Anda di halaman 1dari 12

HIPOVOLEMIK

A. Pendahuluan
Syok adalah suatu keadaan dimana oksigenasi jaringan dan perfusi jaringan
tidak adekuat yang di sebabkan karena adanya gangguan sirkulasi. Akibat syok
adalah terjadinya gangguan fungsi organ yang pada akhirnya dapat
menimbulkan kematian apabila tidak segera di tanggulangi. Sangat vital bagi
anda untuk mempelajari bagaimana mengenali tanda dan gejala trauma serius
dan syok. Identifikasi awal, perawatan yang sesuai dan transport yang cepat
sangat berpengaruh terhadap kemungkinan pasien untuk bertahan hidup.
Memahami tanda, gejala dan manajemen perdarahan dan syok adalah bagian
penting perawatan prehospital.

Syok hipovolemik merupakan keadaan berkurangnya perfusi organ dan


oksigenasi jaringan yang disebabkan gangguang kehilangan akut dari darah
(syok hemorragic) atau cairan tubuh yang dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan. Penyebab terjadinya syok hipovolemik diantaranya adalah diare, luka
bakar, muntah, dan trauma maupun perdarahan karena obsetri. Syok
hipovolemik merupakan salah satu syok dengan angka kejadian yang paling
banyak dibandingkan syok lainnya.( Lamm, Ruth L., and Coopersmith, Craig M. 2012)
Syok hipovolemik pada umumnya terjadi pada negara dengan
mobilitas penduduk yang tinggi karena salah satu penyebabnya adalah
kehilangan darah karena kecelakaan kendaraan. Sebanyak 500.000 pasien syok
hipovolemik pada wanita karena khasus perdarahan obsetri meninggal
pertahunnya dan 99% terjadi pada negara berkembang. Sebagian besar
penderita meninggal setelah beberapa jam terjadi perdarahan karena tidak
mendapat perlakuan yang tepat dan adekuat. ( Fitria, Cemy Nur. 2012)
Penatalaksanaan syok hipovolemik dapat dilakukan mulai dari saat
terjadinya kejadian, apabila pasien mengalami trauma, untuk menghindari
cedera lebih lanjut vertebra servikalis harus diimobilisasi, memastikan jalan
napas yang adekuat, menjamin ventilasi, memaksimalkan sirkulasi dan pasien
segera dipindahkan ke rumah sakit. Keterlambatan saat pemindahan pasien ke
rumah sakit sangat berbahaya.( Wijaya, IP. 2014)
Salah satu terapi yang tepat untuk penatalaksanaan syok
hipovolemik adalah terapi cairan yang akan berdampak pada penurunan angka
mortalitas pasien. Akan tetapi terapi cairan yang tidak tepat akan menyebabkan
pasien mengalami edema paru dan gangguan elektrolit .( Queensland Ambulance
Service. 2016)
Pengertian syok terdapat bermacam-macam sesuai dengan konteks
klinis dan tingkat kedalaman analisisnya. Secara patofisiologi syok merupakan
gangguan sirkulasi yang diartikan sebagai kondisi tidak adekuatnya transport
oksigen ke jaringan atau perfusi yang diakibatkan oleh gangguan hemodinamik.
Gangguan hemodinamik tersebut dapat berupa penurunan tahanan vaskuler
sitemik terutama di arteri, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian
ventrikel dan sangat kecilnya curah jantung. Dengan demikian syok dapat terjadi
oleh berbagai macam sebab dan dengan melalui berbagai proses. Secara umum
dapat dikelompokkan kepada empat komponen yaitu masalah penurunan
volume plasma intravaskuler, masalah pompa jantung, masalah pada pembuluh
baik arteri, vena, arteriol, venule atupun kapiler, serta sumbatan potensi aliran
baik pada jantung, sirkulasi pulmonal dan sitemik.( George Y, Harijanto E,
Wahyuprajitno B. 2009)
Penurunan hebat volume plasma intravaskuler merupakan faktor utama
yang menyebabkan gterjadinya syok. Dengan terjadinya penurunan hebat
volume intravaskuler apakah akibat perdarahan atau dehidrasi akibat sebab lain
maka darah yang balik ke jantung (venous return) juga berkurang dengan hebat,
sehingga curah jantungpun menurun. Pada akhirnya ambilan oksigen di paru
juga menurun dan asupan oksigen ke jaringan atau sel (perfusi) juga tidak dapat
dipenuhi. Begitu juga halnya bila terjadi gangguan primer di jantung, bila otot-otot
jantung melemah yang menyebabkan kontraktilitasnya tidak sempurna, sehingga
tidak dapat memompa darah dengan baik dan curah jantungpun menurun. Pada
kondisi ini meskipun volume sirkulasi cukup tetapi tidak ada tekanan yang
optimal untuk memompakan darah yang dapat memenuhi kebutuhan oksigen
jaringan, akibatnya perfusi juga tidak terpenuhi.( Guyton A, Hall J.2010)

1. Sistem sirkulasi
Sistem sirkulasi atau kardiovaskuler bertanggung jawab untuk mendistribusikan
darah ke seluruh tubuh. Sistem ini mempunyai tiga
Sistem sirkulasi atau kardiovaskuler bertanggung jawab untuk mendistribusikan
darah ke seluruh tubuh. Sistem ini mempunyai tiga komponen utama:
jantung,pembuluh dan darah yang mengalir didalamnya. Jantung Adalah organ
muskular yang terletak di dalam rongga dada, di belakang sternum. Tugasnya
adalah memompa darah yang akan menyuplai oksigen dan nutrisi untuk seluruh
tubuh. Untuk menyediakan suplai oksigen dan nutrisi yang cukup bagi seluruh
tubuh, jantung harus memompa dengan ritme dan kecepatan yang adekuat. Darah
bersirkulasi didalam tubuh melalui tiga macam pembulu darah.

B. Peranan Fungsi Kardiovaskuler


Jantung merupakan organ yang berfungsi untuk memompakan darah
keseluruh tubuh. Jantung bergerak secara otonom yang diatur melalui mekanisme
sistim saraf otonom dan hormonal dengan autoregulasi terhadap kebutuhan
metabolime tubuh. Mekanisme otonom aktifitas otot jantung ini berasal dari cetusan
listrik (depolarisasi) pada otot jantung itu sendiri. Depolarisai otonom otot jantung
berasal dari sekelompok sel-sel yang menghasilkan potensial listrik yang disebut
dengan nodus sinoatrial [sinoatratrial (SA) node]. SA node terletak di atrium kanan
berdekatan dengan muara vena cava superior.6,7 Impuls listrik yang dihasilkan oleh
SA node akan dialirkan keseluruh otot-otot jantung (miokardium) sehingga
menyebabkan kontraksi. Mekanisme penyebaran impuls ini teratur sedemikian
rupa sesuai dengan siklur kerja jantung. (. Armstrong DJ.2004)
Pertama impuls dialirkan secara langsung ke otot-otot atrium kiri dan kanan
sehingga menyebabkan kontraksi atrium. Atrium kanan yang berisi darah yang
berasal dari sistim vena sitemik akan dipompakan ke ventrikel kana, dan darah pada
atrium kiri yang berasl dari paru (vena pulmonalis) akan dialirkan ke ventrikel kiri.
Selanjutnya impuls diteruskan ke ventrikel melaluisistim konduksi nodus atrioventrikuler
[atrioventricular (AV) node], terus ke atrioventricular (AV) bundle dan oleh serabut purkinje ke
seluruh sel-sel otot ventrikel jantung. Impils listrik yang ada di ventrikel terjadinya depolarisasi
dan selanjutnya menyebabkan otot-otot ventrikel berkontraksi. Kontraksi ventrikel inilah yang
dikenal sebagai denyut jantung. Denyut ventrikel kanan akan mengalirkan darah ke paru untuk
pengambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida, dan denyut ventrikel kiri akan mengalirkan
darah ke seleuruh tubuh melalui aorta. Denyut jantung yang berasal dari depolarisai SA node
berjumlah 60-100 kali permenit, dengan rata-rat 72 kali permenit.6,7 Kontraksi ventrikel saat
mengeluarkan darah dari jantung disebut sebagai fase sitolik atau ejeksi ventrukuler. Jumlah
darah yang dikeluarkan dalam satu kali pompan pada fase ejeksi ventrikuler disebut sebagai
‘volume sekuncup’ atau stroke volume, dan pada dewasa rata-rata berjumlah 70 ml. Dengan
jumlah kontraksi rata-rata 72 kali permenit, maka dalam satu menit jumlah darah yang sudah
melewati dan diponpakan oleh jantung sekitar 5 liter, yang dsiebut sebagai curah jantung
(cardiac output). (Kolecki P, Menckhoff CR, Dire DJ, Talavera F,
Kazzi AA, Halamka JD 2013)

1.
CO = HR X SV

Sistem saraf otonom Elektrolet preloid kontratilitas SVR

Elektrolit Sistem Saraf Otonom Elastisitas

Keterangan:
CO : Cardiac Output (curah jantung)
HR : Heart Rate (laju atau frekuensi denyut jantung)
SV : Stroke Volume (volume sekuncup)
SVR : Systemic Vascular Resistant (tahanan pembuluh darah sistemik)
Gambar 1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Curah Jantung ( Kazzi AA, Halamka JD 2013)

Aktifitas listrik pada SA node yang menyebabkan kontraksi otot jantung


terjadi secara otonom tanpa kontrol pusat kesadaran yang dipengaruhi oleh sistim
saraf otonom simpatis dan parasimpatis. Dengan demikian seperti yang terlihat
pada gambar-1, sistim saraf otonom sangat berperan dalam pengaturan
kardiovaskuler dengan mempengaruhi frekuensi denyut dan kontraktilitas otot
jantung. Disamping itu sisitim saraf otonom juga mempengaruhi pembuluh darah
terhadap perubahan resistensi pembuluh darah. Curah jantung mempunyai peranan
penting sebagai salah satu faktor untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi atau
perfusi kejaringan sebagai tujuan dari fungsi kardiovaskuler. Kecukupan perfusi
jaringan ditentukan oleh kemampuan fungsi sirkulasi menghantarkan oksigen ke
jaringan yang disebut sebagai oxygen delivery (DO 2). ( Pascoe S, Lynch J.2007)

C. Peranan Fungsi Sistim Saraf Otonom


Sistim saraf otonom dibedakan menjadi dua macam, yaitu sistim saraf
simpatis dan para simpatis. Sistim saraf simpatis merupakan sistim saraf yang
bekerja secara otonom terhadap respon stress psikis dan aktifitas fisik. Respon
simpatis terhadap stress disebut juga sebagai ‘faight of flight response’ memberikan
umpan balik yang spesisfik pada organ dan sistim organ, termasuk yang paling
utama adalah respon kardiovaskuler, pernafasan dan sistim imun. Sedangkan sistim
para simpatis mengatur fungsi tubuh secara otonom terutama pada organ-organ
visceral, produksi kelenjar, fungsi kardiovaskuler dan berbagai sistim organ lainnya
dan bukan respon terhadap suatu stressor ataupun aktifitas fisik. (Silverthorn DU.2011)
Sistim saraf simpatis berasal dari medulla spinalis pada segmen
torakolumbal, tepatnya segmen torakal-1 sampai lumbal-2, dengan pusat ganglion
sarafnya berada di daerah paravertebre. Sistim saraf simpatis menimbulkan efek
pada organ dan sistim organ melalui perantra neurotrasmiter adrenalin (epinefrin)
atau noradrenalin (norepinefrin) endogen yang dhasilkan oleh tubuh. Adrenalin di
sekresikan oleh kelenjar adrenal bagian medula, sedangkan noradrenalin selain
dihasilkan oleh medulla adrenal juga disekresikan juga oleh sel-sel saraf (neutron)
simpatis pascaganglion. ( Hidayat JK.2011)
Respon yang muncul pada organ-organ target tergantung reseptor yang
menerima neurotrasmiter tersebut yang dikenal dengan reseptor alfa dan beta
adrenergik. Pada jantung terdapat resesptor beta, rangsangan simpatis pada otot
jantung atau reaksi adrenalin dengan reseptor beta-1 menyebabkan peningkatan
frekuensi (kronotropik) dan kontraktilitas otot jantung (inotropik). Efek adrenergik
pada pembuluh terjadi melalui reaksi neurotrasmiternya dengan reseptor alfa-1,
yang menyebabkan terjadinya vasokontriksi arteri dan vena. Sedangkan efek pada
saluran pernafasan terutama bronkhus adalah dilatasi (melalui reseptor beta-2).
Sistim parasismpatis dari segmen kraniosakral, yaitu dari saraf kranial
dan medulla spinalis sekmen sakralis. Saraf kranial merupakan saraf tepi yang
langsung keluar dari batang otak dan terdapat 12 pasang, namun yang memberikan
efek parasimpatis yaitu nervus-III (okulomotorius), nervusVII (fasialis), nervus-IX
(glosofaringeus) dan nervus-X (vagus). Rangsangan parasimpatis pada
masingmasing saraf tersebut memberikan efek spesifik pada masing-masing organ
target, namun yang memberikan efek terhadap fungsi kardiovaskuler adalah nervus
vagus. Sedangkan yang berasal dari medulla spinalis yang menimbulkan efek
parasimpatis adalah berasal dari daerah sakral-2 hingga 4. ( Hidayat JK.2011)
Efek parasimpatis muncul melalui perantara neurotrasnmiter asetilkolin,
yang disekresikan oleh semua neuron pascaganglion sisitim saraf otonom
parasimpatis. Efek parasimpatis ini disebut juga dengan efek kolinergik atau
muskarinik. Sebagaimana halnya sistim saraf simpatis, sistim saraf parsimpatis juga
menimbulkan efek bermacam-macam sesuai dengan reaksi neurotransmitter
asetilkolin dengan reseptornya pada organ target. Efek yang paling dominan pada
fungsi kardiovaskuler adalah penurunan frekuensi jantung dan kontraktilitasnya
(negatif kronotropik dan inotropik) serta dilatasi pembuluh darah. ( Pascoe S, Lynch
J.2007)
Dalam kedaan fisiologis, kedua sistim saraf ini mengatur funsgi
tubuh termasuk kardiovaskuler secara homeostatik melalui mekanisme autoregulasi.
Misalnya pada saat aktifitas fisik meningkat, tubuh membutuhkan energi dan
metabolisme lebih banyak dan konsumsi oksigen meningkat, maka sistim simpatis
sebagai respon homestatik akan meningkatkan frekuensi denyut dan kontraktilitas
otot jantung, sehingga curah jantung dapat ditingkatkan untuk untuk mensuplai
oksigen lebih banyak. Begitu juga bila terjadi kehilangan darah, maka respon
simpatis adalah dengan terjadinya peningkatan laju dan kontraktilitas jantung serta
vasokontriksi pembuluh darah, sehingga kesimbangan volume dalam sirkulasi dapat
terjaga dan curah jantung dapat dipertahankan. Namun bila gangguan yang terjadi
sangat berlebihan, maka kompensasi autoregulasi tidak dapat lagi dilakukan
sehingga menimbulkan gejala-gejala klinis. (. Armstrong DJ.2004)

D. Patofisiologi dan Gambaran Klinis


Gejala-gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat jika
kekurangan darah kurang dari 10% dari total volume darah karena pada saat ini
masih dapat dikompensasi oleh tubuh dengan meningkatkan tahanan pembuluh dan
frekuensi dan kontraktilitas otot jantung. Bila perdarahan terus berlangsung maka
tubuh tidak mampu lagi mengkompensasinya dan menimbulkan gejala-gejala klinis.
Secara umum syok hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung
dan nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang
jelek, ujung-ujung ektremitas yang dingin dan pengisian kapiler yang lambat .(
Armstrong DJ. 2013)
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis adanya syok
hipovolemik tersebut pemeriksaan pengisian dan frekuesnsi nadi, tekanan darah,
pengisian kapiler yang dilakukan pada ujung-uung jari (refiling kapiler), suhu dan
turgor kulit. Berdasarkan persentase volume kehilangan darah, syok hipovolemik
dapat dibedakan menjadi empat tingkatan atau stadium. Stadium syok
dibagiberdasarkan persentase kehilangan darah sama halnya dengan perhitungan
skor tenis lapangan, yaitu 15, 15-30, 30-40, dan >40%. Setiap stadium syok
hipovolemik ini dapat dibedakan dengan pemeriksaan klinis tersebut.
1. Stadium-I adalah syok hipovolemik yang terjadi pada kehilangan darah hingga
maksimal 15% dari total volume darah. Pada stadium ini tubuh mengkompensai
dengan dengan vasokontriksi perifer sehingga terjadi penurunan refiling kapiler.
Pada saat ini pasien juga menjadi sedkit cemas atau gelisah, namun tekanan
darah dan tekanan nadi rata-rata, frekuensi nadi dan nafas masih dalam kedaan
normal.
2. Syok hipovolemik stadium-II afalah jika terjadi perdarahan sekitar 15-30%. Pada
stadium ini vasokontriksi arteri tidak lagi mampu menkompensasi fungsi
kardiosirkulasi, sehingga terjadi takikardi, penurunan tekanan darah terutama
sistolik dan tekanan nadi, refiling kapiler yang melambat, peningkatan frekuensi
nafas dan pasien menjadi lebih cemas.
3. Syok hipovolemik stadium-III bila terjadi perdarahan sebanyak 30-40%. Gejala-
gejala yang muncul pada stadium-II menjadi semakin berat. Frekuensi nadi terus
meningkat hingga diatas 120 kali permenit, peningkatan frekuensi nafas hingga
diatas 30 kali permenit, tekanan nadi dan tekanan darah sistolik sangat menurun,
refiling kapiler yang sangat lambat. 4. Stadium-IV adalah syok hipovolemik pada
kehilangan darah lebih dari 40%. Pada saat ini takikardi lebih dari 140 kali
permenit dengan pengisian lemah sampai tidak teraba, dengan gejala-gejala
klinis pada stadium-III terus memburuk. Kehilangan volume sirkulasi lebih dari
40% menyebabkan terjadinya hipotensi berat, tekanan nadi semakin kecil dan
disertai dengan penurunan kesadaran atau letargik. Selengkapnya stadium dan
tanda-tanda klinis pada syok hemoragik dapat dilihat pada tabel-1.

Tabel 1. Stadium Syok Hipovolemik dan Gambaran Klinisnya Tanda dan


Pemeriksaan Klinis

Tanda dan
Pemeriksaan Stadium I Stadium II Stadium III Stadium IV
klinis

Kehilangan
Darah % 15% 15-30% 30-40% >40%

Kesadaran
Sedikit cemas sangat
Cemas cemas/ letargi
Bingung
Frekuensi
Jantung atau <100x/ >100- >120- >140x
Nadi menit 120x/menit 140x/menit /menit

Frekuensi 14- 20- 30- >35x


Nafas 20x/menit 30x/menit 40x/menit /menit

Refiling Lambat Lambat Lambat Lambat


Kapiler

Tekanan Normal Normal Turun Turun


Darah
Sistolik

Tekanan Nadi Normal Turun Turun Turun

Produksi Urin >30ml/Jam 20- 30ml/Jam 5- 15ml/Jam Sangat sedikit

Dikutip dari berbagai sumber


( Armstrong DJ.2004)

Berdasarkan perjalanan klinis syok seiring dengan jumlah kehilangan


darah terlihat bahwa penurunan refiling kapiler, tekanan nadi dan produksi urin lebih
dulu terjadi dari pada penurunan tekanan darah sistolik. Oleh karena itu,
pemeriksaan klinis yang seksama sangat penting dilakukan. Pemeriksaanyang
hanya berdasarkan perubahan tekanan darah sitolik dan frekuensi nadi dapat
meyebabkan kesalahan atau keterlambatan diagnosoa dan penatalaksanaan
(neglected cases). Tekanan nadi (mean arterial pressure: MAP) merupakan
merupakan tekanan efektif rata-rata pada aliran darah dalam arteri. Secara
matematis tekanan ini dipadapatkan dari penjumlahan tekanan sistolik dengan dua
kali tekanan diastolik kemudian dibagi tiga. (Preston R, 2012)
Penurunan tekanan darah sistolik lebih lambat terjadi karena adanya
mekanisme kompensasi tubuh terhadap terjadinya hipovolemia. Pada awalawal
terjadinya kehilangan darah, terjadi respon sistim saraf simpatis yang
mengakibatkan peningkatan kontraktilitas dan frekuensi jantung. Dengan demikian
pada tahap awal tekanan darah sistolik dapat dipertahankan. Namun kompensasi
yang terjadi tidak banyak pada pembuuh perifer sehingga telah terjadi penurunan
diastolik sehingga secara bermakna akan terjadi penurunan tekanan nadi rata-rata .
(Worthley LIG.2000)
Berdasarkan kemampuan respon tubuh terhadap kehilangan
volume sirkulasi tersebut maka secara klinis tahap syok hipovolemik dapat
dibedakan menjadi tiga tahapan yaitu tahapan kompensasi, tahapan dekompensasi
dan tahapan irevesrsibel. Pada tahapan kompensasi, mekanisme autoregulasi tubuh
masih dapat mempertahankan fungsi srikulasi dengan meningkatkan respon
simpatis. Pada tahapan dekompensasi, tubuh tidak mampu lagi mempertahankan
fungsinya dengan baik untuk seluruh organ dan sistim organ. Pada tahapan ini
melalui mekanisme autoregulasi tubuh berupaya memberikan perfusi ke jaringan
organ-organ vital terutama otak dan terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas.
Akibatnya ujung-ujung jari lengan dan tungkai mulai pucat dan terasa dingin.
Selanjutnya pada tahapan ireversibel terjadi bila kehilangan darah terus berlanjut
sehingga menyebabkan kerusakan organ yang menetap dan tidak dapat diperbaiki.
Kedaan klinis yang paling nyata adalah terjadinya kerusakan sistim filtrasi ginjal
yang disebut sebagai gagal ginjal akut. (Pascoe S, Lynch J.2007)
Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan
ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta
abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya dipasang
selang nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto polos dada posisi
tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi
dapat dilakukan (biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari
sumber perdarahan.( Darmawan, Iyan,2013)
Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia
subur. Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan
ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang
memiliki fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi.
Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan
negatif jarang, namun pernah dilaporkan . (Critical Nursing Made Incredible Easy 2004)

Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari
foto polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi,
atau CT-scan dada. Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan
pemeriksaan FAST (Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa
dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan
pada pasien yang stabil. Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan
pemeriksaan radiologi. Hasil pemeriksaan yang dapat mendukung diagnosis,
diantaranya: penurunan HCT, penurunan Hb, penurunan RBC dan jumlah platelet,
peningkatan serum potassium, sodium, lactate dehydrogenase, creatinin, dan BUN,
peningkatan berat jenis urin (> 1.020) dan osmolalitas urin; sodium urin < 50 mEq/L,
penurunan creatinin urin, penurunan pH, peningkatan PaCO2, gastroskopi, X-Ray,
aspirasisi lambung melalui NGT, pemeriksaan koagulasi pada disseminated
intravascular coagulation (DIC).( Lewis, Heitkemper, Dirksen,2008)

E. PENATALAKSANAAN SYOK HIPOVOLEMIK


Penatalaksanaan syok hipovolemik meliputi mengembalikan tanda-tanda
vital dan hemodinamik kepada kondisi dalam batas normal. Selanjutnya kondisi
tersebut dipertahankan dan dijaga agar tetap pada kondisi satabil. Penatalaksanaan
syok hipovolemik tersebut yang utama terapi cairan sebagai pengganti cairan tubuh
atau darah yang hilang. Jika ditemukan oleh petugas dokter atau petugas medis,
maka penatalaksanaan syok harus dilakukan secara komprehensif yang meliputi
penatalaksanaan sebelum dan di tempat pelayanan kesehatan atau rumah sakit.
(Pascoe S, Lynch J.2007)
Penatalaksanaan sebelum di tempat pelayanan kesehatan harus
memperhatikan prinsipprinsip tahapan resusitasi. Selanjutnya bila kondisi jantung,
jalan nafas dan respirasi dapat dipertahankan, tindakan selanjutnya adalah adalah
menghentikan trauma penyebab perdarahan yang terjadi dan mencegah perdarahan
berlanjut. Menghentikan perdarahan sumber perdarahan dan jika memungkinkan
melakukan resusitasi cairan secepat mungkin. Selanjutnya dibawa ke tempat
pelayaan kesehatan, dan yang perlu diperhatikan juga adalah teknik mobilisai dan
pemantauan selama perjalanan. Perlu juga diperhatikan posisi pasien yang dapat
membantu mencegah kondisi syok menjadi lebih buruk, misalnya posisi pasien
trauma agar tidak memperberat trauma dan perdarahan yang terjadi, pada wanita
hamil dimiringkan kea rah kiri agar kehamilannya tidak menekan vena cava inferior
yang dapat memperburuh fungsi sirkulasi. Sedangkan saat ini posisi tredelenberg
tidak dianjurkan lagi karena justru dapat memperburuk fungsi ventilasi paru . ( Kolecki
P, Menckhoff CR,2013)
Pada pusat layanan kesehatan atau dapat dimulai sebelumnya harus
dilakukan pemasangan infus intravena. Cairan resusitasi yang digunakan adalah
cairan isotonik NaCl 0,9% atau ringer laktat. Pemberian awal adalah dengan tetesan
cepat sekitar 20 ml/KgBB pada anak atau sekitar 1-2 liter pada orang dewasa.
Pemberian cairan terus dilanjutkan bersamaan dengan pemantauan tanda vital dan
hemodinamiknya. Jika terdapat perbaikan hemodinamik, maka pemberian kristaloid
terus dilanjutnya. Pemberian cairan kristaloid sekitar 5 kali lipat perkiraan volume
darah yang hilang dalam waktu satu jam, karena istribusi cairan koloid lebih cepat
berpindah dari intravaskuler ke ruang intersisial. Jika tidak terjadi perbaikan
hemodinamik maka pilihannya adalah dengan pemberian koloid, dan dipersiapkan
pemberian darah segera.( Kolecki P, Menckhoff CR,2013)
Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik adalah (1) memulihkan
volume intravascular untuk membalik urutan peristiwa sehingga tidak mengarah
pada perfusi jaringan yang tidak adekuat. (2) meredistribusi volume cairan, dan (3)
memperbaiki penyebab yang mendasari kehilangan cairan secepat mungkin.
Jika pasien sedang mengalami hemoragi, upaya dilakukan untuk
menghentikan perdarahan. Mencakup pemasangan tekanan pada tempat
perdarahan atau mungkin diperlukan pembedahan untuk menghentikan perdarahan
internal. (Wirjoatmodjo,2009)
Pemasangan dua jalur intra vena dengan kjarum besar dipasang untuk
membuat akses intra vena guna pemberian cairan. Maksudnya memungkinkan
pemberian secara simultan terapi cairan dan komponen darah jika diperlukan.
Contohnya : Ringer Laktat dan Natrium clorida 0,9 %, Koloid (albumin dan dekstran
6 %). (Thaib, Roesli,2010)
Pemberian posisi trendelenberg yang dimodifikasi dengan meninggikan
tungkai pasien, sekitar 20 derajat, lutut diluruskan, trunchus horizontal dan kepala
agak dinaikan. Tujuannya, untuk meningkatkan arus balik vena yang dipengaruhi
oleh gaya gravitasi.( Williams, Hopper,2007)
Medikasi akan diresepkan untuk mengatasi dehidarasi jika penyebab yang
mendasari adalah dehidrasi. Contohnya, insulin akan diberikan pada pasien dengan
dehidrasi sekunder terhadap hiperglikemia, desmopresin (DDVP) untuk diabetes
insipidus, preparat anti diare untuk diare dan anti emetic untuk muntah muntah.
Military anti syoc trousersn (MAST) adalah pakain yang dirancang untuk
memperbaiki perdarahan internal dan hipovolemia dengan memberikan tekanan
balik disekitar tungkai dan abdomen. Alat ini menciptakan tahanan perifer artificial
dan membantu menahan perfusi coroner. (Pascoe S, Lynch J.2007)
Penatalaksanaan pra rumah sakit pada pasien dengan syok hipovolemik
sering dimulai pada tempat kejadian atau di rumah. Tim yang menangani pasien
sebelum ke rumah sakit sebaiknya bekerja mencegah cedera lebih lanjut, membawa
pasien ke rumah sakit sesegera mungkin, dan memulai penanganan yang sesuai.
Intervensi sebelum ke rumah sakit terdiri dari immobilisasi (pada pasien trauma),
menjamin jalan napas yang adekuat, menjamin ventilasi, dan memaksimalkan
sirkulasi. Dalam penanganan syok hipovolemik, ventilasi tekanan positif dapat
mengurangi aliran balik vena, mengurangi cardiac output, dan memperburuk
status/keadaan syok. Walaupun oksigenasi dan ventilasi penting, kelebihan ventilasi
tekanan positif dapat merusak pada pasien dengan syok hipovolemik. Penanganan
yang sesuai biasanya dapat dimulai tanpa keterlambatan transportasi. Beberapa
prosedur, seperti memulai pemberian infus atau fiksasi ekstremitas, dapat dilakukan
ketika pasien sudah dibebaskan. Namun, tindakan yang memperlambat
pemindahan pasien sebaiknya ditunda. Keuntungan pemberian cairan intravena
segera pada tempat kejadian tidak jelas. Namun, infus intravena dan resusitasi
cairan harus dimulai dan dilanjutkan dalam perjalanan ke tempat pelayanan
kesehatan. ( Armstrong DJ. 2013)

Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:


1. Kaji jumlah kehilangan volume cairan dan mulai lakukan penggantian cairan
sesuai order. Pastikan golongan darah untuk pemberian terapi transfusi
2. Kaji AGD/Analisa Gas Darah, jika pasien mengalami cardiac atau respiratory
arrest lakukan CPR
3. Berikan terapi oksigen sesuai order. Monitor saturasi oksigen dan hasil AGD
untuk mengetahui adanya hypoxemia dan mengantisipasi diperlukannya intubasi
dan penggunaan ventilasi mekanik. Atur posisi semi fowler untuk
memaksimalkan ekspansi dada. Jaga pasien tetap tenang dan nyaman untuk
meminimalkan kebutuhan oksigen
4. Monitor vital sign, status neurologis, dan ritme jantung secara
berkesinambungan. Observasi warna kulit dan cek capillary refill
5. Monitor parameter hemodinamik, termasuk CVP, PAWP, dan cardiac output,
setiap 15 menit, untuk mengevaluasi respon pasien terhadap treatmen yang
sudah diberikan
6. Monitot intake dan output.pasang dower cateter dan kaji urin output setiap jam.
Jika perdarahan berasal dari gastrointestinal maka cek feses, muntahan, dan
gastric drainase. Jika output kuranng dari 30 ml/jam pada pasien dewasa pasang
infuse, tetapi awasi adnya tanda kelebihan cairan seperti peningkatan PAWP.
Lapor dokter jika urin output tidak meningkat
7. Berikan transfuse sesuai lorder, monitor Hb secara serial dan HCT
8. Berikan Dopamin atau norepineprin I.V., sesuai order untuk meningkatkan
kontraktilitas jantung dan perfusi renal
9. Awasi tanda-tanda adanya koagulopati seperti petekie, perdarahan, catat
segera
10. Berikan support emosional
11. Siapkan pasien untuk dilakukan pembedahan, jika perlu. Pemantauan yang
perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus: Nadi: nadi yang cepat
menunjukkan adanya hipovolemia. Tekanan darah: bila tekanan darah < 90
mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada
pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfuse.

F. Manajemen dan Terapi


Ketika mendapati seseorang yang menunjukan gejala gejela
hipovolemia maka yang pertama harua dilakukan adalah mencari bantuan
medis,sembari menunggu bantuan medis datang Berikan pertolongan pertama
pada penderita hipovolemia, perlu digaris bawahi bahwa penangan pertama
yang tepat pada penderita hipovolemia sangat dibutuhkan karena dapat
menghindari kematian pada penderita. Berikut hal hal atau langkah langkah
untuk memberi pertolongan pertama pada penderita: 8
1. Jangan memberi cairan apapun pada mulut penderita contoh memberi
minum
2. Periksa ABC (airway, breathing, circulation)
3. Buat pasien merasa nyaman dan hangat, hal ini dilakulan agar mencegah
hipotermia pada pasien
4. Bila ditemukan adanya cedera pada kepala, leher atau punggung jangan
memindahkan posisinya
5. Apabila tampak adanya perdarahan eksternal maka segera lakukan
penekanan pada lokasi perdarahan dengan menggunakan kain atau handuk,
hal ini dilakukan untuk meminimalisir volume darah yang terbuang. Jika
dirasa perlu kain atau handuk dapat diikatkan
6. Jika ditemukan benda tajam masih menancap pada tubuh penderita jangan
dicabut hal ini ditakutkan akan menyebabkan perdarahan hebat
7. Beri sanggaan pada kaki 45° atau setinggi 30 cm untuk meningkatkan
peredaran darah. Saat akan dipindahkan ke dalam ambulans usahakan
posisi kaki tetap sama
8. Jika adanya cedera pada kepala atau leher saat akana dinaikan menuju
ambulan berulah penyangga khusus terlebih dahulu.
G. Kesimpulan
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik
dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang menuju ke organ-organ vital tubuh, sehingga mengakibatkan disfungsi
organ dalam tubuh. Salah satunya adalah syok hipovolemik, syok hipovolemik. Syok
hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya volume plasma di
intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragik). Perdarahan
akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan menurunkan aliran
darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan curah jantung (heart
pulse rate). Ketika heart pulse rate turun, ketahanan vaskular sistemik akan berusaha
untuk meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi
jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus
gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan
otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan cadangan
energi. Jika hal ini terus berlanjut maka satu persatu organ tubuh akan mati dan
berujung dapat menyebabkan kematian.

Anda mungkin juga menyukai