Anda di halaman 1dari 3

ertemuan 3

A.   Pengetahuan, Ilmu Empiris dan Filsafat


Manusia adalah makhluk berpikir. Oleh karena itu manusia dapat memahami dan menghasilkan
pengetahuan. Pengetahuan manusia ada yang diperoleh secara spontan dan secara sistematis-
reflektif.
Pancasila sebagai merupakan pengetahu-an yang reflektif, bukan pengetahuan spontan.Proses ini
melalui kajian empiris dan filosofis.
Pancasila sebagai pengetahuan ilmiah-filosofis dapat dipahami dari sisi verbalis, konotatif,
denotatif. Sisi verbalis dan sisi konotatif mempunyai hubungan langsung, artinya apa yang
diucapkan dapat diinterpretasikan, dan dicari maknanya oleh setiap orang. Sisi verbalis dan sisi
denotatif tidak terhubung secara langsung, karena apa yang dikatakan tidak mesti langsung
terwujud dalam kenyataan.
B. Kebenaran ilmiah  dalam Pancasila
Pengetahuan manusia tidak akan mencapai pengetahuan yang mutlak, termasuk pengetahuan
tentang Pancasila, karena keterbatasan daya pikir dan kemampuan manusia. Pengetahuan
manusia bersifat evolutif. Pengetahuan yang dikejar manusia identik dengan pengejaran
kebenaran.
Pengetahuan manusia merupakan proses panjang yang dimulai dari purwa-madya-wasana.
Dari kriteria ini diperoleh empat macam teori kebenaran:
1.    Teori kebenaran koherensi
2.    Teori kebenaran korespondensi
3.    Teori kebenaran pragmatisme
4.    Teori kebenaran konsensus
Kebenaran koherensi ditandai dengan pernyataan yang satu dengan pernyataan yang lain saling
berkaitan, konsisten, dan runtut. Pernyataan yang satu dengan yang lain tidak boleh bertentangan
 Kebenaran korespondensi ditandai dengan adanya kesesuaian antara pernyataan dan
kenyataannya.
 Kebenaran pragmatis berdasarkan kriteria bahwa pernyataan-pernyataan yang dibuat harus
membawa manfaat. Pernyataan harus dapat ditindaklanjuti dalam perbuatan dan dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapi.
 Kebenaran konsensus didasarkan pada kesepakatan bersama. Suatu pernyataan dikatakan benar
apabila disepakati oleh masyarakat atau komunitas tertentu yang menjadi bagian dari proses
konsensus. Akan tetapi tidak semua kesepakatan umum itu benar, karena ada syarat tertentu
untuk terwujudnya kebenaran konsensus. Menurut Jurgen Habermas, ada empat syarat, yaitu
keterpahaman, diskursus/wacana, ketulusan/kejujuran dan otoritas.
C. Ciri-ciri  Berpikir Ilmiah-Filsafati dalam Pembahasan Pancasila
Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sehingga pengetahuan itu dapat dikatakan sebagai
suatu ilmu. Pembahasan Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah harus memenuhi syarat ilmiah.
Menurut Poedjawijatna dalam bukunya ‘Tahu dan Pengetahuan’ syarat-syarat ilmiah adalah
sebagai berikut:
1. Berobjek

Semua pengetahuan harus memiliki objek, yang terdiri atas objek formal dan material. Objek
formal Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila atau dengan
kata lain dari sudut pandang apa Pancasila itu dibahas.
Sudut pandang ilmiah dalam mengkaji Pancasila bersifat interdisipliner, artinya melibatkan
berbagai sudut pandang yang relevan dan mendukung seperti sudut pandang historis (sejarah),
yuridis (hukum), filosofis atau kultural (budaya), dan lain-lain.

Objek material Pancasila adalah suatu objek yang merupakan sasaran kaji atau bahasan
Pancasila, baik yang bersifat empiris maupun non-empiris. Pancasila merupakan hasil budaya
bangsa Indonesia. Dengan demikian, bangsa Indonesia dengan segala hasil budayanya dalam
bermasyarakat dan bernegara adalah objek material dari Pancasila atau asal mula nilai-nilai
Pancasila. Objek material yang bersifat non-empiris merupakan objek yang lebih bersifat
abstrak, tidak dapat diindera secara langsung seperti nilai-nilai moral, religius yang tercermin di
dalam kepribadian, sifat karakter dan pola budaya bangsa Indonesia.

Objek material yang bersifat empiris adalah hasil-hasil kongkrit yang mencerminkan nilai-nilai
moral, perilaku, karakter, pola budaya bangsa Indonesia sejak dahulu sampai sekarang.
Contohnya peninggalan sejarah zaman kuno berupa prasasti, candi-candi, bangunan-bangunan,
naskah-naskah kuno, peninggalan zaman menjelang dan sesudah kemerdekaan berupa naskah-
naskah sidang, lembaran negara dan sebagainya yang menunjukkan adanya nilai-nilai Pancasila
di dalamnya.

2. Bermetode

Ada beberapa metode yang digunakan dalam pembahasan Pancasila, antara lain: analitiko
sintetik (perpaduan antara analisis dan sintesis), hermeneutika (metode untuk menemukan
makna), dan koherensi historis.

3. Bersistem

Sebuah sistem mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. merupakan suatu kesatuan bagian-bagian

b. bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri

c. bagian-bagian yang termuat dalam sistem saling berhubungan dan saling ketergantungan

d. dalam suatu sistem termuat adanya maksud dan tujuan tertentu (bersama)

e. bagian-bagian sistem itu tergantung dalam suatu lingkungan yang kompleks.

Pengkajian Pancasila secara ilmiah harus merupakan satu kesatuan yang utuh. Terlebih lagi
pancasila sebagai rumusan bangsa Indonesia memang sudah tersusun secara utuh, satu kesatuan
majemuk tunggal, yaitu kelima sila baik rumusannya, inti sila-sila Pancasila merupakan satu
kebulatan dan kesatuan.

Pancasila sebagai objek pemahaman ilmiah bersifat koheren tanpa ada pertentangan satu sama
lain sehingga makna di dalamnya menunjukkan adanya suatu kesatuan sistem.
4. Bersifat universal

Kebenaran pengetahuan ilmiah harus bersifat umum atau universal, artinya tidak terbatas ruang
dan waktu. Dalam kaitannya dengan Pancasila dapat diketahui bahwa hakikat ontologis sila-sila
Pancasila adalah besifat universal atau dengan kata lain esensi sila-sila Pancasila itu tidak
terbatas oleh ruang dan waktu dapat diterapkan di mana saja.

D.    Bentuk dan Susunan Pancasila


1.    Bentuk Pancasila
Pancasila di dalam pengertian yaitu sebagai rumusan Pancasila sebagaimana tercantum di dalam
alinea IV Pembukaan UUD’45. Pancasila sebagai seuatu sistem nilai mempunyai bentuk yang
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.  Merupakan kesatuan yang utuh
b.  Setiap unsur pembentuk Pancasila merupakan unsur mutlak yang membentuk kesatuan, bukan
unsur yang komplementer.
c.   Sebagai satu kesatuan yang mutlak, tidak dapat ditambah atau dikurangi.
2. Susunan Pancasila
Susunan sila-sila pancasila merupakan kesatuan yang organis, satu sama lain membentuk suatu
sistem yang istilah majemuk tunggal. Majemuk tunggal artinya terdiri dari 5 sila tetapi
merupakan satu kesatuan yang berdiri sendiri secara utuh. Selanjutnya bentuk dan susunan
Pancasila adalah hierarkis-piramidal. Hierarkhis berarti tingkat, sedangkan piramidal
dipergunakan untuk menggambar-kan hubungan bertingkat dari sila-sila Pancasila dalam urutan
luas cakupan dan juga isi pengertian. Pancasila sebagai satu kesatuan sistem nilai, juga
membawa implikasi bahwa antara sila yang satu dengan sila yang lain saling mengkualifikasi.
Hal ini berarti bahwa antara sila yang satu dengan yang lain, saling memberi kualitas, memberi
bobot isi.
E.  Refleksi terhadap Kajian Ilmiah tentang Pancasila di Era Global
Kajian ilmiah tentang Pancasila sejak disyahkan tanggal 18 Agustus 1945 sampai saat ini
mengalami pasang surut. Notonagoro, Driyarkara merupakan tokoh-tokoh/ilmuwan yang
mengawali pengkajian Pancasila secara ilmiah populer dan filosofis,yang menghasilkan suatu
yang bermakna bagi perkembangan Pancasila sebagai dasar negara.
masih terbukanya bahan dialog dan  kajian kritis  terhadap Pancasila sehingga diperoleh
interpretasi baru untuk memperoleh makna terdalam dari sila-sila Pancasila. Di era global secara
langsung maupun tidak langsung banyak ideologi asing yang gencar menerpa
masyarakat  Indonesia. Hal ini terkadang tidak disadari oleh masyarakat kita, bahkan mereka
banyak yang menganggap bahwa nilai-nilai dan ideologi asing justru menjadi pandangan
hidupnya seperti materialisme, hedonisme, konsumerisme. Dengan adanya gejala tersebut
semakin diperlukan sebuah kajian kritis terhadap Pancasila sebagai sumber nilai bagi kehidupan
masyarakat Indonesia. Diharapkan masyarakat kita semakin kritis dalam menentukan pilihan
pandangan hidup, sikap dan gaya hidupnya yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila sebagai
bagian dari budaya bangsa. Dengan demikian, masyarakat Indonesia memiliki prinsip-prinsip
hidup yang kokoh, orientasi hidup yang jelas dalam bersikap dan berperilaku sehingga tidak
terombang-ambing mengikuti arus global.

Anda mungkin juga menyukai