Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Sistem

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa sistem

adalah perangkat unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu

totalitas. Sistem berasal dari bahasa latin (systema) dan bahasa Yunani

(sustema) yang berarti suatu kesatuan yang terdiri atas komponen atau

elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi,

materi, atau energi .Sistem juga merupakan kesatuan bagian – bagian yang

saling berhubungan yang berada dalam suatu organisasi, produk, benda,

alat, atau kegiatan (Soehatman Ramli, 2013 : 21)

2.2 Definisi Manajemen

Soehatman Ramli (2013) kata manajemen ada yang mengatakan

berasal dari bahasa Perancis kuno (menagement) yang memiliki arti “seni

melaksanakan dan mengatur”. Ada juga yang menyebut dari bahasa latin

manus yang berarti “tangan”.

Terdapat berbagai pendapat, teori dan definisi mengenai

manajemen. Mary Parker Follet mendefinisikan manejemen sebagai seni

menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa

seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk

mencapai tujuan organisasi.Ricky W .Griffin mendefinisikan manajemen

sebagai sebuah proses perencanaan ,pengorganisasian, pengkoordinasian,

6
7

dan pengendalian sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara

efektif dan efisien .Efektif berarti bahwa tujuan dapat sesuai dengan

perencaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan

secara benar, terorganisir,dan sesuai jadwal (Soehatman Ramli, 2013)

2.3 Definisi Keselamatan Kerja ( Menurut Undang-Undang No 1 Tahun

1970 )

Keselamatan kerja adalah suatu tempat kerja mencakup berbagai aspek yang

berkaitan dengan kondisi dan keselamatan sarana produksi, manusia dan

cara kerjanya, Persyaratan keselamatan kerja menurut Undang-undang No 1

tahun 1970 adalah sebagai berikut:

a) Mencegah dan mengurangi kecelakaan

b) Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.

c) Mencegah dan mengurangi bahaya kebakaran.

d) Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri dalam kejadian

kebakaran dan kejadian lainya.

e) Memberikan pertolongan dalam kecelakaan.

f) Memberikan alat pelindung diri bagi pekerja

g) Mencegah dan mengendalikan timbul atau penyebab luasnya suhu,

kelembapan, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar

atau radiasa, suara atau getaran.

h) Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik

fisik, maupun psikis, peracunan, infeksi, dan penularan.

i) Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.


8

j) Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.

k) Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban.

l) Menyelenggarakan penyegaran udara yang baik

m) Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, limgkungan, cara

dan prosedur kerja.

n) Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,

tanaman, dan orang.

o) Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.

p) Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan,

dan penyimpanan barang.

q) Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya

r) Menyesuaikan dan menyempurnakan pengaman pada pekerjaan yang

bahayanya menjadi bertambah tinggi.

Secara umum, keselamatan kerja merupakan upaya manusia agar

pemanfaatan teknologi yang ditemukan manusia untuk menghasilkan

produk dan jasa di kegiatan operasi, dapat dikendalikan risikonya dengan

berlandaskan ilmu dan teknologi (profesionalisme). Sehingga, insiden yang

mengakibatkan kerugian bagi manusia dapat dicegah atau dihindari.

( F.A. Gunawan, 2013 : 67 )

2.4 Definisi Kesehatan Kerja

Kesehatan berasal dari bahasa inggris “ Health” yang berarti

terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat mempunyai

makna sehat secara fisik, mental dan juga sehat secara sosial. Dengan
9

demikian pengertian sehat secara utuh menunjukkan pengertian sejahtera.

Kesehatan sebagai suatau pendekatan praktis juga berupaya mempelajari

fatkor-faktor yang dapat menyebabkan manusia menderita sakit dan

sekaligus berupaya untuk mengembangkan berbagai cara atau pendekatan

untuk mencegah agar manusia tidak menderita sakit, bahkan menjadi lebih

sehat ( Mily, 2009 )

kesehatan kerja merupakan sebuah upaya yang bertujuan untuk dapat

peningkatan dan juga pemeliharaan terhadap derajat kesehatan baik secara

fisik, mental ataupun sosial bagi pekerja untuk semua jenis pekerjaan yang

di lakukan ( World Health Organization )

2.5 Definisi Program

Program adalah rancangan mengenai asas serta usaha (dalam

ketatanegaraan, perekonomian, dan sebagainya) yang akan dijalankan

(Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu

usaha untuk mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan di tempat kerja

(OHSAS 18001) yaitu :

a) Organisasi harus menerapkan, menjalankan dan memelihara program

untuk mencapai objektif. Program harus mencakup minimal:

1) Penentuan tanggung jawab dan wewenang untuk mencapai objektif

pada fungsi dan tingkatan yang relevan dalam organisasi dan

2) Sarana dan jangka waktu yang dipakai untuk mencapai objektif


10

b) Program manajemen K3 harus di tinjau secara berkala dan terencana dan

diubah jika perlu untuk memastikan bahwa objektif tercapai.

2.6 Definisi Prosedur

Prosedur adalah metode langkah demi langkah secara pasti dalam

memecahkan suatu masalah (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

Salah satu alat bantu dalam menerapkan SMK3 adalah tersediannya

prosedur operasi yang baik dan komprehensif. Prosedur operasi tentunya di

perlukan untuk mendukung keberhasilan penerapan SMK3. Secara umum

prosedur operasi dalam SMK3 dapat di kategorikan ke dalam dua golongan:

a) Prosedur manajemen SMK3 adalah suatu set manual dan prosedur

berkaitan dengan elemen-elemen yang ada dalam sistem manajemen K3

b) Prosedur operasional adalah satu set prosedur yang mengatur mengenai

aspek pengoperasian fasilitas atau unit kegiatan.

2.7 Definisi Implementasi

Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau

adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktifitas,

tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.

(Usman, 2002:70)

Implementasi K3 adalah suatu proses pengarahan , penjurusan dan

memberikan fasilitas kerja kepada orang-orang yang diorganisasikan dalam

kelompok- kelompok formal untuk mencapai tujuan yang diharapkan

( Djamaluddin Ramlan, 2006 )


11

2.8 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Kepnaker 05 tahun 1996, Sistem Manajemen K3 adalah

bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur

organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi

pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan

kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja dalam peengendalian risiko yang

berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman

efisien dan produktif.

Menurut Soehatman Ramli (2010), Sistem Manajemen K3

merupakan konsep pengelolaan K3 secara sistematis dan komprehensif

dalam suatu sistem manajemen yang utuh melalui proses perencanaan,

penerapan, pengukuran, dan pengawasan. Pendekatan Sistem Manajemen

K3 telah berkembang sejak tahun 80an yang dipelopori oleh pakar K3

seperti James Tye dari British Safety Council, Dan Petersen, Frank Bird, dan

lainnya.

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2012 tentang

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

dinyatakan dalam pasal 5 bahwa “Setiap perusahaan yang mempekerjakan

tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi

bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang

dapat mengakibatkan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, peledakan,

kebakaran, dan pencemaran wajib menerapkan SMK3”. Kebijakan ini

dipertegas kembali pada Pasal 87 Ayat 1 Undang-Undang (UU) No.


12

13/2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa “Setiap perusahaan wajib

menerapkan SMK3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen

perusahaan”.

OHSAS 18001 mensyaratkan organisasi untuk membuat

pernyataan umum mengenai penetapan dan pengembangan Sistem

Manajemen K3 dalam organisasi. Bagi organisasi yang sama sekali belum

memiliki Sistem Manajemen K3, terlebih dahulu harus menetapkan posisi

penerapan K3 dalam organisasi melalui suatu tinjau awal Sistem

Manajemen K3.

Sistem Manajemen K3 tersebut harus terintegrasi dengan

manajemen organisasi lainnya dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-

masing serta dengan mempertimbangkan jenis usaha, skala dan bentuk

organisasi. Sistem Manajemen K3 tersebut harus terus menerus dijalankan,

dipelihara dan didokumentasikan sepanjang daur hidup organisasi sejak

awal didirikan sampai suatu saat ditutup.

2.9 Elemen SMK3

Di dalam bukunya yang berjudul Sistem Manajemen Keselamatan

dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001 (2010), Soehatman Ramli

menyebutkan elemen implementasi dari sistem manajemen K3 menurut

OHSAS 18001 adalah sebagai berikut:

2.9.1 Kebijakan K3

Menurut Soehatman Ramli (2010), Kebijakan merupakan

persyaratan utama dalam semua sistem manajemen lingkungan,


13

manajemen mutu dan lainnya. Kebijakan merupakan roh dari

semua sistem, yang mampu memberikan spirit dan daya gerak

untuk keberhasilan suatu usaha. Karena itu OHSAS 18001

mensyaratkan ditetapkannya kebijakan K3 dalam organisasi oleh

manajemen puncak.

Kebijakan K3 merupakan perwujudan dari komitmen pucuk

pimpinan yang memuat visi dan tujuan organisasi, komitmen dan

tekad untuk melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja,

kerangka dan program kerja. Oleh karena itu, kebijakan K3 sangat

penting dan menjadi landasan utama yang diharapkan mampu

menggerakan semua partikel yang ada dalam organisasi sehingga

program K3 yang diinginkan dapat berhasil dengan baik.

Namun demikian, suatu kebijakan hendaknya jangan hanya

bagus dan indah di atas kertas tetapi tidak ada implementasinya

atau tindak lanjutnya sehingga akan sia-sia belaka. Tanpa adanya

kebijakan yang dilandasi dengan komitmen yang kuat, apapun yang

direncanakan tidak akan berhasil dengan baik.

Berbagai bentuk komitmen yang dapat ditunjukan oleh

pimpinan dan manajemen dalam K3 antara lain:

a) Memenuhi semua ketentuan K3 yang berlaku dalam organisasi,

seperti penggunaan alat keselamatan yang diwajibkan dan

persyaratan K3 lainnya.

b) Memasukan isu K3 dalam setiap kesempatan, rapat manajemen


14

dan pertemuan lainnya.

c) Secara berkala dan konsisten mengkomunikasikan keinginan dan

harapannya mengenai K3 kepada semua pemangku kepentingan.

d) Memberikan keteladanan K3 yang baik dengan menjadikan K3

sebagai bagian integral dalam setiap kebijakan organisasi.

Suatu kebijakan K3 yang baik disyaratkan memenuhi

kriteria sebagai berikut:

a) Sesuai dengan sifat dan skala risiko K3 organisasi.

b) Mencakup komitmen untuk peningkatan berkelanjutan.

c) Termasuk adanya komitmen untuk sekurangnya memenuhi

perundangan K3 yang berlaku dan persyaratan lainnya yang

diacu organisasi.

d) Didokumentasikan, diimplementasikan dan dipelihara.

e) Dikomunikasikan kepada seluruh pekerja dengan maksud

agar pekerja memahami maksud dan tujuan kebijakan K3,

kewajiban serta peran semua pihak dalam K3.

f) Tersedia bagi pihak lain yang terkait.

g) Ditinjau ulang secara berkala untuk memastikan masih

relevan dan sesuai bagi organisasi.

Banyak organisasi yang memiliki kebijakan K3

yang indah dan tertulis rapi dalam bingkai kaca. Namun kebijakan

ini sering kali hanya berupa slogan kosong yang tidak tercermin

dalam pelaksanaan dan kinerja K3 organisasi. Salah satu faktor


15

penyebab antara lain karena pengembangan kebijakan K3 tidak

melalui proses yang baik.

Pengembangan kebijakan K3 harus mempertimbangkan faktor

berikut:

1) Kebijakan dan objektif organisasi secara korporat.

2) Risiko dan potensi bahaya yang ada dalam organisasi.

3) Peraturan dan standar K3 yang berlaku.

4) Kinerja K3.

5) Persyaratan pihak luar.

6) Peningkatan berkelanjutan.

7) Ketersediaan sumberdaya.

8) Peran pekerja

9) Partisipasi semua pihak.

2.9.2 Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko, dan Pengendalian

Keberadaaan bahaya dapat mengakibatkan terjadinya

kecelakaan atau insiden yang membawa dampak terhadap manusia,

peralatan, material dan lingkungan. Sesuai persyaratan OHSAS

18001, organisasi harus menetapkan prosedur mengenai

Identifikasi Bahaya (Hazard Identification), Pebilaian Risiko (Risk

Assessment) dan menentukan Pengendaliannya (Risk Control) atau

disingkat HIRARC.

OHSAS 18001 mensyaratkan prosedur identifikasi bahaya

dan penilaian risko sebagai berikut.


16

1) Mencakup seluruh kegiatan organisasi baik kegiatan rutin

maupun non rutin. Tujuannya agar semua bahaya yang ada

dapat diidentifikasi dengan baik termasuk potensi bahaya yang

dapat timbul dalam keiatan yang bersifat non rutin seperti

pemeliharaan,proyek pengembangan dan lainnya .

2) Mencakup seluruh aktivitas individu yang memiliki akses ke

tempat kerja. Sesuai ketentuan dalan Undang –undang No 01

thaun 1970, perlindungan keselamatan berlaku bagi setiap orang

yang berada ditempat kerja termasuk pihak lain yang masuk

ketempat kerja .

3) Perilaku manusia, kemampuan, dan faktor manusia

lainnya.faktor manusia harus dapat dipertimbangkan ketika

melakukan identifikasi dan penilaian resiko,dengan perilaku

,kemampuan ,pengalman,latar belakang pendidikan dan sosial

memiliki kerentanan terhadap keselamatan.

4) Identifikasi semua bahaya yang berasal dari luar tempat kerja

yang dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan dan

keselamatan manusia di tempat kerja

5) Bahaya yang timbul di sekitar tempat kerja dari aktivitas yang

berkaitan dengan pekerjaan yang berada di bawah kendali

organisasi.

6) Mencakup seluruh infrastruktur, peralatan dan material di

tempat kerja, baik yang disediakan organisasi atau pihak lain.


17

7) Perubahan dalam organisasi, kegiatan atau material.

8) Setiap perubahan atau modifikasi yang dilakukan dalam

organisasi termasuk perubahan sementara harus

memperhitungkan potensi bahaya K3 dan dampaknya terhadap

operasi, proses, dan aktivitas.

9) Setiap persyaratan legal yang berlaku berkaitan dengan

pengendalian risiko dan implementasi pengendalian yang

diperlukan.

10) Rancangan lingkungan kerja, proses, instalasi, mesin, peralatan,

prosedur operasi dan organisasi kerja, termasuk adaptasinya

terhadap kemampuan manusia.

Tujuan persyaratan ini adalah untuk memastikan bahwa

identifikasi bahaya dilakukan secara komprehensif dan rinci

sehingga semua peluang bahaya dapat diidentifikasi. Organisasi

harus menetapkan metoda identifikasi bahaya yang akan dilakukan

dengan mempertimbangkan beberapa aspek antara lain:

1) Lingkup identifikasi bahaya yang dilakukan, misalnya meliputi

seluruh bagian, proses atau peralatan kerja atau aspek K3 seperti

bahaya kebakaran, penyakit akibat kerja, kesehatan, ergonomi

dan lainnya.

2) Bentuk identifikasi bahaya, misalnya bersifat kualitatif atau

kuantitatif.

3) Waktu pelaksanaan identifikasi bahaya, misalnya di awal proyek,


18

pada saat operasi, pemeliharaan atau modifikasi sesuai dengan

siklus atau daur hidup organisasi.

Metoda identifikasi bahaya harus bersifat proaktif atau

prediktif sehingga diharapkan dapat menjangkau seluruh bahaya

baik yang nyata maupun yang bersifat potensial.

Teknik identifikasi bahaya ada berbagai macam yang dapat

diklasifikasikan atas:

1) Teknik/metoda pasif yaitu teknik identifikasi yang

digunakan dengan mengandalkan pengalaman pribadi secara

langsung.

2) Teknik/metoda semi proaktif yaitu teknik identifikasi yang

digunakan berdasarkan pengalaman orang lain.

3) Teknik/metoda proaktif yaitu teknik identifikasi dengan cara

mencari bahaya sebelum bahaya tersebut menimbulkan

akibat atau dampak yang merugikan.

Setelah melakukan identifikasi bahaya dilanjutkan dengan

penilaian risiko yang bertujuan untuk mengevaluasi besarnya risiko

serta skenario dampak yang akan ditimbulkannya. Penilaian risiko

digunakan sebagai langkah saringan untuk menentukan tingkat

risiko ditinjau dari kemungkinan kejadian dan keparahan yang

dapat ditimbulkan.

Langkah selanjutnya setelah risiko ditentukan adalah

melakukan evaluasi apakah risiko tersebut dapat diterima atau


19

tidak, merujuk kepada kriteria risiko yang berlaku atau ditetapkan

oleh manajemen organisasi. Risiko memang harus ditekan, namun

memiliki keterbatasan seperti faktor biaya, teknologi, kepraktisan,

kebiasaan dan kemampuan dalam menjalankannya dengan

konsisten.

Setelah kriteria risiko yang dapat diterima ditetapkan, maka

akan dibandingkan dengan hasil penilaian risiko yang telah

dilakukan. Apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak. Jika

risiko masih berada di atas batas yang dapat diterima, harus

dilakukan langkah pengendalian.

OHSAS 18001 mensyaratkan organisasi melakukan

pengendalian risiko sesuai hasil identifikasi bahaya dan penilaian

risiko yang telah dilakukan. Pengendalian risiko dilakukan terhadap

seluruh bahaya yang ditemukan dalam proses identifikasi bahaya

dan mempertimbangkan peringkat risiko untuk menentukan

prioritas dan cara pengendaliannya.

Selanjutnya dalam menentukan pengendalian harus

mempertimbangkan hirarki pengendalian mulai dari eliminasi,

substitusi, pengendalian teknis, administrative dan terakhir

penyediaan alat keselamatan yang disesuaikan dengan kondisi

organisasi, ketersediaan biaya, biaya operasionil, faktor manusia

dan lingkungan.
20

2.9.3 Perundangan dan Persyaratan Lainnya

OHSAS 18001 mensyaratkan organisasi untuk melakukan

identifikasi semua perundangan, peraturan, atau standar yang

terkait dengan bisnis atau operasinya sebagai landasan dalam

menerapkan K3. Di Indonesia banyak dikeluarkan perundangan

berkaitan dengak K3. Sebagai payung hukum adalah Undang-

undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja.

OHSAS 18001 mensyaratkan organisasi untuk

mengidentifikasi semua perundangan dan persyaratan K3 lainnya

yang berlaku untuk kegiatan usahanya. Di samping perundangan,

juga termasuk acuan lainnya, misalnya standar atau kode atau best

practice dari lembaga atau organisasi sejenis (Soehatman Ramli,

2010).

2.9.4 Objektif dan Program K3

Tujuan utama klausul ini adalah untuk memastikan bahwa

organisasi telah menetapkan objektif K3 untuk memenuhi

kebijakan K3. Tanpa objektif K3 yang jelas dan terarah,

implementasi SMK3 tidak akan berhasil dengan baik. Objektif K3

harus memiliki kaitan dengan hasil identifikasi bahaya yang telah

dilakukan dan selaras dengan kebijakan organisasi serta strategi

bisnis yang dijalankan.

Oleh karena itu, dalam mengembangkan objektif K3 harus

dipertimbangkan hal sebagai berikut:


21

a) Kebijakan organisasi secara menyeluruh, termasuk

kebijakan dalam bidang K3. Hal ini dimaksudkan agar

objektif K3 sejalan dengan objektif organisasi.

b) Hasil identifikasi bahaya dan penilaian risiko.

c) Ketersediaan sumberdaya serta pilihan teknologi yang

digunakan dalam pencegahan kecelakaan.

d) Ketentuan perundangan yang terkait dengan bisnis

organisasi.

e) Adanya partisipasi semua pihak dalam organisasi untuk

mendapatkan komitmen, dukungan dan partisipasi dalam

pelaksanaannya.

Untuk mencapai objektif yang telah ditetapkan,

organisasi harus menyusun program kerja yang

merefleksikan kebijakan organisasi.

Rencana kerja ini disusun untuk setiap tingkat manajemen

sebagai landasan operasional dengan mempertimbangkan:

1) Penentuan tanggung jawab dan wewenang untuk pencapainnya di

setiap tingkatan, fungsi atau departemen.

2) Sarana atau sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai

program kerja yang telah ditetapkan misalnya pendanaan,

tenaga, peralatan dan lainnya.

3) Jangka waktu atau jadwal pelaksanaan dan penyelesaian

program kerja.
22

Untuk mengembangkan program K3 yang baik diperlukan

berbagai masukan antara lain:

1) Ketentuan perundangan yang berlaku bagi organisasi karena

masing-masing organisasi memiliki karakteristik tersendiri

sehingga harus mengacu peraturan yang terkait dengan

aktivitasnya.

2) Kebijakan K3 yang telah ditetapkan manajemen.

3) Rekaman kejadian atau kecelakaan yang pernah terjadi

sebelumnya.

4) Ketidaksesuaian yang pernah ditemukan dari hasil audit

sebelumnya baik internal maupun eksternal organisasi

(Soehatman Ramli, 2010).

2.9.5 Sumberdaya, Peran, Tanggung Jawab, Tanggung Gugat dan

Wewenang

OHSAS 18001 mensyaratkan manajemen untuk

memastikan ketersediaan sumberdaya yang penting untuk

menetapkan, menjalankan, memelihara dan meningkatkan sistem

manajemen K3. Sumberdaya manusia yang diperlukan meliputi

tenaga ahli K3, kordinator K3, Management Representative dan

manajemen lini yang memahami dan mampu menjalankan K3 di

lingkungannya masing-masing. Masalah mendasar dalam

penerapan K3 adalah peran dan tanggung jawab mengenai K3

dalam organisasi.
23

OHSAS 18001 menekankan bahwa tanggung jawab

tertinggi mengenai K3 ada di tangan manajemen puncak. Tanggung

jawab mengenai K3 ini tidak dapat didelegasikan atau dialihkan ke

bawah, tetapi dapat diturunkan sampai ke level terendah organisasi

dengan fungsi dan tugasnya masing-masing. Setiap unsur atau

elemen dalam perusahaan memiliki peran dan tanggung jawab

masing-masing mengenai K3. Dengan demikian K3 bukan semata

tanggung jawab fungsi K3 tetapi tanggung jawab semua unsur

sesuai dengan lingkup tugasnya masing-masing.

Karena pada akhirnya, pelaksanaan K3 terletak di tangan

masing-masing individu dalam organisasi. Bagaimanapun baiknya

sistem manajemen K3, lengkap dengan dokumentasi dan prosedur

kerja, namun jika tidak dijalankan oleh masing-masing individu,

K3 tidak akan berhasil. Karena itu OHSAS 18001 mensyaratkan

adanya peran serta dan tanggung jawab seluruh individu untuk

menjalankan program K3 di lingkungannya masing-masing

(Soehatman Ramli, 2010)

2.9.6 Kompetensi, Pelatihan, dan Kepedulian

Menurut Soehatman Ramli (2010), banyak kecelakaan

terjadi karena pekerja tidak memiliki kompetensi yang cukup

dalam melakukan pekerjaan. OHSAS 18001, mensyaratkan

organisasi untuk memastikan bahwa setiap individu yang

menjalankan pekerjaan atau aktivitas yang memiliki dampak K3


24

telah memiliki kompetensi dalam menjalankan pekerjaannya.

Organisasi harus mengembangkan standar pelatihan bagi

seluruh individu di lingkungannya. Pemahaman atau budaya K3

tidak datang dengan sendirinya, namun harus dibentuk melalui

pelatihan dan pembinaan. Pelatihan dimaksudkan untuk

meningkatkan knowledge, skill, dan attitude sehingga harus

dirancang sesuai atau spesifik dengan kebutuhan masing masing

pekerja.

Kompetensi dan pengetahuan saja belum mencukupi jika

tidak didukung oleh kepedulian atau perika aman dalam bekerja.

Kepedulian mengenai aspek keselamatan dalam pekerjaan atau

perilaku sehari-hari merupakan landasan pembentukan budaya

keselamatan.

Oleh karena itu sejak tahung 1970an berkembang

pendekatan perilaku atau Behavious Based Safety (BBS).

Pendekatan ini melalui observasi tentang perilaku aman (safe

behavior) dan perilaku tidak aman di lingkungan kerja. Kemudian

dilakukan intervensi untuk meningkatkan perilaku aman dan

menghindarkan perilaku tidak aman. Diharapkan dengan

melakukan perbaikan perilaku, kepedulian terhadap K3 semakin

meningkat.

2.9.7 Komunikasi, Partisipasi, dan Konsultasi

Banyak kecelakaan terjadi akibat kurang baiknya


25

komunikasi sehingga mempengaruhi kinerja K3 organisasi.

Sebagai contoh, kebijakan K3 yang ditetapkan oleh manajemen

harus dipahami dan dimengerti oleh seluruh anggota organisasi dan

pemangku kepentingan yang terkait dengan kegiatan. Untuk itu,

kebijakan K3 harus dikomunikasikan sehingga diketahui,

dimengerti, dihayati dan dijalankan oleh semua pihak terkait.

OHSAS 18001 mensyaratkan agar arus komunikasi baik

internal maupun eksternal dipelihara dan didokumentasikan.

Selain itu OHSAS 18001 mensyaratkan organisasi untuk

mengembangkan, menetapkan dan menjalankan berbagai metoda

atau cara untuk menggalang peran serta semua pihak dalam K3 dan

juga mensyaratkan adanya proses konsultasi mengenai K3 dengan

semua pihak baik pekerja, kontraktor dan pihak eksternal lainnya

(Soehatman Ramli, 2010).

2.9.8 Dokumentasi

Dokumentasi sangat penting dalam setiap sistem

manajemen seperti ISO 9001 dan ISO 14001. Sistem dokumentasi

yang baik memberikan berbagai manfaat antara lain:

1) Memudahkan dalam mencari jika diperlukan.

2) Memberikan kesan baik kepada seluruh pihak seperti

pekerja, tamu, kontraktor, pelanggan dan pejabat instansi

pemerintahan dan lainnya.

Banyak aspek K3 yang perlu didokumentasikan seperti proses


26

dan prosedur yang dijalankan dalam pengembangan SMK3.

Berbeda dengan sistem manajemen lainnya, dalam bidang K3,

banyak dokumen yang bersifat jangka panjang misalnya data atau

dokumentasi mengenai kasus-kasus kecelakaan atau insiden

(Soehatman Ramli, 2010).

2.9.9 Pengendalian Dokumen

Dokumen mengenai K3 berbagai macam seperti data

kecelakaan, kebakaran, pelatihan, inspeksi dan pengujian peralatan,

pemeriksaan kesehatan dan lainnya. Data tersebut sangat berguna

dan diperlukan untuk mengukur kinerja K3 atau keperluan analisa

dan pencegahan dikemudian hari, jika terjadi sesuatu yang tiidak

diinginkan. Karena itu perusahaan harus memiliki suatu prosedur

untuk mengendalikan dokumen dan rekaman yang ada.

Banyak kecelakaan terjadi karena kurangnya informasi

mengenai suatu peralatan, sistem atau prosedur di tempat kerja

karena dokumen tidak mendukung. Sering terjadi dokumen yang

kadaluarsa masih dipergunakan di tempat kerja. Oleh karena itu

OHSAS 18001 mensyaratkan antara lain:

1) Semua dokumen harus melalui proses persetujuan sebelum

digunakan secara formal.

2) Semua dokumen ditinjau ulang secara berkala dan jika

diperlukan adanya perubahan harus disetujui ulang oleh

semua pihak terkait.


27

3) Setiap ada perubahan dari suatu dokumen harus jelas

identitasnya dan dicatat dengan baik.

4) Versi dari dokumen yang berlaku atau revisi terakhir harus

senantiasa ditempatkan dimana dokumen tersebut

digunakan.

5) Memastikan bahwa suatu dokumen yang sudah kadaluarsa

atau tidak lagi digunakan atau terdapat di tempat kerja

(Soehatman Ramli, 2010).

2.9.10 Pengendalian Operasi

Menurut Soehatman Ramli (2010), kegiatan operasi

merupakan sumber bahaya paling potensial dalam organisasi.

Sebagian besar kecelakaan atau insiden terjadi dalam kegiatan

operasi.

Potensi bahaya dalam kegiatan operasi tentu berbeda antara

suatu organisasi dengan organisasi lainnya, tergantung jenis bahan

yang dikelola dan diolah, besarnya kapasitas operasi atau pabrik,

jumlah tenaga kerja, sifat pekerjaan, permesinan yang digunakan

dan lainnya. Pengendalian operasi meliputi:

1) Cara kerja aman.

2) Prosedur operasi aman.

3) Pengadaan dan pembelian.

4) Keselamatan kontraktor.
28

2.9.11 Tanggap Darurat

Mmenurut Soehatman Ramli (2010), tujuan K3 adalah

untuk masih encegah kejadian atau kecelakaan yang tidak

diinginkan. Namun demikian, jika sistem pencegahan mengalami

kegagalan sehingga terjadi kecelakaan, hendaknya keparahan atau

konsekuensi yang ditimbulkan dapat ditekan sekecil mungkin.

Adapun elemen pokok sistem tanggap darurat:

Kebijakan.

1) Identifikasi keadaan darurat.

2) Perencanaan awal.

3) Prosedur keadaan darurat.

4) Organisasi keadaan darurat.

5) Prasarana keadaan darurat.

6) Pembinaan dan pelatihan.

7) Komunikasi.

8) Investigasi dan sistem pelaporan.

9) Inspeksi dan audit.

2.9.12 Pemantauan dan Pengukuran Kinerja

Menurut Soehatman Ramli (2010), pemantauan dan

pengukuran merupakan persyaratan dalam sistem manajemen K3.

Pemantauan dan pengukuran untuk mengetahui bagaimana

kondisipelaksanaan K3 dalam organisasi, apakah telah berjalan

sesuai dengan rencana atau terjadi penyimpangan yang tidak


29

diinginkan.

Proses pelaksanaan sistem manajemen K3 harus dipantau

secara berkala dari waktu ke waktu untuk memastikan bahwa

sistem berjalan sesuai dengan rencana. Pemantauan dapat

dilakukan melalui observasi, laporan atau rapat pelaksanaan yang

diadakan secara berkala untuk melihat progress report kemajuan

pelaksanaan K3.

Pengukuran kinerja K3, sejalan dengan konsep manajemen

modern, dilakukan sepanjang proses SMK3 sejak tahap

perencanaan sampai pelaksanaannya. Pengukuran dilakukan secara

konsepsional agar dapat memberikan makna dan manfaat bagi

manajemen. Frank Bird dalam Loss Control Management

menyesuaikan tahap pengukuran kinerja dengan proses kecelakaan

yang meliputi 3 tahap yaitu pengukuran sebelum kejadian (pre-

contact), saat kejadian (contact), dan sesudah kejadian (post-

contact).

2.9.13 Penyelidikan Insiden, Ketidaksesuaian, Langkah Koreksi dan

Pencegahan

OHSAS 18001 mensyaratkan diadakannya penyelidikan

setiap insiden yang terjadi didalam organisasi . Insiden adalah

semua kejadian yang menimbulkan atau dapat menimbulakan

kerugian baik materi,kerusakan atau cidera pada manusia. Dalam

program K3, sangat penting untuk melakukan langkah perbaikan


30

dan peningkatan jika ditemukan adanya kondisi di bawah standar

seperti tindakan dan kondisi tidak aman yang dapat menjurus

terjadinya kecelakaan.

Kondisi di bawah standar ini dapat ditemukan melalui

kegiatan audit, inspeksi, atau assessment, lalu tindakan koreksi

dimaksudkan untuk mengambil langkah menghilangkan faktor

dasar penyeebab ketidaksesuaian, insiden atau kecelakaan yang

ditemukan untuk mencegah terulangnya kejadian serupa. Dari hasil

temuan ketidaksesuaian dan setelah melakukan tindakan koreksi

organisasi harus mengambil langkah pencegahan untuk mencegah

hal serupa terulang kembali.

Hasil tindakan pencegahan ini harus dievaluasi dan

dipantau untuk melihat efektivitasnya. Dalam mengembangkan

langkah koreksi dan pencegahan ada beberapa hal yang perlu

mendapat perhatian:

1) Langkah koreksi dan pencegahan harus mempertimbangkan

faktor risiko untuk menghinddarkan adanya bahaya baru yang

timbul akibat langkah koreksi yang dilakukan.

2) Langkah koreksi dan pencegahan hendaknya proporsional

dengan ketidaksesuaian yang ada, tidak berlebihan atau

menimbulkan kesulitan baru, baik dari segi operasional maupun

biaya.

3) Setiap langkah koreksi dan pencegahan, harus diikuti dengan


31

perbaikan dalam prosedur atau sistem manajemen yang ada.

Oleh karena itu perlu dilakukan kajian dan evaluasi, apakah

untuk tindakan koreksi tersebut diperlukan prosedur baru atau

cukup melakukan perubahan dari prosedur yang sudah ada

(Soehatman Ramli, 2010).

2.9.14 Pengendalian Rekaman

Pengelolaan dokumen dan data sangat penting dalam sistem

manajemen K3. Banyak data dan informasi dalam K3 yang perlu

dipelihara dan disimpan dengan baik karena suatu ketika akan

diperlukan dalam program pencegahan kecelakaan atau penyakit

akibat kerja.

Mengingat pentingnya aspek pengelolaan data ini, OHSAS

18001 mensyaratkan adanya Prosedur Manajemen untuk

mengidentifikasi, menyimpan atau memusnahkan catatan mengenai

K3. Rekaman mengenai K3 yang banyak diperlukan dalam sistem

manajemen K3 antara lain:

1) Rekaman pelatihan dan pendidikan, yang memuat mengenai

data pelatihan, pelaksanaan, peserta dan evaluasinya.

2) Laporan inspeksi K3, yang mencatat pelaksanaan inspeksi,

laporan, dan tindak lanjutnya.

3) Laporan audit Sistem manajemen K3, baik yang dilakukan

secara internal maupun oleh pihak ketiga.

4) Laporan konsultasi mengenai K3.


32

5) Laporan kecelakaan dan insiden.

6) Laporan tindak lanjut hasil penyelidikan kecelakaan.

7) Laporan dan notulen rapat atau pertemuan K3.

8) Laporan pemeriksaan kesehatan pekerja, termasuk

pemeriksaan kesehatan berkala.

9) Laporan survey lingkungan kerja, seperti pemantauan

udara, kebisingan, suhu, ergonomic dan lainnya.

10) Alat keselamatan kerja termasuk penyediaan, pengadaan,

pengeluaran dan pemeliharaannya.

11) Laporan pelatihan keadaan darurat.

12) Catatan tinjauan manajemen.

13) Hasil HIRARC yang dilakukan.

14) Data peralatan pengamanan yang tersedia seperti alat

pemafam kebakaran, gas detector system, rambu-rambu

keselamatan, dan lainnya (Soehatman Ramli, 2010).

2.9.15 Internal Audit

Menurut Soehatman Ramli (2010), sesuatu organisasi

memerlukan alat atau cara untuk menilai apakah pelaksanaan K3

telah berhasil atau tidak. Salah satu cara penilaian adalah dengan

melakukan Audit K3 sebagai bagian dari siklus Plan-Do-Check-

Action. Melalui audit, organisasi akan mengetahui kelebihan dan

kekurangannya sehingga dapat melakukan langkah-langkah

penyempurnaan berkesinambungan.
33

Audit internal harus dilakukan secara sistematis dan

komprehensif yang mencakup semua aspek dalam sistem

manajemen K3. Karena itu untuk mendukung hasil audit,

diperlukan berbagai masukan antara lain:

1) Dokumentasi sistem manajemen K3, untuk melihat apakah

sudah memadai dengan persyaratan OHSAS 18001.

2) Kebijakan dan komitmen manajemen mengenai K3, yang

dapat dilihat baik dari dokumen tertulis maupun dalam

implementasinya.

3) Objektif K3, untuk memastikan apakah telah terpenuhi atau

telah sejalan dengan persyaratan yang ditetapkan, baik dari

segi proses pengembangan, substansi dan pemantauannya.

4) Prosedur yang berkaitan dengan K3 termasuk keadaan

darurat, ijin kerja aman, pengelolaan material berbahaya

dan lainnya.

5) Catatan pertemuan atau rapat K3 untuk memantau apa saja

aktivitas K3 yang berjalan dalam organisasi.

6) Rekaman kecelakaan dan kejadian, termasuk hasil

penyelidikan insiden yang dilakukan. Auditor akan melihat

apakah proses penyelidikan insiden dijalankan dengan baik

dan ditindak lanjuti sesuai persyarata.

7) Rekaman komunikasi baik internal maupun eksternal

organisasi.
34

8) Persaratan perundangan termasuk ijin, sertifikat, hasil

pemeriksaan dan lainnya.

9) Rekaman pelatihan, termasuk perencanaan, pelaksanaan,

evaluasi, data peserta dan judul pelatihan.

10) Laporan dari hasil audit, inspeksi atau pemeriksaan K3

yang pernah dilakukan sebelumnya.

11) Tindakan koreksi yang disyaratkan dan pelaksanaaannya.

12) Laporan ketidaksesuaian yang pernah dilakukan dari hasil

audit sebelumnya.

13) Hasil tinjau ulang manajemen yang dilakukan dan tindak

lanjutnya.

2.9.16 Tinjauan Manajemen

Tinjauan manajemen ini merupakan bagian penting dalam

mata rantai SMK3 untuk memastikan bahwa penerapan SMK3

telah berjalan sesuai dengan rencana yang diharapkan, sehingga

jika terjadi penyimpangan dapa t segera dilakukan penyempurnaan.

Dari hasil tinjauan manajemen ini dapat dirumuskan langkah-

langkah perbaikan dan peningkatan kinerja K3 periode berikutnya.

Langkah perbaikan ini harus konsisten dengan hasil kinerja K3,

potensi risiko, kebijakan K3, ketersediaan sumberdaya manusia dan

prioritas yang diinginkan.OHSAS 1800 juga mensyaratkan agar

tinjauan manajemen ini dikomunikasikan dan dikonsultasikan

dengan semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan SMK3


35

(Soehatman Ramli, 2010).

2.10 Lingkup Sistem Manajemen K3

Lingkup penerapan sistem manajemen K3 berbeda antara suatu

organisasi dengan lainnya yang ditentukan oleh beberapa faktor antara lain:

1) Ukuran organisasi

2) Lokasi kegiatan

3) Kondisi budaya organisasi

4) Jenis aktivitas organisasi

5) Kewajiban hukum yang berlaku bagi organisasi

6) Lingkup dan bentuk SMK3 yang telah dijalankan

7) Kebijakan K3 organisasi

8) Bentuk dan jenis risiko atau bahaya yang dihadapi

Lingkup SMK3 harus ditetapkan oleh manajemen sebagai acuan

bagi semua pihak terkait. Lingkup penerapan SMK3 dapat ditetapkan

berdasarkan lokasi kegiatan, proses, atau lingkup kegiatan. Misalnya

manajemen untuk tahap awal hanya akan mengembangkan SMK3 untuk

unit produksi atau pada lokasi kerja tertentu yang dinilai memiliki risiko

tinggi atau strategis.

Lingkup ini harus didokumentasikan sehingga dapat diketahui oleh

semua pihak terkait dengan penerapan SMK3. Penetapan lingkup sebaiknya

dilakukan dengan hati-hati dan pertimbangan strategis, jangan sekedar ingin

memudahkan. Sebagai contoh manajemen hanya memasukkan lingkup

penerapan SMK3 pada bagian atau umnit kegiatan tertentu yang lebih
36

sederhana dan risikonya rendah sehingga mudah mencapai kinerja K3 yang

baik. Namun hal ini tentu tidak mencapai hakikat penerapan K3 yaitu

mengendalikan risiko K3 secara menyeluruh (Soehatman Ramli, 2010).

2.11 Kunci Keberhasilan Penerapan SMK3

Untuk mencapai penerapan SMK3 kelas dunia, diperlukan faktor-

faktor berikut. SMK3 harus komprehensif dan terintegrasi dengan seluruh

langkah pengendalian yang dilakukan. Antara elemen implementasi dan

potensi bahaya atau risiko yang ada dalam organisasi harus sejalan. SMK3

disusun dengan pendekatan risk based concept sehingga tidak salah arah

(Soehatman Ramli, 2013).

1. SMK3 harus dijalankan dengan konsisten dalam oprasi satu –

satunyacara untuk pengendalian resiko dalam organisasi.semua

program k3 atau kebijakan k3 yang diambil harus mengacu

pada SMK3 yang ada. Sebagai contoh ketika organisasi akan

melakukan proyek ekpansi fasilitas maka dikembangkan

program K3 untuk proyek yang tetap mengacu pada SMK3

yang sudah ada.

2. Penerapan SMK3 harus mengacu dan memenuhi 4P ,yaitu :

a) Philophy

b) Policy

c) Procedures

d) Practic

3. SMK3 harus konsisten dengan hasil identifikasi bahaya dan


37

penilaian reiko yang sudah dilakukan.Hal ini akan tercermin

dalam penetapan objektif dan program kerja yang harus

mengacu pada potensi bahaya yang ada.

4. SMK3 harus mengandung elemen – elemen implementasi yang

berlandaskan siklus proses manajemen (PDCA).

5. Semua unsur atau individu yang terlibat dalam operasi harus

memahami konsep dan implementasi SMK3.

6. Adanya dukungan dan Komitmen manajemen puncak dan

seluruh elemen dalam organisasi untuk mencapai kinerja k3

terbaik.

7. SMK3 harus terintegrasi dengan sistem manajemen lainya yang

ada dalam organisasi.

Anda mungkin juga menyukai

  • Lampiran
    Lampiran
    Dokumen9 halaman
    Lampiran
    Tasya Ramanda Efendi
    Belum ada peringkat
  • Bullying
    Bullying
    Dokumen6 halaman
    Bullying
    Tasya Ramanda Efendi
    Belum ada peringkat
  • Pengkajian Halusinasi
    Pengkajian Halusinasi
    Dokumen12 halaman
    Pengkajian Halusinasi
    Tasya Ramanda Efendi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Keluarga Binaan Monev
    Daftar Keluarga Binaan Monev
    Dokumen50 halaman
    Daftar Keluarga Binaan Monev
    Tasya Ramanda Efendi
    Belum ada peringkat
  • Makalah DM
    Makalah DM
    Dokumen23 halaman
    Makalah DM
    Tasya Ramanda Efendi
    Belum ada peringkat
  • Sap Brase Care
    Sap Brase Care
    Dokumen12 halaman
    Sap Brase Care
    Tasya Ramanda Efendi
    Belum ada peringkat
  • Resume DM
    Resume DM
    Dokumen3 halaman
    Resume DM
    Tasya Ramanda Efendi
    Belum ada peringkat