungsi
pirau (tersumbat) & Infeksi pirau, meningitis

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Anamnesa  Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin,
suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,  Riwayat
Penyakit / keluhan utama : Muntah, gelisah, nyeri kepala, lelah apatis,
penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan
perifer. Riwayat Penyakit dahulu :
 Antrenatal : Perdarahan ketika hamil  
 Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir 
 Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma 

Riwayat penyakit keluarga 

Pengkajian persisten:

 B1 ( Breath )   : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas


 B2 ( Blood )    : Pucat, peningkatan systole tekanan darah,
penurunan nadi
 B3 ( Brain )     : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi
menonjol dan  mengkilat, pembesaran kepala, perubahan pupil,
penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer, strabismus
( juling ), tidak dapat melihat keatas “ sunset eyes ”, kejang
 B4 ( Bladder ) : Oliguria
 B5 ( Bowel )   : Mual, muntah, malas makan
 B6 ( Bone )     : Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot
ekstrimitas

Observasi tanda – tanda vital

23
 Peningkatan systole tekanan darah
 Penurunan nadi / bradikardia
 Peningkatan frekuensi pernapasan

B. Diagnosa
 Diagnosa Keperawatan Pre Operasi
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
meningkatnya tekanan intracranial
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan
pusat persepsi sensori.
3. Kerusakan intregritas kulit berhubungan dengan penurunan
mobilitas fisik, defisiensi sirkulasi
4. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia
5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perubahan
status kesehatan anggota keluarga.

 Diagnosa Keperawatan Pasca Operasi


1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan infeksi
pemasangan shunt
2. Resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan shunt
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan prosedur
pembedahan
4. Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah berhubungan
dengan kurangnya informasi

24
C. Intervensi
 Intervensi Keperawatan Pre Operasi

RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa
Intervensi
. keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil
Keperawatan
1. Perubahan Setelah dilakukan tindakan  Kaji status neurologis
Perfusi serebral keperawatan: yang berhubungan
berhubungan  Tekanan intrakranial 0-15 dengan tanda-tanda
dengan mmHg. peningkatan tekana
meningkatnya  Perfusi otak lebih dari 50 intrakranial, terutama
tekanan mmHg. GCS.
intrakranial  Terpeliharanya status  Monitor tanda-tanda
neurologis. vital:TD, nadi,
 Tanda vital stabil. respirasi, suhu,
minimal tiap 15 menit
sampai keadaan
pasien stabil.
 Monitor tingkat
kesadaran, sikap
reflek, fungsi motorik,
sensorik tiap 1-2 jam.
 Naikkan kepala
dengan sudut 15-450,
tanpa bantal (tidak
hiperekstensi atau
fleksi) dan posisi
netral (posisi kepala
sampai lumbal ada
dalam garis lurus).
 Anjurkan anak dan
orang tua untuk
mengurangi aktivitas

25
yang dapat menaikkan
tekanan intrakranial
atau intraabdominal,
misal: mengejan saat
BAB, menarik nafas,
membalikkan badan,
batuk.

2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan  Kaji tingkat kesadaran


perseps sensori keperawatan: dan respon.
berhubungan  Tanda vital normal.  Ukur vital sign, status
dengan  Orientasi baik. neurologis.
gangguan pusat  GCS lebih dari 13.  Monitor tanda-tanda
persepsi sensori.  Tekanan intrakranial <10 kenaikan tekanan
mmHg. intrakranial seperti
iritabilitas, tangis
melengking, sakit
kepala, mual muntah.
 Ukur lingkar kepala
dengan meteran/
midline.
 Lakukan terapi
auditori dan stimuli
taktil.

3 Kerusakan Setelah dilakukan tindakan  Monitor kondisi


intregritas kulit keperawatan: fontanella mayor tiap 4
berhubungan  Eritema (-). jam.
dengan  Kulit kepala turgor baik,  Ubah posisi tiap 2 jam,
penurunan utuh. pertimbangkan
mobilitas fisik,  Luka (-). perubahan posisi
defisiensi kepala tiap 1 jam.
sirkulasi.  Gunakan lotion atau

26
minyak dan lindungi
posisi daerah kepala
dari penekanan.
 Letakkan kepala pada
bantal karet atau
gunakan water bed jika
perlu.
 Gunakan penggantian
alat tenun dari bahan
yang lembut.
 Stimuli daerah kepala
setiap perubahan
posisi.
 Pertahankan nutrisi
sesuai program terapi

4 Resiko defisit Setelah dilakukan tindakan  Monitor intake output


volume cairan keperawatan: makanan dan cairan.
berhubungan  Hidrasi adekuat.  Ukur dan observasi
dengan mual,  Turgor kulit baik. tanda vital.
muntah.  Membran mukosa  Catat jumlah, frekuensi
lembab. dan karakter muntah.
 Tanda vital normal.  Timbang BB tiap hari.
 Urin output 0,5-1 cc/  Kaji tanda-tanda
kgBB/ jam. dehidrasi.

5 Perubahan Setelah dilakukan tindakan  Beri kesempatan pada


proses keluarga keperawatan: keluarga atau orang tua
behubungan  Keluarga partisipasi untuk mendiskusikan
dengan dalam perawatan dan masalah.
perubahan status pengobatan.  Beri dorongan sikap
kesehatan  Keluarga memberikan penerimaan terhadap

27
anggota sentuhan, perasaan anak (misal dipeluk,
keluarga. senang dan bicara pada berbicara dan
anaknya. menyenangkan anak).
 Keluarga mampu  Bantu orang tua untuk
mengidentifikasi ikut merawat anaknya,
perilaku negatif dan cara libatkan orang tua
mengatasinya. sebanyak mungkin.
 Jelaskan setiap
prosedur perawatan dan
pengobatan.
 Dorong sikap positif
dari orang tua, beri
penjelasan tentang sifat
negatif.
 Diskusikan sikap yang
mengindikasikan
 Frustasi, ajarkan cara
menyelesaikan masalah
dengan strategi koping
yang baru.
 Hubungi konsultan jika
perlu.

 Intervensi Keperawatan Pasca Operasi

No Diagnosa RENCANA KEPERAWATAN

28
Tujuan dan Kriteria Intervensi
. keperawatan
Hasil Keperawatan
1. Gangguan Setelah dilakukan tindakan  Kaji reaksi pupil
persepsi sensori keperawatan: dan kesimetrisan,
berhubungan  Mengembalikan fungsi vital sign, tingkat
dengan infeksi persepsi sensori dan kesadaran,
pemasangan shunt komplikasi dapat kepekaan,
dicegah atau seminimal kemampuan
mungkin tidak akan neuromuskuler.
terjadi.  Ukur lingkar kepala
dan awasi ukuran
fontanella.
 Atur posisi daerah
kepala yang tidak
dilakukan operasi
jangan pada posisi
shunt.
 Ukur tanda vital.
Atur anak tetap
terlentang dengan
posisi 15-450, akan
meningkatkan dan
melancarkan aliran
balikdaerah vena
kepala sehingga
mengurangi edema
dan mencegah
terjadinya kenaikan
TIK.
 Ukur suhu dan atur
suhu lingkungan
sesuai indikasi,

29
batasi pemakaian
selimut, kompres
bila suhu tinggi.

2. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan  Ukur vital sign tiap


berhubungan keperawatan: 4 jam.
dengan  Status imun normal.  Gunakan teknik
pemasangan shunt  Kontrol status infeksi. aseptik dalam
 Kontrol faktor resiko. perawatan.
 Penyembuhan luka,  Observasi luka
ILO (-). operasi.

 Abses otak, meningitis  Lakukan perawatan


(-) luka bekas operasi
sesuai instruksi.
 Kolaborasi:
antibiotik,
pemeriksaan AL,
 kultur dan
sesnsitivitas tes.

3. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan  Kaji lokasi incise


integritas kulit keperawatan: adanya robekan
berhubungan Incisi sembuh tanpa ada permukaan kulit,
dengan prosedur eritema. pus, darah.
pembedahan. Luka kering dan bersih.  Ukur vital sign tiap
4 jam.
 Perhatikan teknik
aseptik dan septik
saat penggantian
balutan.
 Observasi tanda-
tanda peningkatan

30
TIK karen infeksi
akibat pemasangan
infus.
 Jaga kebersihan kulit
pasien tetap bersih
dan kering.

4. Kurang Setelah dilakukan tindakan  Kaji tingkat


pengetahuan keperawatan: pendidikan dan
tentang perawatan  Orang tua mampu pengetahuan orang
di rumah ungkapkan pengertian tua pasien.
berhubungan rencana perawatan.  Beri penjelasan
dengan kurangnya  Orang tua dapat tentang hidrosefalus
informasi. mendemonstrasikan dan
kemampuan merawat  prosedur
di rumah. pembedahannya
 Orang tua mengerti pada orang tua.
tentang  Libatkan orang tua
 cara pengobatan di pada perawatan
rumah. pasca operasi.
 Jelaskan pada orang
tuatentang tanda
dan
 gejala infeksi CSF
dan kegagalan
shunt.

D. Implementasi

Implementasi Keperawatan Pre Operasi

31
No Diagnosa Implementasi
1 Perubahan Perfusi serebral  mengkaji status neurologis yang
berhubungan dengan berhubungan dengan tanda-tanda
meningkatnya tekanan peningkatan tekana intrakranial,
intrakranial terutama GCS.
 Memonitorin tanda-tanda vital:TD, nadi,
respirasi, suhu, minimal tiap 15 menit
sampai keadaan pasien stabil.
 Memonitorin tingkat kesadaran, sikap
reflek, fungsi motorik, sensorik tiap 1-2
jam.
 Menganjurkan kepala Pasien dengan
sudut 15-450, tanpa bantal (tidak
hiperekstensi atau fleksi) dan posisi
netral (posisi kepala sampai lumbal ada
dalam garis lurus).
 Mengannjurkan anak dan orang tua
untuk mengurangi aktivitas yang dapat
menaikkan tekanan intrakranial atau
intraabdominal, misal: mengejan saat
BAB, menarik nafas, membalikkan
badan, batuk.

2 Gangguan perseps sensori  Mengkaji tingkat kesadaran dan respon.


berhubungan dengan  Mengukur vital sign, status neurologis.
gangguan pusat persepsi  Memonitor tanda-tanda kenaikan
sensori. tekanan intrakranial seperti iritabilitas,
tangis melengking, sakit kepala, mual
muntah.
 Mengukur lingkar kepala dengan
meteran/ midline.
 Melakukan terapi auditori dan stimuli

32
taktil.

3 Kerusakan intregritas kulit  Memonitor kondisi fontanella mayor tiap


berhubungan dengan 4 jam.
penurunan mobilitas fisik,  Mengubah posisi tiap 2 jam,
defisiensi sirkulasi. pertimbangkan perubahan posisi kepala
tiap 1 jam.
 Menggunakan lotion atau minyak dan
lindungi posisi daerah kepala dari
penekanan.
 Meletakkan kepala pada bantal karet atau
gunakan water bed jika perlu.
 Menggunakan penggantian alat tenun
dari bahan yang lembut.
 Menstimuli daerah kepala setiap
perubahan posisi.
 Mempertahankan nutrisi sesuai program
terapi

4 Resiko defisit volume cairan  Memonitor intake output makanan dan


berhubungan dengan mual, cairan.
muntah  Mengukur dan observasi tanda vital.
 Mencatat jumlah, frekuensi dan karakter
muntah.
 Menganjurkan Timbang BB tiap hari.
 Mengkaji tanda-tanda dehidrasi.

5 Perubahan proses keluarga  Memberi kesempatan pada Keluarga


behubungan dengan atau orang tua untuk mendiskusikan
perubahan status kesehatan masalah.
anggota keluarga.  Memberi dorongan sikap penerimaan
terhadap anak (misal dipeluk, berbicara

33
dan menyenangkan anak).
 Membantu orang tua untuk ikut merawat
anaknya, libatkan orang tua sebanyak
mungkin.
 Menjelaskan setiap prosedur perawatan
dan pengobatan.
 Mendorong sikap positif dari orang tua,
beri penjelasan tentang sifat negatif.
Mendiskusikan sikap yang mengindikasikan
Frustasi,Dan ajarkan cara menyelesaikan
masalah dengan strategi koping yang baru.

 Implementasi Keperawatan Pasca Operasi

No Diagnosa Implementasi
1 Gangguan persepsi  Mengkaji reaksi pupil dan kesimetrisan,
sensori berhubungan vital sign, tingkat kesadaran, kepekaan,
dengan infeksi kemampuan neuromuskuler.
pemasangan shunt  Mengukur lingkar kepala dan awasi
ukuran fontanella.
 Mengatur posisi daerah kepala yang
tidak dilakukan operasi jangan pada
posisi shunt.
 Mengukur tanda vital.
 Menganjurkan anak tetap terlentang
dengan posisi 15-450, akan
meningkatkan dan melancarkan aliran
balikdaerah vena kepala sehingga
mengurangi edema dan mencegah
terjadinya kenaikan TIK.
 Mengukur suhu dan atur suhu
lingkungan sesuai indikasi, batasi
pemakaian selimut, kompres bila suhu
tinggi

34
2 Resiko infeksi  Mengukur vital sign tiap 4 jam.
berhubungan dengan  Ajarkan teknik aseptik dalam perawatan.
pemasangan shunt  Mengobservasi luka operasi.
 Melakukan perawatan luka bekas
operasi sesuai instruksi.
 Pemberianan Antibiotik,
3 Kerusakan integritas  Mengkaji lokasi incise adanya robekan
kulit berhubungan permukaan kulit, pus, darah.
dengan prosedur  Mengukur vital sign tiap 4 jam.
pembedahan.  Ajarkan teknik aseptik dan septik saat
penggantian balutan.
 Mengobbservasi tanda-tanda
peningkatan TIK karen infeksi akibat
pemasangan infus.
 Menjaga kebersihan kulit pasien tetap
bersih dan kering.

4 Kurang pengetahuan  Mengkaji tingkat pendidikan dan


tentang perawatan di
pengetahuan orang tua pasien.
rumah berhubungan
dengan kurangnya  Memberi penjelasan tentang
informasi.
hidrosefalus dan prosedur
pembedahannya pada orang tua.
 Meliibatkan orang tua pada
perawatan pasca operasi.
 Menjelaskan pada orang tua tentang
tanda dan gejala infeksi CSF dan
kegagalan shunt.

E.Evaluasi

Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu


pada kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing diagnose
keperawatan sehingga :

35
 Masalah teratasi atau tujuan tercapai ( Intervensi dihentikan).

 Masalah teratasi atau teratasi sebagian (Intervensi dilanjutkan).

 Masalah tidak teratasi atau tujuan tidak tercapai (Perlu dilakukan


pengkajian ulang atau intervensi dirubah).

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Kasus

36
Anak perempuan usia 2 bulan masuk RS melalui IGD dan dirawat
diruang bedah anak karena mengalami pembesaran kepala sejak lahir. Ibu
klien menyatakan anaknya lahir dibidan secara normal dan menyatakan saat
lahir memang kepala anaknya tampak besar namun bidan menyatakan
anaknya normal, makin hari kepala anak makin membesar dan akhirnya
dibawa ke RS dan direncanakan untuk operasi. Saat masuk RS lingkar
kepala 49.8 cm. Saat ini klien sudah dilakukan operasi pemasangan VP
shunt. Hasil pengkajian didapatkan tampak luka operasi di kepala dan
abdomen, frekuensi nadi 110x/menit, frekuensi pernapasan 28x/menit, suhu
36.7C. Klien tampak terbaring ditempat tidur dan sering menangis. Hasil
pemeriksaan cairan otak didapatkan tes none (+) dan tes pandy (+), protein
total 53 mg/l, glukosa 45 mg/dl, klorida 667 mg/dl.

3.2 Pengkajian
a. Identitas Pasien
 Nama : An. X
 Usia : 2 bulan
 Jenis kelamin : Perempuan
 Suku / bangsa :-
 Agama : Islam
 Pendidikan :-
 Pekerjaan :-
 Alamat :-

 Data subyektif
a. Ibu mengatakan bahwa kepala anak tampak besar sebelum anak
dilahirkan
b. Anak lahir dengan keadaan normal
c. Klien mengatakan kepala anaknya semakin hari semakin membesar
 Data obyektif
1. Klien tampak berbaring
2. Klien tampak sedang menangis

37
3. Kepala terlihat membesar.
4. Hasil pengkajian didapatkan tampak luka operasi di kepala dan
abdomen, frekuensi nadai 110x/menit,
5. frekuensi pernapasan 28x/menit, suhu 36.7C.
6. Klien tampak terbaring ditempat tidur dan sering menangis. Hasil
pemeriksaan cairan otak didapatkan tes none (+) dan tes pandy (+),
protein total 53 mg/l, glukosa 45 mg/dl, klorida 667 mg/dl.

b. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama : pembesaran kepala sejak lahir
 Riwayat penyakit sekarang: Hidrosephalus
 Riwayat penyakit dahulu : -

c. Pemeriksaan fisik
 Kepala : Tampak membesar, asimetris, fontanel menonjol, dilatasi
vena perifer (+). Pada benjolan teraba fluktuasi.
 Mata : Mata mengarah kearah bawah (sunset phenomanon),
konungtiva pucat -/-, sklera tidak ikterik.
 Leher : Tidak ada kelainan
 Thoraks
-Inspeksi : Bentuk dan gerakan pernapasn simetris kanan kiri

-Palpasi :-

-Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

-Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada seluruh lapangan paru,


ronkhi (-), wheezing (-/-)

 Jantung

-Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

-Palpasi : ictus cordis tidak teraba

38
-Perkusi : dalam batas normal

-Auskultasi : BJ 1,2 reguler, murmur (-), gallop (-).

 Abdomen
-inspeksi : supel , distensi (-), venetaksi

-Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

-perkusi : timpani

-Auskultasi : BU (+) normal

 Anus dan genetalia : dalam batas normal


 Ekstermitas : dalam batas normal

d. Pemeriksaan penunjang
 Protein 59 mg/I
 Kadar 45 mg/I
 Klorida 45 mg/I

ANALISA DATA
DATA PROBLEM ETIOLIGI
Ds:
 Klien mengatakan kepala anaknya Meningkatnya tekanan NyeriAkut
semakin hari semakin membesar Intracranial
Do:

39
 Klien tampak berbaring
 Klien tampak sedang menangis
 cairan otak (+).
 Tes pandy(+)

Ds: -
Do: Prosedur pembedahan. Kerusakan
 Luka operasi di kepala dan perut integritas kulit
 frekuensipernapasan28x/menit,suhu3
6.7C,nadi 10x/menit

Ds:
 Ibu mengatakan bahwa kepala anak Pemasangan shun Resiko infeksi
tampak besar sebelum anak
dilahirkan
Do:
 Kepala terlihat membesar.

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri Akut berhubungan dengan Meningkatnya tekanan Intracranial
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan prosedur pembedahan.
3. Resikoi nfeksi berhubungan dengan pemasangan shunt

3.4 INTERVENSI
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan  Kaji pengalaman R/:Membantu dalam
berhubungan tindakan 3x24 jam nyeri pada anak, mengevaluasi rasa
dengan mampu minta anak nyeri.

40
Meningkatnya mengurangi menunjukkan area R/:Pujian yang
tekanan nyeriDengan yang sakit dan diberikan akan
Intracranial kriteria hasil: menentukan meningkatkan
1. Kepala klien peringkat nyeri kepercayaan diri anak
sudah tidak dengan skala nyeri untuk mengatasi
membesar 0-10 :7 nyeri dan kontinuitas
2. Klien Sudah  Bantu anak anak untuk terus
terlihat segar mengatasi nyeri berusaha menangani
3. Klien sudah seperti dengan nyerinya dengan baik
tidak menangis memberikan pujian R/:Perubahan TTV
kepada anak untuk dapat menuniukkan
ketahanan dan trauma
memperlihatkan
bahwa nyeri telah
ditangani dengan
baik.
 Pantau dan catat
TTV.
2. Kerusakan Setelah dilakukan  Kaji lokasi incise R/: Mencegah
integritas kulit tindakan3x24jam adanya robekan terjadinya infeksi
berhubungan diharapkan nutrisi permukaan yang dapat membuat
dengan terpenuhi kulit, pus, darah. terjadinya kerusakan
prosedur Dengan kriteria Ukur vital sign integritas kulit lebih
pembedahan. hasil: tiap 4jam. lanjut
1. Luka operasi  Perhatikan teknik R/: Adanya infeksi
cepet sembuh aseptik dan septik dapat membuat
2. Pasien tampak saat penggantian kerusakan integritas
seger balutan. kulit lebih parah
3. Incisi sembuh  Observasi
tanpa ada tandatanda
eritema peningkatan TIK
4. Luka kering dan karen infeksi

41
bersih. akibat pemasangan
infus.
 -Jaga kebersihan
kulit pasien tetap
bersih dan kering
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan  -Ukur vital sign  R/: Mengetahui
berhubungan tindakan 3x24 jam tiap 4jam. tanda-tanda infeksi
dengan diharapkan nutrisi  -Gunakan teknik dan proses
pemasangan terpenuhi aseptic dalam penyembuhan cepat
shunt Dengan kriteria perawatan.  R/: Untuk
hasil:  Observasi luka mengetahui
 Ps tambak operasi. memenuhi cairan
kepala sudah  Lakukan elektrolit
tidak terlalu perawatan luka  R/: Antibiotik dapat
besar bekas operasi mencegah
 Ps tampak segar sesuai instruksi. perkembangan
 Kontrol status  Kolaborasi: mikroorganisme
infeksi antibiotik, pathogen
 Kontrol faktor pemeriksaan AL,  R/:Antihistamin
resiko.  Kultur dan dapat mengurangi
 Penyembuhan sesnsitivitas tes produksi asam
luka, lambung
 R/: Untuk menjaga
kenyamanan atau
rileks
 R/: Mengetahui
tentang akan
penyakitnya
 R/: Mengetahui ps
dan keluarga
tentang kondisi
perkembangan

42
 R/: Untuk
mengetahui
intervensi yang
akan diberikan
selanjutnya

BAB IV
PENUTUP

A Kesimpulan
Hidrosefalus ialah keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan
intrakranial yang meninggal sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat

43
mengalirnya CSS. Harus dibedakan dengan pengumpulan cairan lokal tanpa
tekanan intrakranial yang meninggi seperti pada kista porensefali atau
pelebaran ruangan CSS akibat tertimbunnya CSS yang menempati ruangan
sesudah terjadinya atrofi otak. Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan
aliran CSS pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam
sistem ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang subaraknoid.

B Saran
Diharapkan mahasiswa maupun pembaca dapat melakukan asuhan
keprawatan pada anak dengan hidrosefalus agar mampu mengaplikasikannya
dalam praktik keperawatan dan agar lebih banyak mencari sumber-sumber
dari buku maupun sumber bacaan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily Lynn, Linda A. sowden. 2009. Buku saku keperawatan pediatric.
Jakarta:EGC

Nettina, Sandra M. 2012. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC

Ngastiyah. 2014. PerawatanAnakSakitedisi 2. Jakarta : EGC

44
Suriadi, Rita Yuliani. 2010. Buku Pegangan Praktikklinik Asuhan Keperawatan
pada Anak edisi 2. Jakarta : CV. SagungSeto

45

Anda mungkin juga menyukai