Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DALAM KERANGKA


KESATUAN SERTA PENYELENGGARAAN DALAM NEGARA REPUBLIK
INDONESIA

DJOKO MARTONO , SH,MH

NANDA INDAH WULAN SAFITRI


1810116812
KELAS : 4D

UNIVERSITAS PANCA BHAKTI


PONTIANAK
FAKULTAS HUKUM
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam karena
atas izin dan kehendakNya jualah makalah sederhana ini dapat kami rampungkan
tepat pada waktunya.

Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Sistem Pemerintahan Daerah. Adapun yang kami bahas dalam makalah
sederhana ini mengenai Otonomi Daerah.

Dalam penulisan makalah ini kami menemui berbagai hambatan yang dikarenakan
terbatasnya Ilmu Pengetahuan kami mengenai hal yang berkenan dengan penulisan
makalah ini. Oleh karena itu sudah sepatutnya kami berterima kasih kepada dosen
pembimbing kami yakni Ibu DR. Rahima Ema, M.Si yang telah memberikan
limpahan ilmu berguna kepada kami.

Kami menyadari akan kemampuan kami yang masih amatir. Dalam makalah ini kami
sudah berusaha semaksimal mungkin.Tapi kami yakin makalah ini masih banyak
kekurangan disana-sini. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan juga kritik
membangun agar lebih maju di masa yang akan datang.

Harap kami, makalah ini dapat menjadi track record dan menjadi referensi bagi kami
dalam mengarungi masa depan. Kami juga berharap agar makalah ini dapat berguna
bagi orang lain yang membacanya.

Pontianak, July 2020

                                                                                                                Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………..

A. Latar Belakang………………………………………………………………...
B. Tujuan Penulisan ……………………………………………………………...
C. Rumusan Masalah……………………………………………………………..

BAB II PEMBAHSAN………………………………………………………………..

A. Pengertian Hukum Dan Otonomi Daerah.....................……………………….


B. Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah Di Indonesia……………………….
C. Landasan Hukum, Dasar Hukum Dan Teori Hukum Dalam Otonomi
Daerah………………………………………………………………………...
D. Peran Penting Hukum Dan Otonomi Daerah Dalam Terwujudnya
Pembangunan Hingga Ke Pelosok Nusantara………………………………..
E. Dampak Hukum Dan Otonomi Daerah Dalam Nusantara…………………...
F. Pembangunan Nasional – Sejarah, Hakikat, Pengertian, Tujuan,
Prinsip,Faktor, Visi Dan
Misi………………………………………………………………….

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………

A. Kesimpulan…………………………………………………………………….
B. Saran……………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Beberapa waktu belakangan semenjak bergulirnya gelombang reformasi,


otonomi daerah menjadi salah satu topik sentral yang banyak dibicarakan. Otonomi
Daerah menjadi wacana dan bahan kajian dari berbagai kalangan, baik pemerintah,
lembaga perwakilan rakyat, kalangan akademisi, pelaku ekonomi bahkan masayarakat
awam. Semua pihak berbicara dan memberikan komentar tentang “otonomi daerah”
menurut pemahaman dan persepsinya masing-masing. Perbedaan pemahaman dan
persepsi dari berbagai kalangan terhadap otonomi daerah sangat disebabkan
perbedaan sudut pandang dan pendekatan yang digunakan.
Sebenarnya “otonomi daerah” bukanlah suatu hal yang baru karena semenjak
berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia , konsep otonomi daerah sudah
digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Bahkan pada masa
pemerintahan kolonial Belanda, prinsip-prinsip otonomi sebagian sudah diterapkan
dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Semenjak awal kemerdekaan samapi sekarang telah terdapat beberapa peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang kebijakan Otonomi Daerah. UU 1/1945
menganut sistem otonomi daerah rumah tangga formil. UU 22/1948 memberikan hak
otonomi dan medebewind yang seluas-luasnya kepada Daerah. Selanjutnya UU
1/1957 menganut sistem otonomi ril yang seluas-luasnya. Kemudian UU 5/1974
menganut prinsip otonomi daerah yang nyata dan bertanggung. Sedangkan saat ini di
bawah UU 22/1999 dianut prinsip otonoi daerah yang luas, nyata dan
bertanggungjawab.
. Otonomi daerah masih lebih sebagai harapan ketimbang sebagai kenyataan yang
telah terjadi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Otonomi Daerah belumlah
terwujud sebagaimana yang diharapkan. Kita nampaknya baru menuju kea rah
Otonomi Daerah yang sebenarnya.

Beberapa faktor-faktor yang  menetukan prospek otonomi daerah, diantaranya, yaitu :

Faktor Pertama adalah faktor manusia sebagai subyek penggerak (faktor dinamis)
dalam peenyelenggaraan otonomi daerah. Faktor manusia ini haruslah baik, dalam
pengertian moral maupun kapasitasnya. Faktor ini mencakup unsur pemerintah daerah
yang terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD, aparatur daerah maupun masyarakat
daerah yang merupakan lingkungan tempat aktivitas pemerintahan daerah tersebut.

Faktor kedua adalah faktor keuangan yang merupakan tulang punggung bagi
terselenggaranya aktivitas pemerintahan  Daerah. Salah stu cirri daerah otonom
adalah terletak pada kemampuan self supportingnya / mandiri dalam bidang
keuangan. Karena itu, kemampuan keuangan ini akan sangat memberikan pengaruh
terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Sumber keuangan daerah yang asli, misalnya pajak dan retribusi daerah,
hasilm perusahaan daerah dan dinas daerah, serta hasil daerah lainnya yang sah,
haruslah mampu memberikan kontribusinya bagi keuangan daerah.

ktor ketiga adalah faktor peralatan yang merupakan sarana pendukung bagi
terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah. Peralatan yang ada haruslah cukup
dari segi jumlahnya, memadai dari segi kualitasnya dan praktis dari segi
penggunaannya. Syarat-syarat peralatan semacam inilah yang akan sangat
berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Faktor keempat adalah faktor organisasi dan manajemen. Tanpa kemampuan


organisasi dan manajemen yang memadai penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat
dilakukan dengan baik, efisien, dan efektif.oleh sebab itu perhatian yang sungguh-
sunggguh terhadap masalah ini dituntut dari para penyelenggara pemerintahan daerah.

Sejarah perkembangan Otonomi Daerah membuktikan bahwa keempat faktor tersebut


di atas masih jauh dari yang diharapkan. Karenanya Otonomi Daerah masih
menunjukkan sosoknya yang kurang menggembirakan.oleh sebab itu apabila kita
berkeinginan untuk merealisasi cita-cita Otonomi Daerah maka pembenahan dan
perhatian yang sungguh-sungguh perlu diberikan kepada empat faktor di atas.

B.     Tujuan Penulisan

Dengan adanya otonomi daerah diharapkan daerah tingkat I maupun Tingkat II


mampu mengelola daerah nya sendiri. Untuk kepentingan rakyat dan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat secara sosial ekonomi yang merata.

C.Rumusan Masalah
1.Apakah yang dimaksud dengan undang-undang dan peraturan otonomi daerah?
2. Bagaimana Pengelolaan dan pengurusan potensi aset dan pemerataan pembangunan
suatu daerah tertentu?
3. Bagaimana proses pembangunan ekonomi regional dalam daerah?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi berasal dari 2 kata yaitu ,  auto berarti sendiri,nomosberarti rumah


tangga atau urusan pemerintahan.Otonomi dengan demikian berarti mengurus rumah
tangga sendiri.Dengan mendampingkan kata ekonomi dengan kata daerah,maka
istilah “mengurus rumah tangga sendiri” mengandung makna memperoleh kekuasaan
dari pusat dan mengatur atau menyelenggarakan rumah tangga pemerintahan daerah
sendiri.

Ada juga berbagai pengertian yang berdasarkan pada aturan yang di tetapkan
oleh Pemerintahan Daerah. Pengertian yang memliki kaitan dan hubungan dengan
otonomi daerah yang terdapat di dalam Undang-Undang,yaitu sebagai berikut:

-          Pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan urusan di dalam suatu daerah.

-          Penyelenggaran urusan pemerintah daerah tersebut harus menurut asas


otonomi seluas-luasya dalam prinsip dan sistem NKRI sebagaimana yang
dimaksudkan di dalam UUD 1945.

-          Pemerintah Daerah itu meliputi Bupati atau Walikota, perangkat daerah seperti
Lurah,Camat serta Gubernur sebagai pemimpin pemerintahan daerah tertinggi.

-          DPRD adalah lembaga pemerintahan daerah di mana di dalam DPRD duduk


para wakil rakyat yang menjadi penyalur aspirasi rakyat.Selain itu DPRD adalah suatu
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

-          Otonomi daerah adalah wewenang,hak dan kewajiban suatu daerah otonom


untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan dan mengurus berbagai
kepentingan masyarakat yang berada dan menetap di dalam daerah tersebut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

-          Daerah otonom adalah suatu kesatuan masyarakat yang berada di dalam batas-
batas wilayah dan wewenang dari pemerintahan daerah di mana prngaturan nya
berdasarkan prakarsa sendiri namum sesuai dengan sistem  NKRI.

-          Di dalam otonomi daerah di jelaskan bahwa pemerintah pusat adalah Presiden
Republik Indonesia sebagaiman tertulis di dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan.

Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum


yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

- Pelaksanaan Otonomi Daerah

Seiring dengan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945,


kebijakan tentang Pemerintahan Daerah mengalami perubahan yang cukup mendasar.
Perubahan dilatarbelakangi oleh kehendak untuk menampung semangat otonomi
daerah dalam memperjuangkan kesejahteraan masyarakat daerah. Otonomi daerah
memberi keleluasaan kepada daerah mengurus urusan rumah tangganya sendiri secara
demokratis dan bertanggung jawab dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Sebagai contoh dalam kehidupan rumah tangga ada pembagian tugas diatur anggota
keluarga. Pembagian tugas antar anggota keluarga mendorong lahirnya rasa tanggung
jawab dalam diri setiap anggota keluarga. Tumbuhnya rasa tanggung jawab akan
menumbuhkan sikap disiplin dalam setiap melaksanakan kewenangan yang
diperolehnya. Dengan demikian setiap anggota keluarga akan mengembangkan
potensi yang ada dan dimilikinya secara optimal dengan disertai rasa tanggung jawab.
Pada bagian ini kalian akan mempelajari tentang pelaksanaan otonomi daerah, yang
meliputi pengertian otonomi daerah dan pentingnya partisipasi masyarakat dalam
perumusan kebijakan publik. Dengan demikian setelah mencermati uraian beserta
contoh dan ilustrasi yang ada pada bagian ini, diharapkan kalian memiliki
pengetahuan, sikap dan keterampilan kewarganegaraan yang mempunyai kemampuan
menjelaskan hakikat Otonomi Daerah, menguraikan tujuan Otonomi Daerah ,
menjelaskan prinsip-prinsip pelaksanaan Otonomi Daerah, dan menganalisis berbagai
permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah. Kalian juga
diharapkan memiliki kemampuan menjelaskan hakikat kebijakan publik, dan mampu
menguraikan partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik, serta mampu
menganalisis dampak yang akan terjadi manakala tidak ada keaktifan masyarakat
dalam perumusan kebijakan publik.

Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah


Hubungan Pemerintah Pusat dengan Daerah dapat dirunut dari alinea ketiga dan
keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Alinea ketiga memuat pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sedangkan alinea
keempat memuat pernyataan bahwa setelah menyatakan kemerdekaan, yang pertama
kali dibentuk adalah Pemerintah Negara Indonesia yaitu Pemerintah Nasional yang
bertanggung jawab mengatur dan mengurus bangsa Indonesia. Lebih lanjut
dinyatakan bahwa tugas Pemerintah Negara Indonesia adalah melindungi seluruh
bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut memelihara ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Selanjutnya Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk
republik. Konsekuensi logis sebagai Negara kesatuan adalah dibentuknya pemerintah
Negara Indonesia sebagai pemerintah nasional untuk pertama kalinya dan kemudian
pemerintah nasional tersebutlah yang kemudian membentuk Daerah sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. Kemudian Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa
Pemerintahan Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan
Pemerintahan menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan dan diberikan otonomi
yang seluas-luasnya.

Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah diarahkan untuk


mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas,
dalam lingkungan strategis globalisasi, Daerah diharapkan mampu meningkatkan
daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemberian otonomi yang seluas-seluasnya kepada Daerah dilaksanakan berdasarkan


prinsip negara kesatuan. Dalam negara kesatuan kedaulatan hanya ada pada
pemerintahan negara atau pemerintahan nasional dan tidak ada kedaulatan pada
Daerah. Oleh karena itu, seluas apa pun otonomi yang diberikan kepada Daerah,
tanggung jawab akhir penyelenggaraan Pemerintahan Daerah akan tetap ada ditangan
Pemerintah Pusat. Untuk itu Pemerintahan Daerah pada negara kesatuan merupakan
satu kesatuan dengan Pemerintahan Nasional. Sejalan dengan itu, kebijakan yang
dibuat dan dilaksanakan oleh Daerah merupakan bagian integral dari kebijakan
nasional. Pembedanya adalah terletak pada bagaimana memanfaatkan kearifan,
potensi, inovasi, daya saing, dan kreativitas Daerah untuk mencapai tujuan nasional
tersebut di tingkat lokal yang pada gilirannya akan mendukung pencapaian tujuan
nasional secara keseluruhan.

Daerah sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai otonomi


berwenang mengatur dan mengurus Daerahnya sesuai aspirasi dan kepentingan
masyarakatnya sepanjang tidak bertentangan dengan tatanan hukum nasional dan
kepentingan umum. Dalam rangka memberikan ruang yang lebih luas kepada Daerah
untuk mengatur dan mengurus kehidupan warganya maka Pemerintah Pusat dalam
membentuk kebijakan harus memperhatikan kearifan lokal dan sebaliknya Daerah
ketika membentuk kebijakan Daerah baik dalam bentuk Perda maupun kebijakan
lainnya hendaknya juga memperhatikan kepentingan nasional. Dengan demikian akan
tercipta keseimbangan antara kepentingan nasional yang sinergis dan tetap
memperhatikan kondisi, kekhasan, dan kearifan lokal dalam penyelenggaraan
pemerintahan secara keseluruhan.

Pada hakikatnya Otonomi Daerah diberikan kepada rakyat sebagai satu kesatuan
masyarakat hukum yang diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri
Urusan Pemerintahan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah dan
dalam pelaksanaannya dilakukan oleh kepala daerah dan DPRD dengan dibantu oleh
Perangkat Daerah. Urusan Pemerintahan yang diserahkan ke Daerah berasal dari
kekuasaan pemerintahan yang ada ditangan Presiden. Konsekuensi dari negara
kesatuan adalah tanggung jawab akhir pemerintahan ada ditangan Presiden. Agar
pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang diserahkan ke Daerah berjalan sesuai dengan
kebijakan nasional maka Presiden berkewajiban untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

B.     Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia

a)      Warisan Kolonial

Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad No. 329 yang
memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan
sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S.
181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-
undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap,
stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort.
Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat
setempat (zelfbestuurende landschappen).

Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan
sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan
demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan
dua administrasi pemerintahan.

b)      Masa Pendudukan Jepang

Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai


Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil
menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina,
serta Belanda di Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar
tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup
fundamental dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah
bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang
(Osamu Seire) No. 27/1942  yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan
daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa tersebut bersifat
misleading.)      Masa Kemerdekaan:

1.      Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitik beratkan pada asas


dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND (komite Nasional Daerah) di
keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu
oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-masing dibagi
dalam tiga tingkatan yakni:

1)    Provinsi

2)    Kabupaten/kota besar

3)    Desa/kota kecil.

UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja.
Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki
penjelasan.

2.      Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948

Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah


UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli
1948. Dalam UU itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat
yakni:

a)    Propinsi

b)    Kabupaten/kota besar

c)    Desa/kota kecil

d)   Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.         

3.      Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957


Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah
swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus
rumah tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:

1)    Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya

2)    Daerah swatantra tingkat II

3)    Daerah swatantra tingkat III.

UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah seluas-


luasnya sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.

4.      Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959

Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November 1959
menitikberatkan pada kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah, dengan
memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan daerah yang berhak mengatur rumah
tangganya sendiri dikenal dangan daerah tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III.

Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa ini, bahwa
kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari kalangan pamong praja.

5.      Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 Menurut UU ini, wilayah


negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni:

1)    Provinsi (tingkat I)

2)    Kabupaten (tingkat II)

3)    Kecamatan (tingkat III)

Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang


pimpinan kebijaksanaan politik polisional di daerahnya, menyelenggarakan
koordinasi antarjawatan pemerintah pusat di daerah, melakukan
pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya
oleh pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah daerah, kepala daerah
mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan
daerah, menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan
mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.

6.      Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974

UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah


tangganya berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah,
yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut
tingkatannya menjadi:

1)    Provinsi/ibu kota negara

2)    Kabupaten/kotamadya

3)    Kecamatan

Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah
tingkat II berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan
memenuhi aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang
nyata dan bertanggung jawab.

7.      Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999

Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang


lebih mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam penyusunan UU No. 22
tahun  1999 adalah sebagai berikut:

1)      Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian


kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI.

2)      Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi


adalah daerah provinsi sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas
desentralisasi adalah daerah kabupaten dan daerah kota.

3)      Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.

4)      Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.

Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi


daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan
keinginan masyarakat daerah, ternyata UU ini juga dirasakan belum memenuhi rasa
keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

8.      Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah


Daerah yang  dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya
UU ini, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku
lagi. UU baru ini memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten
dan provinsi, antara provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan
administrasi dan kesatuan wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi,
supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian juga provinsi
terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan kemitraan dan sejajar antara
kepala daerah dan DPRD semakin di pertegas dan di perjelas.

C.    Dasar Hukum Dan Landasan Teori Otonomi Daerah

1.      Dasar Hukum

Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita
bahas.Namun ada dasar-dasar yang bisa menjadi landasan.Ada beberapa peraturan
dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:

1)      Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.


2)     Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan
daerah.
3)     Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan
negara.

Selain berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,saya juga
menulis apa saja yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,yaitu otonomi daerah
harus bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang berada di
wilayah otonomi tersebut serta meningkatkan pula sumber daya yang di miliki oleh
daerah agar dapat bersain dengan daerah otonom lainnya.

2.      Landasan Teori

Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .

a.       Asas Otonomi

Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang saya tuliskan di sini.Asas-asas
tersebut sebagai berikut:

·         Asas tertib penyelenggara negara

·         Asas Kepentingan umum

·         Asas Kepastian Hukum

·         Asas keterbukaan

·         Asas Profesionalitas

·         Asas efisiensi

·         Asas proporsionalitas

·         Asas efektifitas

·         Asas akuntabilitas
b.      Desentralisasi

Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada


pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan
prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik
Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu
pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian
yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam
kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini
seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi
sekarang menyebabkan perubahan pardigma pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan,
dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk
memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang
merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan
dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan
umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar
tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi
sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan
pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-
sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.

c.       Sentralisasi

Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah


persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum
tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada
pada pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan “baik” dari
perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap
tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang
meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh
pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak
akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan
dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi
dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan diri
sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu
arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah
perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu
merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain
proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah
argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.

Dasar Hukum Otonomi Daerah

Otonomi daerah sendiri adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah
diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah sekaligus menjadi dasar hukum otonomi daerah pasa saat itu.
Pada tahun 2004, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan,
dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga digantikan dengan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.Selanjutnya, Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah hingga saat ini telah
mengalami beberapa kali perubahan, terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.

Selain itu dasar hukum pelaksanaan otonomi daerah juga ada pada UUD 1945 dan
Ketetapan MPR RI. Dasar hukum inilah yang menjadi payung hukum bagi
terselenggaranya otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lalu apa
saja dasar hukum otonomi daerah di Indonesia ini?

Pasal 18 Ayat 1-7

1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan


daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang.
2. Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
3. Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan
umum.
4. Gubernur, bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah
daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.
5. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah
pusat.
6. Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan dan peraturan-peraturan lain
untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan
7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah di atur dengan
undang-undang.

Pasal 18A Ayat 1 dan 2

1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah


provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota,
diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan
keragaman daerah.
2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah diatur
dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Pasal 18B Ayat 1 dan 2

1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang


bersifat khusus dan bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat berserta hak-hak tradisionalnya dan prinsip-prinsip Negara Kaesatuan
Republik Indonesia, yang diatur dengan undang-undang.

Ketetapan MPR

 Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi


Daerah, Pengaturan, pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yg
Berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka
NKRI.
 Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan
dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

Undang Undang

 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.


 UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.
 UU No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah (Revisi UU No.32 Tahun
2004)
D.    Pemeran Penting Dalam Otonomi Daerah

APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)

Di dalam Otonomi daerah selalu identik dengan yang namanya Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah atau yang sering disebut APBd.Di sini saya akan membahas
sedikit mengenai APBD.
Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang keuangan
yang merupakan salah satu indikator penting  dalam   menghadapi otonomi daerah.
Kedudukan faktor keuangan dalam penyelenggaraan suatu pemerintah sangat penting,
karena pemerintahan daerah tidak akan dapat melaksanan fungsinya dengan efektif
dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan pembangunan dan
keuangan inilah yang mrupakan salah satu dasar kriteria untukmengetahui secara
nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Suatu daerah otonom diharapkan mampu atau mandiri di dalam membiayai kegiatan
pemerintah daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat
mempunyai proposal yang lebih kecil dan Pendapatan Asli Daerah harus menjadi
bagian yang  terbesar dalammemobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah.
Oleh karena itu,sudah sewajarnya apabila PAD dijadikan tolak ukur dalam
pelaksanaan otonomi daerah demi mewujudkan tingkat kemandirian dalam
menghadapi otonomi daerah.

          Mardiasmo mendefinisikan anggaran sebagai pernyataan mengenai estimasi


kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam
ukuran finansial,sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk
mempersiapkan suatu anggaran.Mardiasmo mendefinisikan nya sebagai berikut
,anggaran publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan
dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan belanja dan
aktifitasSecara singkat dapat dinyatakan bahwa anggaran publik merupakan suatu
rencana finansial yang menyatakan :

1)      Berapa biaya atas rencana yang di buat(pengeluaran/belanja),dan

2)      Berapa banyak dan bagaimana cara uang untuk mendanai rencana


tersebut(pendapatan)

          Sedangkan menurut UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan Negara disebutkan
bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.Lebih lanjut dijelaskan dalam PP No.58
Tahun 2005 tentang Pengelolahan Keuangan Daerah disebutkan bahwa APBD adlah
rencana keuangan tahunan Pemerintah daerah yang di bahas dan disetujui bersama
oleh pemerintah daerah dan DPRD,dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan


pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-
sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.

E.     Dampak Otonomi Daerah


Otonomi daerah dianggap dapat menjawab tuntutan pemerataan pembangunan sosial
ekonomi, penyelenggaraan pemerintahan, dan pembangunan kehidupan berpolitik
yang efektif. Sebab dapat menjamin penanganan tuntutan masyarkat secara variatif
dan cepat. Ada beberapa alasan mengapa kebutuhan terhadap otonomi daerah di
Indonesia saat itu dirasakan mendesak. 1. Kehidupan berbangsa dan bernegara selama
ini sangat terpusat di Jakarta (Jakarta centris). Sementara itu, pembangunan di
beberapa wilayah lain dilalaikan. Hal ini bisa terlihat bahwa hampir 60% lebih
perputaran berada di Jakarta, sedangkan 40% digunakan untuk di luar Jakarta. Dengna
penduduk sekitar 12 juta di Jakarta, maka ketimpangan sangat terlihat, karena daerah
di luar jakarta dengan penduduk hampir 190 juta hanya menggunakan 40% dari
perputaran uang secara nasional. Selain itu, hampir seluruh proses perizinan investasi
juga berada di tangan pemerintah pusat di Jakarta. 2. Pembagian kekayaan dirasakan
tidak adil dan tidak merata. Daerah-daerah yang memiliki sumber kekayaan alam
melimpah berupa minyak, hasil tambang, dan hasil hutan, seperti Aceh, Riau, Papua,
Kalimantan, dan Sulawesi ternyata tidak menerima perolehan dana yang layak dari
Pemerintah Pusat, dibandingkan dengan daerah yang relatif tidak memiliki banyak
sumber daya alam. 3. Kesenjangan sosial (dalam makna seluas-luasnya) antara satu
daerah dengan daerah lain sangat terasa. Pembangunan fisik di satu daerah terutama
Jawa, berkembang pesat sekali. Sedangkan pembangunan di banyak daerah masih
lamban, dan bahkan terbengkalai. Kesenjangan sosial ini juga meliputi tingkat
pendidikan dan kesehatan keluarga.

a.       Dampak Positif

Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah


makapemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas
lokalyang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah
pusatmendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah
yangberada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada
yangdidapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut
memungkinkanpemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun
program promosikebudayaan dan juga pariwisata.

b.      Dampak Negatif

Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagioknum-oknum di


pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikaNegara dan rakyat
seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang adakebijakan-kebijakan
daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan
pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkandaerah dengan
Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah.
Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintahpusat akan
lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang
dengan sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.

Beberapa modus pejabat nakal dalam melakukan korupsi dengan APBD :

1)      Korupsi Pengadaan Barang Modus :

a.       Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.

b.      Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.

2)      Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah) Modus :

-       Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.

-       Menjual inventaris kantor     

            untuk kepentingan pribadi.

3)      Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan


pensiun dan sebagainya.

Modus : Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.

4)      Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti
asuhan dan jompo)

Modus :

-   Pemotongan dana bantuan sosial b. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap

    meja).

5)      Bantuan fiktif

Modus : Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah
ke pihak luar.

pemerintah daerah dapat dilihat dari seberapa jauh kebutuhan nyata masyarakat dapat
dipenuhi, masyara kat dapat diberdayakan dan puas terhadap pelayanan yang
diterima. Sedangkan Kasim (1996) mengukur keberhasilan kebijakan otonomi daerah
itu dan penanganan aspek organisasi perangkat pemerintah, misalnya: 1) Penekanan
pada bagaimana pemerintah melaksanakan kebijakan yang sudah diputuskan misalnya
tentang mekanisme kerja dan organisasi penyelenggaraan kebijakan tersebut. 2)
Penekanan pada implementasi proses pemerintahan yang adaptif terhadap kebutuhan
rill masyarakat (market based public service), kalau mu ngkin mela ku ka n kegiatan
swadana (be enterpreneurial) dan memberdayakan agar dapat dicapai kualitas
pelayanan yang tinggi. 3) Melakukan deregulasi kehidupan perekonomian dan
desentralisasi pemerintah sehingga lebih banyak pelayanan masyarakat dapat
diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Pemerintahan yang modern sesungguhnya
bukan sekedar mencapai efisiensi, tetapi juga hubungan akuntabilitas antara negara
dan pemerintah dengan warganya. Warga tidak sekedar diperlakukan sebagai
pelanggan dan konsumen (customer and consumer) tetapi lebih sebagai warga negara
(as citizen) yang memiliki hak untuk menuntut pemerintah agar bertanggung jawab
atas tindakan yang diambilnya, atau atas kegagalan dalam melaksanakan
kewajibannya. Warga negara juga memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan
akan hak-haknya, didengar suaranya, sekaligus dihargai nilai dan preferensinya.
Dengan demikian, warga negara memiliki hak untuk menilai, menolak dan menuntut
siapapun yang secara politis bertanggung jawab atas penyediaan pelayanan publik.

Kualitas Pelayanan Publik , Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang


berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi
atau melebihi harapan (Goetsch & Davis dalam S.Tangkilisan, 2005:209). Dari
pengertian ini, kualitas mengandung unsur-unsur yang meliputi usaha memenuhi atau
melebihi harapan pelanggan. Konsep kualitas pelayanan pemerintah kepada
masyarakat dalam prakteknya menunjukkan perkembangan. Pada awalnya, kualitas
pelayanan lebih banyak ditentukan oleh pemerintah. Hal itu disadari oleh pandangan
bahwa masyarakat pada dasarnya tidak mampu mengatur kehidupannya secara
mandiri, mereka memerlukan campur tangan pemerintah .Namun seiring dengan
perubahan sosial masyarakat, konsep kualitas pelayanan mengalami perubahan atau
pergeseran makna.Tuntutan perubahan dan kebutuhan masyarakat yang makin
berkembang telah mengubah defenisi dan orientasi kualitas. Kualitas pelayanan bukan
lagi ditentukan oleh pemerintah tetapi oleh masyarakat, yang dalam terminologi
ekonomi/bisnis disebut sebagai pelanggan. Dengan demikian, penilaian tentang
kualitas pelayanan bukan berdasarkan pengakuan dari yang memberi pelayanan, tetapi
diberikan oleh langganan atau pihak yang menerima pelayanan (Saefullah, 1999:9).
Dalam hubungan ini, untuk dapat memberikan pelayanan yang berkualitas, maka
organisasi publik atau pemerintah

F. Pembangunan Nasional – Sejarah, Hakikat, Pengertian, Tujuan, Prinsip,


Faktor, Visi dan Misi

Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara


sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa.ujuan dan
maksud pembangunan nasional ialah membangun masyarakat yang adil dan makmur,
adil dan makmur yaitu menurut tinjauan ajaran pancasila, yang di duga telah dikenal
dengan sempurna oleh para anggota Dewan Perancang Nasional ( Pada masa
demokrasi terpimpin tahun 1959 – 1966 ) sebelum dan sesudah mengangkat sumpah
menjadi anggota Dewan Perancang Nasional ( Sekarang Bappenas – Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional ).

Dewan Perancangan Nasional akan memberi isi kepada proklamasi dengan


bertujuan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur dengan mempertimbangkan
faktor-faktor berikut :
Artinya ada suatu perencanaan overall

Oleh karena soal pembangunan adalah soal yang tidak berdiri sendiri, yang tidak
lepas dari hubungan nya dengan bidang-bidang lain yaitu kehidupan negara dan
masyarakat. Maka dalam melaksanakan pembangunan semesta perlu adanya suatu
perencanaan yang di dasarkan pada kebutuhan dan kepribadian rakyat Indonesia.

Hubungan Pembangunan dengan Demokrasi terpimpin dan Ekonomi


Terpimpin

Oleh karena tidak ada suatu persoalan dalam kehidupan negara dan bangsa yang
berdiri sendiri, terpisah antara satu sama lain, maka hal inipun perlu mendapat
perhatian dari Dewan Perancangan Nasional, apabila tidak mau gagal dalam pekrjaan
kita.

Pengertian Pembangunan Nasional

Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang terus menerus dilakukan


untuk menuju perbaikan disegala bidang kehidupan masyarakat dengan berdasarkan
pada seperangkat nilai yang dianut, yang menuntun masyarakat untuk mencapai
tingkat kehidupan yang didambakan.

Pembangunan disini lebih diarahkan pada pembangunan potensi, inisiatif, daya kreasi,
dan kepribadian dari setiap warga masyarakat. Dengan pembangunan, masyarakat
diharapkan semakin mampu mengelola alam bagi peningkatan kesejahteraanya.
Pembangunan menuntut orientasi masa depan bagi kelestarian manusia dan alam.

Peran Pemerintah dalam Pembangunan Daerah


Peranan pemerintah daerah sangat penting dalam kegiatan percepatan pembangunan
daerah tertinggal. Peranan yang diberikan selain dalam bentuk sarana dan prasarana
baik itu yang berupa sarana fisik maupun subsidi langsung, yang juga tidak kalah
pentingnya adalah pemerintah daerah juga harus memberikan bimbingan teknis dan
non teknis secara terus menerus kepada masyarakat yang sifatnya mendorong dan
memberdayakan masyarakat agar mereka dapat merencanakan, membangun, dan
mengelola sendiri prasarana dan sarana untuk mendukung upaya percepatan
pembangunan di daerah tertinggal serta melaksanakan secara mandiri kegiatan
pendukung lainnya. Daerah juga perlu mendorong terjadinya koordinasi dan
kerjasama antar wilayah yang melibatkan dua atau lebih wilayah yang berbeda.

Perencanaan Pembangunan Daerah


Terdapat 3 perencanaan pembangunan daerah yaitu :
·   Pola dasar pembangunan daerah
Pola dasar pembangunan daerah analog dengan pola dasar yang tercantum dalam
GBHN pada tingkat nasional, berisi garis-garis besar kebijaksanaan atau strategi dasar
pembangunan daerah, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek.
·   Repelita Daerah
Repelita daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari pola dasar pembangunan
daerah yang dinyatakan berlaku dengan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah.
·   Rencana tahunan dan anggaran pendapatan pendapatan dan belanja daerah (APBD)
Rencana tahunan merupakan pedoman penyusunan APBD sedangkan APBD
merupakan tindakan pelaksanaan Repelita daerah, karena itu harus terlihat jelas kaitan
atau hubungan antara anggaran dan repelita, seperti juga halnya hubungan antara
GBHN atau pola dasar dengan repelita atau repelita daerah.

Tahap-tahap perencanaan pembangunan daerah


MPR menentukan GBHN, GBHN harus dilaksanakan oleh presiden sebagai
mandataris MPR. Untuk merealisasikan dan melaksanakan tugas ini, presiden
bertugas untuk menyusun rencana pembangunan lima tahun (REPELITA) melalui
BAPPENAS.
Untuk merumuskan Repelita dilakukan sebagai berikut :
·   Menghimpun semua rencana dri departemen dan lembaga lainnya untuk ditolak,
dicek dan kemudian disinkronkan.
·   Menghimpun haluan dasar pembangunan dari semua propinsi untuk diteliti, dicek
dan kemudian disinkronkan.
·   Mengumpulkan pendapat-pendapat, saran-saran dari kelompo social dan
masyarakat, termasuk perguruan tinggi mengenai rencana atau konsep rencana
nasional (REPELITA).
Sebelum menyusun dan merumuskan Repelita, setiap unit operasi baik vertical
maupun horizontal didalam setiap propinsi harus membuat rancangan sementara
rencana pembangunan, disamping program – program rutin bagi tingkat yang lebih
tinggi. Badan perencana dari organisasi tersebut menerima dan mempelajari usulan
tersebut. Kemudian rencana tersebut dirumuskan dan disinkronisasikan berbentuk
sebagai rencana departemen. Kebijaksanaan dasar propinsi disampaikan kepada
BAPPENAS melalui departemen dalam negeri. Setelah perumusan Repelita nasional
dilaksanakan yang didasarkan pada rencana-rencana departemen dan kebijaksanaan
dasar propinsi.
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah,


maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan
mengajukannya kepada pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak positif
dan bisa memajukan daerah tersebut apabila Orang/badan yang menyusun memiliki
kemampuan yang baik dalam merencanan suatu program serta memiliki analisis
mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan
berdamapak kurang baik apabila orang /badan yang menyusun program tersebut
kurang memahami atau kurang mengetahui mengenai bagaimana cara menyusun
perencanaan yang baik serta analisis dampak yang akan terjadi. Otonomi daerah akan
bermakna ketika akuntabilitas maupun akseptabilitas pemerintah daerah terhadap
masyarakatnya terjawab dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan publik yang
berkualitas di daerahnya. Sebab itu, pertanggungjawaban baik moral responsibility
maupun sosial responsibility, maka pelaksanaan otonomi daerah tetap harus ada
pengendali baik dari pemerintah pusat maupun oleh masyarakat di daerah yang
bersangkutan. Pemerintah daerah juga dituntut untuk membenahi infrastrukturnya
yang berkenaan dengan pelaksanaan teknis, prosedur, sistem dan mekanisme kerja
antara perangkat pemerintah daerah dengan pemerintah dibawahnya yakni kecamatan,
kelurahan atau desa. Semangat reformasi dan otonomi daerah yang demikian dahsyat
dan menyebar di seluruh segmen masyarakat saat ini, kiranya merupakan momentum
yang tepat untuk melaksanakan gagasan-gagasan pembangunan dan peningkatan
kualitas pelayanan publik dikalangan para pengambil kebijakan.

B.     Saran

Analisis Langkah-Langkah Yang Harus Diambil Pemerintah Dalam Mengontrol


Otonomi Daerah:

1.      Merumuskan kerangka hukum yang memenuhi aspirasi untuk otonomi di tingkat


propinsi dan sejalan dengan strategi desentralisasi secara bertahap.

2.      Menyusun sebuah rencana implementasi desentralisasi dengan memperhatikan


faktor-faktor yang menyangkut penjaminan kesinambungan pelayanan pada
masyarakat,perlakuan perimbangan antara daerah-daerah,dan menjamin kebijakan
fiskal yang berkelanjutan.

3.      Untuk mempertahankan momentum desentralisasi,pemerintah pusat perlu


menjalankan segera langkah desentralisasi,akan tetapi terbatas pada sektor-sektor
yang jelas merupakan kewenangan Kabupaten dan Kota dan dapat segera diserahkan.

4.      Proses otonomi tidak dapat dilihat sebagai semata-mata tugas dan tanggung
jawab dari menteri negara otonomi atau menteri dalam negeri,akan tetapi menuntut
koordinasi dan kerjasama dari seluruh bidang dalam kabinet (Ekuin,Kesra & Taskin,
dan Polkam).

Upaya Yang Menurut Saya harus Dilakukan Pejabat  Daerah Untuk Mengatasi
Ketimpangan Yang Terjadi :

1.      Pejabat harus dapat melakukan kebijakan tertentu sehingga SDM yang berada di
pusat dapat terdistribusi ke daerah.

2.      Pejabat harus melakukan pemberdayaan politik warga masyarakat dilakukan


melalui pendidikan politik dan keberadaan organisasi swadaya masyarakat, media
massa dan lainnya.

3.      Pejabat daerah harus bisa bertanggung jawab dan jujur.

4.      Adanya kerjasama antara pejabat dan masyarakat.

5.      Dan yang paling penting pejabat harus tahu prinsip-prinsip otonomi.


DAFTAR PUSTAKA

Riwu Kaho, Josef, 1988, Prospek Otonomi Daerah di Indonesia,

Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.

DR. Kaloh J, 2007, Mencari Bentuk otonomi Daerah, Suatu Solusi Dalam Menjawab
Kebutuhan Lokal Dan Tantangan Global, Jakarta, Rhineka Cipta.

http://susisitisapaah.blogspot.com/2011/03/sejarah-perkembangan-otonomi-daerah-
di.html
https://caecarioz.blogspot.com/2012/06/otonomi-daerah-pembangunan-daerah.htmlh
ttps://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Question_book_sourced.svg
Albrow, Martin. 2007. Birokrasi. Terjemahan M. Rusli Karim dan Totok
Daryanto. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Danim, Sudarwan. 2004. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas
Kelompok. Jakarta: Rineka Cipta.
Dye, Thomas R. 2002. Understanding Public Policy (Tenth Edition). USA:
Hamilton Printing Company.
Etzioni, Amitai. 1985. Organisasi-organisasi Modern. Terjemahan
Suryatim. Jakarta: UI Press.
Indrawijaya, Adam I. 1983. Perilaku Organisasi. Bandung: Sinar Baru.
Kaloh, J. 2002. Mencari Bentuk Otonomi Daerah; Suatu Solusi Dalam
Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global. Jakarta:
Rineka Cipta.
Kurniawan, Luthfi J. & Puspitosari, Hesti. 2007. Wajah Buram Pelayanan
Publik. Jakarta: Yappika.
Muluk, M.R.Khairul. 2007. Desentralisasi & Pemerintahan Daerah.
Malang: Bayumedia.
Moenir, H.A.S. 2006. Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia. Jakarta:
Bumi Aksara.
Napitupulu, Paimin. 2007. Pelayanan Publik & Customer Satisfaction.

Anda mungkin juga menyukai