Anda di halaman 1dari 8

Banyak jenis pelayanan kesehatan dasar merupakan UKM, diselenggarakan di tengah

masyarakat atau di luar gedung (Posyandu, pemberantasan vektor, sanitasi lingkungan,


dan promosi kesehatan).
Puskesmas memiliki tugas pokok dan fungsi utama yaitu membina kesehatan wilayah,
melaksanakan UKM dan UKP, serta manajemen Puskesmas.
Sejak era desentralisasi, banyak Puskemas tidak memenuhi standar, terutama tenaga
UKM. Hal ini diperparah dengan adanya kebijakan moratorium pengangkatan PNS.
Kemudian, sejak JKN, beban kerja Puskesmas untuk UKP meningkat signifikan. Fungsi
Puskesmas bergeser dan tereduksi menjadi “klinik pengobatan”. Dampak perubahan
fungsi Puskesmas terhadap kinerja UKM cukup memprihatinkan, seperti terlihat pada
indikator program-program UKM. (Cakupan imunisasi dan ASI ekslusif yang menurun,
CPR KB dan CDR TB stagnan, serta penurunan stunting pada balita tidak signifikan).
Keterlambatan realisasi DAK non-fisik merupakan salah satu faktor penyebab turunnya
kinerja UKM. Kinerja pelayanan juga dipengaruhi oleh beban administrasi, terutama
laporan kegiatan (SP3), SPJ DAK non-fisik dan laporan pelaksanaan JKN/BPJS
(P-Care). Pekerjaan tersebut dilaksanakaan oleh tenaga yang ada, mayoritas tenaga
kesehatan.
Beberapa kebijakan untuk menjamin kecukupan jenis dan jumlah SDM Puskesmas
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya adalah sebagai berikut:
o Mencabut moratorium pengangkatan tenaga esensial Puskesmas.
o Penambahan jenis tenaga Puskesmas. Permenkes-75/2014 perlu diubah
dengan menambahkan dua jenis tenaga lagi, yaitu 1) tenaga
manajemen/pelaporan keuangan; dan 2) tenaga pengelola sistem informasi
dengan latar belakang IT.
o Pelatihan teknis pelayanan dan manajemen yang dibutuhkan untuk
meningkatkan kemampuan Puskesmas melaksanakan tupoksinya.
Untuk mendapat pembayaran kapitasi, Puskesmas harus mengisi laporan Primary Care
(P-care) yang menunjukkan kinerja KBPK tersebut. Dari pengamatan dan laporan-
laporan tentang kinerja Puskesmas, ternyata dengan pelaksanan fungsi sebagai FKTP
tersebut, ditambah dengan kurangnya tenaga Puskesmas untuk melaksanakan upaya
kesehatan masyarakat, telah mempengaruhi kinerja upaya kesehatan masyarakat. Ini
termasuk kegiatan di Posyandu dan kegiatan promotif-preventif lainnya seperti kesling.
kebijakan moratorium pengangkatan pegawai negeri sipil menyebabkan kekosongan
atau kekurangan tenaga kesehatan terutama tenaga kesehatan masyarakat hampir di
seluruh wilayah.
Diperlukan kajian, terkait permasalah ini melalui:
a. Studi Literatur
Studi literatur mencakup literatur yang mencakup review atas regulasi dan hasil-
hasil studi berkaitan dengan Puskesmas dilakukan untuk mendapatkan gambaran
antara lain regulasi yang berlaku (seperti standar tenaga & sarana), penelitian yang
telah ada, survei, dan lainnya.
b. Workshop
Diskusi mendalam secara terfokus dengan melibatkan narasumber yang memiliki
kompetensi dan kepakaran dalam bidangnya, melibatkan stakeholders terkait.
Membahas kesenjangan antara regulasi/standar dengan implementasi di lapangan.
c. Kunjungan lapangan ke Puskesmas
Dilakukan untuk menggali data dan informasi yang lebih kompehensif serta untuk
melihat langsung kondisi Puskesmas di lapangan, termasuk kunjungan ke Pustu.
d. Analisis kajian
Semua yang telah dilaksanakan diatas dibuatkan transkripnya, lakukan “analisis isi
(content analysis). Selanjutnya lakukan triangulasi hasil review regulasi, studi dan
hasil diskusi untuk merumuskan kesimpulan.
e. Diseminasi hasil kajian
Diseminasi hasil kajian dilakukan untuk menyampaikan hasil (temuan dan analisis)
kajian kepada seluruh stakeholders terkait.

BOK merupakan dana khusus untuk membiayai program kesehatan masyarakat di luar
Gedung (tidak untuk pelayanan pengobatan). Evaluasi BOK menunjukkan bahwa
bantuan operasional tersebut hanya efektif kalau SDM Puskesmas cukup tersedia
untuk melaksanakan kegiatan luar Gedung (tenaga kesmas,, sanitarian & gizi). Dana
BOK tidak efektif apabila Puskesmas tidak memiliki cukup tenaga-tenaga tersebut.
Sebagai organisasi yang memiliki fungsi manajemen, Puskesmas harus dilengkapi pula
dengan tenaga diluar tenaga kesehatan, seperti tenaga administrasi dan IT. Kebijakan
moratorium pengangkatan PNS yang dimulai tahun 2011 tidak sejalan dengan upaya
mempercepat pembangunan kesehatan. Dengan keterbatasan tenaga kesehatan
masyarakat, kebijakan moratorium menghambat perekrutan tenaga batu untuk mengisi
banyaknya kekosongan tenaga.
Studi tentang Puskesmas, kegiatan Puskesmas cenderung terfokus pada kegiatan
pelayanan dalam gedung. Tenaga Puskesmas pada akhirnya melakukan tugas lain
diluar tugas pokok dan fungsinya, antara lain menyusun laporan administrasi
penggunaan dana kapitasi BPJS. Jasa pelayanan kurang berpengaruh pada kualitas
kerja dikarenakan beban kerja yang berlipat ganda. Tambahan pendapatan dari
kapitasi/tukin hanya membuat petugas disiplin dalam hal kehadiran dan jam kerja,
namun tidak pada kualitas pekerjaan.
Kegiatan UKM sekarang bertumpu pada dana BOK dalam DAK non-fisik. Jumlahnya
relatif kecil tanpa komponen jasa pelayanan didalamnya. Ditambah dengan kekosongan
tenaga kesmas, maka intensitas kegiatan UKM jauh tertinggal dibandingkan dengan
kegiatan UKP. Situasi ini tidak sejalan dengan kebijakan nasional yang mengutamakan
upaya promotif dan preventif serta pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan.
Isu strategis penguatan pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas:
(1) Rumusan tugas pokok dan fungsi Puskesmas;
(2) Kelembagaan Puskesmas;
(3) Kecukupan, kelengkapan dan kompetensi SDM Puskesmas;
(4) Pengelolaan obat dan alat kesehatan;
(5) Pembiayaan Puskesmas; dan
(6) Manajemen atau tata kelola.
Penguatan pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas harus komprehensif mencakup
keenam isu strategis tersebut (tidak boleh parsial). Isu-isu tersebut saling berkaitan dan
bila salah satu tidak berfungsi dengan baik akan menyebabkan keseluruhan fungsi
Puskesmas dan pelayanan kesehatan dasar terganggu.
(1) Tugas Pokok, Fungsi dan Kewenangan Puskesmas
Tugas pokok dan fungsi Puskesmas sesuai regulasi dan kebijakan tentang
Puskesmas, mencakup empat hal, yaitu:
1. Sebagai pembina kesehatan wilayah (Permenkes 75/2014 ttg Puskesmas dan
PP 18/2016 ttg Perangkat Daerah);
2. Menyelenggarakan UKM (Kepmenkes 128/2004 dan Permenkes 75/2014);
3. Menyelenggarakan UKP (Kepmenkes 128/2004 dan Permenkes 75/2014);
4. Melaksanakan fungsi-fungsi manajemen Puskesmas (Kepmenkes 128/2004).
P1 (Perencanaan), P2 (Penggerakan dan Pelaksanaan), P3 (Pemantauan,
Pengawasan dan Penilaian).
 Perencanaan
 Pencatatan dan Pelaporan (SP3, SIKDA)
 P-care (BPJS)
 Laporan Keuangan (BOK, JKN, PPK-BLUD)
 Mutu (Akreditasi)

Analisis Tugas, Fungsi dan Kewenangan Puskesmas


 Secara empiris, semua jenis masalah kesehatan memerlukan upaya promotif –
preventif – skrining – pengobatan – rehabilitatif. Pendekatan parsial tidak akan
menuntaskan penyelesaian masalah kesehatan. Sebagai contoh, untuk
penanganan penyakit DBD, dibutuhkan pelayanan kesehatan UKP untuk perawatan
dan UKM berupa penyemprotan/fogging dan PSN. Atau contoh lain seperti
hipertensi memerlukan pengobatan (UKP) dan penyuluhan seperti kampanye
olahraga dan mengurangi konsumsi garam, gula dan lemak atau GGL, serta
skrining (UKM);
 Secara teoritis, penanganan masalah kesehatan masyarakat maupun masalah
kesehatan perorangan-memerlukan penanganan komprehensif yaitu promotif-
preventif-skrining-pengobatan-rehabilitatif (Laevel&Clark 1968), yang dilaksanakan
secara holistik-eklektik (Kusumanto Setyonegoro, 1968);
 Dari perspektif peraturan perundangan, dalam pasal 47 UU 36/2009 tentang
Kesehatan dinyatakakn bahwa “Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk
kegiatan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan
secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan”.
Penguatan fungsi Puskesmas sebagai pembina kesehatan wilayah dan UKM selain
memerlukan pedoman teknis yang jelas, diperlukan Kelengkapan SDM sesuai standar,
khususnya tenaga kesehatan masyarakat (Kesmas, Sanitarian, Nutrisionis). Dalam hal
UKP yang diselenggarakan klinik swasta misalnya, kasus-kasus yang diobati klinik
swasta tetap memerlukan intervensi UKM (misalnya DBD, penyakit menular lainnya,
keracunan, dll) dilaporkan kepada Puskesmas. Selanjutnya, Puskesmas melakukan
UKM yang diperlukan untuk kasus-kasus yang dilaporkan tersebut. Saat ini,
pelaksanaan UKM terkendala karena kekurangan atau kekosongan tenaga untuk UKM.
Selain itu, agar tugas dan fungsi Puskesmas dapat berjalan maksimal, Puskesmas
juga perlu dilengkapi dengan tenaga administrasi dan IT. Dengan banyaknya tugas
pokok dan fungsi Puskesmas, beban administrasi semakin meningkat. Berbagai jenis
laporan dan aplikasi yang harus diisi Puskesmas menyebabkan sebagian besar waktu
habis untuk melengkapi dokumen administrasi tersebut. Dengan tidak tersedianya
tenaga administrasi dan IT, tugas administrasi dibebankan kepada tenaga kesehatan.
Hal ini menyebabkan tidak dapat terlaksananya fungsi UKP dan UKM dengan
maksimal.

Kelembagaan Puskesmas
Kelembagaan Puskemas berdasarkan regulasi, yaitu:
(1) Sebagai UPT Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (PP 18/2016 dan Permenkes
75/2014);
Tupoksi Puskesmas sbg Pembina Kesehatan Wilayah, Pelaksana UKM, dan UKP.
Puskesmas sbg perpanjangan Dinkes, melaksanakan kewajiban & kewenangan
Dinkes.
(2) Sebagai FKTP BPJS (Permenkes 71/2013 dan 19/2014);
Puskesmas berkewajiban melayani peserta BPJS yang didaftarkan pada
Puskesmas bersangkutan. Sejumlah 144 diagnosis penyakit diharapkan dapat
ditangani oleh Puskesmas. Kinerja Puskesmas meliputi:
o Angka kontak;
o Rasio rujukan rawat jalan non-spesialistik;
o Rasio Peserta Prolanis rutin berkunjung ke FKTP;
o Kunjungan ke rumah Peserta BPJS.
Kinerja ini harus dilaporkan setiap bulan. (Kinerja “Kuratif”). Dengan terbatasnya
tenaga, sebagian besar waktu Tenaga UKM, terpakai untuk pelayanan “Kuratif” dan
pembuatan laporan.
(3) Sebagai PPK-BLUD (Permendagri 61/2007).
Salah satu tujuan BLUD adalah untuk menyikapi tata kelola keuangan pemerintah
daerah yang kaku dan kurang responsif terhadap kebutuhan biaya operasional.
Dengan Permendagri 61/2007 ttg Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah ini, memberi peluang kepada Puskesmas untuk mengelola
keuangan dengan pola BLUD seperti misalnya dengan memanfaatkan dana
operasional 40% kapitasi untuk mengontrak tenaga sesuai kebutuhan termasuk
untuk kebutuhan operasional Puskesmas.

Analisis Kelembagaan
Sebagai entitas Dinas Kesehatan, Puskesmas melaksanakan fungsi UKM, sebagai
FKTP-BPJS melaksanakan fungsi UKP, serta mengelola keuangan sebagai PPK-
BLUD.
Tantangan kedepan, bagaimana menjaga dan menjamin bahwa ketiga fungsi
kelembagaan tadi tidak menjadi counter productive (berkompetisi satu sama lain). Hal
ini rawan menimbulkan potensi persoalan, termasuk kepada tingkat ketenagaan. Saat
ini Puskesmas berfokus pada statusnya sebagai FKTP-BPJS. Status sebagai Provider
BPJS ini akan melemahkan upaya Promotif-Peventif (UKM) yang merupakan fungsi
utama Puskesmas sbg entitas Dinas Kesehatan. Bagaimana BPJS memberikan ruang
kepada Dinkes/Kemenkes untuk mengoptimalkan “UKM”nya. Ketika kita bandingkan
dengan upaya UKM yang dibiayai BOK (DAK non-fisik) yang jumlahnya relatif kecili
(tanpa jaspel) yang notabene “memakai” tenaga UKM, maka kegiatan UKM akan jauh
tertinggal dibanding dengan UKP. Kebijakan nasional yang mengutamakan upaya
Promotif-Preventif akan “gagal”. Begitupun dengan 12 Pelayanan Dasar dalam SPM
BidKes, lebih banyak “dikuasai” oleh UKM???, bagaimana dengan indikator-indikator
UKM??. Dengan memperkuat status kelembagaan Puskesmas sebagai UPT Dinkes
yang berfungsi sbg Pembina kesehatan wilayah dan pelaksana UKM, akan mengurangi
beban UKP (BPJS) yg terus defisit anggaran Rp. 3,3 T (2014); Rp. 5,85 T (2015); Rp. 7
T (2016). Kesimpulannya ketiga status kelembagaan Puskesmas perlu didukung
dengan sumber daya yang memadai, terutama SDM.
Terkait status Puskesmas sebagai PPK-BLUD, harus memenuhi (1) Syarat Substantif
sbg layanan publik; (2) Syarat Administratif sebagai dalam hal permintaan izin dari
Kepala Daerah selaku “Pemilik Puskesmas”; (3) Syarat Teknis dalam hal mengajukan
RBS, accounting balance, akuntansi akrual dan akuntansi kas diperlukan sumber daya
terutama tenaga.

Analisis SDM
(1) Kekurangan dan kekosongan tenaga;
(2) Kebutuhan tenaga pengelola sistem informasi;
(3) Kebutuhan tenaga pengelola keuangan;
(4) Rencana Kebutuhan SDM Kesehatan belum disusun oleh Pemerintah Daerah.

Diperlukan revisi Permenkes 75/2014 dengan menambahkan 2 jenis tenaga (Pengelola


Sistem Informasi dan Pengelola Keuangan). Berdasarkan survei menunjukan bahwa,
kebutuhan 2 tenaga ini dirasakan mendesak. Pengelola IT untuk laporan-laporan yang
banyak menggunakan aplikasi, bahkan untuk laporan kinerja saja yang notabene
kewajiban ASN, masih dibantu tenaga magang, kemudian untuk P-Care, dsb. Tenaga
Pengelola Keuangan untuk menyusun laporan keuangan (DAK non-fisik, kapitasi, dan
dana lainnya). Saat ini, tenaga kesehatan yang ada tidak jarang, lembur untuk
menyelesaikan SPJ.
Rencana kebutuhan dan pengelolaan SDM Kesehatan, belum tersusun. Pengelolaan
lebih bersifat reaktif-inovatif untuk mengatasi masalah secara jangka pendek. ABK yang
disusun saat ini, baru sebatas sosialisasi dan belum adanya kemampuan menyusun
rencana tersebut, ditambah persepsi bahwa penyusunan rencana kebutuhan tersebut
terkendala dengan kebijakan moratorium.
o Dampak kebijakan moratorium
Meskipun tenaga tersedia, daerah tidak dapat merekrut karena tidak ada formasi.
Hal ini berdampak besar terhadap ketersediaan tenaga pelaksana UKM.
o Kekurangan tenaga pelaksana fungsi UKM
Kekurangan tenaga UKM menjadi faktor menurunnya kinerja UKM. Ditambah
dengan bertambahnya beban kerja tenaga UKM untuk penyusunan laporan
administrasi dan keuangan.
o Kebutuhan tenaga IT dan Pengelola Keuangan

Manajemen Puskesmas (Hal. 69)

Anda mungkin juga menyukai