Anda di halaman 1dari 15

Gambar 1.

Algoritma penatalaksanaan dermatitis atopik1


Mencegah kekeringan kulit

EMOLIEN
 Mekanisme Kerja
Emolien menghidrasi kulit dan menurunkan kehilangan air transepidermis. Emolien
bekerja mengisi celah di antara korneosit yang terdeskuamasi.3,5
 Efek terapeutik
Penggunaan emolien menurunkan kebutuhan steroid topical, oleh karena itu
menurunkan potensi efek samping.3
 Hubungan Pengobatan dengan data klinik pasien
Pada data klinik pasien didapatkan adanya riwayat pasien menggaruk luka.
Pelembab berfungsimemulihkan disfungsi sawar kulit.1
 Dosis obat
Primary Care Dermatology Society dan British Association of Dermatologists
(2009) menganjurkan kuantitas pelembap sebaiknya melampaui penggunaan steroid
dengan perbandingan 10:1. baik. Pada dewasa, untuk mencegah kulit kering dan
iritasi, dianjurkan menggunakan 500-600 gram pelembap per minggu.5
 Efek Samping Obat
Beberapa senyawa seperti lanolin atau antibakteri dapat menginduksi reaksi alergi.
Petrolatum tidak memicu reaksi alergi.3,4
 Interaksi Obat dengan obat, makanan, dan jamu
-
 Hubungan umur pasien dengan obat
Pada dewasa untuk mencegah kulit kering dan iritasi dianjurkan menggunakan 500-
600 gram pelembap per minggu.5
 Aturan pemakaian obat
Rute pemberian topikal. Mayoritas emolien dapat ditambahkan pada air mandi.
Pemakaian pelembab dilakukan secara teratur 2 kali sehari, dioleskan segera
setelah mandi, walaupun sedang tidak terdapat gejala DA.3,1
 Hubungan pengobatan dengan riwayat pasien, penyakit dan pengobatan
Hidrasi kulit baik dilakukan pada berbagai stadium penyakit. Pelembab berfungsi
memulihkan disfungsi sawar kulit. Beberapa jenis pelembab antara lain berupa
humektan (contohnya gliserin dan propilen glikol), natural moisturizing factor
(misalnya urea 10% dalam euserin hidrosa), emolien (contohnya lanolin 10%,
petrolatum, minyak tumbuhan dan sintetis), protein rejuvenators (misalnya asam
amino), bahan lipofilik (di antaranya asam lemak esensiel, fosfolipid, dan
seramid).1
 Lama penggunaan obat untuk terapi
Digunakan sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan penyakit.3,1
 Kontraindikasi
-
 ADME

Absorbsi Distribusi Metabolisme Ekskresi


Senyawa yang Difusi bahan/obat Metabolisme di Eksresi melalui
diaplikasikan aktif melalui dua hepar. urin.
pada permukaan jalur (jalur
kulit, transfolikular dan
termasuk obat jalur
topikal, masuk ke transkorneal)
dalam kulit pada
mengikuti akhirnya akan
suatu gradien mencapai lapisan
konsentrasi yang lebih dalam
(difusi pasif). yaitu
Gradien epidermis hingga
konsentrasi kemudian dermis.
ditimbulkan oleh Dengan adanya
perbedaan pembuluh
konsentrasi obat darah dalam
aktif dalam dermis, bahan
sediaan yang aktif yang
diaplikasikan mencapai
pada kulit dan lapisan dermis
konsentrasi kemudian akan
obat aktif dalam diresorpsi oleh
jaringan kulit sistem
serta jaringan di sirkulasi.
bawahnya Distribusinya ke
(dermis dan dalam
subkutan).6 sirkulasi
sistemik.6
Kortikosteroid topikal

BETAMETASON
 Mekanisme Kerja
Betametason topikal bekerja dengan menghidupkan senyawa-senyawa alami yang
berguna untuk meredakan gejala-gejala peradangan berupa pembengkakan dan
kemerahan. Sebuah steroid adrenokortikal yang mengendalikan sintesis protein,
menekan migrasi leukosit polimorfonuklear dan fibroblas, mengurangi
permeabilitas kapiler, dan mencegah atau mengendalikan peradangan.2
 Efek terapeutik
alergi dan peradangan lokal.2
 Hubungan Pengobatan dengan data klinik pasien
Berdasarkan data klinik pasien dengan lesi berskuama, eritema, edema, dan krusta
(potensi sedang) pasien dapat diberikan kortikosteroid golongan V.1
 Dosis obat
Topikal 2-3 kali/ hari.2
 Efek Samping Obat
Betametason topikal dapat menimbulkan efek samping berupa iritasi kulit, kulit
kering, kemerahan, gatal, dan panas.2
 Interaksi Obat dengan obat, makanan, dan jamu
-
 Hubungan umur pasien dengan obat
Untuk bayi dan anak dianjurkan pemilihan kortikosteroid golongan VII-IV. Pada
DA fase bayi/ anak yang ringan dapat dimulai dengan kortikosteroid golongan
VII, misalnya hidrokortison krim 1-2%, metilprednisolon atau flumetason. Pada
DA dengan derajat keparahan sedang dapat digunakan kortikosteroid golongan VI,
misalnya desonid, triamsinolon asetonid, prednikarbat, hidrokortison butirat,
flusinolon asetonid.1
Bila kondisi DA lebih parah dapat digunakan kortikosteroid golongan V, misalnya
flutikason, betametason 17 valerat, atau golongan IV, yaitu mometason furoat
(MF), atau aklometason. Walaupun MF tergolong kortikosteroid potensi sedang,
namun hasil penelitian klinis membuktikan bahwa MF tidak mengakibatkan efek
atrofogenik atau hanya minimal. Dalam keadaan tertentu kortikosteroid topikal
potensi kuat dapat digunakan secara singkat (1-2 minggu). Bila DA sudah teratasi
segera diganti dengan potensi sedang atau lemah.1

Gambar 2. Pemilihan Kortikosteroid berdasarkan stadium DA1


 Aturan pemakaian obat
Gunakan setelah mengaplikasikan pelembab terlebih dahulu, dengan cara oleskan
betametason topikal pada area kulit yang mengalami peradangan.1
 Hubungan pengobatan dengan riwayat pasien, penyakit dan pengobatan
Kortikosteroid (sebagai anti inflamasi, antipruritus dan imunosupresif, dipilih yang
aman untuk dipakai dalam jangka panjang).1
 Lama penggunaan obat untuk terapi
Lama penggunaan obat 1-2 minggu.1
 Kontraindikasi
Lesi kulit akibat bakteri, jamur atau virus yang tidak diobati; rosasea (jerawat
rosasea) dan perioral dermatitis; kortikosteroid kuat dikontraindikasikan untuk plak
psoriasis dengan sebaran yang luas.2
 ADME

Absorbsi Distribusi Metabolisme Ekskresi


Hanya sedikit melalui kulit.2 Metabolisme di Eksresi melalui
terabsorbsi secara hepar.2 urin.2
sistemik pada
pemakaian
topical.
Diabsorbsi
melalui kulit.2
Pengobatan Sistemik
Kadang diperlukan terapi sistemik pada DA anak. Antihistamin sistemik mampu
mengurangi rasa gatal sehingga mengurangi frekuensi garukan yang dapat memperburuk
penyakit. Rasa gatal tidak hanya disebabkan oleh histamin, namun masih dapat diakibatkan oleh
mediator lain. Antihistamin yang bersifat sedatif (misalnya klorfeniramin maleat, hidroksisin)
lebih efektif dalam mengurangi rasa gatal dibandingkan dengan antihistamin nonsedatif
(misalnya loratadin, ceterizin, terfenadin, feksofenadin). Meskipun demikian,

ANTIHISTAMIN
Klorfeniramin maleat (CTM)
Mekanisme kerja
Mekanisme kerja klorfeniramin maleat adalah sebagai antagonis reseptor H 1, klorfeniramin
maleat akan menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam
otot polos, selain itu klorfeniramin maleat dapat merangsang maupun menghambat susunan saraf
pusat.
a. Indikasi : Klorfeniramin maleat diindikasikan untuk gangguan alergi (antialergi) pada
kulit termasuk urtikaria, pruritus, gigitan serangga, beberapa alergi obat dan alergi akibat
kontak tanaman. Hal ini juga efektif dalam mengurangi gejala musiman, batuk dan flu,
migrain, mabuk (motion sickness), mual/muntah dan perennial rhinitis alergi seperti
bersin, gatal hidung dan konjungtivitis.
b. Kontraindikasi: serangan asma akut, bayi prematur.
c. Interaksi obat :
- Pemberian klorfeniramin maleat bersama depresan susunan saraf pusat lainnya seperti
alkohol, barbiturat, hipnotik, analgesik opioid, obat penenang dan antipsikotik dapat
meningkatkan sedasi. Klorfeniramin maleat akan meningkatkan kerja antimuskarinik
pada atropin, antidepresan trisiklik dan monoamine oksidase inhibitor (MAOIs).
- Antihistamin seperti klorfeniramin maleat dapat menyembunyikan tanda-tanda
peringatan dari kerusakan yang disebabkan obat ototoxic (obat yang memiliki efek
buruk terhadap saraf kedelapan atau organ-organ pendengaran dan keseimbangan)
seperti aminoglikosida. Klorfeniramin maleat dapat menekan reaksi histamin pada
kulit dengan ekstrak alergen. Penggunaannya harus dihentikan beberapa hari sebelum
dilakukan tes kulit.
d. Efek samping: . Efek sedasi tidak begitu umum pada klorfeniramin maleat tetapi pada
pasien tertentu dapat mengalami hal ini dan berbeda-beda seperti sedikit mengantuk
sampai tertidur nyenyak, kelelahan, pusing serta inkoordinasi. Efek sedatif atau
menenangkan dapat terjadi dan dapat berkurang setelah beberapa hari. Efek samping
lainnya yaitu gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, diare, sembelit, anoreksia,
nafsu makan meningkat dan nyeri epigastrum.
e. Hubungan obat dengan data klinik dan data lab pasien: Tujuan pemberian obat ini untuk
mengurangi rasa gatal.
f. Hubungan obat dengan umur pasien : Batas maksimal dosis per hari adalah 24 mg.
g. Aturan pakai dan dosis : konsumsi obat setelah makan tiga kali sehari.
h. Hubungan obat dengan riwayat pasien : pasien mengeluhkan gatal pada bagian kaki,
tujuan pengobatan ialah untuk mengurangi rasa gatal.
i. Lama penggunaan obat : hentikan pengobatan apabila gejala mereda atau maksimal
digunakan dalam jangka waktu dua minggu.
j. ADME obat

Aborbsi Distribusi Metabolisme Ekskresi


Bioavailabilitas Mengalami Mengalami metabolisme Diekskresikan
Diserap dengan distribusi cepat substansial dalam mukosa GI dalam urin.
baik setelah dan luas; Namun, selama penyerapan dan efek
pemberian oral, distribusi belum lintas pertama melalui hati.
tetapi hanya 25- sepenuhnya Dimetabolisme Cepat dan
45% (tablet diketahui. ekstensif terutama menjadi
konvensional) atau minimal 2 metabolit tak dikenal
35-60% (larutan) dan
dari dosis tunggal monodesmethylchlorpheniramin
yang mencapai e dan
sirkulasi sistemik didesmethylchlorpheniramine
sebagai obat tidak
berubah.
Dosis: Klorfeniramin maleat 3x4 mg perhari selama max 2 minggu
Antibiotik

Dermatitis akut maupun kronis yang tidak terkontrol sering disertai infeksi sekunder
yang memerlukan terapi antibiotik sistemik. Bila tidak ditangani dengan baik akan
memperburuk gejala dermatitis yang telah ada. Penyebab infeksi tersering adalah
Staphylococcus aureus yang sering kali telah resisten terhadap penisilin. Untuk itu perlu
dilakukan biakan dan uji resistensi untuk menentukan antibiotik yang sesuai. Sebaiknya
diberikan antibiotik dosis tinggi untuk mencapai kadar yang cukup pada kulit yang terkena.
Pilihan pertama adalah sefaleksin dan eritromisin. Pilihan lain adalah klindamisin dan
dikloksasilin atau kombinasi dikloksasilin dan rifampisin9. Pengobatan sebaiknya diteruskan 2
sampai 3 minggu.
Eritromisin

Mekanisme kerja

Erythromycin adalah antibiotik spektrum luas, golongan makrolid generasi pertama. Eritromisin
yang sudah dicerna dan diserap oleh tubuh akan bekerja dengan cara menembus membran sel
bakteri dan mengikat sub unit ribosom 50 S dan 70 S atau dekat dengan area P atau donor tRNA
sehingga pengikatan tRNA ke area donor terhambat. Dengan demikian bakteri tidak dapat
melakukan translasi tRNA.

Kondisi ini menyebabkan bakteri tidak dapat mensintesis protein sehingga pertumbuhannya
terhambat dan kemudian mati.

a. Indikasi : Diindikasikan untuk pasien hipersensitif terhadap penisilin, enteritis


campylobacter, difteri, pneumonia, penyakit Legionaire, sifilis, uretritis non gonokokus,
prostatitis kronik, akne vulgaris, dan profilaksis difetri dan pertusis.
b. Kontraindikasi: Memiliki riwayat hipersensitif/ alergi terhadap kandungan eritromisin,
menderita gangguan fungsi hati.
c. Interaksi obat :
Erythromycin  dapat meningkatkan kadar obat-obat lain dalam plasma darah, seperti
cisapride, digoxin, pimozide, teofilin, golongan statin
(lovastatin, simvastatin), ergotamine atau dihydroergotamine. Sehingga apabila
dikonsumsi secara bersamaan dapat berakibat meningkatkan efek samping obat.
- Eritromisin dengan obat asma (turunan teofilin). Efek obat asma dapat meningkat.
Obat asma digunakan untuk membuka jalan udara paru-paru dan untuk
mempermudah pernapasan penderita asma. Akibatnya: terjadi efek samping
merugikan karena terlalu banyak obat asma.
- Eritromisin dengan Karbamazepin. Efek karbamazepin dapat meningkat.
Karbamazepin adalah antikonvulsan yang digunakan untuk mengendalikan kejang
pada gangguan seperti ayan. Akibatnya: terjadi efek samping merugikan yang
disebabkan karena terlalu banyak karbamazepin.
d. Efek samping: . mual, muntah, nyeri perut, diare; urtikaria, ruam dan reaksi alergi
lainnya; gangguan pendengaran yang reversibel pernah dilaporkan setelah pemberian
dosis besar; ikterus kolestatik dan gangguan jantung (aritmia dan nyeri dada).
e. Hubungan obat dengan data klinik dan data lab pasien: Tujuan pemberian obat adalah
untuk mengobati infeksi sekunder.
f. Hubungan obat dengan umur pasien : diberikan 3x500 mg dikarenakan pasien sudah
dewasa.
g. Aturan pakai dan dosis : diberikan sesudah makan untuk mengurangi gangguan saluran
cerna 3 kali sehari.
h. Hubungan obat dengan riwayat pasien : obat diberikan untuk mengobati infeksi sekunder
yang terjadi.
i. Lama penggunaan obat : obat diberikan dalam waktu satu minggu.
j. ADME obat

Aborbsi Distribusi Metabolisme Ekskresi


Erythromycin Distribusi Eritromisin Dimetabolisme Eritromisin terutama
diabsorpsi di tersebar luas ke dihepar secara dikumpulkan dan
duodenum. dalam jaringan dan ekstensif dan diekskresikan dalam
cairan tubuh, hati dan diketahui bentuk aktif dalam
limpa (konsentrasi menghambat oksidasi empedu dan urine.
tinggi), limfosit sejumlah obat melalui
polimorfonuklear dan interaksinya dengan
makrofag. sistem sitokrom P-
450. 

Dosis: eritromisin 3x500 mg selama 7 hari.7


Resep obat
R/ Emolien
∫ u. e 2 dd 1
R/ Betametasone 0.1%
∫ u. e 2 dd 1
R/ CTM tab 4 mg No. XXI
∫ 3 dd tab 1 p.c p.r.n
R/ Eritromisin tab 500 mg No. XXI
∫ 3 dd tab 1 p.c
Daftar pustaka
1. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: FK UI; 2017.
2. Sciencedirect. Drugs for the Geriatric Patient, 2007.
https://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/betamethasone-valerate
3. Battista E, Horton-Szar D & Page C, 2012. Crash course: Pharmacology. Fourth Edition.
Mosby Elsevier. London.
4. Irmadita Citrashanty, Cita Rosita Sigit Prakoeswa. Kerusakan Sawar Kulit pada
Dermatitis Atopik (Skin Barrier Dysfunction in Atopic Dermatitis. Departemen/Staf
Medik Fungsional Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. 2012.
5. Adelia Martalova AJ, Putu Dyah Ayu Saraswati. Peran dan Fungsi Pelembap pada
Tatalaksana Dermatitis Atopi. vol. 47 no. 3 th. 2020.
6. Anjas Asmara, dkk. VEHIKULUM DALAM DERMATOTERAPI TOPIKAL. Vol.39.
No.1. Tahun 201.
7. Munasir Z. Tata Laksana Dermatitis Atopik pada Anak serta Pencegahan Terjadinya
Asma di Kemudian Hari. Sari Pediatri. Jakarta. 2002.
8. Mizranita V, Pramudhita DS. PENGARUH PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
ERITROMISIN DENGAN TERAPI CALCIUM-CHANNEL BLOCKER TERHADAP
GAGAL GINJAL AKUT. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
9. Chaplin S. Guide to Treatments Used for Atopic Dermatitis in Adults. Prescriber. 2016.

Anda mungkin juga menyukai