Anda di halaman 1dari 9

IMUNITAS TOLERANSI SEMAKIN KOKOH DI TENGAH

PANDEMI COVID-19
Munif

Pengantar

Tak satupun ahli nujum dan peramal jowo yang membicarakan akan

datangnya pagebluk virus corona, baik di buku primbon, majalah, dan di medsos.

Di google baru ditulis tentang virus ini awal Agustus 2019 oleh beberapa dokter

dari Tiongkok yang mengulas ada jenis virus aneh, belum diketahui asalnya,

tetapi penulisnya berada di Wuhan Tiongkok. Terlepas saling tuding Amerika

dengan China bahwa ini adalah ulah konspirasi. Akibat gagalnya para ahli China

membuat eksperimen tertentu maka “ledakan” virus ini terjadi dan menyebar ke

penjuru dunia. Apalah yang dikata kedua negara hebat itu, aku tidak terkecoh, aku

tetap “ngikutin” dawuhnya dokter dan tim gugus covid-19 nasional yang

mengajarkan hidup bersih dan tetap waspada agar tidak tertular, aku disuruh

dirumah, karena diam di rumah baru dimusim covid 19 ini dikata ”bela negara”

tentu alasan ini wajar saja karena virus corona sudah berada diantara kita. Uang

negara sudah “menipis” digunakan untuk membeli sembako, APD ( alat

pelindung diri) dan untuk kebutuhan lain dampak covid 19.

Positif dan Negatif-nya COVID-19

Penyakit COVID-19 yang disebabkan oleh virus Corona telah menjadi

bahan pemberitaan yang terus berulang-ulang disiarkan di seluruh penjuru negeri

Indonesia, baik melalui media cetak maupun media elektronik. Bahkan penyakit

COVID-19 ini sudah dinyatakan sebagai pandemi (menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, pandemi berarti wabah yang berjangkit serempak di mana-mana,


meliputi daerah geografi yang luas) oleh WHO dan menjadi masalah bersama

yang harus segera ditanggulangi di seluruh penjuru dunia.

Sudah menjadi sebuah kebiasaan setiap pagi, siang, maupun sore,

terdengar berita dan terbaca warta mengenai pantauan jumlah penderita penyakit

COVID-19, kenaikan jumlah penderita dari hari ke hari, lokasi penyebaran jumlah

penderita dari satu tempat ke tempat lain, sampai kepada solusi yang ditawarkan

pemerintah untuk mencegah penyebaran virus Corona yang menyebabkan

penyakit ini. Hal ini ditambah lagi dengan penyebaran berita melalui media sosial,

mempercepat penambahan pengetahuan manusia tentang penyakit ini. Ada yang

menanggapi secara positif berita ini dengan melihat dan terus berjuang

menyebarkan solusi pencegahan penyakit ini, ada yang melihat dari sisi negatif

melalui sorotan tentang jumlah kematian yang disebabkan oleh penyakit ini

sehingga hanya menambah ketakutan semata dan berimbas pada potensi

menurunnya tingkat imunitas tubuh, dan ada pula yang menyimaknya hanya

sebagai berita biasa bahkan mampu membuat analisis yang kritis tentang penyakit

ini. Memang, semua tergantung cara pandang seseorang dalam membaca berita

tentang penyakit ini dan cara menanggapinya.

Pemerintah tidak tinggal diam dalam melihat masyarakatnya menderita

akibat penyakit ini, terbukti dengan terus gencarnya sosialisasi pembiasaan pola

hidup bersih dan sehat, aturan terkait pelaksanaan Work From Home meliputi

belajar dari rumah, bekerja dari rumah, dan beribadah di rumah, pengeluaran

kebijakan pembatasan sosial berskala besar atau yang familiar kita kenal dengan

istilah PSBB, sampai kepada solusi bantuan kepada masyarakat terdampak


meliputi bantuan sosial tunai, bantuan langsung tunai yang bersumber dari dana

desa, dan lain sebagainya.

Memang harus diakui, banyak aspek kehidupan yang terdampak akibat

penyakit ini. Dimulai dari yang paling kelihatan secara jelas yaitu aspek ekonomi.

Banyak terdengar di sana dan di sini pemutusan hubungan kerja dari perusahaan

sehingga berdampak pada bertambahnya jumlah pengangguran di negara ini.

Tidak bekerjanya para kepala keluarga ini berimbas pada menurunnya

kemampuan keuangan keluarga tersebut dalam memenuhi kebutuhan keluarganya,

minimal dari bidang sandang, pangan, dan papan. Ya, yang terpenting dari ketiga

bidang tersebut diakui adalah pangan, karena manusia tidak bisa berhenti makan,

sementara sandang bisa dikenakan berulang, dan bagi yang telah memiliki tempat

tinggal tidak ada masalah terkait papan. Hal ini berbeda lagi ketika dilihat dari

sudut pandang seseorang yang belum memiliki tempat tinggal sendiri, semisal

anak kosan ataupun kontrakan. Ada yang harus hengkang dari tempat tinggal

sewaannya dan meneduh di atap rumah orang di pinggir jalan, oleh sebab

ketidakmampuan mereka untuk membayar biaya sewa.

Kalau dilihat dari aspek sosial, imbas dari kebijakan yang diterapkan oleh

pemerintah kepada masyarakat, membentuk pola kehidupan yang baru yang mau

tidak mau harus dijalani oleh masyarakat, yaitu berkurangnya frekuensi tatap

muka antar orang. Masyarakat Indonesia yang telah terkenal ramah dan suka

berkerumun dalam jumlah banyak harus terbiasa dengan pola kehidupan ini.

Untuk sementara, tidak ada lagi kekhusyukan beribadah yang dirasakan bersama-

sama ketika beribadah berjamaah di rumah ibadah, tidak ada lagi canda tawa dan

gurauan antar teman pekerjaan di ruangan kantor, dan tidak ada lagi riang anak-
anak sekolah ketika berolahraga bersama di sekolah. Seketika semuanya berubah,

dan manusia khususnya warga negara Indonesia harus cepat beradaptasi atasnya.

Ya, ini memang sebuah kenyataan yang harus dijalani demi cepat selesainya

masalah penyakit virus COVID-19 di negara ini.

Di antara berbagai berita negatif yang terbentuk dari kelakuan virus

Corona penyebab penyakit COVID-19 ini, penulis berusaha berpikir jernih untuk

melihat adakah sisi baik yang masih bisa ditemukan di tengah carut-marutnya

kondisi yang sedang terjadi. Ya, ternyata ada. Berikut sepuluh dampak positif

yang penulis bisa jabarkan seperti di bawah ini:

1. Alam Semakin Asri

Kebijakan pemerintah yang mewajibkan masyarakatnya beraktivitas di

dalam rumah untuk sementara waktu sungguh memberikan dampak positif bagi

alam. Menurunnya jumlah kendaraan bermotor yang lalu-lalang di jalan raya

berpotensi mengurangi polusi udara, oleh sebab semakin sedikitnya gas karbon

yang dikeluarkan sebagai hasil emisi kendaraan bermotor. Selanjutnya, hal ini

pasti akan berdampak baik pada pengurangan pemanasan global, karena karbon

adalah penyumbang terbesar pemanasan di bumi ini.

Manusia diberikan waktu lebih banyak untuk semakin dekat lagi dengan

keluarga; Sesungguhnya rumah adalah keluarga, bukan hanya sekedar bangunan.

Kalau selama ini kita disibukkan dengan kewajiban bekerja di kantor sehingga

harus berangkat dan pulang dari rumah ke kantor (bagi masyarakat di wilayah

Jabodetabek sudah merasakan bagaimana mereka menghabiskan cukup banyak

waktu di perjalanan ke dan dari kantor oleh sebab kemacetan yang terjadi),

dengan kebijakan bekerja dari rumah, para orang dewasa untuk sementara waktu
dapat mempergunakan waktu perjalanan yang biasa mereka tempuh untuk

kegiatan lain. Ya, salah satunya berkumpul dengan keluarga di rumah.

Sebagai suami, ada lebih banyak waktu bercengkerama dengan istri,

sebagai ayah, ada lebih banyak waktu bercengkerama dengan anak, dan sebagai

tetangga, ada lebih banyak waktu bercengkerama dengan tetangga. Tentunya, hal

ini tidak lepas dari kewaspadaan kita terhadap virus Corona, dengan mematuhi

protokol kesehatan yang telah dianjurkan, semisal penggunaan masker ketika di

luar rumah (dalam hal ini apabila sangat diperlukan ketika bercengkerama dengan

tetangga). Dalam cengkerama itu, memang suatu saat ada momen ketika istri atau

suami menyebalkan dan anak merepotkan, tapi memang itulah kehidupan. Ada

saatnya kita hanya bisa menarik nafas panjang melihat tingkah laku keluarga kita

yang tidak seperti yang kita pikirkan, ada pula saatnya ketika kita harus

berintrospeksi diri mendengar masukan dari anggota keluarga kita. Apapun

kondisinya, keluargalah tempat dimana kita menghabiskan hampir sebagian besar

waktu kita hidup di dunia ini, dan itulah yang paling berharga dari semuanya.

2. Manusia diingatkan kembali untuk menabung;

Akhir-akhir ini, sudah menjadi berita biasa yang terdengar di telinga kita,

kesulitan orang-orang dalam memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Kesulitan

yang terjadi oleh sebab tidak bekerjanya mereka adalah wajar, sementara kesulitan

yang terjadi oleh tidak maunya mereka bekerja adalah tidak wajar, karena bekerja

adalah sebuah kewajiban dalam kehidupan yang harus dikerjakan oleh semua

manusia.

Ketika kecil, seruan dan anjuran untuk menabung sering sekali

digaungkan, terutama ketika belajar di tingkatan RA/TK, MI/SD, ataupun


tingkatan yang lebih tinggi berikutnya. Menabung adalah menahan sumber daya

keuangan kita untuk sesuatu yang lebih penting di masa depan, yang belum terjadi

saat ini. Menabung juga melatih kita untuk mengendalikan nafsu dalam perilaku

konsumtif kita, sehingga kita lebih bisa menentukan prioritas mana yang perlu

didanai di masa kini. Ketika masa “chaos” yang tidak diperkirakan saat ini oleh

sebab virus Corona, tabungan adalah penolong yang terbaik ketika sumber daya

ekonomi tidak kita dapatkan lagi karena imbas pemutusan hubungan kerja.

Setidaknya untuk menyambung hidup melalui pemenuhan kebutuhan pangan,

tabungan dapat menolong sebagai sumber pendanaannya. Bersyukurlah bagi

mereka yang masih mempunyai tabungan di masa-masa ini.

3. Manusia diingatkan kembali untuk membiasakan pola hidup bersih dan sehat;

“Mencegah adalah lebih baik daripada mengobati” dan “Kebersihan

adalah sebagian dari Iman”. Frasa pertama sering sekali kita dengar dan penulis

yakin tidak ada telinga yang tidak familiar dengan istilah itu. Perbuatan kita dalam

mencegah diri kita maupun anggota keluarga kita dari terkena penyakit dapat

ditunjukkan dengan menjaga kebersihan dan pola hidup sehat, termasuk di

dalamnya pola makan sehat. “Empat Sehat Lima Sempurna”, slogan makan sehat

yang sangat terkenal itu, memang tidak bisa dipungkiri adalah mahal jika harus

dipenuhi akhir-akhir ini. Tapi mahalnya pemenuhan empat sehat lima sempurna

itu, tidak lebih mahal dari harga makanan fast food yang kita sekali makan di

restoran itu. Semua kembali kepada kita, apakah kita menyayangi tubuh kita atau

tidak.

Sementara untuk frasa yang kedua, sering kita temukan slogan tersebut

pada papan di dekat tempat pembuangan sampah. Menjaga kebersihan adalah


salah satu bentuk nyata perbuatan orang beriman. Jadi dari dulu memang agama

sudah mengajarkan kita untuk membiasakan pola hidup bersih. Secara ilmiah dan

kedokteran, sudah diketahui umum bahwa kegiatan menjaga kebersihan tangan

melalui cuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir, adalah ampuh untuk

mematikan virus yang menyebabkan penyakit, dalam hal ini yang menjadi sorotan

adalah virus Corona penyebab penyakit Covid-19.

4. Manusia diberi kesempatan untuk lebih peka dalam melihat situasi dan kondisi

sekitar;

Pengangguran yang terjadi di masyarakat akibat penyakit COVID-19 telah

mampuh menggerakkan hati sebagian masyarakat Indonesia yang dalam kondisi

sedikit lebih beruntung, untuk menolong mereka para masyarakat yang

terdampak. Dari kalangan artis, ada yang mau membantu mempromosikan produk

UMKM melalui media sosial yang mereka punyai. Dari warga biasa, ada yang

tergerak untuk memberikan makanan gratis kepada masyarakat yang mau tidak

mau masih harus bekerja di lapangan. Ada pula yang memberikan makanan gratis

kepada pengemudi transportasi online, melalui pesanan makanan yang mereka

pesan melalui aplikasi online tersebut. Bukankah itu adalah hal baik yang

memang harus kita kerjakan walaupun tidak ada virus ini?

5. Kreatifitas dalam silahturahmi;

Pernahkah kita berterima kasih kepada para pencipta telepon seluler dan

aplikasi rapat online atau webinar yang saat ini kita sedang menggunakan? Ya,

merekalah yang telah menolong kita para warga terdampak wabah COVID-19

untuk tetap terus menjaga kontinuitas silahturahmi, baik itu dengan keluarga yang

ada di kampung, baik itu dengan rekan sepermainan dan sahabat, ataupun dengan
rekan sepekerjaan di kantor. Mereka, para pencipta itu, dari jauh-jauh hari telah

berkreatifitas menciptakan fitur silahturahmi online, yang mau tidak mau diakui

telah bermanfaat banyak bagi kita saat-saat ini. Jadi tidak ada alasan silahturahmi

terputus karena wabah COVID-19, yang ada hanyalah bentuk lain dari

silahturahmi, dari semula yang tatap muka secara langsung berubah menjadi tatap

muka virtual/online, dan manusia dituntut harus mampu beradaptasi dengan itu.

6. Gerakan “bikin” fatwa

Di musim pandemic COVID-19 memicu Kementerian Agama, mewakili

pemerintah mengeluarkan SE 6 tentang pedoman ibadah ramadan dan idul ftri,

yang terbaru pedoman new normal tempat ibadah, seakan tidak mau dibilang

“ketinggaan” organisasi keagamaan, khususnya ormas Islam; MUI, NU,

Muhammadiyah dan ormas lain, bahkan pesantren “berlomba” mengeluarkan

fatwa atau bentuk lain maklumat tentang pedoman beribadah di pandemic

COVID-19, diantara isinya; shlat memakai masker, shaf berjarak, ibadah dirumah,

jumatan di rumah dan mushalla untuk mengurangi padatnya jamaah, shalat idul

fitri boleh di rumah saja, khutbah jumat dan idul fitri kilat maksimal 7 menit, tidak

boleh mudik, ditekankan tidak berjabatan tangan, masjid dan tempat iabadah lain

ditutup liburkan tidak ada aktifitas keagamaan dan lain-lain.

Andai kata ada keputusan yang lebih banyak lagi dari pemerintah dan

ormas keagamaan, so masyarakat akan menerimanya, demi keselamatan bersama,

demi kemaslahatan bersama dan demi kebersamaan, perbedaan madzhab tidak

lagi terdengar, klaim bid’ah sudah tiada yang ada dan adalah “tumbuh subur” dan

semakin kokohnya TOLERANSI, saling simpati, saling empati, saling berbagi

bergotong royong “membuang” ego dan perbedaan, bersatu melawan COVID-19.


Adakah dampak negatip COVID-19 ? Di era keterbukaan dan digital,

Jargon Telkom menyebutnya era ini dengan sebutan “dunia ada di jari-jari kita”,

dampak negatifnya so ada, tatepi untuk apa dibesar-besarkan, misalnya di

kampong-kampung khususnya di perumahan, tiap gang terkesan perang sepanduk

bertuliskan; “dilarang masuk selain warga”, “ untuk sementara kami belum

menerima tamu”, pembatasan kunjungan antar warga kampung, desa, kelurahan,

kecamatan sangat terbatas, belum lagi jika PSBB diberlakukan “kemerdekaan”

dirampas oleh COVID-19, memang list dampak negatip lebih banyak yang belum

disebutkan di tulisan ini, penulis tidak bersemngat mengurainya, agar gak panic

aja.

Penutup

Al-hasil, nilai-nilai multikulturalisme seperti; toleransi, demokrasi,

adil,empati, simpati, dan gotong-royong di pandemic COVID-19 semakin subur,

mekar bak bunga di pagi hari wangi dan harum semerbak. Wallahul Waliyuttaufiq

wa ahsanu thariq, wslm.

Anda mungkin juga menyukai