Anda di halaman 1dari 26

Nama : NURHAYATI

Kelas : X TKJ II

BIOGRAFI JENDRAL SUDIRMAN

Nama : Raden Soedirman


Dikenal : Jenderal Besar Sudirman
Lahir : Purbalingga, Jawa Tengah, 24 Januari 1916
Wafat : Magelang, Jawa Tengah, 29 Januari 1950
Orang Tua : Karsid Kartawiraji (ayah), Siyem (ibu)
Saudara : Muhammad Samingan
Istri : Alfiah
Anak : Didi Sutjiati, Didi Pudjiati, Taufik Effendi, Titi Wahjuti Satyaningrum, Didi
Praptiastuti, Muhammad Teguh Bambang Tjahjadi, Ahmad Tidarwono

Biografi Jenderal Sudirman


Jenderal Besar Sudirman ini lahir di Bodas Karangjati, Rembang, Purbalingga, 24 Januari
1916. Ayahnya bernama Karsid Kartawiuraji dan ibunya bernama Siyem. Namun ia lebih
banyak tinggal bersama pamannya yang bernama Raden Cokrosunaryo yang merupakan
seorang camat setelah diadopsi. Ayah dan Ibu Sudirman merelakan anaknya diadopsi oleh
pamannya karena kondisi keuangan pamannya lebih baik daripada orang tua Sudirman sehingga
mereka ingin yang terbaik buat anaknya.

Masa Kecil
Di usia tujuh tahun, Sudirman masuk di HIS (hollandsch inlandsche school) atau sekolah
pribumi. ia kemudian pindah ke sekolah milik Taman Siswa pada tahun ketujuhnya
bersekolah.
Tahun berikutnya ia pindah ke Sekolah Wirotomo disebabkan sekolah milik taman siswa
dianggap sebagai sekolah liar oleh pemerintah Belanda.
Sudirman diketahui sangat taat dalam beragama. ia mempelajari keislaman dibawah
bimbingan Raden Muhammad Kholil. Teman-teman Sudirman bahkan menjulukinya sebagai
‘Haji’. Ia sering berceramah dan rajin dalam belajar.
Di tahun 1934, pamannya Cokrosunaryo wafat. Hal ini menjadi pukulan berat bagi Sudirman.
Ia dan keluarganya jatuh miskin. Meskipun begitu ia diperbolehkan tetap bersekolah tanpa
membayar uang sekolah hingga ia tamat menurut Biografi Jenderal Sudirman yang ditulis
oleh Sardiman (2008).
Di Wirotomo pula, Sudirman ikut mendirikan organisasi islam bernama Hizbul Wathan milik
Muhammadiyah. Beliau juga menjadi pemimpin organisasi tersebut pada cabang Cilacap
setelah lulus dari Wirotomo.
Kemampuannya dalam memimpin dan berorganisasi serta ketaatan dalam Islam menjadikan
ia dihormati oleh masyarakat. Jenderal Sudirman merupakan salah satu tokoh besar di antara
sedikit orang lainnya yang pernah dilahirkan oleh suatu revolusi. Saat usianya masih 31 tahun
ia sudah menjadi seorang jenderal.
Setelah lulus, ia kembali belajar di Kweekschool, sekolah khusus calon guru milik
Muhammadiyah pada zaman Hindia Belanda. namun berhenti karena kekurangan biaya.
Sudirman kembali ke Cilacap dan mulai mengajar di sekolah dasar Muhammadiyah. Disini
pula ia bertemu dengan Alfiah, temannya sewaktu sekolah yang kemudian mereka menikah.
Di Cilacap, Sudirman tinggal di rumah mertuanya yang bernama Raden Sostroatmodjo
seorang pengusaha batik kaya. Selama mengajar di sekolah tersebut, beliau juga aktif dalam
perkumpulan organisasi pemuda Muhammadiayah.
Setelah Jepang berhasil menduduki Indonesia pada tahun 1942. Perubahan kekuasaan mulai
terlihat. Jepang menutup sekoalh tempat Sudirman mengajar dan mengalihfungsikannya
menjadi pos militer. Meskipun begitu Sudirman melakukan negosiasi dengan Militer Jepang.
Ia kemudian diizinkan kembali mengajar walapun kala itu perlengkapannya sangat dibatasi.
Di tahun 1944, Sudirman menjabat perwakilan di dewan karesidenan yang dibentuk oleh
Jepang. Dan tak lama kemudian Sudirman diminta untuk bergabung dalam tentara PETA
(Pembela Tanah Air) oleh Jepang.

Masuk di Militer
Ketika pendudukan Jepang, ia masuk tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor yang begitu
tamat pendidikan, langsung menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Menjadi Panglima Divisi
V/Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima Angkatan
Perang Republik Indonesia (Panglima TNI). Ia merupakan Pahlawan Pembela Kemerdekaan
yang tidak perduli pada keadaan dirinya sendiri demi mempertahankan Republik Indonesia
yang dicintainya. Ia tercatat sebagai Panglima sekaligus Jenderal pertama dan termuda
Republik ini. Setelah bom atiom di Hiroshima dan Nagasaki dijatuhkan, kekuatan militer
Jepang di Indonesia mulai melemah. Sudirman yang ketika itu ditahan di Bogor mulai
memimpin kawan-kawannya untuk melakukan pelarian.
Sudirman sendiri pergi ke Jakarta dan bertemu dengan Soekarno dan Mohammad Hatta.
Kedua proklamator tersebut meminta Sudirman memimpin pasukan melawan Jepang di
Jakarta. Namun ditolak oleh Sudirman. Ia memilih memimpin pasukannya di Kroya pada
tahun 19 agustus 1945.

Diangkat Sebagai Panglima TKR


Pada tanggal 12 November 1945, Sudirman yang kala itu berumur 29 tahun terpilih sebagai
pemimpin TKR. Sudirman kemudian dipromosikan sebagai seorang Jenderal. Ia juga
menunjuk Urip Sumoharjo sebagai kepala staf TKR. Walaupun begitu ia ketika itu belum
secara resmi dilantik oleh Presiden Soekarno sebagai Kepala TKR.

Agresi Militer Belanda


Ketika pasukan sekutu datang ke Indonesia dengan alasan untuk melucuti tentara Jepang,
ternyata tentara Belanda ikut dibonceng.
Karenanya, TKR akhirnya terlibat pertempuran dengan tentara sekutu. Demikianlah pada
Desember 1945, pasukan TKR yang dipimpin oleh Sudirman terlibat pertempuran melawan
tentara Inggris di Ambarawa.
Dan pada tanggal 12 Desember tahun yang sama, dilancarkanlah serangan serentak terhadap
semua kedudukan Inggris. Pertempuran yang berkobar selama lima hari itu akhirnya
memaksa pasukan Inggris mengundurkan diri ke Semarang.
Pada saat pasukan Belanda kembali melakukan agresinya atau yang lebih dikenal dengan
Agresi Militer II Belanda, Ibukota Negara RI berada di Yogyakarta sebab Kota Jakarta
sebelumnya sudah dikuasai.
Jenderal Sudirman yang saat itu berada di Yogyakarta sedang sakit. Keadaannya sangat
lemah akibat paru-parunya yang hanya tingggal satu yang berfungsi.
Dalam Agresi Militer II Belanda itu, Yogyakarta pun kemudian berhasil dikuasai Belanda.
Bung Karno dan Bung Hatta serta beberapa anggota kabinet juga sudah ditawan. Melihat
keadaan itu, walaupun Presiden Soekarno sebelumnya telah menganjurkannya untuk tetap
tinggal dalam kota untuk melakukan perawatan.
Melakukan Perang Gerilya
Maka dengan ditandu, ia berangkat memimpin pasukan untuk melakukan perang gerilya.
Kurang lebih selama tujuh bulan ia berpindah-pindah dari hutan yang satu ke hutan yang lain,
dari gunung ke gunung dalam keadaan sakit dan lemah sekali sementara obat juga hampir-
hampir tidak ada.
Tapi kepada pasukannya ia selalu memberi semangat dan petunjuk seakan dia sendiri tidak
merasakan penyakitnya. Namun akhirnya ia harus pulang dari medan gerilya, ia tidak bisa
lagi memimpin Angkatan Perang secara langsung, tapi pemikirannya selalu dibutuhkan.
Jenderal Sudirman Wafat
Penyakit TBC yang menggerogoti Jenderal Sudirman kala itu kian parah. Beliau rajin
memeriksakan diri di rumah sakit Panti Rapih. Disaat itu juga, Indonesia sedang dalam
negoasiasi dengan Belanda menuntuk pengakuan kedaulatan Indonesia.
Jenderal Sudirman kala itu jarang tampil karena sedang dirawat di Sanatorium diwilayah
Pakem dan kemudian pindah ke Magelang pada bulan desember 1949.
Belanda kemudian mengakui kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 desember 1949 melalui
Republik Indonesia Serikat. Jenderal Sudirman saat itu juga diangkat sebagai Panglima Besar
TNI.
Menurut biografi jenderal Sudirman, Diketahui setelah berjuang keras melawan penyakitnya,
Pada tangal 29 Januari 1950, Panglima Besar Sudirman wafat di Magelang. Pemakamannya
ke Yogyakarta diiringi oleh konvoi empat tank serta 80 kendaraan bermotor.
Masyarakat kala itu tumpah ruah ke jalan memberikan -penghormatan terakhir ke Panglima
Sudirman. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Pemakamannya dilakukan dengan prosesi militer. Beliau dimakamkan disamping makam
jenderal urip  Sumoharjo. Jenderal Sudirman kemudian dinobatkan sebagai Pahlawan
Pembela Kemerdekaan.
Jabatan di Militer:
 Panglima Besar TKR/TNI, dengan pangkat Jenderal Besar Bintang Lima
 Panglima Divisi V/Banyumas, dengan pangkat Kolonel
 Komandan Batalyon di Kroya
Nama : WIDYA AMEL LINDA
Kelas : X TKJ II

BIOGRAFI SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY)

Nama : Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono


Lahir : Pacitan, Jawa Timur, 9 September 1949
Orang Tua : R. Soekotjo (ayah), Sitti Habibah (ibu)
Istri : Kristiani Herrawati.
Anak : Agus Harimurti Yudhoyono,
Edhie Baskoro Yudhoyono.
Agama : Islam.

Susilo Bambang Yudhoyono atau yang akrab


disapa SBY ini lahir di Pacitan, Jawa Timur 9 September
1949. Istrinya bernama Kristiani Herawati atau dikenal
dengan nama Ani Yudhoyono. Ia merupakan putri ketiga almarhum Jenderal (Purn) Sarwo
Edhi Wibowo.
Pensiunan jenderal berbintang empat ini adalah anak tunggal dari pasangan R. Soekotjo dan
Sitti Habibah. Darah prajurit menurun dari ayahnya yang pensiun sebagai Letnan Satu.
Sementara ibunya, Sitti Habibah, putri salah seorang pendiri Ponpes Tremas. Dari
pernikahannya dengan Ani Yudhoyono, SBY dikaruniai dua orang putra yakni Agus
Harimurti Yudhoyono, lulusan terbaik SMA Taruna Nusantara Magelang yang mengikuti dan
menyamai jejak dan prestasi SBY di dalam militer. Agus Harimurti juga lulus dari Akmil
tahun 2000 dengan meraih penghargaan Bintang Adhi Makayasa kemudian putra kedua yaitu
Edhie Baskoro Yudhoyono yang merupakan lulusan Nanyang Technological University di
bidang Ekonomi dan bekecimpung di dunia politik.

Masa Kecil
Pendidikan SR adalah pijakan masa depan paling menentukan dalam diri SBY. Ketika duduk
di bangku kelas lima, beliau untuk pertamakali kenal dan akrab dengan nama Akademi
Militer Nasional (AMN), Magelang, Jawa Tengah. Di kemudian hari AMN berubah nama
menjadi Akabri. SBY masuk SMP Negeri Pacitan, terletak di selatan alun-alun. Ini adalah
sekolah idola bagi anak-anak Kota Pacitan.
Mewarisi sikap ayahnya yang berdisiplin keras, SBY berjuang untuk mewujudkan cita-cita
masa kecilnya menjadi tentara dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (Akabri) setelah lulus SMA akhir tahun 1968. Namun, lantaran terlambat
mendaftar, SBY tidak langsung masuk Akabri. Maka SBY pun sempat menjadi mahasiswa
Teknik Mesin Institut 10 November Surabaya (ITS).

Masuk Militer
Namun kemudian, SBY justru memilih masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama
(PGSLP) di Malang, Jawa Timur. Sewaktu belajar di PGSLP Malang itu, beliau
mempersiapkan diri untuk masuk Akabri. Tahun 1970, akhirnya masuk Akabri di Magelang,
Jawa Tengah, setelah lulus ujian penerimaan akhir di Bandung.
Biografi Susilo Bambang Yudhoyono diketahui bahwa SBY satu angkatan dengan Agus
Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu, dan Prabowo Subianto. Semasa pendidikan, SBY
yang mendapat julukan Jerapah, sangat menonjol. Terbukti, belaiu meraih predikat lulusan
terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan lencana Adhi Makasaya.
Pendidikan militernya dilanjutkan di Airborne and Ranger Course di Fort Benning, Georgia,
AS (1976), Infantry Officer Advanced Course di Fort Benning, Georgia, AS (1982-1983)
dengan meraih honor graduate, Jungle Warfare Training di Panama (1983).
Kemudian Anti Tank Weapon Course di Belgia dan Jerman (1984), Kursus Komandan
Batalyon di Bandung (1985), Seskoad di Bandung (1988-1989) dan Command and General
Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, AS (1990-1991).
Gelar MA diperoleh dari Webster University AS. Perjalanan karier militernya, dimulai
dengan memangku jabatan sebagai Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (Komandan
Peleton III di Kompi Senapan A, Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Kostrad)
tahun 1974-1976, membawahi langsung sekitar 30 prajurit.

Pengalaman Militer
Batalyon Linud 330 merupakan salah satu dari tiga batalyon di Brigade Infantri Lintas Udara
17 Kujang I/Kostrad, yang memiliki nama harum dalam berbagai operasi militer.
Ketiga batalyon itu ialah Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Batalyon Infantri
Lintas Udara 328/Dirgahayu, dan Batalyon Infantri Lintas Udara 305/Tengkorak.
Kefasihan berbahasa Inggris, membuatnya terpilih mengikuti pendidikan lintas udara
(airborne) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan Darat
Amerika Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975.
Kemudian sekembali ke tanah air, SBY memangku jabatan Komandan Peleton II Kompi A
Batalyon Linud 305/Tengkorak (Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun 1976-1977. Beliau
pun memimpin Pleton ini bertempur di Timor Timur. Sepulang dari Timor Timur, SBY
menjadi Komandan Peleton Mortir 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977). Setelah itu, beliau
ditempatkan sebagai Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978), Dan
Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981), dan Paban Muda Sops SUAD (1981-1982).
Ketika bertugas di Mabes TNI-AD, itu SBY kembali mendapat kesempatan sekolah ke
Amerika Serikat. Dari tahun 1982 hingga 1983, beliau mengikuti Infantry Officer Advanced
Course, Fort Benning, AS, 1982-1983 sekaligus praktek kerja-On the job training di 82-nd
Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983. Kemudian mengikuti Jungle Warfare School,
Panama, 1983 dan Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984, serta Kursus
Komando Batalyon, 1985. Pada saat bersamaan SBY menjabat Komandan Sekolah Pelatih
Infanteri (1983-1985) Lalu beliau dipercaya menjabat Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana
(1986-1988) dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988), sebelum mengikuti
pendidikan di Sekolah Staf dan Komando TNI-AD (Seskoad) di Bandung dan keluar sebagai
lulusan terbaik Seskoad 1989. SBY pun sempat menjadi Dosen Seskoad (1989-1992), dan
ditempatkan di Dinas Penerangan TNI-AD (Dispenad) dengan tugas antara lain membuat
naskah pidato KSAD Jenderal Edi Sudradjat.
Lalu ketika Edi Sudradjat menjabat Panglima ABRI, beliau ditarik ke Mabes ABRI untuk
menjadi Koordinator Staf Pribadi (Korspri) Pangab Jenderal Edi Sudradjat (1993).
Lalu, beliau kembali bertugas di satuan tempur, diangkat menjadi Komandan Brigade Infantri
Lintas Udara (Dan Brigif Linud) 17 Kujang I/Kostrad (1993-1994) bersama dengan Letkol
Riyamizard Ryacudu. Kemudian menjabat Asops Kodam Jaya (1994-1995) dan Danrem
072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995). Tak lama kemudian, SBY dipercaya bertugas
ke Bosnia Herzegovina untuk menjadi perwira PBB (1995).
Beliau menjabat sebagai Kepala Pengamat Militer PBB (Chief Military Observer United
Nation Protection Force) yang bertugas mengawasi genjatan senjata di bekas negara
Yugoslavia berdasarkan kesepakatan Dayton, AS antara Serbia, Kroasia dan Bosnia
Herzegovina. Setelah kembali dari Bosnia, beliau diangkat menjadi Kepala Staf Kodam Jaya
(1996). Kemudian menjabat Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997) sekaligus Ketua
Bakorstanasda dan Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998) sebelum
menjabat Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999).
Terjun Ke Dunia Politik
Sementara, langkah karir politiknya dimulai tanggal 27 Januari 2000, saat memutuskan untuk
pensiun lebih dini dari militer ketika dipercaya menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan
Energi pada pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid. Tak lama kemudian, SBY pun
terpaksa meninggalkan posisinya sebagai Mentamben karena Gus Dur memintanya menjabat
Menkopolsoskam. Pada tanggal 10 Agustus 2001, Presiden Megawati mempercayai dan
melantiknya menjadi Menko Polkam Kabinet Gotong-Royong. Tetapi pada 11 Maret 2004,
beliau memilih mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam.
Langkah pengunduran diri ini membuatnya lebih leluasa menjalankan hak politik yang akan
mengantarkannya ke kursi puncak kepemimpinan nasional.

Menjadi Presiden Indonesia Keenam


Dan akhirnya, pada pemilu Presiden langsung putaran kedua 20 September 2004, SBY yang
berpasangan dengan Jusuf Kalla meraih kepercayaan mayoritas rakyat Indonesia dengan
perolehan suara di attas 60 persen. Dan pada tanggal 20 Oktober 2004 beliau dilantik menjadi
Presiden RI ke-6.
Kemudian setelah akhir jabatannya pada tahun 2009, ia kemudian mengumumkan akan maju
lagi sebagai calon presiden dengan yang didampingi oleh Boediono sebagai Cawapres yang
diusung oleh partai Demokrat.
Setelah pemilihan umum pada tahun 2009, SBY kemudian terpilih untuk kedua kalinya
sebagai presiden dengan masa jabatan 2009 hingga 2014 bersama Boediono sebagai wakil
presiden.

Pendidikan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)


 Akademi Angkatan Bersenjata RI (Akabri) tahun 1973
 American Language Course, Lackland, Texas AS, 1976
 Airbone and Ranger Course, Fort Benning , AS, 1976
 Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983
 On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983
 Jungle Warfare School, Panama, 1983
 Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984
 Kursus Komando Batalyon, 1985
 Sekolah Komando Angkatan Darat, 1988-1989
 Command and General Staff College, Fort Leavenwort, Kansas, AS
 Master of Art (MA) dari Management Webster University, Missouri, AS
arier Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
 Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (1974-1976)
 Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad (1976-1977)
 Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977)
 Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978)
 Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981)
 Paban Muda Sops SUAD (1981-1982)
 Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
 Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988)
 Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988)
 Dosen Seskoad (1989-1992)
 Korspri Pangab (1993)
 Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994)
 Asops Kodam Jaya (1994-1995)
 Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995)
 Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia-Herzegovina
(sejak awal November 1995)
 Kasdam Jaya (1996-hanya lima bulan)
 Pangdam II/Sriwijaya (1996-) sekaligus Ketua Bakorstanasda
 Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998)
 Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI (1998-1999)
 Mentamben (sejak 26 Oktober 1999)
 Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid)
 Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Sukarnopotri) mengundurkan diri
11 Maret 2004
 Penugasan : Operasi Timor Timur 1979-1980 dan 1986-1988
 Presiden Republik Indonesia Dua periode  2004-2014

Penghargaan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)


 Adi Makayasa (lulusan terbaik Akabri 1973)
 Tri Sakti Wiratama (Prestasi Tertinggi Gabungan Mental Fisik, dan Intelek), 1973
 Satya Lencana Seroja, 1976
 Honorour Graduated IOAC, USA, 1983
 Satya Lencana Dwija Sista, 1985
 Lulusan terbaik Seskoad Susreg XXVI, 1989
 Dosen Terbaik Seskoad, 1989
 Satya Lencana Santi Dharma, 1996
 Satya Lencana United Nations Peacekeeping Force (UNPF), 1996
 Satya Lencana United Nations Transitional Authority in Eastern Slavonia, Baranja,
and Western Sirmium (UNTAES), 1996
 Bintang Kartika Eka Paksi Nararya, 1998
 Bintang Yudha Dharma Nararya, 1998
 Wing Penerbang TNI-AU, 1998
 Wing Kapal Selam TNI-AL, 1998
 Bintang Kartika Eka Paksi Pratama, 1999
 Bintang Yudha Dharma Pratama, 1999
 Bintang Dharma, 1999
 Bintang Maha Putera Utama, 1999
 Tokoh Berbahasa Lisan Terbaik, 2003
 Bintang Asia (Star of Asia) dari BusinessWeek, 2005
 Bintang Kehormatan Darjah Kerabat Laila Utama dari Sultan Brunei
 Doktor Honoris Causa dari Universitas Keio, 2006.
Nama :
Kelas :

BIOGRAFI PANGERAN DIPONEGORO

Bendara Pangeran Harya Dipanegara (lebih dikenal dengan nama Diponegoro, lahir di
Ngayogyakarta Hadiningrat, 11 November 1785 – meninggal di Makassar, Hindia Belanda, 8
Januari 1855 pada umur 69 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional Republik
Indonesia. Pangeran Diponegoro terkenal karena memimpin Perang Diponegoro/Perang Jawa
(1825-1830) melawan pemerintah Hindia Belanda. Perang tersebut tercatat sebagai perang
dengan korban paling besar dalam sejarah Indonesia.

PERANG DIPONEGORO
Perang Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang patok di tanah milik
Diponegoro di desa Tegalrejo. Saat itu, ia memang sudah muak dengan kelakuan Belanda
yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan
pembebanan pajak.
Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan
rakyat. Atas saran GPH Mangkubumi, pamannya, Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo,
dan membuat markas di sebuah gua yang bernama Gua Selarong. Saat itu, Diponegoro
menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir.
Semangat “perang sabil” yang dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh luas hingga ke
wilayah Pacitan dan Kedu. Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut
bergabung dengan pasukan Diponegoro di Gua Selarong. Perjuangan Pangeran Diponegoro
ini didukung oleh Sunan Pakubuwana VI dan Raden Tumenggung Prawiradigdaya Bupati
Gagatan.
Selama perang ini kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta
gulden.
Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Diponegoro. Bahkan sayembara
pun dipergunakan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap
Diponegoro, hingga akhirnya ditangkap pada 1830.
Di Makassar, Pangeran Diponegoro berada dalam Benteng Rotterdam dengan ditemani
istrinya, Raden Ayu Retnoningsih. Di sana ia menjalani hari-harinya hingga ajal menjemput.
Menjelang Revolusi Perancis, 1848, sebuah Koran Perancis memuat kehidupannya di
pengasingan.
“Dikurung di antara empat dinding tembok suatu benteng kecil, terpisah dari
keluarganya, diawasi dengan ketat, tak diizinkan menulis surat baik kepada Gubernur-
Jenderal, maupun kepada orang lain, diperlakukan selama delapan belas tahun terakhir ini
dengan cara-cara yang keras dan kejam yang tidak layak dilakukan oleh negeri ini.
Pangeran Diponegoro meninggal dalam usia 69 tahun, pada tanggal 8 Januari 1855. Ia
dimakamkan di Makassar, tepatnya di Jalan Diponegoro, Kelurahan Melayu, Kecamatan
Wajo, sekitar empat kilometer sebelah utara pusat Kota Makassar.

Penghargaan atas jasa Diponegoro dalam melawan penjajahan antara lain.


 Penggunaan nama tempat dengan menggunakan namanya. Nama-nama tempat yang
menggunakan namanya antara lain Stadion Diponegoro, Jalan Diponegoro,
Universitas Diponegoro, Kodam IV Diponegoro.
 Mata uang kertas IDR 1000 bergambar Diponegoro, diterbitkan tahun 1952 setelah
kemerdekaan.
 Mata uang kertas IDR 100 bergambar Diponegara, diterbitkan tahun 1975 setelah
kemerdekaan.
 Pemerintah Republik Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Sukarno pada
tanggal 8 Januari tahun 1955 pernah menyelenggarakan Haul Nasional memperingati
100 tahun wafatnya Pangeran Diponegoro.
 Pengakuan sebagai Pahlawan Nasional diperoleh Pangeran Diponegoro pada tanggal
6 November 1973 melalui Keppres No.87/TK/1973.
 Pada 21 Juni 2013 Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya
(UNESCO) menetapkan Babad Diponegoro sebagai Warisan Ingatan Dunia (Memory
of the World). Babad Diponegoro merupakan naskah klasik yang dibuat sendiri oleh
Pangeran Diponegoro ketika diasingkan di Manado, Sulawesi Utara, pada 1832-1833.
Babad ini bercerita mengenai kisah hidup Pangeran Diponegoro.

Nama :
Kelas :

BIOGRAFI KI HAJAR DEWANTARA

Nama Lengkap : Raden Mas Soewardi Soerjaningrat


Nama Panggilan : Ki Hadjar Dewantara
Lahir : Yogyakarta, 2 Mei 1889
Wafat : Yogyakarta, 26 April 1959
Agama : Islam
Orang Tua : Pangeran Soerjaningrat (Ayah), Raden Ayu Sandiah (ibu)
Saudara : Soerjopranoto
Istri : Nyi Sutartinah
Anak : Ratih Tarbiyah, Syailendra Wijaya, Bambang Sokawati Dewantara,
Asti Wandansari, Subroto Aria Mataram. Sudiro Alimurtolo.

Ki Hajar Dewantara lebih dikenal sebagai Bapak pendidikan Indonesia merupakan Pendiri


perguruan Taman Siswa Sekarang dikenal sebagai pahlawan nasional . Nama asli ki hajar
dewantara adalah Raden Mas suwardi suryaningrat. Beliau merupakan keturunan dari keraton
Yogyakarta. Pada umur 40 tahun, beliau merubah namanya menjadi Ki Hajar Dewantara.
Beliau tidak memakai gelar nama kebangsaannya lagi dikarenakan beliau ingin lebih dekat
dengan layar secara fisik maupun hatinya. Biografi Ki hajar dewantara memang penuh
pengabdian kepada Indonesia. Sudah banyak sekali hal bermanfaat yang dilakukan oleh
beliau.
Ki hajar dewantara bersekolah di ELS yang dulu merupakan sekolah dasar Belanda.
Selanjutnya beliau juga melanjutkan sekolah di STOVIA yang merupakan sekolah dokter
untuk bumiputera. Tetapi selama sekolah di Stovia beliau tidak sampai tamat dikarenakan
sakit. Hal ini juga banyak diceritakan disemua buku biografi Ki Hajar Dewantoro. Beliau
juga pernah bekerja menjadi wartawan diberbagai media cetak terkenal pada masa itu. Seperti
mideen java, sedyotomo, De ekpress, kaoem moeda, poesara, oetoesan hindia, dan tjahaja
timoer. Tulisan beliau diberbagai media tersebut sangat komunikatif dan juga kritis, sehingga
dapat meningkatkan semangat rakyat pada masa itu.
Ketika membahas tentang biografi Ki hajar dewantara memang tidak pernah ada habisnya.
Ada banyak sekali hal yang harus kita banggakan untuk beliau. Pada tahun 1908 beliau aktif
sebagai pengurus di organisasi boedi oetomo. Selanjutnya beliau juga membuat organisasi
sendiri bersama Douwes Dekker atau lebih dikenal dengan Dr. Danudirdja Setya Budhi dan
Dr Cipto Mangoekoesoemo mendirikan sebuah organisasi yang bernama Indische Partij pada
tanggal 25 desember tahun 1912. Organisasi ini merupakan partai politik pertama di
Indonesia yang beraliran nasionalisme untuk mencapai Indonesia merdeka. Ketika ingin
mendaftarkan partai ini, mereka di tolak oleh Belanda, karena dianggap menumbuhkan
nasionalisme pada rakyat.
Dengan ditolaknya partai tersebut, mereka akhirnya komite boemi poetra yang digunakan
untuk membuat kritik ke pemerintahan Belanda. Mereka menulis berbagai kritikan untuk
pemeritahan Belanda yang dimuat di surat kabar De ekpress yang pemiliknya pada saat out
adalah Douwe Dekker. Dalam tulisan tersebut mereka mengatakan bahwa tidak mungkin
merayakan kemerdekaan, di Negara yang sudah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Karena
tulisannya itu beliau di buang ke pulau Bangka, sebagai hukuman pengasingannya oleh
pemerintahan Belanda. Cerita ini banyak ditemukan di buku-buku biografi ki hajar
dewantara.
Setelah pulang dari pengasingan dan sempat melakukan perjalanan ke Belanda. Beliau
akhirnya mendirikan taman siswa. Selama pendirian taman siswa ini banyak sekali tantangan
dan halangan dari pihak pemerintahan Belanda. Dengan segala kegigihannya, akhirnya taman
siswa mendapatkan ijin berdirinya. Setelah masa kemerdekaan, beliau menjabat sebagai
menteri pendidikan dan kebudayaan. Jika kalian mengunjungi Yogyakarta, anda bisa
mengunjungi museum yang didedikasikan untuk ki hajar dewantara. Sekian artikel tentang
biografi Ki Hjar Dewantara, semoga dapat memberikan informasi untuk anda.
PENGHARGAAN
 Gelar doktor kehormatan (Doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari Universitas Gadjah
Mada
 Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan hari kelahirannya dijadikan Hari
Pendidikan Nasional (Surat Keputusan Presiden RI no. 305 tahun 1959, tanggal 28
November 1959
Seperti itulah ulasan Biografi Ki Hajar Dewantara salah satu tokoh pahlawan nasional
Indonesia dari Yogyakarta yang sempat BiografiPahlawan.com bagikan kepada pembaca.
Semoga dengan hadirnya biografi diatas dapat membantu pembaca dalam mengenal lebih
dalam sosok Ki Hajar Dewantara.
Dalam kabinet pertama Republik Indonesia, KHD diangkat menjadi Menteri Pengajaran
Indonesia (posnya disebut sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan) yang
pertama. Pada tahun 1957 ia mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa,
Dr.H.C.) dari universitas tertua Indonesia, Universitas Gadjah Mada. Atas jasa-jasanya dalam
merintis pendidikan umum, ia dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan
hari kelahirannya dijadikan Hari Pendidikan Nasional (Surat Keputusan Presiden RI no. 305
tahun 1959, tanggal 28 November 1959).
 
Pesan tersebut kini dapat dilihat pada Museum Sumpah Pemuda di JI. Kramat
Raya, Jakarta.
“Aku hanya orang biasa yang bekerja untuk bangsa lndonesia dengan cara Indonesia. Namun,
yang penting untuk kalian yakini, sesaat pun aku tak pernah mengkhianati tanah air dan
bangsaku, lahir maupun batin aku tak pernah mengkorup kekayaan negara.”
Ia meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 26 April 1959 dan dimakamkan di Taman Wijaya
Brata.

Nama :
Kelas :

BIOGRAFI SULTAN HASANUDDIN

Nama : Sultan Hasanuddin


Nama Lain : I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe
Julukan : Ayam Jantan Dari Timur
Lahir : Makassar, 12 Januari 1631
Wafat : Makassar, 12 Juni 1670
Orang Tua : Sultan Malikussaid (ayah), I Sabbe To’mo Lakuntu (ibu)
Saudara : Patimang Daeng Nisaking Karaeng Bonto Je’ne, Karaeng Bonto Majanang,
Karaeng Tololo
Istri : I Bate Daeng Tommi, I Mami Daeng Sangnging, I Daeng Talele dan
I Hatijah I Lo’mo Tobo
Anak : Karaeng Galesong, Sultan Amir Hamzah, Sultan Muhammad Ali.

Sultan Hasanuddin merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia yang lahir di
Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 – meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 12
Juni 1670 pada umur 39 tahun.
Sultan Hasanuddin merupakan Raja Gowa ke-15 dan terlahir dengan nama I
Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape sebagai nama
pemberian dari Qadi Islam Kesultanan Gowa yakni Syeikh Sayyid Jalaludin bin Muhammad
Bafaqih Al-Aidid, seorang mursyid tarekat Baharunnur Baalwy Sulawesi Selatan sekaligus
guru tarekat dari Syeikh Yusuf dan Sultan Hasanuddin.
Setelah menaiki Tahta sebagai Sultan, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin
Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja.
Karena keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda yang artinya
Ayam Jantan/Jago dari Timur. Ia dimakamkan di Katangka, Kabupaten Gowa. Ia diangkat
sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6
November 1973.
Pada tahun 1660 mulailah peperangan antara kerajaan Gowa dengan pemerintahan
VOC. Pada saat itu pemerintahan Belanda dibantu oleh kerajaan bone yang sudah ditaklukan
oleh Belanda. Pada saat peperangan raja dari kerajaan bone wafat dalam pertempuran.
Akhirnya peperangan itu berakhir damai tetapi tak berlangsung lama sultan hasanuddin
melawan kembali pemerintahan Belanda karena merasa dirugikan. Beliau akhirnya mencuri 2
kapal milik Belanda yaitu kapal Leeuwin dan De walfis. Ini banyak diceritakan di cerita
tentang biografi sultan hasanuddin.
Belanda marah besar dan akhirnya mengirim pasukan yang lebih banyak ke kerajaan
gowa. Pertempuran tersebut dipimpin oleh panglima Belanda yang bernama cornelis
Spellman. Sultan hasanuddin mengalami kewalahan dan akhirnya memutuskan untuk
menandatangani perjanjian bongaya. Perjanjian tersebut dilakukan pada tanggal 18 november
tahun 1667. Pada tanggal 12 april tahun 1668, pangeran antasari dan pasukannya kembali
menyerang Belanda tetapi dikarenakan pasukan Belanda yang semakin banyak. Benteng
pertahanan terakhir kerajaan Gowa yaitu Benteng sombaopu akhirnya runtuh dan dikuasai
oleh Belanda. Cerita tentang benteng sombaopu banyak diceritakan dalam biografi sultan
hasanuddin.
Nama :
Kelas :

BIOGRAFI PATTIMURA

Pattimura (atau Thomas Matulessy) (lahir di Haria, pulau Saparua, Maluku, 8 Juni
1783 – meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun), juga dikenal
dengan nama Kapitan Pattimura adalah pahlawan Maluku dan merupakan Pahlawan nasional
Indonesia.
Menurut buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija
menulis, “Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina
(Seram). Ayahnya yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura
Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di
negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”.
Namun berbeda dengan sejarawan Mansyur Suryanegara. Dia mengatakan dalam
bukunya Api Sejarah bahwa Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy,
lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang dikenal dalam sejarah versi
pemerintah). Dia adalah bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah
Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim
Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali. Namanya kini diabadikan
untuk Universitas Pattimura dan Bandar Udara Pattimura di Ambon.
Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarier dalam militer
sebagai mantan sersan Militer Inggris.[3] Kata “Maluku” berasal dari bahasa Arab Al Mulk
atau Al Malik yang berarti Tanah Raja-Raja.[4] mengingat pada masa itu banyaknya kerajaan
Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan
kemudian Belanda menetapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente),
pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat
London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon
harus merundingkan dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian
tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku
maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih
untuk memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi
dalam pratiknya pemindahan dinas militer ini dipaksakan
Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari
rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan
yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah
pimpinan Kapitan Pattimura [4] Maka pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda
tahun 1817, Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai
pemimpin dan panglima perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria
(kabaressi). Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama
pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam
melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan
pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan
diakui luas oleh para Raja Patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan menentang Belanda
ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi
dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan
militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri Laksamana Buykes, salah seorang
Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.
Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan
di laut dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara lain
Melchior Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha. Pertempuran yang
menghancurkan pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda Duurstede,
pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah Hitu di Pulau
Ambon dan Seram Selatan. Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu
domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh Belanda. Para tokoh pejuang akhirnya dapat
ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817
di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai
“PAHLAWAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN” oleh pemerintah Republik Indonesia.
Pahlawan Nasional Indonesia.

Nama :
Kelas :

BIOGRAFI CUT NYAK DHIEN

Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja’ Dhien, Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848 –
Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) putri
dari seorang ayah bernama Teuku Nanta Seutia adalah seorang Pahlawan Nasional
Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah
wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur
melawan Belanda. Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 yang
menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan
Belanda. Teuku Umar, salah satu tokoh yang melawan Belanda melamar Cut Nyak Dhien.
Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut
dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880.
Mereka dikaruniai anak yang diberi nama Cut Gambang.[1] Setelah pernikahannya dengan
Teuku Umar, Cut Nyak Dhien bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda.
Namun, Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899,
sehingga ia berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Cut Nyak
Dien saat itu sudah tua dan memiliki penyakit encok dan rabun, sehingga satu pasukannya
yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba.[2][3] Ia akhirnya ditangkap
dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Namun,
keberadaannya menambah semangat perlawanan rakyat Aceh. Ia juga masih berhubungan
dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap.
Akibatnya, Dhien dibuang ke Sumedang. Tjoet Nyak Dhien meninggal pada tanggal 6
November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang. Nama Cut Nyak Dhien kini
diabadikan sebagai Bandar Udara Cut Nyak Dhien Nagan Raya di Meulaboh
Pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan mulai
melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel van Antwerpen.
Perang Aceh pun meletus. Pada perang pertama (1873-1874), Aceh yang dipimpin oleh
Panglima Polim dan Sultan Machmud Syah bertempur melawan Belanda yang dipimpin
Johan Harmen Rudolf Köhler. Saat itu, Belanda mengirim 3.198 prajurit.
Lalu, pada tanggal 8 April 1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan
Köhler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman dan membakarnya.
Kesultanan Aceh dapat memenangkan perang pertama. Ibrahim Lamnga yang bertarung di
garis depan kembali dengan sorak kemenangan, sementara Köhler tewas tertembak pada
April 1873.
Pada tahun 1874-1880, di bawah pimpinan Jenderal Jan van Swieten, daerah VI Mukim dapat
diduduki Belanda pada tahun 1873, sedangkan Keraton Sultan jatuh pada tahun 1874. Cut
Nyak Dhien dan bayinya akhirnya mengungsi bersama ibu-ibu dan rombongan lainnya pada
tanggal 24 Desember 1875. Suaminya selanjutnya bertempur untuk merebut kembali daerah
VI Mukim.
Ketika Ibrahim Lamnga bertempur di Gle Tarum, ia tewas pada tanggal 29 Juni 1878. Hal ini
membuat Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda.
Cut Nyak Dien, setelah tertangkap oleh pihak Belanda.
Teuku Umar, tokoh pejuang Aceh, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien
menolak. Namun, karena Teuku Umar mempersilakannya untuk ikut bertempur dalam medan
perang, Cut Nyak Dien akhirnya menerimanya dan menikah lagi dengan Teuku Umar pada
tahun 1880. Hal ini membuat meningkatnya moral semangat perjuangan Aceh melawan
Kaphe Ulanda (Belanda Kafir). Nantinya, Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar memiliki anak
yang diberi nama Cut Gambang.
Perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi’sabilillah. Sekitar tahun 1875,
Teuku Umar melakukan gerakan dengan mendekati Belanda dan hubungannya dengan orang
Belanda semakin kuat. Pada tanggal 30 September 1893, Teuku Umar dan pasukannya yang
berjumlah 250 orang pergi ke Kutaraja dan “menyerahkan diri” kepada Belanda. Belanda
sangat senang karena musuh yang berbahaya mau membantu mereka, sehingga mereka
memberikan Teuku Umar gelar Teuku Umar Johan Pahlawan dan menjadikannya komandan
unit pasukan Belanda dengan kekuasaan penuh.
Nama :
Kelas :

BIOGRAFI MOHAMMAD HATTA

Dr.(HC) Drs. H. Mohammad Hatta (lahir dengan nama


Mohammad Athar, populer sebagai Bung Hatta; lahir di Fort de
Kock (sekarang Bukittinggi, Sumatera Barat), Hindia Belanda, 12
Agustus 1902 – meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur
77 tahun) adalah pejuang, negarawan, ekonom, dan juga Wakil
Presiden Indonesia yang pertama.
Moh Hatta bersama Soekarno Presiden RI Pertama memainkan
peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari
penjajahan Belanda sekaligus memproklamirkannya pada 17
Agustus 1945. Bung Hatta juga pernah menjabat sebagai Perdana
Menteri dalam Kabinet Hatta I, Hatta II, dan RIS.
Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden
Soekarno. Hatta juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Bandar udara internasional Tangerang Banten, Bandar Udara Soekarno-Hatta, menggunakan
namanya sebagai penghormatan terhadap jasa-jasanya. Selain diabadikan di Indonesia, nama
Mohammad Hatta juga diabadikan di Belanda yaitu sebagai nama jalan di kawasan
perumahan Zuiderpolder, Haarlem dengan nama Mohammed Hattastraat.
ada tahun 1980, ia meninggal dan dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta. Bung Hatta
ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 23 Oktober 1986
melalui Keppres nomor 081/TK/1986
Sifat Kepahlawanan dan Keteladanan Sosok Moh.Hatta.
Setelah mengerti dan memahami jasa-jasa yang telah dilakukan oleh Bung Hatta terhadap
Indonesia,kita juga harus dapat memetik dan mencontoh pribadi baiknya. Berikut sedikit
kisah hidup yang sedikit banyak dapat kita jadikan inspirasi dan motivasi dalam kehidupan :
1. Sederhana dan baik hati
“Pada tahun 1950-an, Bally adalah sebuah merek sepatu yang bermutu tinggi dan tidak
murah. Bung Hatta, Wakil Presiden pertama RI, berminat pada sepatu itu. Ia kemudian
menyimpan guntingan iklan yang memuat alamat penjualnya, lalu berusaha menabung agar
bisa membeli sepatu idaman tersebut.
Namun, uang tabungan tampaknya tidak pernah mencukupi karena selalu terambil untuk
keperluan rumah tangga atau untuk membantu kerabat dan handai taulan yang datang untuk
meminta pertolongan.Hingga akhir hayatnya, sepatu Bally idaman Bung Hatta tidak pernah
terbeli karena tabungannya tak pernah mencukupi.
Yang sangat mengharukan dari cerita ini, guntingan iklan sepatu Bally itu hingga Bung Hatta
wafat masih tersimpan dan menjadi saksi keinginan sederhana dari seorang Hatta.
adahal, jika ingin memanfaatkan posisinya waktu itu, sangatlah mudah bagi beliau untuk
memperoleh sepatu Bally. Misalnya, dengan meminta tolong para duta besar atau pengusaha
yang menjadi kenalan Bung Hatta. Namun, di sinilah letak keistimewaan Bung Hatta.
Ia tidak mau meminta sesuatu untuk kepentingan sendiri dari orang lain.Bung Hatta memilih
jalan sukar dan lama, yang ternyata gagal karena ia lebih mendahulukan orang lain daripada
kepentingannya sendiri.”
2. Jujur dan Rendah hati.
Ketika Bung Hatta ingin menunaikan ibadah haji di tanah suci, beliau berangkat dengan
menggunakan biaya sendiri. Padahal waktu itu Bung Karno telah menawari untuk berangkat
menggunakan pesawat terbang yang biayanya ditanggung negara. Tapi, Bung Hatta
menolaknya dan lebih memilih untuk naik haji menggunakana biaya sendiri sebagai rakyat
biasa. Hebat bukan?
3. Mendahulukan Kepentingan Negara.
Ibu Rahmi, istri Bung Hatta menabung sedikit demi sedikit untuk membeli mesin jahit.
Ketika tabungannya sudah cukup, Ibu Rahmi pun berencana untuk membeli mesin jahit
impiannya. Tapi, kemudian Ibu Rahmi sedih karena tidak jadi membeli mesin jahit tersebut.
Kenapa? Sewaktu Ibu Rahmi akan membeli mesin jahit ternyata ada berita bahwa ada
penurunan nilai mata uang dari 100 rupiah menjadi 1 rupiah. Meskipun Bung Hatta tahu hal
itu, beliau tidak mau menceritakan kepada Ibu Rahmi karena hal tersebut merupakan suatu
rahasia negara.
itulah keteladanan Bung Hatta, apalagi di tengah carut-marut zaman ini. Bung Hatta
meninggalkan teladan besar, yaitu sikap mendahulukan orang lain, sikap menahan diri dari
meminta hibah, bersahaja, dan membatasi konsumsi pada kemampuan yang ada.
Kalau belum mampu, harus berdisiplin dengan tidak berutang atau bergantung pada orang
lain.Seandainya bangsa Indonesia dapat meneladani karakter mulia proklamator kemerdekaan
ini, seandainya para pemimpin tidak maling, tidak mungkin bangsa dengan sumber alam yang
melimpah ini menjadi bangsa terbelakang, melarat, dan nista karena tradisi berutang dan
meminta sedekah dari orang asing.
Nama :
Kelas :

BIOGRAFI OTTO ISKANDAR DI NATTA

Otto Iskandar di Natta merupakan Pahlawan Nasional yang lahir pada 31 Maret 1897
di Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Ayah Otto Iskandar di Nata merupakan keturunan dari
bangsawan Sunda bernama Nataatmadja. Otto adalah anak ketiga dari sembilan bersaudara.
Otto memperoleh pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Bandung,
kemudian melanjutkan di Kweekschool Onderbouw (Sekolah Guru Bagian Pertama)
Bandung, serta di Hogere Kweekschool (Sekolah Guru Atas) di Purworejo, Jawa Tengah.
Setelah menyelesaikan sekolahnya, Otto dewasa sudah menjadi guru HIS di Banjarnegara,
Jawa Tengah. Pada bulan Juli 1920, Otto kemudian pindah ke Bandung dan mengajar di HIS
bersubsidi serta perkumpulan Perguruan Rakyat

Dalam kegiatan pergarakannya pada masa sebelum kemerdekaan, Otto pernah


menjabat sebagai Wakil Ketua Budi Utomo cabang Bandung pada periode 1921-1924, serta
sebagai Wakil Ketua Budi Utomo cabang Pekalongan tahun 1924. Ketika itu, ia menjadi
anggota Gemeenteraad (“Dewan Kota”) Pekalongan mewakili Budi Utomo.
Oto juga aktif mengikuti kegiatan organisasi budaya Sunda bernama Paguyuban Pasundan. Ia
menjadi Sekretaris Pengurus Besar tahun 1928, dan menjadi ketuanya pada periode 1929-
1942. Organisasi tersebut bergerak dalam bidang pendidikan, sosial-budaya, politik,
ekonomi, kepemudaan, dan pemberdayaan perempuan.

Otto Iskandar di Nata juga menjadi anggota Volksraad (“Dewan Rakyat”, semacam
DPR) yang dibentuk pada masa Hindia Belanda untuk periode 1930-1941. ada masa
penjajahan Jepang, Otto menjadi Pemimpin surat kabar Tjahaja (1942-1945). Ia kemudian
menjadi anggota BPUPKI dan PPKI yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang
sebagai lembaga-lembaga yang membantu persiapan kemerdekaan Indonesia.

Setelah proklamasi kemerdekaan, Otto menjabat sebagai Menteri Negara pada kabinet
yang pertama Republik Indonesia tahun 1945. Ia bertugas mempersiapkan terbentuknya BKR
dari laskar-laskar rakyat yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam melaksanakan tugasnya,
Otto diperkirakan telah menimbulkan ketidakpuasan pada salah satu laskar tersebut. Ia
menjadi korban penculikan sekelompok orang yang bernama Laskar Hitam, hingga kemudian
hilang dan diperkirakan terbunuh di daerah Banten.

Otto Iskandardinata diangkat sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Surat


Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 088/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973.
Sebuah monumen perjuangan Bandung Utara di Lembang, Bandung bernama “Monumen
Pasir Pahlawan” didirikan untuk mengabadikan perjuangannya. Nama Otto Iskandardinata
juga diabadikan sebagai nama jalan di beberapa kota di Indonesia.
Nama :
Kelas :

BIOGRAFI HAJI AGUS SALIM

Haji Agus Salim (lahir dengan nama Mashudul Haq (berarti “pembela kebenaran”);
lahir di Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda, 8 Oktober 1884 – meninggal
di Jakarta, Indonesia, 4 November 1954 pada umur 70 tahun) adalah seorang pejuang
kemerdekaan Indonesia. Haji Agus Salim ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional
Indonesia pada tanggal 27 Desember 1961 melalui Keppres nomor 657 tahun 1961
Agus Salim lahir dari pasangan Soetan Salim gelar Soetan Mohamad Salim dan Siti Zainab.
Jabatan terakhir ayahnya adalah Jaksa Kepala di Pengadilan Tinggi Riau.

Pendidikan dasar ditempuh di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah khusus anak-anak
Eropa, kemudian dilanjutkan ke Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia. Ketika lulus, ia
berhasil menjadi lulusan terbaik di HBS se-Hindia Belanda.

Setelah lulus, Salim bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaris pada sebuah
kongsi pertambangan di Indragiri. Pada tahun 1906, Salim berangkat ke Jeddah, Arab Saudi
untuk bekerja di Konsulat Belanda di sana. Pada periode inilah Salim berguru pada Syeh
Ahmad Khatib, yang masih merupakan pamannya.
Agus Salim kemudian terjun ke dunia jurnalistik sejak tahun 1915 di Harian Neratja
sebagai Redaktur II. Setelah itu diangkat menjadi Ketua Redaksi. Menikah dengan Zaenatun
Nahar dan dikaruniai 8 orang anak. Kegiatannya dalam bidang jurnalistik terus berlangsung
hingga akhirnya menjadi Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta. Kemudian mendirikan
Suratkabar Fadjar Asia. Dan selanjutnya sebagai Redaktur Harian Moestika di Yogyakarta
dan membuka kantor Advies en Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO). Bersamaan
dengan itu Agus Salim terjun dalam dunia politik sebagai pemimpin Sarekat Islam.
Pada tahun 1915, Salim bergabung dengan Sarekat Islam (SI), dan menjadi pemimpin kedua
di SI setelah H.O.S. Tjokroaminoto.

Peran Agus Salim pada masa perjuangan kemerdekaan RI antara lain:


 anggota Volksraad (1921-1924)
 anggota panitia 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945
 Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II 1946 dan Kabinet III 1947
 pembukaan hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara Arab, terutama
Mesir pada tahun 1947
 Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin 1947
 Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta 1948-1949

Anda mungkin juga menyukai