MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Kajian Fatwa Ekonomi Syariah”
Dosen Pengampu:
H. Bagus Ahmadi, S.Pd.I.,M.Sy
Disusun Oleh:
Kelompok 11
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Alloh SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
penyusunan Makalah Kajian Fatwa ini dapat terselesaikan.
Setitik harapan dari Penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat serta
bisa menjadi wacana yang berguna. Penulis menyadari keterbatasan yang penulis
miliki, untuk itu perlu kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaanya
makalah ini. Akhirnya hanya kepada Alloh SWT, jualah penulis memohon
Rahmat dan Ridho-Nya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan Masalah............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
Daftar Pustaka......................................................................................................15
BAB 1
3
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Unsur agama Islam yang sedikit banyak di serap dalam hukum positif
Indonesia menyebabkan semua bidang hukum positif di Indonesia terkandung
unsur agama islam. Tidak terkecuali pada bidang hukum bisnis, khususnya dalam
dunia perbankan. Sehingga dunia perbankan Indonesia sebaiknya pengupayaan
fasilitas sarana dan prasarana dalam melaksanakan aktifitas beribadahnya orang-
orang beragama Islam. Tentu, termasuk di dalamnya terkait dengan muamalah.
Di antara muamalah yang cukup penting pada masa sekarang ini adalah
keamanan, kenyamanan, serta kepastian hukum dalam menitipkan uang
dan/ataupun mencari pinjaman dana, yang di dalam hal ini bank. Ini melihat,
bank-bank yang ada di Indonesia masih di dominasi bank-bank konvensional yang
terdapat kecenderungan riba.
4
tabungan syariah. Padahal pada masa sekarang ini sudah banyak masyarakat yang
memakai produk perbankan tabungan dan giro itu sendiri.
Pada prinsipnya, giro dan tabungan syariah merupakan buah dari akad syariah
yang di sebut dengan wadiah. Wadi’ah sendiri memiliki sumber fiqih yang jelas.
Hanya saja implementasi wadiah yang ada dalam fiqih itu sendiri masih kurang
jelas jika dilihat dari pelaksanaan perbankan syariah di Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Inventarisasi dan Identifikasi Fatwa DSN MUI tentang Wadi’ah
2. Kajian Fatwa DSN-MUI tentang Wadi’ah meliputi:
a. Sisih Fiqh Muamalah
b. Komparasi dengan KHES
c. Implementasi di Lembaga Keuangan Syariah
C. TUJUAN MASALAH
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Ketiga : Ketentuan Umum Tabungan berdasarkan Wadi‟ah:
1) Bersifat simpanan.
2) Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau
berdasarkan kesepakatan.
3) Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam
bentuk pemberian („athaya) yang bersifat sukarela dari
pihak bank.
b. Fatwa DSN-MUI Tentang Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia
Fatwa DSN-MUI No. 36/ DSN-MUI/X/ 2002 tentang Sertifikat
Wadi‟ah Bank Indonesia (SWBI) menentukan sebagai berikut:
Pertama:
1) Bank Indonesia selaku bank sentral boleh menerbitkan
instrumen moneter berdasarkan Prinsip Syari‟ah yang
dinamakan Sertifikat Wadi‟ah Bank Indonesia (SWBI),
yang dapat dimanfaatkan oleh bank syari‟ah untuk
mengatasi kelebihan likuiditasnya.
2) Akad yang digunakan untuk instrumen SWBI adalah
akad wadi‟ah sebagaimana diatur dalam Fatwa DSN No.
02/DSN-MUI/IV/ 2000 tentang Tabungan.
3) Dalam SWBI tidak boleh ada imbalan yang disyaratkan,
kecuali dalam bentuk pemberian yang bersifat sukarela
dari pihak Bank Indonesia.
4) SWBI tidak boleh diperjualbelikan. Kedua: Fatwa ini
berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah
dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Fatwa DSN-
MUI No. 36/DSN-MUI/ XII/2007 tentang Sertifikat
Bank Indonesia Syari‟ah (SBIS).1
1
https://tafsirq.com/fatwa/dsn-mui/sertifikat-wadiah-bank-indonesia (diunduh pada tanggal
2 Mei 2020 pukul 15.30 WIB
7
2. Kajian Fatwa DSN-MUI tentang Wadi’ah
a. Sisih Fiqh Muamalah
1) Pengertian Wadi’ah
Secara Etimologi
Wadi’ah berasal dari kata Al-Wadi’ah yang berarti titipan murni
(amanah) dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum,
yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.2
2
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dalam Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta,
2001, h. 85
8
lain untuk menjaga hartanya/ barangnya dengan secara terang-terangan atau
dengan isyarat yang semakna dengan itu”.[3]
Yaitu titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan
hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penyimpan
menghendakinya. Dari pengertian ini maka dapat dipahami bahwa apabila ada
kerusakan pada barang titipan, padahal benda tersebut sudah dijaga sebagaimana
layaknya, maka si penerima titipan tidak wajib menggantinya, tapi apabila
kerusakan itu disebabkan karena kelalaiannya, maka ia wajib menggantinya. Yang
dimaksud dengan “barang” disini adalah suatu yang berharga seperti uang,
dokumen, surat berharga dan barang lain yang berharga di sisi Islam. [4] Dengan
demikian akad wadi’ah ini mengandung unsur amanah, kepercayaan (trusty).
Dengan demikian, prinsip dasar wadi’ah adalah amanah, bukan dhamanah.
Wadiah pada dasarnya akad tabarru’, (tolong menolong), bukan akad tijari.3
2) Sumber Hukum Wadi’ah
Dasar hukum pelaksanaan wadiah adalah sebagaimana dijelaskan dalam:
1. Al-Qur’an
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Narto.http://artikelterbaru.com/ekonomi/perbankan/penghimpunan-dana-prinsip-wadiah-
3
9
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.” (QS An-Nisa 58).
2. As-Sunnah
4
Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia (Jakarta: Salemba Empat. 2008), 230.
10
1) Pelaku harus cakap hokum, balligh serta mampu menjaga dan
memelihara barang titipan.
2) Objek wadi’ah, harus jelas dan diketahui spesifikasinya oleh
pemilik dan penyimpan.
3) Ijab Kabul, adalah pernyataan dan ekspresi saling ridho antar pihak
pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui
korespondasi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
Tabungan Wadiah
11
saat sesuai dengan kehendak pemiliknya. Berkaitan dengan produk
tabungan, Bank syariah menggunakan akad wadiah yad al-dhamanah.Dalam
hal ini, nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada
bank syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang
titipannya, sedangkan bank syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi
yang disertai hak untuk menggunakan dan memanfaatkan dana atau barang
teresbut.
12
Wadiah itu sendiri merupakan akad titipan barang dari salah satu pihak
kepada pihak lainnya, di mana akad tersebut terdiri dari dua bagian utama,
yaitu wadiah yad amanah dan wadiah yad dhamanah.
Wadiah yad amanah adalah wadiah yang didasari oleh kepercayaan,
dalam wadiah jenis ini, pihak yang menerima titipan hanya dipercayakan untuk
menjaga barang titipan, bukan untuk memanfaatkan barang titipan.
Berbeda halnya dengan wadiah yad dhamanah, di mana pihak penitip
memberikan izin kepada penerima titipan untuk memanfaatkan barang titipan,
dengan tetap menjaga keutuhan barangnya.
Demi tercapainya tujuan akad wadiah, maka aturan tentang wadiah ini telah
diatur sedemikian rupa dalam KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah),
tepatnya dalam Bab XIV pasal 370-390.
Berikut ini merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai aturan yang ada
dalam pasal tersebut:
13
jawab atas kerusakan tersebut, kecuali bila kerusakan yang timbul akibat
dari kelalaiannya.
5. Pengembalian barang titipan, barang titipan dapat diambil sesuai dengan
ketentuan yang telah dibuat oleh kedua belah pihak, setiap biaya yang
harus dikeluarkan dari proses pengembalian barang, maka biaya tersebut
akan ditanggung oleh penitip.6
6
https://www.ekituntas.com/2019/08/akad-wadiah-dalam-khes-kompilasi-hukum.html
(diunduh pada tanggal 3 Mei 2020 pukul 22.00 WIB)
14
penyimpan mendapat jaminan keamanan terhadap harta dan fasilitas-fasilitas giro
lain.
Berdasarkan pada aturan perundangan yang ditetapkan oleh BI, prinsip ini
teraplikasi dalam kegiatan penggalangan dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan yang meliputi :7
1. Giro
2. Tabungan
3. Deposito
4. Dan bentuk lainnya.
Adapun ketentuan umum dari prinsip ini adalah:
Uraian diatas adalah ketentuan – ketentuan yang umumnya ada dalam produk
bank syariah yang menggunakan prinsip wadhi’ah. Dan untuk tiap produk
memiliki ketentuan – ketentuan khusus yang sedikit berbeda tapi umumnya sama.
7
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, Kencana Predana Media Group,
Jakarta, 2012, hal 284
15
Pada dunia perbankan, insentif atau bonus dapat diberikan dan hal ini menjadi
kebijakan dari bank bersangkutan. Hal ini dilakukan sebagai upaya merangsang
semangat masyarakat dalam menabung dan sekaligus sebagai indikator kesehatan
bank. Pemberian bonus tidak dilarang dengan catatan tidak disyaratkan
sebelumnya dan secara jumlah tidak ditetapkan dalam nominal atau persentasi.
Sehingga akad wadhi’ah yang dilakukan sah hukumnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat ulama hanafi dan maliki.
Tetapi dewasa ini, banyak bank Islam yang telah berhasil mengombinasikan
prinsip al-wadi’ah dengan prinsip al-mudharabah. Akibatnya pihak bank dapat
menetapkan besarnya bonus yang diterima oleh penitip dengan menetapkan
persentase. Aplikasinya dapat dilihat dalam skema berikut ini.8
BAB III
8
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dalam Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta,
2001, h. 88
16
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Wadi’ah yaitu titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun
badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penyimpan
menghendakinya.
Keberadaan wadi’ah dalam perbankan syariah intinya adalah untuk
membersihkan penyimpanan maupun penginvestasian dana masyarakat sesuai
dengan apa yang telah digariskan dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah, sehingga kita
dapatkan apa yang telah Allah janjikan kelak diyaumil akhir dan terlepas dari azab
siksa kubur dan api neraka naujubillahi minzalik.
DAFTAR PUSTAKA
17
https://tafsirq.com/fatwa/dsn-mui/sertifikat-wadiah-bank-indonesia
Syafi’i Antonio, Muhammad . 2001. Bank Syariah Dalam Teori ke Praktik. Gema
Insani: Jakarta,
Narto.http://artikelterbaru.com/ekonomi/perbankan/penghimpunan-dana-prinsip-
wadiah-20111923.html
https://www.ekituntas.com/2019/08/akad-wadiah-dalam-khes
kompilasihukum.html
18