Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENDEKATAN KONFLIK DALAM SISTEM SOSIAL

Nama kelompok :

 Andika Pratama
 Cessilia Anggraita
 Fadlurrahman rafi Widianto
 Intan Gloria
 Rani Azizah Euriko
 Vicky Nasik Waseso
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya

kepada Kami sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PENDEKATAN

KONFLIK DALAM SISTEM SOSIAL” ini tepat pada waktunya.

Serta tidak lupa kami haturkan rasa hormat dan ucapkan terima kasih banyak

kepada Bapak Taufik Lubis, M.Pd., selaku Dosen Mata Kuliah Sistem Sosial di STKIP

Arrahmaniyah.

Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kata

sempurna baik secara materi maupun penulisannya, mengingat akan kemampuan yang

dimiliki oleh tim penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat

diperlukan tim penulis untuk penyempurnaan makalah.

Tim Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bekasi,Oktober 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 2


BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Konflik............................................Error: Reference source not found

2.2 Pengertian Pendekatan Konflik..............................................................................8

2.3. Pendekatan Konflik dalam Sistem Sosial............................................................10

2.4. Faktor Penyebab Konflik.....................................................................................12

2.5. Tahapan Terjadi Konflik.....................................................................................13

2.6. Dampak Konflik..................................................................................................15

BAB III PENUTUP ...............................................................................................17

3.1 Kesimpulan.................................................................................................17

Daftar Pustaka.............................................................................................................18g
ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Konflik merupakan kondisi yang terjadi ketika dua pihak atau lebih

menganggap ada perbedaan yang tidak selaras, tidak cukup sumber dan tindakan

salah satu pihak menghalangi, atau mencampuri atau dalam beberapa hal membuat

tujuan pihak lain kurang berhasil. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah

mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya.

Konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu

interaksi.

Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,

kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Oleh karena

itu diperlukanya pendekatan Konflik dalam sistem sosial agar konflik itu sendiri

dapat terselesaikan.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apakah pengertian “Konflik” ?

2. Apa pengertian “Pendekatan Konflik”?

3. Bagaimana “Pendekatan Konflik dalam Sistem Sosial”?

4. Apakah faktor yang melatarbelakangi terjadinya Konflik?

5. Apa sajakah tahapan terjadinya konflik?

6. Apa saja dampak dari konflik?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN KONFLIK

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara

sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa

juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan

menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu

interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,

kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa

sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar

dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami

konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan

hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai

sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi.

Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Beberapa pengertian konflik menurut para ahli yakni sebagai berikut:


1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan

warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat

daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan

di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.

2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan

kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini

terjadi jika masing-masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau

tujuan sendiri-sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.

3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh

persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik

di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada.

Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada

konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.

4. Menurut Minnery (1985), konflik organisasi merupakan interaksi antara dua

atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun

terpisahkan oleh perbedaan tujuan.

Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik

bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik.

4
Persaingan sangat erat hubungannya denga konflik karena dalam persaingan

beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin
mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke arah

konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentangan

dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat

konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling

bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik.

Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya.

Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat

berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.

2.2. PENGERTIAN PENDEKATAN KONFLIK

Pendekatan Konflik adalah salah satu Pendekatan dalam Sistem Sosial yang

dipelopori oleh David Lockwood bahwa tidak hanya pendekatan fungsional struktural

melainkan ada pendekatan lain yaitu pendekatan konflik. Konflik yang dalam bahasa

lndonesia seringkali disebut sebagai pertentangan atau perselisihan dapat terjadi pada

hubungan yang bersifat individual yang terjadi sebagai akibat perilaku atau perebutan

kepentingan masing-masing individu yang bersangkutan. Kepentingan itu bisa

berkenaan dengan harta, kedudukan atau jabatan, kehormatan, dan lain sebagainya.

5
Konflik sosial berarti pertentangan antara kelompok-kelompok sosial dalam

masyarakat yang diikat atas dasar suku, ras, gender, kelompok, status ekonomi, status

sosial, bahasa, agama, dan keyakinan politik dalam suatu interaksi sosial yang bersifat

dinamis. Baik dalam masyarakat homogen maupun dalam masyarakat majemuk


konflik sosial merupakan hal yang biasa terjadi, bahkan menjadi unsur dinamis yang

melahirkan berbagai kreatifitas masyarakat.

Konflik sosial mustahil dihilangkan sama sekali. Yang harus dicegah adalah

konflik yang menjurus pada pengrusakan dan penghilangan salah satu pihak atau para

pihak yang berkonflik. Oleh karena itu konflik harus dikendalikan, dikelola, dan

diselesaikan melalui hukum. Yang berarti melalui jalan damai (konsensus).

Konflik adalah suatu kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering bersifat

kreatif. Jika konflik selalu ada, berarti konflik memang sebenarnya dibutuhkan.

Manfaat konflik antara lain membuat masyarakat menyadari adanya banyak masalah,

mendorong ke arah perubahan yang diperlukan, memperbaiki solusi, menumbuhkan

semangat mempercepat perkembangan pribadi, menambah kepedulian diri,

mendorong kedewasaan psikologis dan menimbulkan kesenangan. (Tjosvold, 2000).

Konflik Suku Agama Ras dan Antar golongan (SARA) adalah pertentangan

yang terjadi dalam masyarakat yang menggunakan perbedaan suku, agama, ras, atau

golongan sebagai alat. Pendekatan konflik (conflic approach) berpangkal pada

pendapat. Setiap masyarakat senantiasa berada di dalam proses perubahan yang tidak

6
pemah berakhir, atau perubahan sosial merupakan gejala yang melekat di dalam setiap

masyarakat.

Setiap masyarakat mengandung konflik di dalam dirinya. Konflik merupakan gejala

yang melekat di dalam setiap masyarakat.Setiap unsur di dalam masyarakat memberikan

sumbangan bagi terjadinya dis-integrasi dan perubahan sosial. Setiap masyarakat


terintegrasi di atas penguasaan atau dominasi oleh sejumlah orang atas jumlah orang-orang

lain.

2.3. PENDEKATAN KONFLIK DALAM SISTEM SOSIAL

David Lockwood menegasan bahwa setiap situasi sosial mengandung dua hal,

yakni: tata tertib sosial yang bersifat normatif dan substratum yang melahirkan

konflik-konflik. Tumbuhnya tata tertib sosial justru mencerminkan adanya konflik

yang bersifat potensial di dalam masyarakat. Menurut pendekatan fungsional

structural, disfungsi, ketegangan-ketegangan, dan penyimpangan-penyimpangan sosial

merupakan penyebab terjadinya perubahan-perubahan kemasyarakatan dalam bentuk

diferensiasi sosial yang semakin kompleks, adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor

yang datang dari luar. Tetapi hal tersebut mengabaikan kenyatan-kenyatan sebagai

berikut:

1. Setiap struktur sosial, di dalam dirinya sendiri, mengandung konflik-konflik dan

kontradiksi-kontradiksi yang bersifat internal, yang pada gilirannya justru

7
menjadi sumber bagi terjadinya perubahan-perubahan sosial.

2. Reaksi dari suatu system sosial terhadap perubahan-perubahan yang datang

dari luar (extra-systemic change) tidak selalu bersifat adjustive.

3. Suatu sistem sosial, di dalam waktu yang panjang dapat juga mengalami

konflik-konflik sosial yang bersifat visious circle.

4. Perubahan-perubahan sosial tidak selalu terjadi secara gradual melalui

penyesuaian-penyesuaian yang lunak, akan tetapi dapat juga terjadi

secara revolusioner.

Sedangkan menurut pandangan Structuralist-Non-Marxis, pendekatan konflik

berasal dari anggapan seagai berikut:

1. Setiap masyarakat senantiasa berada di dalam proses perubahan yang tidak pernah

berakhir, atau perubahan sosial merupakan gejala yang melekat di dalam

masyarakat.

2. Setiap masyarakat mengandung konflik-konflik di dalam dirinya, konflik adalah

merupakan gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat.

3. Setiap unsur di dalam masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya

disintegrasi dan perubahan-perubahan sosial.

4. Setiap masyarakat terintegrasi di atas penguasaan attau dominasi oleh sejumlah

orang atas sejumlah orang-orang lain.

Pendekatan ini menegaskan bahwa konflik tidak hanya sebagai gejala yang melekat

pada masyarakat tetapi konflik dianggap bersumber di dalam faktor yang ada di

8
dalam masyarakat itu sendiri. Adanya kenyataan bahwa setiap masyarakat mengenal

pembagian kewenangan (otoritas) secara tidak merata dan mengakibatkan timbulnya

dua macam kategori sosial yaitu: mereka yang memiliki otoritas dan mereka yang tidak

memiliki otoritas. Hal tersebut bagi para pendekatan konflik dianggap sebagai sumber

timbulnya konflik-konflik. Karena dalam pembagian ototrtas akan menimbulkan

kepentingan-kepentingan yang berlawanan satu sama lain.

Kepentingan-kepentingan yang tidak disadari adanya maka ia disebut

kepentingankepentingan yang bersifat laten (latent interest), sedangkan yang

memilikinya disebut sebagai kelompok semu (quasi-groups). Kelompok kepentingan

yang dimaksud mempunyai karakteristik tersendiri yang berhubungan dengan suatu

legitimasi atas suatu pola hubungan-hubungan kekuasaan tertentu antara mereka yang

memiliki kekuasaan otoritatif dengan mereka yang tidak memiliki kekuasaan otoritatif.

Dengan demikian kelompok kepentingan di sini yaitu yang berkenaan dengan

perkumpulan yang bersifat politis seperti serikat kerja dan partai politik.

Sementara itu suatu kelompok semu tidaklah dengan sendirinya menjadi

kelompok kepentingan. Menurut Dahrendofr ada 3 macam prasyarat suatu kelompok

semu dapat teroganisir ke dalam bentuk kelompok kepentingan, yaitu:

1. Kondisi-kondisi teknis, munculnya sejumlah orang tertentu yang mampu

merumuskan dan mengorganisir latent interest dari suatu kelompok semu

menjadi manifest interest berupa kebutuhan-kebutuhan yang secara sadar ingin

dicapai.

9
2. Kondisi-kondisi politis, ada tidaknya kebebasan politik untuk berorganisasi

yang diberikan oleh masyarakat.

3. Kondisi-kondisi sosial, yakni adanya sistem komunikasi yang memungkinkan

para anggota dari suatu kelompok semu berkomunikasi satu sama lain dengan

mudah.

Tanpa kondisi- kondisi sosial yang demikian, maka tersedianya pemimpin,

ideology dan kebebasan berorganisasi belum cukup menjamin bahwa para anggota

kelompok kepentingan akan dapat direkrut dengan mudah.

Sebagaimana telah disebutkan karena kelompok tersebut berakar di dalam

kepentingan-kepentingan yang saling berlawanan satu sama lain, maka

kelompokkelompok kepentingan itu senantiasa berada di dalam situasi konflik pula.

Konsekuensi yang timbul sebagai akibatnya ialah bertambahnya otoritas pada suatu pihak

hal ini berarti berkurangnya otoritas pada pihak lain.

Oleh karena itu, apa yang dapat dilakukan orang hanyalah mengendalikan agar

konflik yang terjadi di antara berbagai kekuatan sosial yang saling berlawanan tidak akan

terwujud di dalam bentuk kekerasan.

Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi

ialah kerjasama atau tidak kerjasama dan tegas atau tidak tegas.

Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan

penyelesaian konflik ialah :

10
1. Kompetisi

Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau

mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah

win-lose orientation.

2. Akomodasi

Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang

memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha

memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.

3. Sharing

Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan

kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua

kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.

4. Kolaborasi

Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini

adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang

memerlukan integrasi dari kedua pihak.

5. Penghindaran

Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan

penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.

6. Tidak ekspresif

Bertindak ekspresif ketika ada sesuatu hal yang berbeda dengan kita, kadang

11
menimbulkan terjadinya konflik antarsuku di Indonesia. Sebetulnya, jika kita sudah

mengenal, hal ini tdak akan terjadi. Oleh karena itu, ketika mereka bertindak atau

bertingkah laku tidak sama dengan kita, bahkan jauh berbeda, kita tidak kaget lagi.

2.4. FAKTOR PENYEBAB KONFLIK

Beberapa faktor penyebab terjadinya konflik yakni sebagai berikut :

1. Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.

Setiap manusia adalah individu yang unik, artinya setiap orang memiliki perasaan,

logika yang berbeda antara satu dan yang lain. Perbedaan inilah yang sering

menyebabkan konflik sosial, sebab dalam menjalani hidup sosial seorang tidak

selalu sejalan dengan orang yang lainnya. Misalnya ada acara pesta hiburan ada

yang merasa senang dengan pesta itu tetapi ada pula yang terganggu dengan acara

itu karena berisik.

2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang

berbeda.

Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan

pendirian kelompoknya, pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya

akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

Manusia memiliki pendirian, logika dan perasaan yang berbeda maupun latar

belakang budaya yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan,

12
masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda.

Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang

berbeda.

4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

Perubahan adalah suatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu

berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu

terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami

proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab

nilainilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara

cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industi. Nilai-nilai yang berubah itu

seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah

yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.

2.5.TAHAPAN TERJADI KONFLIK

Menurut Louis R. Pondy (dalam George & Jones, 1999:660) merumuskan lima

episode konflik yang disebut "Pondys Model of Organizational Conflict".

Menurutnya, konflik berkembang melalui lima fase secara beruntun, yaitu : latent

conflict, perceived conflict, felt conflict, manifest conflict and conflict aftermath.

 Tahap I, Konflik terpendam. Konflik ini merupakan bibit konflik yang bisa

terjadi dalam interaksi individu ataupun kelompok dalam organisasi, oleh

karena manajemen organisasi dan perbedaan konsepsi, namun masih di bawah

permukaan. Konflik ini berpotensi untuk sewaktu-waktu muncul ke permukaan.


13
 Tahap II, Konflik yang terpersepsi. Fase ini dimulai ketika para aktor yg terlibat

mulai mengkonsepsi situasi-situasi konflik termasuk cara mereka memandang,

menentukan pentingnya isu-isu, membuat asumsi-asumsi terhadap motif-motif

dan posisi kelompok lawan.

 Tahap III, Konflik yang terasa. Fase ini dimulai ketika para individu atau

kelompok yang terlibat menyadari konflik dan merasakan

penglamanpengalaman yang bersifat emosi, seperti kemarahan, frustasi,

ketakutan, dan kegelisahan yang melukai perasaan.

 Tahap IV, Konflik yang termanifestasi. Pada fase ini salah satu pihak

memutuskan bereaksi menghadapi kelompok dan sama-sama mencoba saling

menyakiti dan menggagalkan tujuan lawan. Misalnya agresi terbuka,

demonstrasi, sabotase, pemecatan, pemogokan dan sebagainya.

 Tahap V, Konflik sesudah penyelesaian. Fase ini adalah fase sesudah konflik

diolah. Bila konflik dapat diselesaikan dengan baik hasilnya berpengaruh baik

pada organisasi (fungsional) atau sebaliknya (disfungsional).

Pickering (2006:22,23) membagi tahap-tahap perkembangan konflik, yaitu : tahap

pertama, dimana terjadi perselisihan-perselisihan kecil sehari-hari. Biasanya dalam

kelompok terdapat perbedaan nilai kehidupan, budaya, kebutuhan, dan tujuan hidup.

Perbedaan-perbedaan ini, mulai bersinggungan dan menimbulkan rasa jengkel, dan

14
sebagainya. Kemudian, tahap kedua, dimana tantangan menjadi lebih besar. Unsur

persaingan mulai menonjol. Bahkan sudah menyangkut urusan pribadi, dan mulai mencari

kesalahan orang lain. Terakhir, adalah tahap ketiga, dimana terjadi pertarungan terbuka,

mengakibatkan tujuan bergeser dari ingin menang menjadi ingin menyakiti.

2.6. DAMPAK KONFLIK

Sejatinya dampak konflik yang terjadi diantara seseorang dengan orang lain

ataupun dengan suatu kelompok dengan kelompok lain memberikan dua dampak

yakni bisa dampak positif ataupun bisa dampak negatif .

 Dampak positif dari konflik yaitu:

1. Mendorong untuk kembali mengkoreksi diri. Dengan adanya konflik yang

terjadi, akan membuat kesempatan bagi salah satu ataupun kedua belah

pihak untuk saling merenungi kembali, berpikir ulang tentang kenapa bisa

terjadi perselisihan ataupun konflik diantara mereka.

2. Meningkatkan Prestasi. Dengan adanya konflik, bisa saja membuat orang

yang termajinalkan oleh konflik menjadi merasa mempunyai kekuatan

ekstra sendiri untuk membuktikan bahwa ia mampu dan sukses dan tidak

pantas untuk “dihina”.

3. Mengembangkan alternative yang baik. Bisa saja dengan adanya konflik

15
yang terjadi diantara orang per orang, membuat seseorang berpikir dia

harus mulai mencari alternatif yang lebih baik dengan misalnya bekerja

sama dengan orang lain.

 Dampak negatif dari konflik yakni :

1. Menghambat kerjasama. Sejatinya konflik langsung atau tidak langsung akan

berdampak buruk terhadap kerjasama yang sedang dijalin oleh kedua belah pihak

ataupun kerjasama yang akan direncanakan diadakan antara kedua belah pihak.

2. Apriori. Selalu berapriori terhadap “lawan”. Terkadang kita tidak meneliti benar

tidaknya permasalahan, jika melihat sumber dari persoalan adalah dari lawan

konflik kita.

3. Saling menjatuhkan. Ini salah satu akibat paling nyata dari konflik yang terjadi

diantara sesama orang di dalam suatu organisasi, akan selalu muncul tindakaan

ataupun upaya untuk saling menjatuhkan satu sama lain dan membuat kesan lawan

masing-masing rendah dan penuh dengan masalah.

16
BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pendekatan Konflik dilakukan untuk menemukan pemecahan masalah dari

terjadinya Konflik. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa

individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah

menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain

sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik

merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun

yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok

masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya

masyarakat itu sendiri.

Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya.

Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi)

dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.

17
DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Konflik. (tgl 8 April 2018), pkl. 14:24 WIB.

Pickering, Peg.2006. How To Manage Conflict : Kiat Menangani Konflik”:(threed:ed).

Erlangga : Jakarta.

Nasikun.2007.Sistem Sosial Budaya Indonesia. Raja Grafindo : Jakarta.

Ahmadi Abu. 2007. Sosiologi Pendidikan. Rineka Cipta : Jakarta.

18

Anda mungkin juga menyukai