Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum

Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA PENANGGULANGAN PROSTITUSI


SEBAGAI PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA

Islamia Ayu Anindia1, R.B Sularto2


Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Jalan Imam Bardjo, S.H. No. 1-3, Kampus Pleburan, Semarang 50241
Islamiauya@gmail.com

ABSTRACT

Prostitution is social problem until now origin first it cannot be known for sure, but this time prostitution still
happens good working and openly.There are some areas in Indonesia known as supplier areas
prostitution.This writing aims to contribute to the policy in the effort to reduce prostitution as renewal criminal
law.Because so far the parties involved in prostitution not could be threatened by criminal law, only a pimp or
providers a could be threatened criminal law.Writer contributing ideas renewal as the effort to reduce
prostitution, namely users prostitution charged by and criminal sex workers given criminal of job training,
rehabilitation and working capital as the effort to prevent return to commercial sex workers.

Keyword: Policy; Prostitution; Criminal Law Renewal.

ABSTRAK

Prostitusi adalah masalah sosial yang sampai saat ini asal mulanya tidak dapat diketahui secara pasti, namun
saat ini praktek prostitusi masih terus terjadi baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan.
Ada beberapa daerah di Indonesia yang dikenal sebagai daerah pemasok perempuan yang di perjual belikan.
Tulisan ini bertujuan untuk mendorong adanya kebijakan dalam upaya penanggulangan prostitusi sebagai
pembaharuan hukum pidana. Karena selama ini para pihak yang ikut terlibat dalam prostitusi tidak dapat
dijerat oleh hukum pidana, hanya mucikari atau penyedia tempat yang dapat dijerat hukum pidana. Penulis
memberikan ide pembaharuan sebagai upaya penanggulangan prostitusi, yaitu pengguna jasa prostitusi
dijerat dengan pidana dan para pekerja seksual diberikan pidana berupa pelatihan kerja, rehabilitasi dan
modal kerja sebagai upaya untuk mencegah kembali lagi menjadi pekerja seks komersial.

Kata Kunci: Kebijakan; Prostitusi; Pembaharuan Hukum Pidana.

1
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro
2
Dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro

18
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

A. PENDAHULUAN akibat dan asal mulanya tidak dapat diketahui


Dalam kehidupan bermasyarakat akan selalu dengan pasti, namun sampai sekarang pelacuran
terjadi masalah-masalah sosial yang terus masih banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari
berkembang sejalan dengan perkembangan zaman, dan ada di hampir setiap wilayah di Indonesia, baik
terutama yang berkaitan dengan masalah pelacuran yang dilakukan secara terang-terangan maupun
atau prostitusi. Prostitusi secara etimologis berasal sembunyi-sembunyi.
dari kata prostitutio yang berarti hal menempatkan, Data Kementrian Kesehatan jumlah warga
dihadapkan, hal menawarkan. (Tampi, 2010) negara Indonesia yang membeli seks berbayar pada
Adapula arti lainnya menjual, menjajakan, tahun 2012 berjumlah sekitar 6,7 juta. Hal ini
namun secara umum diaralamtikan sebagai merupakan bahwa masih banyak orang Indonesia
penyerahan diri kepada banyak macam orang yang melakukan praktek prostitusi. Namun, Hukum
dengan memperoleh balas jasa untuk pemuasan pidana positif Indonesia belum mengatur tentang
seksual orang itu. Jadi Pelacuran adalah sebuah perbuatan pelacuran baik dalam KUHP maupun
aktivitas yang terdapat ketentuan yang dapat Undang-Undang diluar KUHP. (Kompas.com, 2012)
diidentifikasi yakni pertukaran antara uang dengan Daerah sumber wanita pekerja seks di
seks. (Tampi, 2010) Indonesia adalah Kabupaten Indramayu, Karawang,
Pelacuran bertentangan dengan definisi dan Kuningan di Jawa Barat; Pati, Jepara, Grobogan
sosiologi dari kejahatan (Sociological Definition of dan Wonogiri di Jawa Tengah; serta Blitar, Malang,
Crimes), karena dikategorikan sebagai perbuatan Banyuwangi dan Lamongan di Jawa Timur.
jahat yang bertentangan dan melanggar norma- Kecamatan Gabus Wetan di Indramayu terkenal
norma dalam kehidupan bermasyarakat karena tidak sebagai sumber pekerja seks. (Koentjaraningrat,
hanya dilarang oleh norma hukum dan norma agama 1996)
saja, tetapi juga bertentangan dengan (norma) Bentuk prostitusi seperti praktek penjualan
kesusilaan dalam setiap hati nurani manusia. jasa seksual dianggap sebagai penyakit masyarakat
Sutherland berpendapat bahwa perbuatan kriminal yang memiliki sejarah panjang, bahkan dianggap
adalah pelangggaran terhadap hukum pidana tidak sebagai salah satu bentuk penyimpangan terhadap
mempermassalahkan derajat kesusilaan, kecelaan norma perkawinan yang suci. Namun,
atau ketidak senonohan dari segala perbuatan bukan berkembangnya praktek prostitusi tidak dapat
kejahatan yang dilarang oelh hukum pidana. (Alam, dipisahkan dari nilai budaya masyarakat dalam
2010) pembiaran yang memberikan peluang bagi praktek
Prostitusi atau pelacuran sebagai masalah ini untuk terus berkembang dari masa ke masa.
sosial sementara ini dilihat dari hubungan sebab- (Irwansyah, 2016)

19
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Berdasarkan uraian diatas maka dibutuhkan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
suatu pembaharuan sebagai upaya menanggulangi 2012 tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan
terjadinya prostitusi. Untuk itu penulis tertarik untuk Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan
membuat makalah ini dengan judul “KEBIJAKAN Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial adalah:
HUKUM PIDANA DALAM UPAYA a. Menjajakan diri di tempat umum, di lokasi atau
tempat pelacuran seperti rumah bordil, dan
PENANGGULANGAN PROOSTITUSI SEBAGAI
tempat terselubung seperti warung
PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA”. remangremang, hotel, mall dan diskotek; dan
b. Memperoleh imbalan uang, materi atau jasa.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pertanggungjawaban para pihak yang Menurut William Benton dalam Encyclopedia
terlibat dalam prostitusi? Britanica, pelacuran dijelaskan sebagai praktek
2. Bagaimana pembaharuan kebijakan hukum hubungan seksual yang dilakukan sesaat, yang
pidana sebagai upaya yang efektif untuk kurang lebih dilakukan dengan siapa saja
menanggulangi prostitusi di Indonesia ? (promiskuitas) untuk imbalan berupa uang.
B. PEMBAHASAN Promiskuitas adalah Hubungan seks secara bebas
1. Pertanggungjawaban Para Pihak yang Terlibat dan ketidak acuhan emosional, melakukan hubungan
dalam Prostitusi seks tanpa emosi, tanpa perasaan cinta kasih atau
Prostitusi berasal dari bahasa Latin yaitu afeksi dan dilakukan dengan pria manapun juga,
prosituare yang berarti membiarkan diri berbuat zina, dengan banyak laki-laki. Sedangkan PJ. De Bruine
melakukan perbuatan persundalan, pencabulan, Van Amstel menyebutkan bahwa pelacuran adalah
pergendakan. Dalam bahasa Inggris prostitusi penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki
disebut prostitution yang artinya tidak jauh beda dengan pembayaran. (Truong, 1990)
dengan bahasa latin yaitu pelacuran, persundalan Bonger dan Mudjijono berpendapat bahwa
atau ketunasusilaan. Orang yang melakukan prostituso adalah gejala sosial pada saat wanita
perbuatan pelacuran disebut pelacur yang dikenal menjajakan dirinya untuk perbuatan seksual sebagai
juga dengan WTS atau Wanita Tuna Susila. pekerjaan atau mata pencahariannya. (Amalia, 2016)
(Kartono, 2007) Munculnya PSK adalah salah satu bentuk
Tuna Susila seseorang yang melakukan penyimpangan sosial di masyarakat yang merupakan
hubungan seksual dengan sesama atau lawan jenis salah satu bagian dari dunia pelacuran yang di
secara berulang-ulang dan bergantian diluar dalamnya termasuk gigolo, waria, dan mucikari.
perkawinan yang sah dengan tujuan mendapatkan Secara tidak langsung keberadaan PSK telah
imbalan uang, materi atau jasa. Adapun kriteria menjadi katub penyelamat bagi kehidupan ekonomi
seorang tuna susila berdasarkan Lampiran Peraturan keluarganya. Namun demikian, peran penting ini tak

20
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

pernah dilihat secara bijak oleh masyarakat. Eropa saja tetapi juga para pedagang dan
Masyarakat cenderung melihat hanya dari satu sisi masyarakat Indonesia. Setelah kemerdekaan
yang cenderung subjektif, menghakimi dan Indonesia, bentuk dan praktek pelacuran di Indonesia
memandang sebelah mata para pekerja seks semakin berkembang pesat, hal ini dilatar belakangi
komersial. (Putri, 2016) oleh sfaktor kemiskinan yang menjadi pendorong
Perubahan sosial yang terjadi di Indonesia seseorang menjadi pelacur. Dengan semakin
telah dimulai sejak pengaruh dan campur tangan berkembangnya suatu perkotaan maka masyarakat
Belanda sebagai negeri penjajah ke dalam akan membutuhkan hiburan baik dalam bentuk positif
kehidupan dan tata kehidupan di Indonesia. Salah dan tidak dipungkuri pula yang bentuk negatif. Selain
satu perubahan yang berdampak pada masyarakat itu, kebijakan pemerintah daerah yang
Indonesia adalah perilaku seks. Perilaku seks di menanggulangi bentuk dan praktek pelacuran melalui
Indonesia menunjukkan perubahan pada masyarakat kebijakan lokalisasi memberikan kesempatan
Indonesia akibat adanya dinamika penduduk, seseorang menjadi pelacuran sehingga jumlah
ekonomi, industrial dan media massa. lokalisasi pun meningkat. (Inter faith gender relation,
Perilaku seks yang pada mulanya berbeda 2015)
pada ruang domestik dan sakral kemudian menjadi Faktor sosiologis adanya prostitusi adalah
terbuka seiring dengan dibukanya pelacuran melalui kemiskinan, sehingga menimbulkan masyarakat
modal swasta pada abad ke 19. Penerapan sistem melakukan segala hal termasuk prostitusi demi
pendidikan negara Belanda semakin meningkatkan memenuhi kebutuhannya. Dari sinilah mulai
proses modernisasi pada struktur sosial tertentu berkembang lokalisasi, yang juga dapat
pada masyarakat yang secara tidak langsung menghasilkan uang tambahan bagi masyarakat
membawa implikasi pada gaya hidup, termasuk lainnya sebagai penjual makanan dan minuman di
perilaku seks. Pelacuran sudah ada sejak masa awal sekitar wisma, menjadi tukang cuci mucikari dan
penjajahan Belanda, dikarenakan jumlah perempuan wanita pekerja seks dll. (Nanik, Kamto & Yulianti,
Eropa dan Cina di Batavia lebih sedikit dibandingkan 2012)
jumlah prianya selama periode 1860-1930, hal ini Faktor lain terjadinya prostitusi yaitu
merupakan alasan logis meningkatnya bentuk dan (Munawaroh, 2010) :
praktek pelacuran berkembang semakin pesat. PSK a. Rendahnya taraf kehidupan ekonomi rakyat
b. Banyaknya pengaruh barang-barang mewah
pada umumnya berasal dari Cina, yang kemudian
sehingga mendorong orang untuk memilikinya
bergeser setelah tahun 1930 berasal dari Rusia, c. Kehidupan rumah tangga yang tidak harmonis
baik di bidang pergaulan, ekonomi, atau
Jepang dan bahkan Indonesia, penggunanya pun
hubungan seks yang tidak memuaskan
juga berkembang tidak hanya tentara atau warga d. Meninkatnya film-film dan VCD porno, gambar-
gambar cabul di masyarakat.
21
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Bentuk dan mekanisme prostitusi sangat lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian
atau kebiasaan, diancam dengan pidana
beragam, yaitu yang terorganisir dan tidak
penjara paling lama satu tahun empat bulan
terorganisir. Pertama yang terorganisir yaitu dengan atau denda paling banyak lima belas ribu
rupiah”.
munculnya lokalisasi, contohnya adalah panti pijat,
Sedangkan Pasal 506 menyatakan:
rumah bordir, klub malam, dsb. Kedua yang tidak
“Barang siapa menarik keuntungan dari
terorganisir dapat ditemukan pada wanita panggilan perbuatan cabul seseorang wanita dan
menjadikannya sebagai pelacur, diancam
maupun wanita yang menjajakan diri di pinggir
dengan pidana kurungan paling lama satu
jalan.(Khumaerah, 2017) tahun”.
Para pihak yang terlibat dalam prostitusi
Dari situlah dapat diketahui bahwa hukum
adalah (Permatasari & Pinasti, 2017) :
pidana hanya mengategorikan prostitusi sebagai
a. Calo yaitu seseorang yang
suatu tindak pidana terhadap pihak perantaranya.
berperan sebagai penghubung antara
konsumen dan mucikari Dalam hal ini kepolisian hanya mempunyai ruang
b. Germo atau Mucikari adalah orang yang mata
gerak untuk melakukan tindakan hukum terhadap
pencahariannya baik sambilan maupun
sepenuhnya menyediakan, mengadakan atau perantara, bilamana terdapat perantara (germo atau
membuka dan memimpin serta mengatur
mucikari). Kegiatan prostitusi akan tetap berjalan
tempat untuk bersetubuh.
c. PSK selama masih banyak pelanggan.
Pengaturan dalam KUHP Pasal 296 dan 506
Dalam menanggapi prostitusi hukum di
seperti tidak menjerat perbuatan PSK maupun
berbagai negara berbeda-beda, ada yang
pengguna, melainkan hanya menjerat kepada pemilik
mengategorikan sebagai tindak pidana, namun ada
rumah bordil, mucikari dan makelar atau calo dari
pula yang bersikap diam dengan beberapa
perbuatan pelacuran, amat sulit diterapkan pada
pengecualian, Indonesia termasuk yang bersikap
wanita pelacur dan tamu yang datang
diam dengan pengecualian. Pangkal hukum pidana
mengunjunginya. Sehingga setiap razia dan
Indonesia adalah Kitab Undang-Undang Hukum
penertiban pelacuran oleh aparatur negara, hampir-
Pidana (KUHP) sebagai apa yang disebut hukum
hampir tidak pernah ada tamu yang mengunjungi
pidana umum. Disamping itu terdapat pula hukum
pelacuran tersebut ditangkap, jika berdasarkan
pidana khusus sebagaimana yang tersebar di
pasal-pasal Kitab Undang. (Beccaria, 2011)
berbagai perundangundangan lainnya.
Ketentuan lain yang mungkin dapat digunakan
Berkaitan dengan prostitusi KUHP
dalam menjerat praktik prostitusi adalah Undang-
mengaturnya dalam dua pasal, yaitu Pasal 296 dan
Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pasal 506. Pasal 296 menyatakan:
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
“Barang siapa dengan sengaja menyebabkan
atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang dan/atau Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo

22
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang untuk hal yang dianggap tak berharga juga disebut
Perlindungan Anak. Manakala menilik Undang- melacurkan dirinya.
Undang Nomor 21 Tahun 2007, yang di dalamnya Dalam Kamus Inggris-Indonesia, Indonesia-
termasuk juga dalam hal prostitusi. Inggris, oleh John M. Echols dan Hassan Shadili
Namun dalam UU TPPO hanya dapat prostitusi diartikan pelacuran, persundalan,
mempidana seseorang yang mendapatkan ketunasusilaan. Di Indonesia pelacur sebagai pelaku
keuntungan dari perdagangan orang (mucikari). prostitusi atau pelacuran sering disebut sebagai
Sedangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 sundal. Ini menunjukkan bahwa prilaku perempuan
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 sundal itu sangat buruk, hina dan menjadi musuh
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak hanya masyarakat. Pelacur dianggap melecehkan kesucian
mempidana pengguna dari eksploitasi seksual anak. agama dan juga sering diseret ke pengadilan karena
Dewasa ini pengaturan tentang pelacuran melanggar hukum. (Sulistiani, 2016)
diatur dalam peraturan daerah (yang selanjutnya Berdasarkan uraian di atas maka dibutuhkan
disebut sebagai Perda) setempat, namun tidak suatu kebijakan hukum yang tepat dalam
semua daerah memilikinya. Efektifitas Perda ini juga menanggulangi prostitusi di Indonesia, yang tidak
patut dipertanyakan, mengingat sampai saat ini merugikan salah satu pihak. Karena selama ini hanya
masih banyak praktek prostitusi di berbagai daerah di mucikari atau germo atau orang yang menyediakan
Indonesia tempat saja yang dapat dijerat dengan undang-
Pelacur adalah profesi yang menjual jasa undang yang saat ini ada, pengguna atau konsumen
untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. sama sekali tidak dijerat padahal mereka juga
Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan mendapatkan keuntungan. Bahkan para PSK
tubuhnya. Undang-Undang No 11 Tahun 2008 (pekerja seks komersial) juga masih dengan bebas
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan menjajakan dirinya setelah dilepas oleh petugas
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang razia. Tidak ada pembinaan atau hukuman yang
Pornografi dapat menjerat permasalahan tindak didapatnya, sehingga kegiatan ini akan terus
pidana prostitusi di Indonesia. berlanjut dalam waktu yang tidak dapat ditentukan.
Pelacuran atau prostitusi adalah penjualan Untuk mengurangi perdagangan manusia di
jasa seksual dengan uang sebagai imbalan atau Jepang, pejabat pemerintah harus menerapkan
upah. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut kebijakan yang ditujukan untuk mengurangi
pelacur, yang kini sering disebut dengan istilah permintaan untuk industri seks komersial,
pekerja seks komersial (PSK). Dalam pengertian membongkar yakuza, meningkatkan dukungan untuk
yang lebih luas, seseorang yang menjual jasanya identifikasi korban, dan mengembangkan kemitraan

23
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

regional melawan perdagangan manusia. Ini artinya terhadap PSK dan pengguna yang sejalan dengan
pemerintah indonesia juga harus membuat kebijakan perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap delik
hukum untuk mengurangi angka seks komersial. kesusilaan dalam bidang kejahatan seksual.
(Jones, 2010) 2. Pembaharuan Kebijakan Hukum Pidana
Segala upaya untuk mencegah dan Sebagai Upaya yang Efektif untuk
menanggulangi tindak pidana/kejahatan ini termasuk Menanggulangi Prostitusi di Indonesia
dalam wilayah kebijakan kriminal (criminal policy) Masalah prostitusi adalah masalah struktural,
dengan menggunakan sarana hukum pidana (penal) permasalahan mendasar yang terjadi dalam
dan oleh karena itu termasuk bagian dari kebijakan masyarakat adalah masih memahami masalah
hukum pidana (penal policy). (Arief, 2008) prostitusi sebagai masalah moral. Tidak menyadari
Politik hukum pidana dimaknai sebagai persepsi moral ini akan mengakibatkan sikap
kehendak nasional untuk menciptakan hukum "menyalahkan korban" yang ujungnya menjadikan
nasional yang sesuai dengan aspirasi dan tata nilai korban semakin tertindas. (Pisani, 2008)
yang bersumber dari bangsa Indonesia yang Pelacuran merupakan salah satu bentuk
bertujuan untuk mewujudkan kehendak negara adil kriminalitas yang sangat sulit untuk ditangani dan
dan makmur berdasarkan pancasila. Melaksanakan jenis kriminalitas ini banyak didukung oleh faktor
politik hukum pidana berarti mengadakan pemilihan ekonomi dalam kehidupan masyarakat, dimana
untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana dalam masyarakat itu sendiri mendapat pemenuhan
yang paling baik dalam arti memenuhi syarat akan kebutuhan secara manusiawi. (Purnomo, 2010)
keadilan dan daya guna. (Arief, 2011) Ancaman dari pihak lain juga dapat membuat
Saat ini pemerintah tengah gencar untuk seorang perempuan terlibat dalam dunia prostitusi.
menutup pusat prostitusi yang ada di Indonesia, hal Meskipun terkesan klasik, tapi kenyataan memang
ini dilakukan untuk mewujudkan Indonesia sebagai ada mafia-mafia prostitusi yang mencari PSK dari
negara bebas prostitusi ditahun 2019. Dengan daerah dengan iming-iming dicarikan pekerjaan di
adanya rencana pemerintah ini, maka pelacuran kota. Dalam situasi ini, PSK tersebut terpaksa terjun
akan kehilangan legalisasi atau wadah sehingga ke dunia prostitusi karena ketidakberdayaan dalam
kebijakan hukum pidana yang merupakan bagian dari menghadapi tekanan dari para mafia tersebut.
kebijakan sosial harus melakukan pembaharuan (Patnani, 1999)
hukum pidana terkait dengan pelacuran untuk Asumsi bahwa faktor ekonomi merupakan
mendukung pembebasan Indonesia dari lokalisasi. faktor utama yang mendorong seseorang terjun ke
Sudah seharusnya diadakan pembaharuan hukum dalam dunia prostitusi mulai mengalami pergeseran
pidana dalam formulasi kebijakan kriminalisasi sejalan dengan fenomena menarik dalam aktivitas

24
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

ini, yaitu maraknya remaja perempuan yang berusia pengaturannya berada pada peraturan daerah
sangat muda. atau dikenal dengan ABG (Anak Baru masing-masing sehingga menimbulkan diskriminasi,
Gede) yang berprofesi sebagai PSK. Ketika ketidakadilan dan ketidakpastian hukum karena
dikonfirmasi tentang motif yang membuat para ABG setiap daerah memiliki budaya hukum yang
tersebut menerjuniprofesi ini, konsumerisme berbedabeda baik dalam pengertian pelacuran,
merupakan intidari jawaban mereka. Keinginan untuk pertanggungjawaban pidana pelacuran dan
menikmati hidup mewah tanpa harus bekerja dengan pemidanaan pelaku pelacuran. Adapun dalam
susah payah telah membuatpara ABG tersebut menanggulangi pelacuran, pemerintah daerah
memutuskan menjadi PSK. . (Patnani, 1999) menggunakan kebijakan pengaturan yang
Fenomena lain yang menarik belakangan ini diwujudkan dalam bentuk lokalisasi atau tempat
adalah bentuk prostitusi yang tidak mengharapkan pelacuran legal. Lokalisasi ini bertujuan untuk
imbalan materi. Dalam kondisi ini para PSK bersedia mengumpulkan tempat kegiatan pelacuran beserta
melakukan pelayanan seksual dikarenakan faktor dampak negatifnya dalam suatu tempat. Dengan
suka sama suka. Pada kehidupan kosmopolitan yang adanya kebijakan lokalisasi secara tidak langsung
mernuja kebebasan, fenomena ini semakin banyak pemerintah melegalkan praktek pelacuran yang
dijumpai. Materi dalam hal ini uang bukan lagi bertentangan dengan norma agama, perdagangan
merupakan motivator utama. Kebebasan dan orang khususnya wanita dan juga Pasal 296 KUHP
bersenang-senang adalah alasan yang selalu terkait seseorang yang mengambil keuntungan dari
menjadijawaban dalam situasi semacam ini. rumah atau kamar yang disewakan dengan tujuan
(Patnani, 1999) pelacuran. Kebijakan lokalisasi ini sama saja
Selama ini dalam KUHP dan Undang-undang memberikan seseorang kesempatan untuk
diluar KUHP hanya dapat menjerat penyedia tempat melakukan perzinahan yang legal menurut hukum,
dan atau mucikarinya saja sedangkan untuk sehingga sudah seharusnya setiap subyek dalam
pengguna dan untuk pekerjanya tidak dapat dijerat. pelacuran yang memiliki keterkaitan dapat
Selain itu ada perda yang mengatur tentang larangan mempertanggungjawaban perbuatannya.
praktek prositusi, tapi tidak semua daerah memiliki Legalisasi pelacuran berdampak kepada
perda ini. Dan harus dipertanyakan juga kefektifan demoralisasi pada masyarakat, hal ini didasarkan
dari perda ini, karena selama ini memang belum bahwa seseorang dapat mendapatkan kepuasan
memberikan efek apa-apa terhadap praktek seksual melalui eksploitasi organ seksual pihak lain
prostitusi. melalui pembayaran bukan melalui kemuliaan,
Penegakan hukum terhadap pelacuran melalui kehormatan atau kesucian terhadap manusia.
peraturan daerah hanya bersifat teritorial karena Pelacuran sebagai salah satu bentuk seks bebas

25
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

tanpa batas akan mengarah kepada perzinahan yang pengguna jasa, meskipun sebagai perbuatan zina
melanggar etika dan norma dalam masyarakat. Cita yang termuat dalam Pasal 284 KUHP, pasal ini
hukum kemanusiaan yang adil dan beradab tidak merupakan delik absolut yang artinya tidak dapat
akan tercapai sepenuhnya selama adanya pelacuran dituntut apabila tidak ada pengaduan dari pihak
di Indonesia, hal ini terjadi karena pelacuran adalah suami dan istri yang dirugikan (yang dipermalukan).
salah satu bentuk perbudakan tradisional terhadap Pasal ini juga hanya dapat berlaku pada salah satu
manusia sejak dulu. Manusia yang terlibat dalam pengguna atau PSK telah terikat perkawinan,
pelacuran menjadi komoditas jasa seksual yang sedangkan apabila pengguna dan PSK belum terikat
dapat diperjual belikan. (Elza, 2016) perkawinan maka tidak dapat diterapkan pasal
Pemidanaan hanya terhadap mucikari saja tersebut.
tidak mencerminkan rasa keadilan, karena dalam Berdasarkan hal-hal diatas maka diperlukan
perbuatan pelacuran terdapat subyek-subyek yang aturan hukum yang dapat menjerat semua pihak
berkaitan yakni mucikari, pengguna dan PSK. yang terlibat dalam prostitusi, salah satunya adalah
Perbuatan pelacuran bagian dari perbuatan zina PSK. Dibutuhkan pembaharuan sistem hukum
dikategorikan sebagai (crime without victim) bahwa pidana untuk mengatasi permasalahan prostitusi.
PSK dan pengguna termasuk korban tetapi juga Pembaharuan sistem hukum pidana dapat meliputi
sebagai pelaku dalam perbuatannya sehingga hukum ruang lingkup yang sangat luas, yaitu mencakup
Pidana positif Indonesia saat ini masih belum (Arief, 2017) :
memberikan kepastian hukum yang adil serta a. Pembaharuan “substansi hukum pidana”, yang
meliputi pembaharuan hukum pidana materiel
pelakuan yang sama dihadapan hukum sebagaimana
(KUHP dan UU diluar KUHP), hukum pidana
diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 28D. formal (KUHAP) dan hukum pelaksanaan
pidana;
Prinsip nullum delictu noela poena lege
b. Pembaharuan “struktur hukum pidana”, yang
praevia yakni tiada pidana dapat dijatuhkan tanpa meliputi antara lain pembaharuan atau
penaataan institusi/lembaga, sistem
didahului adanya peraturan yang memuat sanksi
manajemen/tatalaksana dan mekanismenya
pidana terlebih dahulu menjamin perlindungan hak serta sarana/prasaran pendukung dari sitem
penegakkan hukum pidana (sistem peradilan
asasi manusia dari kesewenang-wenangan
pidana); dan
penguasa. Akan tetapi, seorang PSK yang c. Pembaharuan “budaya hukum pidana”, yang
meliputi antara lain masalah kesadaran
melacurkan diri dengan atau tanpa mucikari bukan
hukum, perilaku hukum, pendidikan hukum
termasuk kejahatan karena tidak dilarang dalam dan ilmu hukum pidana.
hukum pidana Indonesia meskipun melanggar dari
Dalam hal ini penulis lebih fokus terhadap
sudut pandang agama, adat istiadat, dan kesusilaan
pembaharuan substasi, yaitu pembaharuan hukum
dalam masyarakat. Hal yang sama berlaku dalam
pidana matriel mengenai pertanggungjawaban para

26
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

pihak yang terlibat dalam prostitusi. Kriminalisasi dapat merintangi proses rehabilitasi. (Ramadhani,
terhadap PSK bertujuan untuk mencegah dan Sulastri & Nurhaqim, 2017)
melarang seseorang untuk menjual atau Selain itu PSK juga diberikan pembinaan
mengeksploitasi organ seksualnya demi bahwa apa yang mereka lakukan merupakan
mendapatkan keuntungan dari perbuatan yang kesalahan baik dari segi hukum, moral dan agama
melawan hukum. (Elza, 2016) yang tidak boleh diulangi lagi. Dalam pembinaan itu
Namun bukan berarti PSK harus di pidana juga PSK diberikan masukan-masukan apa yang
penjara, melainkan diberikan rehabilitasi dan atau harus mereka lakukan setelah ini, misalnya pelatihan
pemulihan keadaan agar mengembalikan kondisi soft skill dibidang yang mereka sukai. Contoh dari
psikologis dan mentalnya seperti semula sebelum pembinaan adalah pembinaan karakter religius, yang
menjadi PSK, karena tidak semua PSK dilakukan dengan cara mengajarkan hal-hal baik dari
mengenginkan pekerjaan ini. Kadang karena bujuk segi agama. Seperti melakukan kewajiban beribadah,
rayu seseorang, bahkan dijebak atau ditipu sehingga saling toleransi dll. (Dyah, 2015)
mereka tidak ada pilihan lain. Rehabilitasi adalah Barulah setelah itu diberikan lapangan
suatu proses penting dalam pemulihan hak-hak pekerjaan untuk mereka, agar mereka tidak kembali
manusia baik secara fisik maupun psikis. menjadi PSK. Karna apabila kita hanya memberikan
Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun rehabilitasi dan pembinaan saja, maka mereka akan
2009 tentang Kesejahteraan Sosial, rehabilitasi sosial kembali lagi menjadi PSK. Hal ini dikarrenakan
adalah: mereka bingung bagaimana mereka memenuhi
“rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk kebutuhan ekonomi jika mereka tidak menjajakan
memulihkan dan mengembangkan
diri, maka dari itu dibutuhkan solusi yang tepat dalam
kemampuan seseorang yang mengalami
disfungsi sosial agar dapat melaksanakan menanggulangi permasalahan ini.
fungsi sosialnya secara wajar. Rehabilitasi
PSK tidak dapat dibenarkan perbuatannya,
sosial yang dimaksud dapat dilakukan secara
persuasif, motivatif, koersif, baik dalam namun tidak juga dapat dihakimi secara sepihak.
keluarga, masyarakat maupun panti sosial”
Mereka harus dikembalikan lagi kedalam keadaan
Menurut Supiadi, rehabilitasi sosial adalah yang membuat mereka baik yaitu dengan cara-cara
segenap upaya yang ditunjukan untuk diatas. Rahabilitasi, pembinaan atau pelatihan kerja
mengintegrasikan kembali seseorang kedalam dan pemberian modal dilakukan secara
kehidupan masyarakat dengan cara membantunya berkepanjangan sehingga dapat dilihat
menyesuaikan diri dengan tuntutan keluarga, perubahannya. Setidaknya dengan cara ini dapat
komunitas dan pekerjaan sejalan dengan mengurangi banyaknya prostitusi diIndonesia.
pengurangan setiap beban sosial dan ekonomi yang Mereka juga merupakan korban dari keadaan

27
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

ekonomi, atau bahkan korban dari para mucikari dan sebagai upaya penanggulangan prostitusi di
pelanggan yang memanfaatkan tubuh mereka. Indonesia.
Selain pekerja seks komersial yang dikenakan Ide pembaharuan dari penulis yaitu pekerja
hukuman, maka pengguna pun harus ikut seks diberikan rehabilitasi, pelatihan kerja dan modal
dikriminalisasi karena ikut dalam mendapatkan kerja sebagai upaya untuk mencegah kembali lagi
keuntungan yaitu dengan menikmati tubuh pekerja menjadi pekerja seks komersial. Sedangkan untuk
seks komersial. Selama ini belum ada aturan yang pengguna juga harus dijerat dengan pidana sehingga
menjeratnya, kriminalisasi terhadap Pengguna merasa jera dan tidak mengulanginya lagi.
bertujuan untuk manusia agar mengendalikan naluri
seksnya dan melarang penyaluran kebutuhan DAFTAR PUSTAKA
seksualnya dalam bentuk perzinahan secara A. BUKU
komersil. Alam, AS. (2010). Pengantar Kriminologi.
Tujuan lainnya adalah kriminalisasi terhadap Makasar: Pustaka Refleksi.
Pengguna dan PSK merupakan perwujudan atas Arief, Barda N. (2008). Kapita Selekta Hukum
pemenuhan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti.
yang menyatakan bahwa manusia bukanlah sebuah Arief, Barda N. (2011). Bunga Rampai Kebijakan
komoditas yang dapat diperjual belikan sehingga Hukum Pidana: Perkembangan
perlu diberikan perhargaan dan perlakuan yang sama Penyusunan Konsep KUHP Baru.
terhadap setiap manusia. Jakarta: Kencana Prenada Grup.
Menurut Lawrence Friedman hukum yang baik Arief, Barda N. (2017). Ruu Kuhp Baru: Sebuah
adalah yang memuat legal structure, legal substance Restrukturisasi / Rekonstruksi Sistem
dan legal culture. Oleh karena itu, dalam sebuah Hukum Pidana Indonesia. Semarang:
sistem hukum nasional atau negara harus Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
disesuaikan dengan kondisi dan kepentingan atau Beccaria, C. (2011). Perihal Kejahatan dan
tujuan negara yang bersangkutan. ( Gunawan & Hukuman. Yogyakarta: Genta Publishing.
Kristian, 2015) Gunawan, Yopi & Kristian. (2015). Perkembangan
C. SIMPULAN Konsep Negara Hukum & Negara Hukum
Saat ini hukum yang ada di Indonesia hanya Pancasila. Bandung: Refika Aditama.
dapat menjerat mucikari dan penyedia rumah bordir, Kartono, K. (2007). Patologi Sosial Jilid1. Jakarta:
namun belum dapat menjerat pengguna dan pekerja Rajawali Pers.
seks komersial. Hal ini menunjukan bahwa sangat
diperlukan suatu kebijakan hukum pidana yang baru

28
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Pisani, E. (2008). Kearifan Pelacur: Kisah Gelap di Klaten, Jawa Tengah. Jurnal Dimensia Vol.
Balik Bisnis Seks dan Narkoba. Jakarta: 4 (No. 2, September), p.71.
Serambi. Nanik, Suhar., Kamto, Sanggar., & Yulianti,
Purnomo, T. (2010). Dolly (Membedah Dunia Yayuk. (2012). Fenomena Keberadaan
Pelacuran Surabaya Kasus Kompleks Prostitusi Dalam Pandangan Feminisme.
Pelacuran Dolly). Jakarta: Grafiti Pers. Jurnal Wacana Vol. 15 (No. 4), pp. 23-24.
Sulistiani, Siska L (2016). Kejahatan dan Patnani, M. (1999) .Prostitusi : Antara Pilihan atau
Penyimpangan Seksual Dalam Perspektif Keterpaksaan. KOGNISI Majalah Ilmiah
Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia. Psikologi 1999 Vol. 3 (No. 2), p. 58.
Bandung : Nuansa Aula. Permatasari, Santika., & Pinasti, V Indah Sri.
B. JURNAL (2017). Fenomena Pekerja Seks
Amalia, M. (2016). Analisis Terhadap Tindak Komersial (PSK) di Kawasan Stasiun
Pidana Prostitusi dihubungkan dengan Kereta Api Kutoarjo, Kabupaten Purworejo,
Etika Moral serta Upaya Penanggulangan Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Pendidikan
di Kawasan Cisarua Kampung Arab. Sosiologi Vol. 6, (No. 2), p. 7.
Jurnal Mimbar Justitia, Vol. II (No. 02 Putri, R. (2016). Fenomena Kehidupan “Ayam
Edisi Juli-Desember), p. 863. Kampus” (Studi Kasus Mahasiswi di
Jones, A. (2010). Human Trafficking, the Japanese Surabaya). Jurnal of Nonformal Education
Commercial Sex Industry, and the Yakuza: Vol. 2 (No. 2), p.183.
Recommendations for the Japanese Ramadhani, Widya Suci,. Sulastri, Sri., &
Government. Student Pulse Jurnal Nurhaqim, Ahmad Soni. (2017). Proses
Quest, Vol. 3 (No. 2.), p. 1 Rehabilitasi Sosial Wanita Tuna Susila di
Koentjaraningrat. (1996). Prostitusi di Indonesia: Balai Rehabilitasi Sosial Karya Wanita
Sebuah Analisis Kasus di Jawa. Buletin (BRSKW) Palimanan Kabupaten Cirebon.
Psikologi Vol. IV (No. 2, Desember, Edisi Jurnal Penelitian & PKM, Vol. 4 (No. 2,
Khusus Ulang Tahun XXXII), p. 45. Juli), p. 244.
Khumaerah, N. (2017). Patologi Sosial Pekerja C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Seks Komersial (PSK) Prespektif Al- Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Quran. Jurnal Al-Khitabah, Vol. III (No. 1, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Juni), pp. 63-64. Tindak Pidana Perdagangan Orang
Munawaroh, S. (2010). Pekerja Seks Komersial
(PSK) di Wilayah Prambanan, Kabupaten

29
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2019 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Psychology & Humanity. Universitas


Perubahan Undang-undang Nomor 23 Airlangga
Tahun 2002 Perlindungan Anak Kompas.com. (2012). Diusulkan Hukuman bagi
Lampiran Peraturan Menteri Sosial Republik Para Pembeli Seks, (online),
Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang http://lipsus.kompas.com/gebrakanjokowi
Pedoman Pendataan dan Pengelolaan basuki/read/xml/2012/12/03/05543934/Di
Data Penyandang Masalah usulkan.Hukuman.bagi.ParaPembelSeks,
Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan diakses pada tanggal 5 Juli 2018.
Sumber Kesejahteraan Sosial. Truong, Tahnh-Dam. (1990). Sex, Money and
Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 4 Morality, hlm. 115, diakses melalui
Tahun 2001 tentang Perubahan Pertama https://www.goodreads.com/author/show/
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah 822860.Thanh_Dam_Truong, pada tanggal 5
Tingkat II Indramayu Nomor 7 Tahun Juni 2018.
1999 tentang Prostitusi Pasal 1 Butir f. Tampi, B. (2010). Kejahatan Kesusilaan dan
D. SUMBER LAIN Pelecehan Seksual Dalam Hukum
Dyah, Elya A. (2015). Pembinaan Karakter Pidana Indonesia. Karya Ilmiah
Religius Pada Eks Pekerja Seks Komersial Universitas Sam Ratulangi Fakultas
(Studi Kasus di Balai Rehabilitasi Sosial Hukum Manado.
“Wanita Utama” Surakarta.Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Elza, Lucky A. (2016). Urgensi Kriminalisasi
Terhadap Pelacuran dalam
Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia.
Universitas Brawijaya
Inter faith gender relation. (2015). Sejarah
Prostitusi di Indonesia, diakses melalui
http://interfaithgenderrelation.blogspot.com/2
015/01/sejarah-prostitusiindonesia.html,
pada tanggal 5 Juni 2018.
Irwansyah, L. (2016). Kemiskinan, Keluarga dan
Prostitusi Pada Remaja. Seminar Asean 2nd

30

Anda mungkin juga menyukai