Anda di halaman 1dari 28

TUGAS DIAGNOSTIK MOLEKULER II

ANALISIS KUALITATIF DNA VIRUS HEPATITIS B DARI


SAMPEL DARAH HEPATITIS B SURFACE ANTIGEN POSITIF
DENGAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN REACTION

Disusun Oleh :

IKA UDMALASARI
A201701071

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MANDALA WALUYA
KENDARI
2020.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Rencana

penelitian yang berjudul “Analisis Kualitatif DNA Virus Hepatitis B Dari

Sampel Darah Hepatitis B Surface Antigen Positif Dengan Teknik

Polymerase Chain Reaction” ini dapat diselesaikan dengan baik.

Reancana Penelitian ini disusun tidak terlepas dari bantuan dan

dukungan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan

terimakasih kepada: Keluarga juga teman-teman dan semua pihak yang

tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran

proses penyusunan rencana penelitian ini.

Tanpa bantuan dari pihak-pihak tersebut di atas, penulis tidak akan

mampu menyelesaikan Rencana Penelitian ini dengan baik dan tepat pada

waktunya. Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa penulisan

Rencana Penelitian ini masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan

ilmu pengetahuan yang dimiliki penulis, oleh karena itu penulis

mengharapkan semoga Rencana Penelitian ini dapat bermanfaat bagi

pembaca.

Kendari, 17 Juli 2020.

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................xii

DAFTAR ISI.....................................................................................................xiv

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................4

C. Tujuan Penelitian..........................................................................................4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Virus Hepatitis B..........................................................................................6


B. Darah.............................................................................................................12

C. Teknik pemeriksaan Virus Hepatitis B.........................................................14

BAB III. KERANGKA KONSEP

A. Kerangka konsep...........................................................................................21

B. Variabel dan Definisi Operasional................................................................22

BAB IV. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian.............................................................................................25

B. Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................................25

C. Sampel Penelitian..........................................................................................25

D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data............................................................26

E. Alat dan Bahan..............................................................................................26

F. Skema dan Prosedur Kerja............................................................................27

G. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data..................................................33

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................46
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.Virus Hepatitis B

1. Pengertian virus

Kata virus berasal dari Bahasa Latin virion yang berarti racun, yang digunakan
pertama kali dalam Bahasa Inggris tahun 1392. Definisi “agen yang menyebabkan
infeksi penyakit pertama kali digunakan tahun 1728, sebelum ditemukannya virus
sendiri oleh Dmitry Iwanovsky tahun 1892 (Hasdianah dan Dewi, 2014).
Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme
biologis. Virus bersifat parasite obligat, hal tersebut disebabkan karena virus hanya
dapat bereproduksi di dalam sel material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan
sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan seluler untuk bereproduksi
sendiri. Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA,
tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan pelindung yang
terdiri atas protein, lidip, glikoprotein atau kombinasi ketiganya. Genom virus akan
diekspresikan menjadi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik
maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya (Hasdianah dan Dewi, 2014).
Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel- sel
eukariota (organisme multisel dan banyak jenis organisme tungga), sementara istilah
bakteriofage atau fage digunakan untuk jenis yang menyerang jenis-jenis sel prokariota
(bakteri dan organisme lain yang tidak berinti sel). Virus sering diperdebatkan statusnya
sebagai mahluk hidup karena ia tidak dapat menjalankan fungsi biologisnya secara bebas
jika tidak berada dalam sel inang. Karena karakteristik khasnya ini virus selalu terasosiasi
dengan penyakit tertentu, baik pada manusia (misalnya virus influenza dan HIV), hewan
(misalnya virus flu babi) atau tanaman (misalnya virus mosaic tembakau/TMV)
(Hasdianah dan Dewi, 2014).

2. Hepatitis B

Hepatitis adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B,
yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau kronis yang dapat berlanjut menjadi
sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis B akut jika perjalanan penyakit kurang dari 6
bulan sedangkan Hepatitis B kronis bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara
klinis atau laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi selama 6 bulan
(Bratanata, Gani, dan Karjadi, 2015).
Virus hepatitis B adalah anggota keluarga Hepadnavidae. Menurut Komite Internasional
Taksonomi Virus (International Committee on Taxonomy of Viruses, 2009 dalam
Noviana, 2012) keluarga Hepadnaviridae dibagi menjadi dua genus yaitu:
* Genus Orthohepadnavirus, yaitu virus hepatitis yang menyerang mamalia, seperti
hepatitis B virus (yang menginfeksi ordo primata), woodchuck hepatitis virus, ground
squirrel hepatitis virus dan arctic squirrel hepatitis virus
* Genus Avihepadnavirus, yaitu virus hepatitis yang menyerang bangsa unggas, seperti
duck hepatitis virus, heron hepatitis virus dan goose hepatitis virus.
Hepadnavirus merupakan virus DNA dengan virion beramplop (envelope) berukuran 42
nm, dengan sebagian DNA virion adalah utas ganda (partially double stranded). Virus
ini merupakan virus DNA hewan berukuran terkecil dan mempunyai ukuran genom
sebesar kurang lebih 3200 pasang basa, terdiri dari empat open reading frame (ORF)
untuk gen P, C, S dan X yang masing-masing mengkode DNA polimerase/reverse
transcriptase, protein inti (core), protein permukaan (surface) dan protein X. Untuk gen
S dibagi menjadi regio pre-S1, pre- S2 dan S. Gen C terbagi menjadi regio pre-C dan C
(Noviana, 2012)
Protein permukaan yang berada pada pembungkus virus (envelope) dikenal
sebagai antigen permukaan (HbsAg) yang merupakan protein penting dalam
pendiagnosaan klinis infeksi dan imunisasi virus ini. Selain HBsAg terdapat dua antigen
penting lainnya yaitu antigen inti hepatitis B (HBsAg) yang membentuk nukleokapsid
virion, dan antigen e (HBeAg) adalah antigen yang dikeluarkan ke dalam peredaran
darah oleh sel-sel yang terinfeksi virus (Noviana, 2012).

a. Pengertian DNA

DNA merupakan makromolekul berupa benang sangat panjang yang terbentuk


dari sejumlah besar deoksiribonukleotida, yang masing-masing tersusun dari satu basa,
satu gula dan satu gugus fosfat. Apabila kita ibaratkan suatu tubuh, maka DNA
diibaratkan sebagai otak yang dapat mengatur segala proses di dalam tubuh. Di samping
itu, DNA juga mempunyai peran penting dalam pewarisan sifat. DNA merupakan suatu
senyawa kimia yang penting pada makhluk hidup. Tugas utamanya membawa materi
genetik dari suatu generasi ke generasi berikutnya. DNA juga merupakan senyawa
polinukleotida yang membawa sifat-sifat keturunan yang khas pada kromosom. DNA
penting dalam hal hereditas. Paket semua informasi genetik dan dibagikan pada generasi
berikutnya. Dasar untuk ini terletak pada kenyataan bahwa DNA membuat gen dan gen
membuat kromosom (Nurhayati, 2017).

DNA pertama kali ditemukan oleh F. Miescher (1869) dari sel spermatozoa dan
sel eritrosit burung, selanjutnya dinamakan sebagai nuklein. Penemuan lain dilakukan
oleh Fischer (1880), yaitu tentang adanya zat pirimidin (yang berupa Sitosin dan Timin)
dan dua purin (Adenin dan guanin). Setelah penemuan tersebut, dilengkapi pula dengan
penemuan Levine (1910) tentang gula 5 karbon ribosa, gula deoksiribosa, dan asam
fosfat dalam inti. Keberadaan DNA tersebut sebagian besar di dalam nukleus (inti sel).
Tetapi ada juga yang terdapat pada mitokondria (Nurhayati, 2017).

i. Struktur DNA
Mononukleotida penyusun DNA terdiri dari satu basa nitrogen (Adenin, Guanin,
Citosin, Timin), satu gula 2-deoksi-D-Ribosa, dan satu gugus posphat, bila dirangkai
menjadi polinukleotida (DNA). Strukturnya double heliks atau double strand, strand
satu dengan strand kedua bersifat komplementer atau berpasangan. Selain itu, kedua
strand tersebut juga dihubungkan oleh ikatan hidrogen. Apabila nukleotida pada strand
pertama membawa basa Adenin, maka nukleotida tersebut akan berpasangan dengan
nukleotida yang membawa basa Timin yang terdapat pada strand kedua. Kemudian
antara kedua nukleotida tersebut akan terbentuk 2 ikatan hidrogen yang menghubungkan
antara basa Adenin dengan Timin (Nurhayati, 2017).
Gambar 1. Pasangan basa Adenin dengan Tymin yang dihubungkan oleh dua
ikatan hidrogen
Sumber : (Nurhayati, 2017)

Bila nukleotida strand pertama membawa basa Citosin, maka nukleotida tersebut
akan berpasangan dengan nukleotida yang membawa basa Guanin yang terdapat pada
strand kedua. Kemudian antara kedua nukleotida tersebut akan terbentuk 3 ikatan
hidrogen yang menghubungkan antara basa Citosin dengan Guanin. Kedua strand
bersifat saling komplementer dan keduanya dihubungkan oleh ikatan hidrogen ternyata
bentuknya mirip seperti jalan kereta api, namun tidak lurus dimana strand satu dan
strand yang satunya hanya bersanding saja, tetapi kedua strand pada DNA terpilin
kekiri (Nurhayati, 2017).

Gambar 2. Pasangan basa Guanin dengan Cytosin yang dihubungkan oleh tiga
ikatan hidrogen
Sumber : (Nurhayati, 2017)

ii. Isolasi DNA

Isolasi DNA merupakan tahapan pekerjaan awal yang harus dilakukan dalam
berbagai pemeriksaan analisis DNA. Keberhasilan proses isolasi DNA seringkali sangat
menentukan hasil pekerjaan selanjutnya. Proses ekstraksi untuk mendapatkan DNA
berkualitas tinggi merupakan satu kaidah dasar yang harus dipenuhi dalam analisis
molekuler. Berbagai analisis biologi molekuler memerlukan hasil isolasi DNA dengan
tingkat kemurnian dan kualitas yang baik. DNA hasil isolasi harus terbebas dari
berbagai kontaminan seperti protein dan RNA yang dapat menggangu berlangsungnya
proses PCR. Oleh karena itu, metode isolasi DNA yang tepat sangat diperlukan untuk
mendapatkan DNA dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Berbagai teknik ekstraksi
DNA telah dikembangkan dari prinsip dasar sehingga saat ini muncul berbagai teknik
ekstraksi dan purifikasi DNA dalam bentuk kit yang prosesnya akan lebih mudah, cepat,
dan sederhana (Murtiyaningsih, 2017).

i. Prinsip isolasi DNA

Ekstraksi dan purifikasi DNA pada dasarnya merupakan serangkaian proses


pemisahan DNA dari komponen-komponen sel lainnya. Ekstraksi DNA pada organisme
eukaryot dilakukan melalui proses penghancuran dinding sel (lysis of cell wall),
penghilangan protein dan RNA (cell digestion), dan pengendapan DNA (precipitation)
dan pemanenan. Saat ini isolasi DNA secara teknis menjadi lebih mudah dengan
munculnya berbagai teknik ekstraksi dan purifikasi dalam bentuk kit. Isolasi DNA
merupakan teknik ekstraksi dan atau purifikasi DNA dari suatu sel sebagai tahap awal
suatu analisis genetik. Isolasi DNA diperlukan dengan tujuan untuk memisahkan DNA
dari bahan lain seperti protein, lemak, dan karbohidrat. Terdapat 3 prinsip utama dalam
isolasi DNA yakni 1). penghancuran (lisis), 2). esktraksi atau pemisahan DNA dari
bahan padat seperti selulosa dan protein, serta 3). pemurnian DNA (Murtiyaningsih,
2017).

3. Darah

a. Pengertian darah

Darah merupakan salah satu jaringan dalam tubuh yang berbentuk cair berwarna
merah. Karena sifat darah yang berbeda dengan jaringan lain, mengakibatkan darah
dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lain sehingga dapat menyebar ke berbagai
kompartemen tubuh. Penyebaran tersebut harus terkontrol dan harus tetap berada pada
satu ruangan agar darah benar-benar dapat menjangkau seluruh jaringan di dalam tubuh
melalui sistem yang disebut sistem kardiovaskuler, yang meliputi jantung dan pembuluh
darah. Dengan system tersebut darah dapat diakomodasikan secara teratur dan diedarkan
menuju organ dan jaringan yang tersebar diseluruh tubuh. Darah didistribusikan melalui
pembuluh darah dari
jantung keseluruh tubuh dan akan kembali lagi menuju jantung. Sistem ini berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan sel atau jaringan akan nutrient dan oksigen, serta
mentransport sisa metabolism sel atau jaringan keluar dari tubuh (Nugraha, 2015).

b. Komponen darah

Darah dibentuk dari dua komponen yaitu komponen selular dan komponen non-
selular. Komponen selular sering disebut juga korpuskuli, yang membentuk sekitar 45%
yang terdiri dari tiga macam atau jenis sel yaitu eritrosit, leukosit, dan trombosit. Pada
dasarnya trombosit bukan berupa sel melainkan bentuk keeping- keping dari pecahan
sitoplasma sel megakariosit (Nugraha, 2015)
Komponen non-seluler berupa cairan yang disebut plasma dan membentuk
sekitar 55% bagian dari darah. Dalam plasma terkandung berbagai macam molekul
makro dan mikro, baik yang bersifat larut air (hidrofilik) maupun tidak larut air
(hidrofobik), berupa organik maupun anorganik, serta atom-atom maupun ionik. Plasma
yang tidak mengandung faktor-faktor pembekuan darah disebut serum. Plasma darah
terdiri dari air, protein, karbohidrat, lipid, asam amino, vitamin, mineral dan lain
sebagainya. Komponen tersebut ikut mengalir dalam sirkulasi bersama darah, baik
bebas atau diperantai molekul lain agar dapat terlarut di dalam plasma (Nugraha, 2015).

c. Jenis spesimen darah

i. Darah utuh (Whole Blood)

Darah utuh atau whole blood adalah spesimen darah yang memiliki komponen darah
secara utuh dan kondisinya sama dengan di dalam aliran darah dalam tubuh. Spesimen
darah utuh didapatkan dengan penambahan antikoagulan, jantung keseluruh tubuh dan
akan kembali lagi menuju jantung. Sistem ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan sel
atau jaringan akan nutrient dan oksigen, serta mentransport sisa metabolism sel atau
jaringan keluar dari tubuh (Nugraha, 2015).

d. Komponen darah

Darah dibentuk dari dua komponen yaitu komponen selular dan komponen non-
selular. Komponen selular sering disebut juga korpuskuli, yang membentuk sekitar 45%
yang terdiri dari tiga macam atau jenis sel yaitu eritrosit, leukosit, dan trombosit. Pada
dasarnya trombosit bukan berupa sel melainkan bentuk keeping- keping dari pecahan
sitoplasma sel megakariosit (Nugraha, 2015)
Komponen non-seluler berupa cairan yang disebut plasma dan membentuk
sekitar 55% bagian dari darah. Dalam plasma terkandung berbagai macam molekul
makro dan mikro, baik yang bersifat larut air (hidrofilik) maupun tidak larut air
(hidrofobik), berupa organik maupun anorganik, serta atom-atom maupun ionik. Plasma
yang tidak mengandung faktor-faktor pembekuan darah disebut serum. Plasma darah
terdiri dari air, protein, karbohidrat, lipid, asam amino, vitamin, mineral dan lain
sebagainya. Komponen tersebut ikut mengalir dalam sirkulasi bersama darah, baik
bebas atau diperantai molekul lain agar dapat terlarut di dalam plasma (Nugraha, 2015).

e. Jenis spesimen darah

i. Darah utuh (Whole Blood)


Darah utuh atau whole blood adalah spesimen darah yang memiliki
komponen darah secara utuh dan kondisinya sama dengan di dalam aliran darah
dalam tubuh. Spesimen darah utuh didapatkan dengan penambahan antikoagulan,
untuk menghambat pembekuan darah. Penambahan antikoagulan harus
disesuaikan dengan jenis pemeriksaan. Spesimen darah utuh yang didiamkan
terlalu lama akan mengalami pengendapan sel-sel darah sehingga akan terjadi
pemisahan antara sel darah dan plasma, sehingga perlu dilakukan pencampuran
kembali agar komponen darah homogen (Nugraha, 2015).\

ii. Plasma
Plasma darah adalah bagian cair darah yang tidak mengandung sel-sel
darah tetapi masih mengandung faktor-faktor pembekuan darah. Plasma didapat
dengan cara memisahkan sel-sel darah dari darah utuh dengan cara sentrifugasi
(Nugraha, 2015).

iii. Serum
Serum adalah bagian cair darah yang tidak mengandung sel-sel darah dan
faktor-faktor pembekuan darah. Serum didapat dari spesimen darah yang tidak
ditambahkan antikoagulan, sehingga darah akan membeku dalam waktu kurang
lebih 15 menit. Darah yang membeku dilakukan sentrifugasi, sehingga terjadi
pemisahan antara cairan dan sel-sel darah, cairan berwarna kuning hasil
sentrifugasi disebut sebagai serum darah (Nugraha, 2015).

4. Teknik Pemeriksaan Virus Hepatitis B

a. Teknik dengan metode Slide Rapid Test

Untuk mengetahui adanya virus hepatitis B dalam tubuh pasien diperlukan


pemeriksaan HBsAg. HBsAg merupakan salah satu jenis antigen yang terdapat pada
bagian pembungkus dari virus hepatitis B yang dapat dideteksi pada cairan tubuh yang
terinfeksi (Wijayanti, 2016).

HBsAg positif dapat ditemukan pada pengidap sehat (Healthy carrier), hepatitis
B akut, hepatitis B kronik, sirosis hati maupun kanker hati primer. HBsAg dapat
dijumpai selama perjalanan infeksi HBV. Pada infeksi akut dapat pula dijumpai pada
saat munculnya gejala-gejala hepatitis, sedangkan pada infeksi HBV kronik dapat
dijumpai pada fase immune tolerance dan immune clearance, yang merupakan fase
replikatif HBV. Pada fase integritas yang merupakan fase nonreplikatif HVB, dalam
sirkulasi hanya didapatkan partikel HBsAg berbentuk bulat (Winata, 2017).
Metode slide rapid test adalah metode chromatographic visual, cepat dan satu
langkah sandwich immunoassay untuk mendeteksi HBsAg. Dalam metode ini, antibodi
monoklonal terkonjugasi dengan emas koloid dan antibodi poliklonal yang diimobilisasi
pada strip nitroselulosa. Sampel serum mengalir melalui pad penyerap dan bercampur
dengan pereaksi sinyal. Jika sampel mengandung antigen, antibodi emas koloid
berkonjugasi dan berikatan dengan antigen, membentuk kompleks. Sedangkan migrasi
kompleks melalui jalur nitrocellulose, perangkap antibodi poliklonal amobil dan
membentuk antibodi-antigen-antibodi koloid berwarna emas kompleks (Adeyemi,
Omolade, Raheem-ademola, 2013).

b. Teknik dengan menggunakan PCR

Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan teknik molekuler yang


dapat memperbanyak sekuen DNA spesifik menjadi jutaan salinan secara in vitro.
Teknik PCR menggandakan DNA dengan bantuan enzim Taq DNA polymerase yang
tahan akan suhu tinggi dan sepasang primer oligonukleotida yang masing-masing
komplementer dengan ujung 3’ dari salah satu untai DNA sasaran (Passarge 2007: 60).
Prinsip kerja PCR adalah reaksi enzimatik dari proses polimerisasi DNA untuk
memperbanyak bagian-bagian spesifik DNA yang diinisiasi dengan pelekatan primer.
Primer tersebut akan mengapit daerah spesifik pada DNA yang akan diperbanyak dan
menginisiasi replikasi DNA sehingga menghasilkan salinan DNA yang sama. Primer
yang digunakan pada proses PCR adalah primer forward dan reverse.
Komponen-komponen yang digunakan pada proses PCR antara lain adalah DNA
template yang mengandung sekuen spesifik yang akan diperbanyak, dNTP
(deoksinukleotida trifosfat) berperan sebagai sumber monomer nukleotida dalam
polimerisasi DNA, PCR buffer berperan dalam mempertahankan kestabilan pH, primer
forward dan reverse, kation divalen berperan sebagai kofaktor enzim DNA polimerase.
Komponen lain yang digunakan di dalam PCR adalah Taq DNA polymerase yang
berperan dalam menghasilkan produk DNA target, dan akuabides berperan sebagai
pelarut (Paolella 1998: 182). Siklus PCR terdiri atas tiga tahap, yaitu denaturasi,
annealing (pelekatan) dan polimerisasi (pemanjangan primer sehingga membentuk
rantai DNA yang diinginkan.Tahap awal dalam reaksi PCR adalah denaturasi, yaitu
proses pemisahan DNA untai ganda menjadi untai tunggal. Suhu proses denaturasi
tergantung pada banyaknya basa guanin dan sitosin, serta panjang cetakan DNA.
Semakin panjang cetakan DNA dan semakin banyak basa guanin dan sitosin yang
dikandung, maka semakin tinggi suhu yang diperlukan, serta semakin lama waktu yang
dibutuhkan. Suhu umum yang digunakan untuk denaturasi adalah sekitar 90-96°C
(Annisa, 2012). Denaturasi yang tidak lengkap mengakibatkan DNA mengalami
renaturasi (membentuk DNA untai ganda lagi) secara cepat, dan ini mengakibatkan
gagalnya proses PCR. Adapun waktu denaturasi yang terlalu lama dapat mengurangi
aktifitas enzim Taq polymerase (Yusuf, 2016).
Tahap kedua dalam reaksi PCR adalah annealing yang merupakan proses
pelekatan primer pada cetakan DNA. Kriteria yang umum digunakan untuk merancang
primer yang baik adalah bahwa primer sebaiknya berukuran 18 – 25 basa, mengandung
50 – 60% G+C dan untuk kedua primer tersebut sebaiknya sama. Sekuens DNA dalam
masing-masing primer itu sendiri juga sebaiknya tidak saling berkomplemen, karena hal
ini akan mengakibatkan terbentuknya struktur sekunder pada primer tersebut dan
mengurangi efisiensi PCR (Yusuf, 2016). Suhu annealing biasanya berada antara 3°-5°
C lebih rendah daripada melting temperature terendah primer. Suhu annealing yang
digunakan adalah antara 50°-70° C (Annisa, 2012).
Tahap ketiga adalah polimerisasi, yaitu proses pemanjangan primer
oligonukleotida dengan bantuan enzim Taq DNA polymerase. Suhu pada tahap
polimerisasi harus disesuaikan dengan suhu optimum kerja enzim yang digunakan.
Enzim Taq DNA polymerase umumnya menggunakan suhu polimerisasi antara 72°-78°
C (Annisa, 2012). Kecepatan penyusunan nukleotida oleh enzim tersebut pada suhu
72oC diperkirakan 35–100 nukleotida/detik, bergantung pada buffer, pH, konsentrasi
garam dan molekul DNA target. Dengan demikian untuk produk PCR dengan panjang
2000 pasang basa, waktu 1 menit sudah lebih dari cukup untuk tahap perpanjangan
primer ini. Biasanya di akhir siklus PCR waktu yang digunakan untuk tahap ini
diperpanjang sampai 5 menit sehingga seluruh produk PCR diharapkan terbentuk DNA
untai ganda (Yusuf, 2016).
Reaksi-reaksi tersebut di atas diulangi lagi dari 25–30 kali (siklus) sehingga pada
akhir siklus akan diperoleh molekul-molekul DNA rantai ganda yang baru
yang merupakan hasil polimerasi dalam jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah DNA cetakan yang digunakan. Banyaknya siklus amplifikasi tergantung
pada konsentrasi DNA target dalam campuran reaksi (Yusuf, 2016).

i. Jenis PCR
Menurut Yusuf (2016), teknik PCR dapat dimodifikasi ke dalam beberapa
jenis diantaranya:
1. Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP), metode ini digunakan
untuk membedakan organisme berdasarkan analisis model derifat dari perbedaan
DNA.
2. Inverse-PCR, metode ini digunakan ketika hanya satu sekuen internal yang
diketahui. Template didigesti dengan enzim restriksi yang memotong bagian luar
daerah yang akan diamplifikasi, fragmen restriksi yang dihasilkan ditempelkan
dengan ligasi dan diamplifikasi dengan menggunakan sekuen primer yang
memiliki titik ujung yang memiliki jarak yang jauh satu sama lain dengan segmen
eksternal yang telah tergabung. Metode ini khusus digunakan untuk
mengidentifikasi ”sekuen antara” dari beragam gen.
3. Nested-PCR, proses ini memungkinkan untuk mengurangi kontaminasi pada
produk selama amplifikasi dari penyatuan primer yang tidak diperlukan. Dua set
primer digunakan untuk mendukung metode ini, set kedua mengamplifikasi target
kedua selama proses pertama berlangsung. Sekuens DNA target dari satu set
primer yang disebut primer inner disimpan di antara sekuens target set kedua dari
primer yang disebut sebagai outer primer. Pada prakteknya, reaksi pertama dari
PCR menggunakan outer primer, lalu reaksi PCR kedua dilakukan dengan inner
primer atau nested primer menggunakan hasil dari produk reaksi yang pertama
sebagai target amplifikasi. Nested primer akan menyatu dengan produk PCR yang
pertama dan menghasilkan produk yang lebih pendek daripada produk yang
pertama.
4. Quantitative-PCR; digunakan untuk pengukuran berulang dari hasil produk
PCR. Metode ini secara tidak langsung digunakan untuk mengukur kuantitas,
dimulai dari jumlah DNA atau RNA. Hasil dari metode ini juga menampilkan
copy dari sampel
5. Reverse Transcriptase (RT-PCR); metode ini digunakan untuk amplifikasi,
isolasi atau identifikasi sekuen dari sel atau jaringan RNA. Metode ini dibantu
oleh reverse transcriptase (mengubah RNA menjadi DNA), mencakup pemetaan,
menggambarkan kapan dan dimana gen diekspresikan.
6. Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) bertujuan untuk mendeteksi
polimorfisme pada tingkat DNA. Metode ini dikembangkan oleh Welsh and Mc
Clelland (1990) dengan cara mengkombinasikan teknik PCR menggunakan
primer–primer dengan sequens acak untuk keperluan amplifikasi lokus acak dari
genom.
Primer yang digunakan adalah Primer 251f dengan sequence forward (3'
ke 5') GAC TYG TGG TGG ACT TCT C yang akan menempel pada posisi asam
nukleat 251 sampai 269 sedangkan primer 1190r dengan sequence reverse (5' ke
3') TCA GCA AAY ACT YGG CA dan akan menempel pada segmen asam
nukleat ke 1190 sampai 1174, yang nantinya akan menghasilkan produk sebesar
940 bp. Digunakannya primer ini karena primer ini spesifik terhadap virus
hepatitis B. Set primer ini bekerja dengan optimal, karena mereka bisa mencapai
batas deteksi yang sangat rendah, 50 sampai 100 IU / ml. Bila diterapkan pada
genotipe HBV tingkat keberhasilan amplifikasi yang tinggi (96-98 %) dan
sequencing (89-99%) dicapai untuk primer. Demekian pula, tingkat
keberhasilannya adalah 100% untuk kedua amplifikasi(Chook,2015).
BAB II
KERANGKA TEORI

A. Kerangka Konsep

Hepatitis B

Pemeriksaan Slide Rapid


1. Metode Standar
Test
2. Kurang Sensitif
Dan Spesifik
3. Tidak Bisa
Mendeteksi
Pengembangan Metode
Antigen Dalam
Skala Yang
Kecil

Analisis DNA virus


hepatitis B

Pemeriksaan PCR
Merupakan Gold Standar
yang digunakan adalah primer 251f dan primer 1190r
Lebih Spesifik Dan Sensitif
Tingkat Keberhasilan Tinggi Mencapai 96%-98%
BisaMendeteksiSampel Dalam Skala Yang Kecil

Keterangan : = dianalisis

= tidak
dianalisis

Gambar 3. Kerangka Konsep


Hepatitis B merupakan suatu suatu penyakit hati yang disebabkan oleh

virus hepatitis B, suatu anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan

peradangan hati akut atau menahun yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau

kanker hati. Pemeriksaan hepatitis B dapat dilakukan dengan beberapa metode

salah satunya adalah pemeriksaan dengan metode slide rapid test yang merupakan

metode standar dengan tingkat sensitifitas dan spesifisitasnya yang kurang karena

metode ini tidak bisa membaca antigen dalam skala yang kecil. Dari hal ini perlu

dilakukannya pengembangan metode yang digunakan untuk analisis DNA virus

hepatitis B yakni pemeriksaan dengan menggunakan metode PCR. Pemeriksaan

berbasis molekuler dengan menggunakan PCR merupakan metode gold standar

yang memiliki tingkat sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi karena metode ini

bisa mendeteksi sampel dalam skala yang kecil. Dalam penggunaan metode PCR

diperlukan primer yang tepat untuk menunjang keberhasilan dari pemeriksaan

yang dilakukan. Primer yang digunakan adalah primer 251f dan primer 1190r.

Digunakannya primer ini karena primer ini spesifik terhadap virus hepatitis B. Set

primer ini bekerja dengan optimal, karena mereka bisa mencapai batas deteksi

yang sangat rendah.

B. Variabel dan Definisi Operasional Variabel

1. Variabel

Variabel dalam penelitian ini adalah virus hepatitis B, HBsAg dengan PCR.

2. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional merupakan suatu uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan
(Notoatmodjo, 2012). Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Tabel 1
Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran Skala

1 2 3 4
Virus Virus hepatitis B merupakan Diidentifikasi Nominal

Hepatitis B virus diidentifikasi dari melalui tahapan

sampel serum yang terinfeksi isolasi DNA,

hepatitis B dan diuji dengan kemudian

menggunakan teknik PCR dilakukan

dimana hasil pita DNA yang pemeriksaan pada

didapat akan dibandingan PCR kemudian

dengan marker untuk dielektroforesis dan

mendapatkan berat molekul hasil elektroforesis

DNA virus. dibaca pada gel

doc

HBsAg HBsAg merupakan salah satu Observasi Nominal

jenis antigen permukaan

virus hepatitis B, yang

didapat dari hasil positif uji

skrining slide rapid test

1 2 3 4
PCR Polymerase chain reaction Dilihat secara Nominal

(PCR) merupakan metode visual dengan

yang lebih sensitif dan melihat untai pita

spesifik yang digunakan DNAnya

untuk mengidentifikasi virus

hepatitis B dengan lima

tahapan uji yaitu pre-

denaturasi, denaturasi,

annailing, elongasi dan post

elongasi.
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi dalam masyarakat (Notoatmodjo, 2012).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Pengambilan sampel dilakukan pada darah dengan HBsAg positif dan HBsAg negatif di Rumah Sakit
Aliyah II Kendari. Pemeriksaan laboratorium dilakukan di Laboratorium Rumah Sakit Aliah II Kendari.
2. Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dari bulan Mei-juli 2020.

C. Sampel Penelitian

1. Sampel penelitian

Sampel penelitian dan unit analisis pada penelitian ini adalah sampel darah HBsAg negatif yang
digunakan sebagai kontrol serta sampel darah pasien HBsAg positif sebesar 10 sampel dari pasien di Rumah
Sakit Aliyah II Kendari. Sampel plasma yang didapat kemudian dilakukan isolasi DNA untuk mendapatkan
DNA template yang akan digunakan pada proses PCR.

D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis data yang dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer meliputi data mengenai hasil pemeriksaan laboratorium
sampel darah yang diuji dengan menggunakan metode PCR dengan melihat hasil positif dan negatif melalui
pita DNA yang dihasilkan dengan menggunakan primer yang telah ditentukan.
2. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pemeriksaan laboratorium melalui teknik PCR serta melihat
pita DNA yang terbentuk pada hasil pemeriksaan sampel darah dengan primer yang telah ditentukan.
3. Instrumen pengumpulan data

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data diantaranya :

a. Kamera handphone untuk dokumentasi.

b. Alat untuk pemeriksaan laboratorium

c. Alat tulis seperti buku, pulpen, pensil.

E. Alat dan Bahan


1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya tabung merah (clot- activator) (30 buah), neraca analitik
(Radwag) (1 buah), gelas kimia (Duran) 500 mL (3 buah), gelas ukur (Iwaki-Pyrex®) 500 mL (1 buah),
Erlenmeyer (Iwaki- Pyrex®) 250 mL (5 buah), hotplate stirrer (Jisico) (1 buah), pipet ukur steril (Iwaki-
Pyrex®) 10 mL (1 buah), oven (Wegnec) (1 buah), kompor (Maspion S300), Biosafety Cabinet (Biobase),
mikropipet (Socorex) 2-20 µl dan 100-1000 µl (1 buah), pinset (1 buah), inkubator (Esco) (1 buah), ball
pipet (d & n ball pipet) (1 buah), mikro tube (Axygen) (10 buah), PCR (Biometra) (1 buah), alat elektroforesis
(Biometra) (1 buah), alat UV Solo (Sientra) (1 buah).
2. Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya adalah sampel serum darah HBsAg positif (10
sampel), media agarose (Affymetrix) (2 gram), blue tip dan yellow tip (10 buah), buffer TAE (Ambient),
Dneasy Blood & Tissue Kit (50) (Qiagen), PBS (Gibco), primer foward (primer 251f) dan primer reverse
(primer 1190r), marker (Biometra), proteinase K (Biometra), loading dye (Biometra), Staining gel (Biometra),
ddH2O (1000 mL).

F. Skema Kerja dan Prosedur Kerja

Berdasarkan panduan penuntun praktikum Diagnostik Molekuler yang disusun oleh tim dosen
praktikum Diagnostik Molekuler Jurusan Analis Kesehatan Stikes Mandala Waluya Kendari yang telah
disesuaikan oleh peneliti :
1. Skema kerja

Sampel
1. darah

Darah di centrifuge

Sel darah merah Plasma

Isolasi DNA

Elektroforesis

Hasil dibaca pada UV


Solo

PCR

Elektroforesis

Hasil pita DNA yang didapat pada HBsAg


Hasil dibaca pada UV
positif dibandingkan dengan marker Solo

Gambar 4. Skema Kerja Penelitian

2. Prosedur kerja

a. Tahap persiapan sampel

1) Dipersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam pengambilan sampel

2) Diambil sampel darah dan ditampung dalam tabung berwarna merah


3) Setelah darah ditampung, darah dicentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm
selama 5 menit
4) Kemudian dipisahkan antara plasma dan sel darah yang terdapat pada tabung

5) Kemudian sampel plasma darah ditampung dalam mikro tube dan diberi label

b. Tahap isolasi DNA

1) Disiapkan mikrotube 1,5 mL

2) Ditambahkan 20 µl proteinase K

3) Ditambahkan 100 µl sampel

4) Ditambahkan 100 µl PBS

5) Ditambahkan 200 µl buffer AL

6) Diinkubasi pada suhu 570C selama 15 menit

7) Ditambahkan etanol 100% dan divortex selama 15-30 detik

8) Dimasukkan kedalam mini coloum spin dan dicentrifuge selama 1 menit


dalam 8000 rpm
9) Filter pada mini coloum spin dipindahkan kedalam tabung baru

10) Ditambahkan 500 µl buffer AW1

11) Dicentrifuge dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit

12) Ditambahkan 500 µl buffer AW2 dan dicentrifuge dengan kecepatan 800 rpm
selama 1 menit
13) Hasil centrifuge diambil filternya dan diletakkan pada mikrotube dengan
ukuran 1,5 mL
14) Ditambahkan 200 µl buffer AE, kemudian diinkubasi selama 1 menit dan
dicentrifuge dengan kecepatan 8000 rpm selama 2 menit

15) Kemudian cairan dapat disimpan dalam suhu -200C, sebelum dilakukan
proses PCR hasil isolasi DNA dielektroforesis terlebih dahulu.

c. Proses pemasukan sampel pada alat elektroforesis

1) Dipipet 5µl marker (100bp) dan 2 µl gel stain dihomogenkan dan dimasukkan
kedalam sumuran gel agarosa 1%
2) Dipipet 3µl loading dye, 2µl gel stain dan dipipet 5µl DNA sampel lalu
keduanya dicampur dan dihomogenkan
3) Dimasukkan sampel ke dalam sumuran

4) Sampel siap di running pada alat elektroforesis

5) Proses running pada alat elektroforesis


6) Ditekan tombol ON pada alat elektroforesis

7) Ditekan tombol mode lalu di setting : MA: 250, voltage: 100, waktu: 45 menit

8) Ditekan tombol start

9) Proses pembacaan hasil elektroforesis

10) Setelah proses elektroforesis selesai, dilakukan tahap pembacaan pada gel doc

11) Ditekan tombol on pada gel doc, lalu masukkan hasil elektoforesis dan tekan
tombol UV dan diambil gambar fragmen DNA yang sudah di elektroforesis
12) Lalu setelah itu dibaca hasilnya

d. Tahap pemeriksaan sampel dengan PCR

1) Prosedur reaksi mix PCR

a) Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan

b) Ditambahkan 40 µl mix PCR ke dalam tabung eppendorf

c) Ditambahkan primer 251F sebanyak 10µl ke dalam tabung eppendorf

d) Ditambahkan primer 1190R sebanyak 10µl ke dalam tabung eppendorf

e) Ditambahkan ddH2O sebanyak 90µl ke dalam tabung eppendorf

f) Di thawing beberapa detik dengan menggunakan spin down

g) Disiapkan 10 tabung eppendorf yang baru dan dipindahkan masing-masing 15


µl hasil reagen yang telah di spin tadi
h) Dimasukkan DNA template sebanyak 5µl pada masing masing eppendorf tadi

i) Dihomogenkan lalu dispin lagi beberapa detik

j) Sampel siap di running pada alat PCR

k) Disiapkan sampel yang akan di running

l) Nyalakan mesin PCR dengan menghubungkan ke stop kontak lalu tekan


tombol ON
m)Dimasukkan sampel ke dalam alat PCR

n) Disetting program PCR pastikan program yang ada sesuai dengan user.
Setelah memastikan usernya sesuai lalu tekan program PCR 1
o) Lalu, setelah muncul tampilan dari program PCR 1 klik menu edit

p) Di dalam menu edit ini ada 6 step tahapan proses PCR, masing masing step di
edit suhu maupun waktunya. Berikut ini tahapan editannya :
q) Pre denaturasi : suhu 950C waktu 15 menit
r) Denaturasi : suhu 950C waktu 1 menit

s) Annealing : suhu 540C waktu 1 menit

t) Elongasi : suhu 720C waktu 2 menit

u) Post elongasi : suhu 720C waktu 7 menit

v) Cycle : 30 siklus

w) Setelah proses setting selesai, ditekan tombol done lalu tekan menu save.

Setelah itu akan muncul tampilan dari program PCR yang sudah disetting tadi,

pastikan ulang bahwa hasil settingan sudah sesuai dengan petunjuk, setelah
semua sesuai lalu tekan tombol start
x) Proses selesainya hasil PCR akan terlihat pada tampilan waktu END.

y) Setelah proses PCR selesai, dilanjutkan dengan proses elektroforesis dan


proses pembacaan pada gel doc.
e. Pembuatan gel agarosa 1%

1) Ditimbang gel agarosa sebanyak 1,5 gram

2) Larutkan gel dalam 150 ml TAE dan panaskan sampai mendidih

3) Dihomogenkan dan masukkan gel pada sumuran yang sudah berisi sisiran
khusus pada alat elektroforesis
4) Didiamkan sampai dingin dan memadat

5) Setelah memadat, diangkat sisirannya, lalu pindahkan kea lat elektoforesis

6) Ditambahkan TAE sampai menutupi gel

7) Proses pemasukan sampel pada alat elektroforesis

8) Dipipet 5µl marker (100bp) dan 2µl gel stain dihomogenkan dan dimasukkan
kedalam sumuran gel agarosa 1%
9) Dipipet 3µl loading dye, 2µl gel stain dan dipipet 5µl DNA sampel lalu
dicampur dan dihomogenkan
10) Dimasukkan sampel ke dalam sumuran

11) Sampel siap di running pada alat elektroforesis

12) Proses running pada alat elektroforesis

13) Ditekan tombol ON pada alat elektroforesis

14) Ditekan tombol mode lalu di setting : MA : 250, voltage : 100, waktu : 45
menit

15) Tekan tombol start


16) Proses pembacaan hasil elektroforesis

17) Setelah proses elektroforesis selesai, dilakukan tahap pembacaan pada gel doc

18) Ditekan tombol on pada gel doc, lalu masukkan hasil elektoforesis dan tekan
tombol UV dan diambil gambar fragmen DNA yang sudah di elektroforesis
19) Lalu setelah itu dibaca hasilnya

G. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Teknik pengolahan data/

Data berupa gambaran hasil pita DNA dengan metode PCR, diolah serta
disajikan dalam bentuk gambar dan diberi narasi.

2. Analisis data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis


deskriptif yaitu hasil pemeriksaan virus hepatitis B pada sampel darah dengan
metode PCR yang dibandingkan dengan teori dan jurnal hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, N., M, Rasool. and T, Afroze. 2005 ‘PCR Based Diagnosis of Hepatitis
B Virus’, Pakistan Journal, 37.
Available at:
https://www.researchgate.net/publication/267384657_PCR_Based_Dia
gno sis_of_Hepatitis_B_Virus.
Ahmad, N. dan Kusnanto, H. 2017 ‘Kejadian Infeksi Hepatitis B Pada Bayi dan
Anak Yang Dilahirkan Oleh Ibu Dengan HBsAg Positif di Kabupaten
Magelang Jawa Tengah Tahun 2014-2016’, Journal of Community
Medicine and Public Health, 33(11), pp. 1057–1064. Available at:
https://media.neliti.com/media/publications/197240-ID-none.pdf.
diakses tanggal 5 Oktober 2018.
Aa, Adeyemi., Oa, Omolade. and Rr, Raheem-ademola. 2013
‘Immunochromatographic Testing Method for Hepatitis B , C in Blood
Donors Antivirals & Antiretrovirals’, Journal of Antivirals &
Antiretrovirals. doi: 10.4172/jaa.S3-005. diakses tanggal 15 Desember
2018.

Annisa. 2012 Isolasi Rna Dan Pengklonaan Gen Tripsin Kation Dari Pankreas
Sapi Ke Escherichia coli DH5α. Universitas Indonesia. Available at:
lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299102-S1656-Isolasi RNA.pdf%0A
%0A. diakses tanggal 22 Desember 2018
Ansari, M. H. K., Omrani, M.-D. D. and Movahedi, V. 2014 ‘Comparative
Evaluation of Immunochromatographic Rapid Diagnostic Tests (Strip
and Device) and PCR Methods for Detection of Human Hepatitis B
Surface Antigens’. Available at: https://www.re
archgate.net/publication/26476769_Comparative_Evaluation_of_Immu
nochromatographic_Rapid_Diagnostic_Tests_Strip_and_Device_and_P
CR_Methods_for_Detection_of_Human_Hepatitis_B_Surface_Antigen
s. diakses tanggal 16 Oktober 2018.
Bratanata, J., Gani, R. A. and Karjadi, T. H. 2015 ‘Proporsi Infeksi Virus
Hepatitis B Tersamar pada Pasien yang Terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus’, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(3),
pp. 126–132. Available at:
http://jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id/index.php/jpdi/article/viewFile/77/7
3. diakses tanggal 10 September 2018.
Cappucino, J.G. & Sherman, N. 2009. 'Manual Laboratorium Mikrobiologi'.
Alih Bahasa: Nur Miftahurrahmah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Chook, J.B., W.L. Teo., Y.F. Ngeow., K.K. Tee., K.P. Ng., R.Mohamed. 2015.
‘Universal primers for detection and sequencing of hepatitis B virus
genomes across genotypes A to G’, Journal of Clinical Microbiology,
53(6): 1831–1835. doi: 10.1128/JCM.03449-14.
Available at:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25788548.
diakses tanggal 29 Desember 2018.
Depkes RI. 2007 ‘Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)’, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia.
Gaffar, Shabarni. 2007. ‘Buku Ajar Bioteknologi Molekul’. Bandung: Jurusan Kimia,
FMIPAUNPAD
Hasdianah, H R. dan Dewi, P. 2014 ‘Virologi Mengenal Virus,
Penyakit dan Pencegahannya’, Yogyakarta: Nuha Medika.
Hadi, M. I., Lina, M. dan Kumalasari, F. 2018 ‘Preventif : Jurnal Kesehatan Masyarakat
HBsAg Screening In Teenagers In Surabaya By Using Rapid Test Skrining Hbsag Pada
Remaja Di Surabaya Dengan Menggunakan Rapid Test’, Jurnal Kesehatan Masyarakat,
9(1), pp. 30–33. Available at: http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Preventif. diakses
tanggal 8 Januari 2019.
Handoyo, D. dan Rudiretna, A. 2006. 'Prinsip umum dan pelaksanaan polymerase chain reaction'.
Unitas. 9 (1). 17–29. Available at: http://repository.ubaya.ac.id/35/1/ART002.pdf
Hasibuan, E. 2015. 'Peranan Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) Terhadap Perkembangan
Ilmu Pengetahuan'. Universitas Sumatera Utara. Available at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/61186/Polymerase. pdf?
sequence=1&isAllowed=y
Hewajuli, D.A. dan Dharmayanti NLPI. 2014. 'Perkembangan Teknologi Reverse Transcriptase-
Polymerase Chain Reaction dalam Mengidentifikasi Genom Avian Influenza dan
Newcastle Diseases'. Wartazoa. 24 (1). 16–29. Available at:
medpub.litbang.pertanian.go.id/index.php/wartazoa/article/download/1022
/1027
Kaneko, S. K, Kobayashi. and R. H, Miller. 1990 ‘Detection of Hepatitis B Virus DNA Using the
Polymerase Chain Reaction Technique’, journal of Clinical Laboratory Analysis, 482, pp.
479–482. Available at: Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2283567.
Kemenkes RI. 2013 ‘Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)’, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia.
Latif, A. A. and Osman, G. 2017 ‘Comparison of three genomic DNA extraction methods to
obtain high DNA quality from maize’, Plant Methods. BioMed Central,. Available at: doi:
10.1186/s13007-016-0152-4. diakses tanggal 2 Juni 2019
Lina, M. R., Dadang, S. and Suhadi, F. 2004 ‘Deteksi Virus Hepatitis B ( VHB ) Dalam Serum
Darah Dengan Teknik Pcr ( Polymerase Chain Reaction )’, Risalah Pertemuan Ilmiah, pp.
131–136. Available at: https://ansn.bapeten.go.id/files/41301/2323.pdf. diakses tanggal 2
September 2018
Murtiyaningsih, H. 2017 ‘Isolasi DNA Genom Dan Identifikasi Kekerabatan Genetik Nanas
Menggunakan Rapd (Random Amplified Polimorfic DNA) 15(1). Available at:
http://jurnal.unmuhjember.ac.id/%0Aindex.php/AGRITROP%0AEISSN. diakses tanggal
11 Desember 2018.
Notoatmodjo, S. 2012. 'Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah'. Edisi
1. Jakarta: Rineka Cipta.
Noviana, R. 2012 Isolasi , Identifikasi Dan Karakterisasi Molekular Virus Hepatitis B Pada Owa
Jawa ( Hylobates Moloch ) Di Indonesia. INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Available at:
https://docplayer.info/64397958- Isolasi-identifikasi-dan-karakterisasi-molekular-virus-
hepatitis-b-pada- owa-jawa-hylobates-moloch-di-indonesia-rachmitasari-noviana.html.
diakses tanggal 15 Desember 2018.
Novitasari, D.A., R., E. & Roslim, D.I. 2014. 'Teknik Isolasi Dan Elektroforesis Dna Total Pada
Kryptopterus Apogon (Bleeker 1851) Dari Sungai Kampar Kiri Dan Tapung Hilir
Kabupaten Kampar Provinsi Riau'. 1 (2).
Nugraha, G. 2015. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar.Jakarta: Trans Info
Media.
Nurhayati, B. 2017 ‘Biologi Sel dan Molekuler’. Jakarta: Indo. Kemkes. BPPSDM
Ratna, A., Bintara, S. H. and Mustikaningtyas, D. 2015 ‘Analisis Proses Pembuatan Tempe
Melalui Cara Produksi Higienis Dan Pendekatan Molekuler’, Life Science.
Tersedia di
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/UnnesJLifeSci/article/view/13183
.Diakses pada 09 Juni 2019.
Rosalina, I. 2012 ‘Hubungan Polimorfisme Gen TLR 9 ( RS5743836 ) dan TLR 2 ( RS3804099
dan RS3804100 ) Dengan Pembentukan Anti-HBS pada Anak Pascavaksinasi Hepatitis B’,
IJAS, 2, pp. 123–127. Available at:
jurnal.unpad.ac.id/ijas/article/download/2746/2382%0A%0A. diakses tanggal 5 Januari
2019.
Siregar, F. A. 2007 ‘Hepatitis B Ditinjau dari Kesehatan Masyarakat dan Upaya Pencegahan’,
Library USU, pp. 1–8. Available at: http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-fazidah.pdf.
diakses tanggal 5 Januari 2019
Song, J. E. and Kim, D. Y. 2016 ‘Diagnosis of hepatitis B’, Annals of Translational Medicine,
4(18). doi: 10.21037/atm.2016.09.11. diakses tanggal 21 Januari 2019
Srividya, A.R., H. Taakore, D. Tyagi, P. Majumdar, James, V. Varthan., P. Jenish and L. Krunal.
2012 'isolation, Quantification And Purity Estimation Of DNA From Various
Sources'. Available at:
https://www.researchgate.net/publication/236347229_ISOLATION_QUA
NTIFICATION_AND_PURITY_ESTIMATION_OF_DNA_FROM_VAR
IOUS_SOURCES. diakses tanggal 7 Juni 2019.
Suryani, U. and Setiawaty, V. 2015 ‘Metode Nucleic Acid Test untuk Uji Saring Virus Hepatitis B
pada Darah Donor dengan Hepatitis B Occult’, Jurnal
Biotek Medisiana Indonesia, 4, pp. 51–58. Available at:
https://www.researchgate.net/publication/312956839_Metode_Nucleic_Ac
id_Test_untuk_Uji_Saring_Virus_Hepatitis_B_pada_Darah_Donor_denga
n_Hepatitis_B_Occult. diakses tanggal 5 Desember 2018.
Wijayanti, I. B. 2016 ‘Efektivitas HBsAg – Rapid Screening Test’, KesMaDaSka, 7(1),
pp. 29–34. Available at:
http://jurnal.stikeskusumahusada.ac.id/index.php/JK/article/view/140. diakses tanggal 15
Oktober 2018
Winata, A. 2017 ‘Identifikasi Hasil Hepatitis B Surface Antigen (HBsAg) pada Perawat yang
Bekerja di Ruang Infeksi Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara’,
Politeknik Kesehatan Kendari. Available at: http://repository.poltekkes-
kdi.ac.id/261/1/KTI ARYA WINATA.pdf. diakses tanggal 12 Desember 2018
Yusuf, K.Z. 2016 ‘Polymerase Chain Reaction (PCR)’, Jurnal Saintek, 5(6). Available at:
repository.ung.ac.id/get/simlit_res/1/355/Polymerase-Chain- Reaction-PCR.pdf%0A%0A.
diakses tanggal 5 Januari 2019
Yuwono, T. 2005. Biologi Molekular. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai