Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam karena
atas izin dan kehendakNya jualah makalah sederhana ini dapat kami rampungkan
tepat pada waktunya.
Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Sistem Pemerintahan Daerah. Adapun yang kami bahas dalam makalah
sederhana ini mengenai Otonomi Daerah.
Dalam penulisan makalah ini kami menemui berbagai hambatan yang dikarenakan
terbatasnya Ilmu Pengetahuan kami mengenai hal yang berkenan dengan penulisan
makalah ini. Oleh karena itu sudah sepatutnya kami berterima kasih kepada dosen
pembimbing kami yakni Ibu DR. Rahima Ema, M.Si yang telah memberikan
limpahan ilmu berguna kepada kami.
Kami menyadari akan kemampuan kami yang masih amatir. Dalam makalah ini kami
sudah berusaha semaksimal mungkin.Tapi kami yakin makalah ini masih banyak
kekurangan disana-sini. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan juga kritik
membangun agar lebih maju di masa yang akan datang.
Harap kami, makalah ini dapat menjadi track record dan menjadi referensi bagi kami
dalam mengarungi masa depan. Kami juga berharap agar makalah ini dapat berguna
bagi orang lain yang membacanya.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………..
A. Latar Belakang………………………………………………………………...
B. Tujuan Penulisan ……………………………………………………………...
C. Rumusan Masalah……………………………………………………………..
BAB II PEMBAHSAN………………………………………………………………..
A. Kesimpulan…………………………………………………………………….
B. Saran……………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Faktor Pertama adalah faktor manusia sebagai subyek penggerak (faktor dinamis)
dalam peenyelenggaraan otonomi daerah. Faktor manusia ini haruslah baik, dalam
pengertian moral maupun kapasitasnya. Faktor ini mencakup unsur pemerintah daerah
yang terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD, aparatur daerah maupun masyarakat
daerah yang merupakan lingkungan tempat aktivitas pemerintahan daerah tersebut.
Faktor kedua adalah faktor keuangan yang merupakan tulang punggung bagi
terselenggaranya aktivitas pemerintahan Daerah. Salah stu cirri daerah otonom
adalah terletak pada kemampuan self supportingnya / mandiri dalam bidang
keuangan. Karena itu, kemampuan keuangan ini akan sangat memberikan pengaruh
terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Sumber keuangan daerah yang asli, misalnya pajak dan retribusi daerah,
hasilm perusahaan daerah dan dinas daerah, serta hasil daerah lainnya yang sah,
haruslah mampu memberikan kontribusinya bagi keuangan daerah.
ktor ketiga adalah faktor peralatan yang merupakan sarana pendukung bagi
terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah. Peralatan yang ada haruslah cukup
dari segi jumlahnya, memadai dari segi kualitasnya dan praktis dari segi
penggunaannya. Syarat-syarat peralatan semacam inilah yang akan sangat
berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
B. Tujuan Penulisan
C.Rumusan Masalah
1.Apakah yang dimaksud dengan undang-undang dan peraturan otonomi daerah?
2. Bagaimana Pengelolaan dan pengurusan potensi aset dan pemerataan pembangunan
suatu daerah tertentu?
3. Bagaimana proses pembangunan ekonomi regional dalam daerah?
BAB II
PEMBAHASAN
Ada juga berbagai pengertian yang berdasarkan pada aturan yang di tetapkan
oleh Pemerintahan Daerah. Pengertian yang memliki kaitan dan hubungan dengan
otonomi daerah yang terdapat di dalam Undang-Undang,yaitu sebagai berikut:
- Pemerintah Daerah itu meliputi Bupati atau Walikota, perangkat daerah seperti
Lurah,Camat serta Gubernur sebagai pemimpin pemerintahan daerah tertinggi.
- Daerah otonom adalah suatu kesatuan masyarakat yang berada di dalam batas-
batas wilayah dan wewenang dari pemerintahan daerah di mana prngaturan nya
berdasarkan prakarsa sendiri namum sesuai dengan sistem NKRI.
- Di dalam otonomi daerah di jelaskan bahwa pemerintah pusat adalah Presiden
Republik Indonesia sebagaiman tertulis di dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Pada hakikatnya Otonomi Daerah diberikan kepada rakyat sebagai satu kesatuan
masyarakat hukum yang diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri
Urusan Pemerintahan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah dan
dalam pelaksanaannya dilakukan oleh kepala daerah dan DPRD dengan dibantu oleh
Perangkat Daerah. Urusan Pemerintahan yang diserahkan ke Daerah berasal dari
kekuasaan pemerintahan yang ada ditangan Presiden. Konsekuensi dari negara
kesatuan adalah tanggung jawab akhir pemerintahan ada ditangan Presiden. Agar
pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang diserahkan ke Daerah berjalan sesuai dengan
kebijakan nasional maka Presiden berkewajiban untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
a) Warisan Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad No. 329 yang
memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan
sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S.
181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-
undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap,
stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort.
Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat
setempat (zelfbestuurende landschappen).
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan
sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan
demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan
dua administrasi pemerintahan.
1) Provinsi
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja.
Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki
penjelasan.
a) Propinsi
Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November 1959
menitikberatkan pada kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah, dengan
memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan daerah yang berhak mengatur rumah
tangganya sendiri dikenal dangan daerah tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III.
Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa ini, bahwa
kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari kalangan pamong praja.
2) Kabupaten/kotamadya
3) Kecamatan
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah
tingkat II berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan
memenuhi aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang
nyata dan bertanggung jawab.
1. Dasar Hukum
Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita
bahas.Namun ada dasar-dasar yang bisa menjadi landasan.Ada beberapa peraturan
dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:
Selain berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,saya juga
menulis apa saja yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,yaitu otonomi daerah
harus bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang berada di
wilayah otonomi tersebut serta meningkatkan pula sumber daya yang di miliki oleh
daerah agar dapat bersain dengan daerah otonom lainnya.
2. Landasan Teori
Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .
a. Asas Otonomi
Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang saya tuliskan di sini.Asas-asas
tersebut sebagai berikut:
· Asas keterbukaan
· Asas Profesionalitas
· Asas efisiensi
· Asas proporsionalitas
· Asas efektifitas
· Asas akuntabilitas
b. Desentralisasi
c. Sentralisasi
Otonomi daerah sendiri adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah
diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah sekaligus menjadi dasar hukum otonomi daerah pasa saat itu.
Pada tahun 2004, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan,
dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga digantikan dengan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.Selanjutnya, Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah hingga saat ini telah
mengalami beberapa kali perubahan, terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
Selain itu dasar hukum pelaksanaan otonomi daerah juga ada pada UUD 1945 dan
Ketetapan MPR RI. Dasar hukum inilah yang menjadi payung hukum bagi
terselenggaranya otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lalu apa
saja dasar hukum otonomi daerah di Indonesia ini?
Ketetapan MPR
Undang Undang
Di dalam Otonomi daerah selalu identik dengan yang namanya Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah atau yang sering disebut APBd.Di sini saya akan membahas
sedikit mengenai APBD.
Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang keuangan
yang merupakan salah satu indikator penting dalam menghadapi otonomi daerah.
Kedudukan faktor keuangan dalam penyelenggaraan suatu pemerintah sangat penting,
karena pemerintahan daerah tidak akan dapat melaksanan fungsinya dengan efektif
dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan pembangunan dan
keuangan inilah yang mrupakan salah satu dasar kriteria untukmengetahui secara
nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Suatu daerah otonom diharapkan mampu atau mandiri di dalam membiayai kegiatan
pemerintah daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat
mempunyai proposal yang lebih kecil dan Pendapatan Asli Daerah harus menjadi
bagian yang terbesar dalammemobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah.
Oleh karena itu,sudah sewajarnya apabila PAD dijadikan tolak ukur dalam
pelaksanaan otonomi daerah demi mewujudkan tingkat kemandirian dalam
menghadapi otonomi daerah.
Sedangkan menurut UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan Negara disebutkan
bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.Lebih lanjut dijelaskan dalam PP No.58
Tahun 2005 tentang Pengelolahan Keuangan Daerah disebutkan bahwa APBD adlah
rencana keuangan tahunan Pemerintah daerah yang di bahas dan disetujui bersama
oleh pemerintah daerah dan DPRD,dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
a. Dampak Positif
b. Dampak Negatif
a. Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
4) Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti
asuhan dan jompo)
Modus :
- Pemotongan dana bantuan sosial b. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap
meja).
5) Bantuan fiktif
Modus : Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah
ke pihak luar.
pemerintah daerah dapat dilihat dari seberapa jauh kebutuhan nyata masyarakat dapat
dipenuhi, masyara kat dapat diberdayakan dan puas terhadap pelayanan yang
diterima. Sedangkan Kasim (1996) mengukur keberhasilan kebijakan otonomi daerah
itu dan penanganan aspek organisasi perangkat pemerintah, misalnya: 1) Penekanan
pada bagaimana pemerintah melaksanakan kebijakan yang sudah diputuskan misalnya
tentang mekanisme kerja dan organisasi penyelenggaraan kebijakan tersebut. 2)
Penekanan pada implementasi proses pemerintahan yang adaptif terhadap kebutuhan
rill masyarakat (market based public service), kalau mu ngkin mela ku ka n kegiatan
swadana (be enterpreneurial) dan memberdayakan agar dapat dicapai kualitas
pelayanan yang tinggi. 3) Melakukan deregulasi kehidupan perekonomian dan
desentralisasi pemerintah sehingga lebih banyak pelayanan masyarakat dapat
diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Pemerintahan yang modern sesungguhnya
bukan sekedar mencapai efisiensi, tetapi juga hubungan akuntabilitas antara negara
dan pemerintah dengan warganya. Warga tidak sekedar diperlakukan sebagai
pelanggan dan konsumen (customer and consumer) tetapi lebih sebagai warga negara
(as citizen) yang memiliki hak untuk menuntut pemerintah agar bertanggung jawab
atas tindakan yang diambilnya, atau atas kegagalan dalam melaksanakan
kewajibannya. Warga negara juga memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan
akan hak-haknya, didengar suaranya, sekaligus dihargai nilai dan preferensinya.
Dengan demikian, warga negara memiliki hak untuk menilai, menolak dan menuntut
siapapun yang secara politis bertanggung jawab atas penyediaan pelayanan publik.
Oleh karena soal pembangunan adalah soal yang tidak berdiri sendiri, yang tidak
lepas dari hubungan nya dengan bidang-bidang lain yaitu kehidupan negara dan
masyarakat. Maka dalam melaksanakan pembangunan semesta perlu adanya suatu
perencanaan yang di dasarkan pada kebutuhan dan kepribadian rakyat Indonesia.
Oleh karena tidak ada suatu persoalan dalam kehidupan negara dan bangsa yang
berdiri sendiri, terpisah antara satu sama lain, maka hal inipun perlu mendapat
perhatian dari Dewan Perancangan Nasional, apabila tidak mau gagal dalam pekrjaan
kita.
Pembangunan disini lebih diarahkan pada pembangunan potensi, inisiatif, daya kreasi,
dan kepribadian dari setiap warga masyarakat. Dengan pembangunan, masyarakat
diharapkan semakin mampu mengelola alam bagi peningkatan kesejahteraanya.
Pembangunan menuntut orientasi masa depan bagi kelestarian manusia dan alam.
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
4. Proses otonomi tidak dapat dilihat sebagai semata-mata tugas dan tanggung
jawab dari menteri negara otonomi atau menteri dalam negeri,akan tetapi menuntut
koordinasi dan kerjasama dari seluruh bidang dalam kabinet (Ekuin,Kesra & Taskin,
dan Polkam).
Upaya Yang Menurut Saya harus Dilakukan Pejabat Daerah Untuk Mengatasi
Ketimpangan Yang Terjadi :
1. Pejabat harus dapat melakukan kebijakan tertentu sehingga SDM yang berada di
pusat dapat terdistribusi ke daerah.
DR. Kaloh J, 2007, Mencari Bentuk otonomi Daerah, Suatu Solusi Dalam Menjawab
Kebutuhan Lokal Dan Tantangan Global, Jakarta, Rhineka Cipta.
http://susisitisapaah.blogspot.com/2011/03/sejarah-perkembangan-otonomi-daerah-
di.html
https://caecarioz.blogspot.com/2012/06/otonomi-daerah-pembangunan-daerah.htmlh
ttps://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Question_book_sourced.svg
Albrow, Martin. 2007. Birokrasi. Terjemahan M. Rusli Karim dan Totok
Daryanto. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Danim, Sudarwan. 2004. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas
Kelompok. Jakarta: Rineka Cipta.
Dye, Thomas R. 2002. Understanding Public Policy (Tenth Edition). USA:
Hamilton Printing Company.
Etzioni, Amitai. 1985. Organisasi-organisasi Modern. Terjemahan
Suryatim. Jakarta: UI Press.
Indrawijaya, Adam I. 1983. Perilaku Organisasi. Bandung: Sinar Baru.
Kaloh, J. 2002. Mencari Bentuk Otonomi Daerah; Suatu Solusi Dalam
Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global. Jakarta:
Rineka Cipta.
Kurniawan, Luthfi J. & Puspitosari, Hesti. 2007. Wajah Buram Pelayanan
Publik. Jakarta: Yappika.
Muluk, M.R.Khairul. 2007. Desentralisasi & Pemerintahan Daerah.
Malang: Bayumedia.
Moenir, H.A.S. 2006. Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia. Jakarta:
Bumi Aksara.
Napitupulu, Paimin. 2007. Pelayanan Publik & Customer Satisfaction.