Anda di halaman 1dari 45

Hubungan antara Manual Weight Lifting dengan Risiko Terjadinya

Low Back Pain

PEMBIMBING:

dr. Diana Samara, MKK

DISUSUN OLEH

1. Febrianty Rachmadyana 030.13.074

2. Shavira Putri Pratama 030.13.181

3. Fitriani Rahmawati 030.14.072

4. Gustian Satria Pratama 030.14. 076

5. Nur Hadi Kuswoyo 030.14.149

6. Yopi Anugrah W. 030.14.202

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KERJA


PERIODE 28 OKTOBER 2019 – 29 NOVEMBER 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

JURNAL READING
Hubungan antara Manual Weight Lifting dengan Risiko Terjadinya Low Back Pain

Diajukan untuk memenuhi syarat kepaniteraan klinik ilmu kesehatan kerja

Periode 28 Oktober 2019 – 29 November 2019

Disusun oleh :

1. Febrianty Rachmadyana 030.13.074

2. Shavira Putri Pratama 030.13.181

3. Fitriani Rahmawati 030.14.072

4. Gustian Satria Pratama 030.14.076

5. Nur Hadi Kuswoyo 030.14.149

6. Yopi Anugrah W. 030.14.202

Telah diterima dan disetujui oleh Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Kerja

Fakultas Kedokteran – Universitas Trisakti

selaku dokter pembimbing

Jakarta, November 2019

dr. Lie Merijanti, MKK

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................3
2.1 Definisi Manual Weight Lifting.........................................................................................................3
2.2 Definisi Low Back Pain.....................................................................................................................4
2.3 Epidemiologi.....................................................................................................................................5
2.4 Faktor Risiko Low Back Pain............................................................................................................6
2.5 LBP pada pekerjaan dengan MWL..................................................................................................10
2.5.1 LBP akibat MWL pada kontruksi.............................................................................................10
2.5.2 LBP akibat MWL pada perawat................................................................................................18
2.5.3 LBP akibat WML pada nelayan................................................................................................21
2.6 Lifting Index....................................................................................................................................23
2.7 Manifestasi Klinis............................................................................................................................28
2.8 Tatalaksana......................................................................................................................................31
2.9 Managemen.....................................................................................................................................32
2.10 Pencegahan....................................................................................................................................34
BAB III KESIMPULAN...........................................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................38

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Manual Weight Lifting (MWL) dapat didefinisikan sebagai kegiatan mengambil dan
mengangkat barang secara manual menggunakan tangan.1 MWL merupakan suatu pekerjaan
yang dilakukan di semua profesi pekerjaan.2 MWL yang berulang merupakan resiko tinggi
terjadinya kecelakaan atau cedera. Salah satu situasi yang sering membuat tenaga kerja
mengeluhkan adanya nyeri, ketika keadaan yang tidak terantisipasi menyebabkan cedera saat
melakukan pekerjaan, contohnya muscle straining oleh teknik pengangkatan yang tidak benar.
Pekerjaan yang melibatkan kegiatan MWL bermacam-macam, mulai dari pekerja konstruksi
yang menangani barang-barang berat, pekerja pabrik yang melakukan MWL secara berulang
dalam waktu lama, dan perawat medis yang mengangkat pasien. Dimana teknik
pengangkatannya pun berbeda beda di setiap profesi pekerjaan.3

Low back pain (LBP) didefinisikan sebagai nyeri yang terlokalisasi di bawah kosta dan di
atas lipatan gluteal inferior, dengan atau tanpa nyeri kaki, yang merupakan salah satu bentuk
paling umum gangguan muskuloskeletal (MSDs). LBP bisa mempengaruhi kualitas hidup dan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ekonomi. 4 Menurut perhitungan statistik tahunan
Health and Safety Executive (HSE), gangguan muskuloskeletal merupakan tiga perempat dari
penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Selain itu, LBP adalah alasan paling umum
kelima untuk semua kunjungan dokter akibat pekerjaan di Amerika Serikat. Faktor risiko LBP
termasuk faktor fisik pekerjaan, demografi pekerja, riwayat LBP, faktor psikososial, dan hobi
dan aktivitas fisik di luar pekerjaan.4 Faktor resiko yang berhubungan dengan pekerjaan termasuk
aktivitaspekerjaan secara manual seperti memutar dan membungkuk yang terlalu sering, postur
tubuh statis dalam jangka waktu lama, mengangkat beban (MWL) dan lainnya.5

LBP telah lama mencapai proporsi epidemik di Amerika Serikat, dengan empat dari lima
orang mengalami LBP setidaknya sekali dalam hidup mereka. Masalah terkait LBP
merupakanfactorresiko tertinggi untuk kecacatan permanen dalam waktu lima tahun yaitu
sebesar 20%. Penelitian memperkirakan bahwa 6% - 15% dari peristiwa LBP yang dilaporkan
adalah peristiwa pertama kali, dengan lebih dari 85% kasus LBP mengalami kekambuhan setiap
tahunnya. Gagasan ini di dukung oleh penelitian yang melaporkan 24% - 50% dari mereka yang

1
menderita LBP awal memiliki peristiwa LBP berulang dalam 1 tahun, dan kekambuhan semakin
meningkat dengan pertambahannya usia.6 Sedangkan untuk LBP yang terkait dengan pekerjaan
diketahui 33% sampai 60% kasus diantaranya disebabkan oleh aktivitas mengangkat (MWL).
Dan 50% kasus cedera punggung berhubungan dengan MWL yang berlebihan atau teknik yang
tidak benar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Deros dkk, pada 500 pekerja manufaktur
otomotif diketahui bahwa para pekerja mengklaim sakit punggung tersebut disebabkan oleh
kegiatan MWL dan gerakan yang berlebihan dilakukan selama pekerjaannya. Diduga sakit
punggung yang dialami pekerja mungkin akibat dari ketidaktahuan mereka dalam teknik
ergonomis yang benar dalam MWL.7 Selain ketidaktahuan mengenai teknik ergonomi yang baik,
beberapa tempat kerja juga belum melakukan intervensi seperti menggunakan alat bantu MWL
untuk mempermudah tenaga kerja melakukan pekerjaannya.

Dari masalah-masalah yang sudah disebutkan tersebut, maka penulis ingin mengangkat
judul makalah mengenai hubungan antara MWL dengan risiko terjadinya LBP. Dan diharapkan
makalah ini dapat memberi informasi mengenai risiko LBP yang terkait dengan pekerjaan, dan
intervensi apa saja yang bisa dilakukan (pemberian materi mengenai teknik ergonomi,
penggunaan alat bantu, pengawas di tempat kerja) sehingga angka kejadian LBP pada tenaga
kerja dapat menurun.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Manual Weight Lifting


Manual Weight Lifting (MWL) dapat didefinisikan sebagai kegiatan mengambil dan
mengangkat secara manual menggunakan tangan tanpa bantuan alat.1 MWL merupakan suatu
pekerjaan yang dilakukan hampir di semua profesi pekerjaan.8 Di beberapa literatur teknik
pengangkatan yang benar masih menjadi kontroversi. Teknik pengangkatan dengan menekuk
lutut dan mempertahankan punggung tetap lurusudah disarankan setidaknya selama 70 tahun.
Pada penelitian terbaru, 80% sampai 90% dalam kesehatan menyarankan teknik ini, walapun
masih ada beberapa yang meragukannya.9 Gambar di bawah menunjukkan contoh teknik yang
MWL yang disarankan, yang biasa disebut dengan squat atau knee lift. 10

Gambar 1. The Squat-lift.


Sumber : Simple solutions – Ergonomics for Construction Workers, NIOSH11

Namun sampai saat ini teknik squatatau knee lift hanya disarankan dilakukan jika
pengangkatan beban dalam batas ringan. Bahkan inidiketahui tidak praktis pada pengangkatan
beban yang cukup berat. Observasi klinis menunjukkan bahwa para pekerja lebih
membungkukkan punggung mereka saat mengangkat barang-barang menggunakan teknik
squat.10 Pada gambar 2 menunjukkan fleksi lumbal yang berlebihan dengan teknik squat.11
Walaupun beberapa penelitian mengatakan, teknik MWL dengan teknik squat lebih baik. Namun
pada beberapa ahli lebih menyarankan teknik pengangkatan freestyle atau semi-squat, dimana
teknik ini adalah teknik kombinasi. Jika dilakukan dengan benar, semi-squat lift dapat menjamin
bahwa punggung ataupun lutut tidak akan membungkuk secara berlebihan.12

3
Gambar 2. (A) Knee atau squat-lift (B) dan bentuk dari semi-squat
Sumber : Mawstoon & Boocock 2012, NZ J Physio13

Namun pada kenyataan teknik yang digunakan oleh pekerja bergantung pada banyak
faktor yang bervariasi pada setiap situasi dan individu.13

2.2 Definisi Low Back Pain


Low Back Pain (LBP) adalah rasa sakit di daerah lumbosakral dan sakroiliaka.14Rasa
sakit yang dirasakan dapat bersifat tajam atau tumpul serta rasa sakit yang dirasa dapat lokal atau
menjalar ke ekstremitas bawah (ischialgia).15

LBP dikatakan akut jika menghilang dalam waktu kurang dari 6 minggu, subakut jika
terus berlanjut selama 6 minggu sampai 3 bulan dan sebagai LBPkronis jika berlangsung lebih
dari 3 bulan. LBP kronis sering menyebabkan pekerja menjadi tidak produktif dalam bekerja.
Tingkat kekambuhan dari LBP juga tinggi (80%), dimana tingkat kekambuhan dalam 12 bulan
adalah sekitar 20-44%.15

Beberapa penelitian menemukan beberapa faktor yang berhubungan dengan LBPyaitu


usia, indeks massa tubuh, kehamilan, dan faktor psikologis. Seorang lansia kemungkinan akan
mengalami LBP karena penurunan fungsi tubuh terutama jaringan muskuloskeletal yang tidak
lagi elastis seperti pada usia muda. Selain itu, postur tubuh dan gerakan tubuh saat bekerja
merupakan faktor pendukung terjadinya LBP. Postur tubuh yang tidak benar saat bekerja seperti
kepala ditekuk ke depan, bahu melengkung ke depan, perut buncit ke depan dan lordosis lumbal
yang berlebihan dapat menyebabkan kejang otot, ini adalah penyebab paling umum dari LBP.16

4
2.3 Epidemiologi
Berdasarkan The Global Burden of Disease2010 Study, dari 291 penyakit yang diteliti,
LBP merupakan penyumbang terbesar kecacatan global, yang diukur melalui years lived with
disability (YLD), serta menduduki peringkat yang keenam dari total beban secara keseluruhan,
yang diukur dengan the disability adjusted life year (DALY).20 Selain itu berdasarkan National
Institute of Health Statistics Survey menunjukkan bahwa terdapat 4 keluhan nyeri yang dirasakan
yaitu nyeri punggung (27%), diikuti oleh sakit kepala berat atau sakit migrain (15%), nyeri leher
(15%), dan sakit wajah (4%). Sakit punggung adalah penyebab utama kecacatan di Amerika di
bawah 45 tahun. Lebih dari 26 juta orang Amerika antara usia 20-64 tahun sering mengalami
sakit punggung.21 Di Indonesia, LBP lebih sering dijumpai pada golongan usia 40 tahun. Secara
keseluruhan, LBP merupakan keluhan yang paling banyak dijumpai dengan angka prevalensi
mencapai 49%. Akan tetapi, sekitar 80-90% dari mereka yang mengalami LBP menyatakan
tidak melakukan usaha apapun untuk mengatasi timbulnya gejala tersebut. Dengan kata lain,
hanya sekitar 10-20% dari mereka yang mencari perawatan medis ke pelayanan kesehatan.22

LBP banyak ditemukan di tempat kerja, terutama pada mereka yang beraktivitas dengan
posisi tubuh yang salah. LBP yang berhubungan dengan pekerjaan dapat menyebabkan
hilangnya jam kerja dan menurunnya efisiensi kerja serta mengeluarkan biaya untuk pengobatan.
Berdasarkan survei yang dilakukan di Inggris dilaporkan bahwa 17,3 juta orang pernah
mengalami LBP dan dari jumlah tersebut 1,1 juta orang mengalami kelumpuhan akibat LBP.
Penelitian yang dilakukan Deros pada tahun 2010 mengenai evaluasi postur kerja dan LBP di
perusahaan makanan di Malaysia menunjukkan bahwa postur mengangkat (MWL) berpengaruh
terhadap LBP sebesar 80%. Penelitian lain yang dilakukan Shah dan Dave mengenai prevalensi
dan hubungan faktor risiko LBP pada dokter di Surat menunjukkan bahwa nilai prevalensi LBP
pada dokter mencapai 36,82%, dalam hal ini LBP berkaitan dengan pekerjaan dokter yang sering
membungkuk, postur kerja yang buruk dan duduk atau berdiri lama. Selanjutnya berdasarkan
penelitian yang dilakukan Community Oriented Program of Controle of Rheumatic Disease
(COPCORD) bahwa di Indonesia angka kejadian LBP pada penduduk desa adalah 15,1%. 23
Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 menunjukan 11,0% pekerja mengalami gangguan
pendengaran dan 11,9 % mengalami penyakit sendi otot, serta 52,8% masyarakat memiliki

5
kebiasaan aktifitas yang kurang, 21,2% memiliki kebiasaan merokok dan hanya 10,7% yang
memiliki kebiasaan mengkonsumsi sayur dan buah setiap hari.21

2.4 Faktor Risiko Low Back Pain


Berdasarkan penelitian terdapat faktor yang berhubungan dengan LBP yaitu usia, indeks
massa tubuh, kehamilan, dan faktor psikologis. Seorang lansia kemungkinan akan mengalami
LBP karena penurunan fungsi tubuh terutama jaringan muskuloskeletal yang tidak lagi elastis
seperti pada usia muda. Selain itu, postur tubuh dan gerakan tubuh saat bekerja merupakan faktor
pendukung terjadinya LBP. Postur tubuh yang tidak benar saat bekerja seperti kepala ditekuk ke
depan, bahu melengkung ke depan, perut buncit ke depan dan lordosis lumbal yang berlebihan
dapat menyebabkan kejang otot, ini adalah penyebab paling umum dari LBP. 17Selain itu, postur
kerja yang terkena getaran, mengangkat atau menarik benda berat, membungkuk dan memutar
adalah faktor risiko LBP.17

Berikut ini faktor risiko LBP pada pekerja yaitu:

a. Frekuensi angkat barang berat dan menurunkan barang berat


Pekerja yang melakukan tugas dengan cepat, maka peluang mereka untuk cedera dapat
meningkat. Telah ditemukan bahwa ketika frekuensi angkat barang dan menurunkan barang
meningkat, tekanan pada tulang belakang juga akan meningkat. Selain itu, frekuensi yang
lebih tinggi dapat meningkatkan pengeluaran energi ke tingkat yang lebih tinggi dari yang
diinginkan, berpotensi meningkatkan kemungkinan cedera. 18

Tabel 1. Frekuensi Mengangkat Beban dengan Berat Tertentu

6
Persentase Berat
Frekuensi Angkat
yang Boleh
Diangkat (kg)
Satu kali dalam 30 menit 95
Satu kali dalam 5 menit 85
Satu kali dalam 1-2 menit 66
Satu kali dalam 10-15 menit 50

b. Rata-rata dan maksimal angkat berat


Salah satu faktor risiko lain yaitu rata-rata dan maksimal angkat berat. Gaya pada trunk
berubah dengan besarnya dan kekuatan beban. Ketika berat beban angkat meningkat, beban
yang diberikan pada tulang belakang juga akan meningkat sehingga telah diidentifikasi
sebagai indikator resiko pada LBP.

Tabel 2. Batas angkat maksimal

Batas Angkat
Level Tindakan
(Kg)
1 < 16 Tidak diperlukan tindakan khusus yang
perlu diadakan
2 16 – 34 Prosedur administratif dibutuhkan untuk
mengidentifikasi ketidakmampuan
seseorang dalam mengangkat beban
tanpa menanggung risiko yang
berbahaya kecuali dengan perantaraan
alat bantu tertentu.
3 34 – 55 Sebaiknya operator yang terpilih dan
terlatih. Menggunakan sistem
pemindahan material secara terlatih
harus dibawah pengawasan supervisor.

7
4 > 55 Harus memakai peralatan mekanis.
Operator yang terlatih dan terpilih.
Pernah mengikuti pelatihan kesehatan
dan keselamatan kerja dalam industri.
Harus dibawah pengawasan ketat.

c. Waktu maksimal angkat berat perhari


MWL berulang dapat menyebabkan kelelahan, yang merupakan penyebab utama cedera.
Bobot angkat berat dan frekuensi angkat berat mungkin menjadi penyebab utama LBP.
Waktu dan frekuensi angkat berat yang melebihi batas maksimal tubuh dapat mengangkat
merupakan resiko yang sering dikaitkan dengan LBP.

d. Membungkuk, memutar tubuh, dan postur statis


Postur memiliki efek pada penggunaan otot punggung, dan beberapa postur mungkin
mengisolasi kelompok otot tertentu; isolasi kelompok otot ini dapat meningkatkan
kemungkinan cedera di punggung. Selain itu, mengisolasi kelompok otot tertentu mengubah
pola frekuensi daya medial, yang terbukti meningkatkan kelelahan dalam pekerjaan
penanganan bahan manual. Pada kegiatan mengangkat, diusahakan beban sedekat mungkin
kepada garis vertikal tubuh. Dengan begitu upaya yang bersifat mengimbangi berkurang
dan dihindari aktifitas otot yang statis yang tidak perlu. Pekerjaan mengangkut dengan
beban di atas punggung kurang menguntungkan, karena beberapa otot perut menjadi
berkontraksi statis.

Sikap tubuh dalam yang dikatakan secara ergonomi adalah yang memberikan rasa
nyaman, aman, sehat dan selamat dalam bekerja, yang dapat dilakukan antara lain dengan
cara :

1) Menghindarkan sikap yang tidak alamiah dalam bekerja.


2) Diusahakan beban statis menjadi sekecil-kecilnya.
3) Perlu dibuat dan ditentukan kriteria dan ukuran baku tentang peralatan kerja
yang sesuai.
4) Dengan ukuran antropometri tentang kerja penggunanya.
5) Agar diupayakan bekerja dengan sikap duduk dan berdiri secara bergantian.34

8
e. Estimasi pengeluaran energi
Pengeluaran energi dapat diperkirakan dengan mengukur detak jantung dan konsumsi
oksigen. Membangun hubungan detak jantung dan konsumsi oksigen untuk setiap pekerja
secara individual dengan pengujian ergometrik memungkinkan para peneliti untuk
memperkirakan pada tingkat konsumsi oksigen setiap pekerja, berdasarkan pada detak jantung
yang diukur, terdapat dua respons fisiologis. Diukur secara langsung dengan monitor detak
jantung dan alat pengukur konsumsi oksigen portabel (Oxylog; Morgan Scientific, USA).
Setelah beberapa tingkat pengeluaran energi, berdasarkan pada kondisi fisiologis individu dan
motivasi, tubuh mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Kelelahan menyebabkan kontrol
motorik berkurang, yang meningkatkan insufisiensi neuromuskuler, yang diyakini terkait
dengan cedera.

f. Lama waktu kerja


Gangguan trauma kumulatif, cedera berulang, dan gangguan muskuloskeletal adalah
istilah untuk menggambarkan fenomena yang ada ketika pekerjaan yang berulang
menghasilkan ketidaknyamanan pada tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dalam
tugas-tugas dimana seseorang membawa sejumlah besar produk, kemungkinan LBP dari
waktu ke waktu meningkat.

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Craig B N dkk menunjukkan bahwa cedera
pada punggung bawah terkait dengan faktor risiko seperti diatas tersebut berhubungan. Selain
itu, bedarasakan penelitian menunjukkan bahwa efek gabungan dari faktor-faktor tersebut juga
merupakan pengaruh besar pada terjadinya cedera punggung. Sebagian besar dari pekerja
memiliki pekerjaan yang mengharuskan mereka untuk mengangkat berat beban dalam jumlah
rata-rata 20.698 kg per hari dengan sebagian besar pekerja mendapatkan keluhan nyeri di bagian
punggung bawah. Selain itu faktor risiko pengangkatan berulang selama waktu tertentu dapat
menyebabkan kelelahan pekerja. Kelelahan secara langsung terkait dengan cedera atau
menghasilkan kesalahan, yang secara langsung terkait dengan cedera punggung. Posisi badan
seperti membungkuk, memutar badan juga menyebabkan kelelahan, yang menyebabkan
penurunan tingkat kemampuan torsi. Kelelahan ini juga menunjukkan bahwa pemuatan yang
tidak merata pada otot punggung dapat menyebabkan peningkatan kecenderungan cedera.

9
Cara pengangkatan secara teknis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Menggunakan gerobak untuk memindahkan berbagai benda sekaligus
b. Memindahkan beban yang berat dari mesin ke mesin yang telah dirancang dengan
menggunakan roller (ban berjalan)
c. Menggunakan meja yang dapat digerakkan naik-turun untuk menjaga agar bagian
permukaan dari meja dapat langsung dipakai untuk memasukkan lembaran logam
ataupun benda-benda kerja lainnya ke dalam mesin
d. Menempatkan benda kerja yang besar pada permukaan yang lebih tinggi dan menurunkan
dengan bantuan gaya gravitasi
e. Menggunakan peralatan untuk mengangkat misalnya pada ujung belakang rak untuk
memudahkan pengangkatan material dengan demikian tidak diperlukan lagi alat
mengangkat (crane)
f. Merancang overhead monorail dan hoist diutamakan yang menggunakan power (tenaga)
baik untuk gerakanvertikal maupun horizontal
g. Mendesain kotak dengan disertai pegangan yang ergonomis sehingga mudah pada waktu
pengangkatan
h. Mengatur pelekatan fasilitas sehingga semakin memudahkan metodologi angkat benda
pada ketinggian permukaan pinggang.

2.5 LBP pada pekerjaan dengan MWL

2.5.1 LBP akibat MWL pada kontruksi


Industri konstruksi merupakan salah satu pekerjaan yang berbahaya dan berisiko dibidang
keselamatan dan kesehatan kerja. Bekerja di industri kontruksi merupakan hal yang sulit untuk
dilakukan pekerja, para pekerja sering melakukan pekerjaan dengan posisi kerja yang tidak
benar, tuntutan fisik dan berbagai jenis penyakit dan kecelakaan sering terjadi. Menurut Helen
dkk dalam penelitiannya, penyakit yang paling umum terjadi pada pekerja di industry konstruksi
adalah Work Musculoskeletal Disorders (WMSDs).28

Pekerjaan di bidang industri kontruksi merupakan pekerjaan yang menuntut keadaan fisik
yang prima dan menguras banyak tenaga. Pekerja sering mengeluhkan adanya LBP dan tidak
sedikit dari mereka mengalami kecelakaanakibat kerja. LBP diperburuk oleh lingkungan kerja

10
yang keras, yang terkait dengan jam kerja yang tidak teratur, waktu makan yang tidak terstruktur,
kerja keras, panas luar dan dalam ruangan. LBP pada pekerja industri diakibatkan mengangkat
beban secara manual menggunakan tangan yang tidak benar, mengangkat yang melebihi batas
maksimal yang disarankan setiap pekerja.28Pada penelitian dikatakan bahwa stress berhubungan
dengan pekerjaan bersama dengan usia, beban kerja fisik, jenis pekerjaan adalah semua faktor
yang terkait dengan LBP.29

Prevalensi LBP telah dipelajari selama beberapa dekade dan berguna untuk evaluasi
tingkat penderitaan orang-orang yang sakit dan bebannya pada sistem perawatan kesehatan.Studi
dalam tinjauan sistematis gejala muskuloskeletal dalam industri konstruksi, dilaporkan bahwa
kisaran tingkat prevalensi nyeri dalam1 tahun adalah dari 15,1% untuk pinggul dan paha,dan
51,1% untuk LBP.29

Menurut NIOSH dalam Panduan Praktik Kerja untuk MWL jika besarnya indeks
pengangkatan (Lifting Indeks) meningkat, tingkat resiko bagi pekerja yang melakukan pekerjaan
akan meningkat dan persentase yang lebih besar dari tenaga kerja cenderung berisiko terjadinya
LBP terkait dengan MWL.28

Karakteristik pengangkatan beban pada pekerja kontruksi

a. Besar beban yang diangkat. Diskus intervertebralis L5 S1 akan menanggung gaya


kompresi yang lebih besar bila mengangkat beban yang bervolume lebih besar
dibandingkan mengangkat beban yang sama beratnya tetapi bervolume lebih kecil.

Gambar 3. Mendorong, dan mengangkat

Sumber : Jason Cato. Simple Solutions For Home Building Workers. NIOSH. 2013

11
b. Bentuk dan karakteristik beban yang diangkat. Nilai ambang batas mengangkat beban
dengan kemasan yang liat atau dapat mengempis lebih tinggi bila dibandingkan
mengangkat beban berupa boks

Gambar 4. Mengangkat beban

Sumber : Jason Cato. Simple Solutions For Home Building Workers. NIOSH. 2013

c. Distribusi beban dan stabilitas. Beban yang tidak terisi penuh akan mengurangi nilai
ambang batas mengangkat beban. Beban yang tidak simetris akan memberikan stres
mekanik yang lebih besar pada vertebra lumbalis, karena pusat gaya beban akan jatuh di
luar pusat gaya berat batang tubuh, yang menimbulkan gaya rotasi dari masing masing
vertebra pada vertebra di dekatnya
d. Pegangan beban nilai ambang batas mengangkat beban yang kemasannya tanpa pegangan
kira kira 4 sampai 12 % lebih rendah jika dibandingkan yang menggunakan pegangan.

Gambar 5. Pegangan beban

Sumber : Jason Cato. Simple Solutions For Home Building Workers. NIOSH. 2013

12
e. Tinggi jarak angkatan. Tenaga yang paling efisien untuk mengangkat beban pada
ketinggian jarak 100 sampai 150 cm

Gambar 6. Tinggi jarak angkat

Sumber : Jason Cato. Simple Solutions For Home Building Workers. NIOSH. 2013

f. Berat, frekuensi mengangkat, dan jarak memindahkan beban. Nilai ambang batas
mengangkat beban makin rendah jika beban semakin berat, aktivitas mengangkat benda
dilakukan dengan semakin sering, dan makin jauh jarak memindahkan beban.

Gambar 7. Frekuensi mengangkat

Sumber : Jason Cato. Simple Solutions For Home Building Workers. NIOSH. 2013

Pengendalian Risiko LBP pada Pekerja Kontruksi

Tidak semua organisasi tempat kerja mempunyai fasilitas dan kemampuan yang sama
dalam upaya pengendalian manual material handling. Tahapan prioritas berikut ini dapat
dilaksanakan untuk mengatasi keterbatasan organisasi ditempat kerja:

13
Prioritas I
Memperbaiki perencanaan tugas kerja atau Job redesign, kemampuan seseorang yang ditugaskan
untuk pekerjaan dengan aktifitas mengangkat beban harus selaras dengan kebutuhan proposional
fisik tugas kerja, oleh karenanya perlu dilaksanakan pemeriksaan sebelum bekerja dan
pemeriksaan untuk penempatan tenaga kerja yang seksama.
Prosedur pemeriksaan :
1. Riwayat penyakit : perlu ditanyakan gangguan musculoskeletal yang pernah terjadi. LBP
sering terjadi pada usia 35 sampai 55 tahun. Perokok dan masalah kejiwaan yang berat
seringkali merupakan faktor risiko yang bermakna
2. Pemeriksaan fisik. Data antropometri perlu diukur untuk dibandingkan dengan peralatan
di tempat kerja, dan gerakan gerakan yang terbatas perlu dicermati sebagai tanda tanda
adanya gangguan nyeri pinggang yang ringan
3. Pemeriksaan radiografi pada tulang pinggang. Gambaran abnormal pada pemeriksaan
radiografi bukan merupakan faktro predisposisi dari LBP, walaupun 40% penderita
gangguan nyeri pinggang terdapat gambaran abnormalitas
4. Tes kekuatan, merupakan pengukuran tenaga yang dikeluarkan oleh sekelompok otot
pada keadaan kerja otot statis dan dinamis. 35

Prioritas II

Memanfaatkan penggunaan peralatan mekanis angkat beban : lift table, lever hoish, crane,
trolley, hand truck dn forklift truck. Dan conveyor

Gambar 8. Alat bantu

Sumber : Jason Cato. Simple Solutions For Home Building Workers. NIOSH. 2013

14
Prioritas III

Pelatihan mengenai cara pengangkatan beban yang aman, perbaikan sistem kerja, dan
aplikasi teknologi baru untuk mengatasi penyimpangan perilaku dan tugas kerja yang kurang
memadai, harus dilakukan pada seluruh pekerja yang ditugaskan pada pekerjaan mengangkat
beban.

Prasyarat mengangkat beban yang aman:

1. Kurangi berat beban yang diangkat (dikemas dengan kemasan yang lebih kecil).

Gambar 9. Berat beban

Sumber : Jason Cato. Simple Solutions For Home Building Workers. NIOSH. 2013

2. Angkat beban bersama untuk beban yang lebih besar

Gambar 10. Tim angkat beban

Sumber : Jason Cato. Simple Solutions For Home Building Workers. NIOSH. 2013

15
3. Gaya angkat beban yang benar

Gambar 11. Gaya angkat yang benar

Sumber : Jason Cato. Simple Solutions For Home Building Workers. NIOSH. 2013

4. Ubah metode angkat beban (menarik/mendorong lebih ringan daripada membawa)


5. Kurangi jarak membawa beban (ubahlah menjadi beberapa jarak yang lebih dekat dari
pada satu kali jarak yang jauh
6. Tinggi angkatan tidak lebih tinggi dari bahu

Gambar 12. Ketinggian angkat beban

Sumber : Jason Cato. Simple Solutions For Home Building Workers. NIOSH. 2013

7. Beban yang berat pada tinggi kepalan tangan


8. Kurangi frekuensi mengangkat beban
9. Periode istirahat yang cukup
10. Rotasi tugas
11. Buat kemasan dengan pegangan memadai

16
Managemen Risiko LBP pada pekerja kontruksi

Pekerjaan kontruksi sering mengakibatkan gangguan pada sistem muskulosketal terutama


LBP. manajemen yang tepat perlu dilakukan untuk meminimalkan gangguan LBP pada pekerja.
terdapat 5 langkah manajemen risiko LBP pada pekerja kontruksi :

Langkah 1: Memahami bagaimana tugas penanganan manual dilakukan.

Melakukan pengumpulan informasi tentang penanganan manual pada pekerjaan kontruksi


dan mengidentifikasi tahapan dari pekerjaan tersebut. Informasi bisa didapatkan dari orang yang
yang biasa bekerja di tempat tersebut misalnya pekerja, mandor maupun petugas kesehatan dan
keselamatan. Orang yang akan melakukan panilaian harusnya memiliki pemahaman yang baik
tentang jenis tugas penanganan manual yang dilakukan oleh para pekerja .

Langkah 2: Mengumpulkan data teknis

Informasi teknis dapat mencakup berat dan ukuran muatan, pengukuran fisik area kerja,
jumlah lift manual yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas dan informasi umum tentang
lingkungan kerja seperti rute akses. Ini adalah praktik yang baik untuk mengambil foto-foto
tugas kerja dan lingkungan kerja, karena hal ini memudahkan untuk memvisualisasikan potensi
bahaya. Semua data ini dapat dikumpulkan saat mengamati tugas. Pada titik itu, disarankan
untuk berkonsultasi dengan orang lain untuk menulis informasi yang relevan dan membahas
cara-cara alternatif menyelesaikan tugas dengan risiko yang lebih kecil.

Langkah 3: Identifikasi masalah atau faktor risiko yang perlu diperbaiki.

Langkah selanjutnya dari proses ini adalah mengidentifikasi kondisi ergonomis yang tidak
menguntungkan atau faktor risiko yang dapat berkontribusi pada risiko LBP. Perlu adanya
pengendalian tentang risiko penyebab LBP misalnya : Beban terlalu berat untuk diangkat dalam
jarak jauh, Ada upaya fisik yang terlalu sering melibatkan tulang belakang, Jarak membawa dan
mengangkat berlebihan. Setelah faktor-faktor risiko telah diidentifikasi, perlu untuk menyelidiki
solusi potensial.

Langkah 4: Melakukan pengendalian risiko untuk meminimalkan dampak kesehatan bagi


pekerja.

17
Pengendalian risiko pada penanganan manual dapat dengan mengubah cara pengakatan
yang salah dan mengubah yang benar atau mengurangi penanganan manual beban dengan
menggunakan cara mekanis dan lain sebagainya. Hal ini bermanfaat untuk pekerjaan kontruksi
yang mempunyai risiko tinggi menyebabkan LBP

Langkah 5 : Meninjau

Meninjau kembali apakah tingkat dimana langkah langkah pengendalian telah menhindari
atau mengurangi LBP. Keberhasilan mereka akan tergantung pada implementasi perubahan yang
tepat waktu dan tingkat penerimaan pekerja. 36

2.5.2 LBP akibat MWL pada perawat


Cedera di tempat kerja, terutama gangguan muskuloskeletal adalah masalah persisten
dalam hal perawatan. Faktor-faktor risiko potensial termasuk diantaranya karakteristik individu,
durasi pekerjaan, jenis pekerjaan, dan pengetahuan dan praktik MWL. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Harianto dkk ditemukan bahwa prevalensi LBP yang tinggi diantara perawat dan
pekerja administratif. Ada hubungan antara MWL dan pekerjaan terutama pada perawat. Temuan
ini memiliki implikasi penting untuk pencegahan LBP, terutama untuk perawat. Postur tubuh
yang baik dan teknik pemindahan pasien yang benar dalam situasi selama bekerja.30

Karakteristik pengangkatan beban pada perawat

Ketika seseorang mempertimbangkan daftar profesi yang paling berisiko, pekerja


manufaktur, pertanian, dan pergudangan mungkin terlintas dalam pikiran. Yang benar adalah
bahwa tanpa prosedur yang tepat dan terperinci, pendidikan berkelanjutan, cedera di tempat kerja
bias sama lazimnya di bidang keperawatan. Faktanya, Occupational Safety and Health
Administration (OSHA) menyatakan bahwa pada 2011, rumah sakit AS melaporkan rata-rata 6,8
penyakit dan cedera terkait pekerjaan per setiap 100 karyawan penuh waktu, hampir rata-rata dua
kali lipat dari mayoritas bisnis industri swasta.37
Pertimbangan sebelum melakukan tindakan pengangkatan beban pada perawat:
1) Ketahui berat pasien dan pertimbangkan mode transportasi (brankar, tandu, rodakursi).
2) Ketahui keterbatasan diri dan bersika prealistis. Jika tidak dapat dengan aman
memindahkan pasien sendiri, lebih baik mencari bantuan.

18
3) Miliki rencana tindakan. Baik jika bekerja sendiri atau bersamapasangan, ketahui
bagaimana rencana untuk memindahkan pasien, langkah apa yang akan di ambil, dan apa
yang akan dilakukan jika rencana tidak berhasil.
4) Berkomunikasi, baik dengan kolega kerja dan dengan pasien. Ketika semua orang berada
pada pemikiran yang sama, cedera diminimalkan dan semua upaya lebih efisien. 

Teknik yang benar digunakan secara umum


1) Pertimbangkan alignment. Dengan menjaga kepala dan leher sejajar dengan tulang
belakang, maka akan meminimalkan risiko untuk keseleo dan strain.
2) Tekuk dan angkat dengan lutut, bukan di pinggang. Membungkuk di pinggang akan
menyebabkan stress tulang belakang bagian bawah.
3) Hindari memuntir atau memutar tubuh, terutama saat membungkuk, dengan alasan yang
sama seperti di atas.
4) Pegang pasien dekat dengan tubuh saat mengangkat dan memindahkannya. Semakin
dekat perawat mengangkat pasien dari tubuhnya, maka akan lebih mudah untuk
mempertahankan pusat gravitasi dan tetap menstabilkan kaki. Dengan memperluas
lengan, perawat melibatkan otot yang lebih lemah dan meningkatkan risiko pasien
tergelincir, dan jatuh.
5) Pertahankan sikap selebar bahu sedapat mungkin, sehingga membantu menjaga
keseimbangan dan mendistribusikan berat pasien secara merata.

Teknik merubah posisi pasien di tempat tidur


1) Semakin lama seorang pasien berada pada tempat tidur, semakin besar kemungkinan
perawat harus memposisikan mereka kembali, baik untuk kenyamanan pasien dan untuk
menghindari ulkus atau luka akibat tempat tidur. Hal ini mensyaratkan bahwa draw sheet
sudah diposisikan di bawah pasien. Dianjurkan agar pekerjaan ini dilakukan oleh dua
orang.
2) Kunci rel tempat tidur untuk mencegah pasien jatuh secara tidak sengaja.
3) Angkat tempat tidur setinggi pinggang untuk penyelarasan tulang belakang yang lebih
baik untuk perawat yang mengangkat.

19
4) Untuk merubah posisi pasien dari belakang keposisi samping, minta satu orang untuk
memegang ujung draw sheet sementara orang di sisi yang berlawanan dari tempat tidur
dengan lembut memegang sisi pasien. Sementara satu orang menarik draw sheet,
menyebabkan pasien untuk mulai berubah posisi, orang
keduamembantusampaipasienberbaringnyaman di sisimereka.
5) Selain itu, pasien dapat memegang rel samping tempat tidur dan menarik diri ketika
perawat atau asisten menarik draw sheet.
6) Untuk memindahkan pasien keatas ranjang, seperti dari posisi tengkurapke posisi duduk
dengan kepala lebih tinggi, mulailah dengan teknik dua orang yang sama. Dekatkan diri
sedekat mungkin dengan pasien sambil mempertahankan sikap yang benar, kedua orang
harus menggeser tangan mereka di bawah punggung atas dan lutut pasien, angkat sampai
pasien digeser keatas tempat tidur.

Gambar 13. Teknik merubah posisi pasien bila dilakukan oleh dua orang perawat38

Teknik memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi roda


1) Identifikasi sisi terkuat pasien dan posisikan kursi roda di sisi itu.
2) Kunci kursi roda untuk mengamankan posisinya.
3) Angkat tempat tidur hingga sedikit lebih tinggi dari kursi roda.
4) Jangan menarik pasien keposisi duduk. Sebaliknya, gunakan control listrik tempat tidur
untuk menaikkan kepala tempat tidur atau membantu mereka “log roll” (pertama sisi
pasien menghadap kursi roda dan kemudian mendorong secara perlahan pasien naik,
pertama kesiku pasien, lalu tangan pasien, sampai pasien duduk tegak

20
sepenuhnya). Perawat dapat membantu pasien dengan mendukung punggung mereka dan
membantu mereka mengayunkan kaki mereka di sisi tempat tidur.
5) Jaga agar kedua kaki perawat selebar bahu, punggung lurus, dan lutut ditekuk, angkat
pasien sampai mereka berada dalam posisi berdiri, atau dikenal sebagai sit to stand lift.
6) Putar pasien sampai punggung mereka mengarah kekursi roda. Lakukan ini dengan sadar,
usaha perlahan, pasien dibimbing tidak didorong atau ditarik, karena gerakan tiba-tiba
dapat mengganggu keseimbangan pasien dan perawat yang membantu- pertahankan
punggung dan leher perawat yang membantu selaras, dan tekuk lutut dan jangan
menekuk pinggang, lalu perlahan-lahan turunkan pasien ke kursi roda.38

Gambar 14. Teknik memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi roda38

2.5.3 LBP akibat WML pada nelayan


Sampai saat ini, tenaga kerja di berbagai pekerjaan masih sangat dominan dalam
kegiatan WML. Namun, kegiatanMWL diidentifikasi sebagai penyebab risiko tinggi
penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti LBP.

21
Nelayan adalah suatu pekerjaan yang mengandalkan atau menggunakan aktivitas otot
seperti mengangkat jaring ikan,sehingga nelayan berisiko tinggi mendapatkan penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaannya akibat sikap kerja nelayan yang tidak ergonomis.

Massa beban ≥ 40 kg pada nelayan yang menyebabkan LBP. Massa beban ≥ 40 kg


risiko 7 kali lebih besar dibandingkan dengan nelayan yang massa beban < 40 kg. Massa
beban maksimal di Indonesia yang didefinisikan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Koperasi PER.01 / Men / 1978 dengan beban maksimum 40 kg untuk laki-
laki dewasa (22-45 tahun) dan 10 kg untuk wanita dewasa (22 -45 tahun). Kegiatan atau
gerakan yang membutuhkan energi tinggi akan memberikan beban mekanik yang tinggi ke otot-
otot, tendon, ligamen, dan sendi. Sebuah beban berat akan menyebabkan iritasi, peradangan,
kelelahan otot, kerusakan otot, tendon, dan jaringan lain.

Dalam proses kerja, nelayan harus mengangkat barang berulang-ulang. Hal itu diketahui
bahwa sebagian besar responden mengangkat berat> 25 kali dalam satu hari dan diketahui
bahwa nelayan yang menderita LBP kebanyakan dari kelompok dengan transportasi dan
frekuensi lifting> 25 kali. Hasilnya sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi kejadian LBP. Frekuensi beban angkat berat pada orang dengan tugas yang
sama berulang kali dengan postur yang salah tidak boleh melebihi 25 kali sehari. Frekuensi
beban angkat berat berhubungan dengan gerakan berulang. Gangguan muskuloskeletal karena
gerakan berulang terjadi karena sistem muskuloskeletal menerima tekanan terus menerus
tanpa mendapatkan kesempatan untuk relaksasi.

Karakteristik pengangkatan beban pada nelayan

Semua nelayan harus diajarkan teknik mengangkat yang aman, yaitu dengan cara
menekuk lutut dan angkat beban dengan kaki, bukan menggunakan punggung. Menjaga jarak
beban dekat dengan tubuh lalu gunakan pengerek, atau minta bantuan jika ada sesuatu yang
terlalu berat untuk diangkat sendiri. Hal tersebut dapat menimbulkan risiko cedera punggung
yang mana dapat mengakhiri kehidupan kerja. Prosedur pengangkatan dan penanganan manual
yang benar pada nelayan:

1. Gunakan alat pengangkat mekanis atau troli untuk memindahkan barang berat.

22
2. Gunakan glove atau sarung tangan yang tebal agar tidak terlepas saat memegang beban
berat.
3. Meminta bantuan saat mengangkat barang yang lebih berat dari batas kemampuan.

Ingatlah untuk mengikuti metode pengangkatan yang aman ini, yaitu:


1. Berjongkok untuk mengambil objek dan angkat menggunakan otot kaki, bukan otot
punggung;
2. Letakkan dan eratkan benda berat tersebut di tubuh, dan gerakkan kaki untuk berbalik,
serta jangan memelintir tubuh.
3. Atur posisi kerj sehingga semuanya mudah dijangkau.
4. Ubah posisi di sianghari. Misalkan ubah posisi dari berdiri menjadi bergerak disekitarnya.
5. Beristirahat setiap 2-3 jam, karena dapat membantu meregangkan tubuh.
6. Bergantian dengan pekerja lain untuk melakukan berbagai jenis tugas pengangkatan jika
memungkinkan.

Gambar 15. Teknik mengangkat pada nelayan39

2.6 Lifting Index


Lifting indeks (LI) adalah istilah untuk memperkiraan relatif tingkat stres fisik yang terkait
dengan tugas mengangkat manual. Lifting Indeks digunakan untuk mengetahui indeks
pengangkatan apakah proses pengangkatan menimbulkan risiko LBP atau tidak. Ketika lifting
indeks > 1 maka posisi tersebut dapat menimbulkan risiko tinggi LBP. Jika lifting indeks <1
maka posisi tersebut tidak menimbulkan risiko LBP.

23
Berikut rumus lifting indeks:

Lifting Indeks (LI) = Load Weight ÷ Recommended Weight limit (RWL)


Recommended Weight Limit (RWL)

Recommended Weight limit (RWL) adalah rekomendasi batas beban yang dapat
dilakukan oleh pekerja dalam periode waktu tertentu tanpa peningkatan risiko terjadinya LBP
yang diakibatkan pengangkatan beban manual meskipun pekerjaan tersebut dilakukan secara
repetitive dan dalam jangka waktu yang lama.

Berikut ini rumus RWL:

RWL = LC X HM X VM X DM X AM X FM X CM

LC : Load Constant (pelipat ganda berat beban konstan) = 23 kg

HM : Horizontal Multiplier (H) (pelipat ganda jarak horizontal) = 25/H. Jarak horizontal dan
garis tengah batang tubuh sampai posisi tangan memegang beban. Jaraknya minimal 25
cm, ( beban diperkirakan 10 cm di muka permukaan depan tubuh jarak batang tubuh
sampai sisi depan tubuh = 15 cm). Jarak maksimal 80 cm, yaitu jarak antropometri statis
jangkauan lengan maksimal pada sebagian besar individu pekerja.

Gambar 16. Jarak horizontal


Sumber: Middlesworth. Ergonomich NIOSH Lifting equations (singgle tasks)

24
VM : Vertical multiplier (V) (pelipat ganda tinggi beban dari lantai). Tinggi dasar beban dari
lantai = 1− (0,003) [V−75]. Tinggi maksimal 0 cm, bila beban diletakkan di lantai.
Tinggi maksimal 175 cm, yaitu tinggi antropometri statis jangkauan vertikal hampir
maksimal pada sebagian besar pekerja. Kondisi paling nyaman V= 75 cm, yaitu tinggi
buku jari antropometri statis pada saat berdiri.

Gambar 17. Jarak vertical tinggi beban dari lantai


Sumber: Middlesworth. Ergonomich NIOSH Lifting equations (singgle tasks)

DM : Distance multiplier (D) (pelipat ganda jarak angkatan) = 0,82 + (4,5/D). Jarak angkatan
dari tempat asal beban ke tempat tujuan. Jarak minimal 25 cm, karena kalau <25 cm
pengaruhnya terhadap variabelitas rumus sangat kecil, bila beban diletakkan di lantai
(Dalam rumus, bila D <25 dapat dianggap D= 25 cm). Jarak maksimal 200 cm, yaitu
tinggi antropometri statis jangkauan vertikal maksimal pada sebagian besar pekerja.

Gambar 18. Jarak angkatan dari tepat asal beban ke tempat tujuan
Sumber: Mark Middlesworth. Ergonomich NIOSH Lifting equations (singgle tasks)

25
AM : Asymetric multiplier (pelipat ganda sudut putaran dari titik asal). = 1− (0,0032 A). Besar
sudut putaran perpindahan beban, diukur dari tempat asal beban ke tempat tujuan.

Gambar 19. Besar sudut putaran perpindahan beban


Sumber: Mark Middlesworth. Ergonomich NIOSH Lifting equations (singgle tasks)

FM : Frequency multiplier (pelipat ganda frekuensi angkatan.) frekuensi rata−rata angkatan


dalam semenit (jumlah angkatan/menit) frekuensi minimal 0,2 ( 1 angkatan/5 menit),
untuk F <0,2 dianggap nilainya 0. Frekuensi maksimal 12−18, untuk F >18 di luar batas
kemampuan manusia.

Tabel 3. Pelipat ganda frekuensi angkatan


Frekuensi Lama kerja ( terus menerus)
(angkatan/meni
< 8 jam < 2 jam < 1 jam
t
V<75 cm V>75cm V<75 cm V>75cm V<75 cm V>75cm
0,2 0,85 0,85 0,95 0,95 1,00 1,00
0,5 0,81 0,81 0,92 0,92 0,97 0,97
1 0,75 0,75 0,88 0,88 0,94 0,94
2 0,65 0,65 0,84 0,84 0,91 0,91
3 0,55 0,55 0,79 0,79 0,88 0,88
4 0,45 0,45 0,72 0,72 0,84 0,84
5 0,35 0,35 0,60 0,60 0,80 0,80
6 0,27 0,27 0,50 0,50 0,75 0,75
7 0,22 0,22 0,42 0,42 0,70 0,70

26
8 0,18 0,18 0,35 0,35 0,60 0,60
9 0.00 0,15 0,30 0,30 0,52 0,52
10 0.00 0,13 0,26 0,26 0,45 0,45
11 0.00 0.00 0.00 0,23 0,41 0,41
12 0.00 0.00 0.00 0,21 0,37 0,37
13 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0,34
14 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0,28
>15 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

CM : Coupling multiplier (pelipat ganda faktor kemudahan memegang beban). Faktor faktor
kemasan beban yang dapat memudahkan memegang beban (bentuk kemasan beban,
elastisitas beban, memiliki pegangan).

Tabel 4. Pelipat ganda Faktor kemudahan


Kriteria kemudahan Pelipat ganda faktor kemudahan
V < 75 cm V> 75 cm
Baik 1,00 1,00
Cukup 0.95 1,00
Buruk 0,90 0,90

Keterangan kriteria kemudahan


1. Baik
a. Desain kemasan boks optimal, memiliki pegangan atau lubang dengan desainyang
optimal
b. Kemasan bukan boks, bagian yang bebas dari kemasan cukup longgar mudah dilipat
untuk pegangan
2. Cukup
a. Desain kemasan boks optimal, tetapi pegangan atau lubang kurang memenuhi syarat
b. Kemasan bukan boks atau desain kemasan boks yang kurang memenuhi syarat,
sehingga saat menggenggam tangan harus menekuk kedalam sebesar 900
3. Buruk

27
a. Desain kemasan boks kurang memenuhi syarat, tidak memiliki pegangan atau lubang
b. Kemasan bukan boks atau beban dengan bentuk tidak beraturan besar sekali atau
sukar untuk dipegang.

2.7 Manifestasi Klinis


Berdasarkan onset, LBP di kategorikan menjadi akut, subakut dan kronis. LBP akut
terjadi dibawah 6 minggu, LBP subakut apabila nyeri menetap salama 6-12 minggu awitan,
sedangkan LBP kronis bila nyeri dalam satu serangan menetap lebih dari 12 minggu. Sedangkan
pendapat lain menyatakan LBP didefinisikan sebagai kronis bila kejadian LBP berlanjut lebih
dari 3 bulan, karena sebagian besar jaringan ikat yang normal akan mengalami penyembuhan
dalam 6-12 minggu, kecuali ketidak stabilan patoanatomik tersebut berlanjut.

Berdasarkan anamnesis perlu ditanyakan beberapa hal sebagai berikut :

a. Awitan (kapan mulai terjadinya)


b. Lama serangan (berapa lama nyeri itu timbul)
c. Frekuensi (penyakit ini timbul untuk yang keberapa kali, LBP merupakan penyakit yang
sering kambuh, biasanya gangguan rasa nyeri timbul semakin sering dan intensitasnya
semakin berat
d. Lokasi rasa nyeri gangguan rasa nyeri sering lateral atau bilateral, timbul pada area
punggung bagian bawah (pinggang) yaitu bagian dari dorsal punggung yang terletak dari
tepi bawah iga ke 12 sampai tepi atau krista iliaka
e. Penyebaran rasa nyeri. Rasa nyeri sering kali menyebar sampai ke tungkai ipsilateral
sesuai alur dari nervus ischiadikus.
f. Provokasi (aktifitas yang mencetuskan atau yang memperberat rasa nyeri timbul pada
waktu melakukan antefleksio, mengangkat/menurunkan/menarik/mendorong beban, naik
tangga atau bukit.
g. Aleviasi (aktifitas/sikap yang dapat mengurangi rasa nyeri)31

Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi

28
Pada pemeriksaan fisik seorang penderita LBP daerah tulang belakang harus
mendapatkan perhatian khusus. Pada inspeksi diperhatikan gaya jalan penderita, bagaimana ia
mendudukan dirinya atau bagaimana caranya dia naik tempat tidur periksa untuk berbaring.
Kemudian dilakukan inspeksi tulang belakang, penderita harus berdiri dan tulang belakang
harus semuanya terlihat. Kurvator fisiologi pada daerah servikal torakal dan lumbal dapat
diperiksan dengan cermat dari samping. Skoliosis, lordosis, lumbal yang mendatar,
kekendoran otot dan ketegangan otot gluteal dan asimetris lipatan gluteal harus diperhatikan.
Gaya berjalan seperti robot, tulang belakang terasa kaku, tidak dapat berputar sedikitpun
sewaktu akan duduk maupun adalah khas bagi penderita spondiliti sankilopoeta, berjalan
dengan salah satu tungkai berjinjit dan sedikit membungkuk menandakan bahwa nyeri akan
timbul bilamana ia akan berjalan tegak tanpa berjingkat.

b. Palpasi

Palpasi setiap ruas tulang belakang harus dilakukan, nyeri tekan dicari dengan menekan
prosesus spinosus dan disampingnya. Dalam hal ini defense muscular dapat sekaligus di
periksa. Motilitas tulang belakang diperiksa saat fleksi kedepan, kebelakang, dan ke
samping. Yang harus diperhatikan adalah pemekaran deretan prosessus spinosus waktu
membungkuk. Hal ini mudah diteliti sebagai berikut. Kelima jari pemeriksa ditempatkan
masing masing pada L1, L2, L3,L4 dan dan L5. Kalau tidak terdapat motilitas yang wajar,
maka jari jari pemeriksa tidak menjauhi satu dengan yang lain pada saat yang diperiksa
membungkuk. Jika didapati defense muscular maka pada sisi itu terdapat kelainan yang
dapat bersifat patologi setempat atau gangguan diskogenik.32

c. Test Laseque

Pemeriksaan pada penderita berbaring terdiri dari tindakan laseque, test patrick dan
tindakan kebalikan. Pada tindakan laseque orang yang sakit merasakan nyeri di tempat lesi
diskogenik atau sepanjang nervus ischiadikus. Nyeri tersebut timbul saat diangkatnya tungkai
dalam sikap lurus sisi kontralateral. Hasil tindakan laseque inilah yang dinamakan laseque
silang yang positif yang khas pada lesi diskogenik32

29
Gambar 20. Test Laseque
Sumber : Sidarta Priguna. Neurologi Klinis. Edisi 6. Jakarta: Dian Rakyat. 2013. hal 212

d. Test Patrick

Pada pemeriksaan patrick dilakukan fleksi, abduksi, eksorotasi dan ekstensi. Karena
gabungan gerakan tersebut sendi panggung teregang, jika test patrick menimbulkan nyeri
didaerah bokong atau sepanjang perjalan nervus ischiadikus maka penyebab nyeri harus
dicari disendi panggul ipsilateral. 32

Gambar 21. Test Patrick

Sumber : Sidarta Priguna. Neurologi Klinis. Edisi 6. Jakarta: Dian Rakyat. 2013. 212

30
Dengan test kebalikan dari tindakan patrick dilakukan gerakan gabungan dimana fleksi,
aduksi, endorotasi dan dan ekstensi meregangkan sendi sakroiliaka. Maka test kebalikan
patrick yang positif menunjuk kepada sumber nyeri di sendi sacroiliaka.32

Pemeriksaan Penunjang

Foto Rontgen tulang belakang lumbosakral sebaiknya selalu dibuat pada setiap orang
yang mengeluh tentang LBP. Oleh karena fraktur, osteoporosis, dislokasi, tumor dan infeksi
dapat diperlihatkan foto tersebut. Foto rontgen yang harus dibuat ialah foto lumbosakral dengan
proyeksi anteroposterior, lateral, oblique kanan dan kiri. Menurut penelitian diskus
intervetrebralis antara ruas lumbal terbawah dan S1 selalu menyempit pada orang yang berusia
50 tahun ke atas, sehingga nyeri yang tidak terlokalisir di tempat tersebut tidak boleh
dihubungkan dengan lesi diskogen antar ruas lumbal terbawah dan S1.Jika dicurigai ada kondisi
serius, magnetic resonance imaging (MRI) biasanya paling tepat. Computer tomography adalah
alternatif jika MRI dikontraindikasikan atau tidak tersedia. Radiografi mungkin membantu untuk
menyaring kondisi serius, tetapi biasanya memiliki sedikit nilai diagnostik karena sensitivitas
dan spesifisitasnya yang rendah. 32

2.8 Tatalaksana
a. Medikamentosa25
Anti inflamasi nonsteroid sebagai lini pertama
Tramadol atau duloxetine sebagai lini kedua
Opioid sebagai pilihan pada pasien yang telah gagal dalam perawatan.
b. Non medikamentosa
1.Peregangan (stretching)
Salah satu upaya yang dianggap tepat untuk mencegah peningkatan keluhan
LBP adalah pemberian pelatihan peregangan atau stretching yang merupakan upaya
administratif dalam mengurangi risiko bahaya ergonomi di tempat kerja. Prinsip dari
pemberian pelatihan ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan
pekerja dalam melakukan pencegahan terhadap munculnya keluhan LBP serta
meningkatkan lingkup gerak sendi.26
2. Ice message

31
Fisioterapi berupa terapi dingin (cryotherapy) yaitu prosedur yang sederhana
dan efektif untuk menurunkan spasme otot sehingga dapat mengurangi nyeri, terapi
dingin yang dapat digunakan yaitu ice massage. Ice massage adalah tindakan
pemijatan dengan menggunakan es pada area yang sakit. Tindakan ini merupakan hal
sederhana yang dapat dilakukan untuk menghilangkan nyeri. Pemberian ice massage
dilakukan selama 5 sampai 10 menit.27

2.9 Managemen
1. Managemen untuk saferlifting adalah sebagai berikut :
a) Rencanakan alur kerja untuk menghilangkan lift yang tidak perlu.
b) Atur pekerjaan sehingga tuntutan fisik dan kecepatan kerja meningkat secara bertahap.
c) Meminimalkan jarak beban diangkat dan diturunkan.
d) Posisikan muatan material palet pada ketinggian yang memungkinkan pekerja
mengangkat dan menurunkan dalam zona kekuatannya.
e) Hindari mengangkat atau menurunkan beban secara manual ke atau dari lantai.
a. Simpan bahan dan / atau produk di luar lantai.
b. Atur material untuk sampai di palet, dan simpan material di palet selama
penyimpanan.
c. Gunakan forklift untuk mengangkat atau menurunkan seluruh palet material
d. Atur agar materi dimuat langsung ke rak penyimpanan.
e. Simpan barang yang ringan atau jarang terangkat di lantai.
f. Gunakan perangkat mekanis bila memungkinkan.
g. Hindari mendesain pekerjaan yang mengharuskan pekerja mengangkat atau
menurunkan material ke atau dari lantai.
f) Untuk muatan yang tidak stabil dan / atau berat:
g) Tandaibeban untuk mengingatkan pekerja.
h) Menguji beban untuk stabilitas dan berat sebelum membawa beban.
i) Gunakan perangkat atau peralatan mekanis untuk mengangkat beban.
j) Mengurangi berat beban dengan menempatkan lebih sedikit item dalam wadah.
k) Menggunakan wadah yang lebih kecil dan / atau lebih ringan.
l) Isi ulang wadah agar isinya tidak bergeser dan beratnya seimbang.
m) Gunakan mengangkat tim sebagai tindakan sementara untuk benda berat atau besar.

32
n) Kurangi frekuensi pengangkatan dan jumlah waktu karyawan melakukan tugas
pengangkatan dengan:
o) Mengurangi pekerja dalam pengangkatan tugas dengan pekerja lain dalam tugas yang
tidak mengangkat.
p) Memiliki tugas mengangkat alternatif dengan tugas yang tidak mengangkat.
q) Kosongkan ruang untuk meningkatkan akses ke bahan atau produk yang sedang
ditangani. Akses yang mudah memungkinkan pekerja untuk lebih dekat dan mengurangi
jangkauan, tekukan, dan pelintiran.
2. Managemen untuk safer carrying sebagai berikut:
a) Rencanakan alur kerja untuk menghilangkan pengangkutan yang tidak perlu.
b) Geser, dorong, atau guling alih-alih membawa, jika perlu.
c) Atur pekerjaan sehingga tuntutan fisik dan kecepatan kerja meningkat secara bertahap.
d) Kurangi jarak yang beban dipindahkan ke minimum. Jika perjalanan panjang diperlukan,
gunakan peralatan.
e) Untuk muatan yang tidak stabil dan / atau berat:
f) Tandai beban untuk memberi tahu pekerja.
g) Menguji beban untuk stabilitas dan berat sebelum membawa beban.
h) Gunakan perangkat atau peralatan mekanis untuk membawa atau memindahkan beban.
i) Mengurangi berat beban dengan:
a. Menempatkan lebih sedikit barang di wadah.
b. Menggunakan wadah yang lebih kecil dan / atau lebih ringan.
c. Membagi beban antara dua wadah dan membawa satu di masing-masing tangan.
j) Bungkus kembali wadah sehingga isinya tidak akan bergeser dan beratnya seimbang.
k) Gunakan membawa tim sebagai tindakan sementara untuk benda berat atau besar.
l) Mengurangi frekuensi dan jumlah waktu pekerja membawa material dengan:
m) Memutar pekerja dalam melakukan tugas dengan pekerja lain dalam tugas yang tidak
membawa.
n) Memiliki pekerja secara bergantian membawa tugas dengan tugas yang tidak membawa.33

2.10 Pencegahan
Cara mencegah terjadinya LBP pada pekerja MWL sebagai berikut :

33
1. Adanya informasi tentang kesehatan dan keselamatan kerja, sifat cedera, teknik angkat
berat yang benar bagi pekerja
2. Adanya standar operasi baku (SOP)
3. Pelatihan tentang kesehatan dan keselamatan kerja
4. Modifikasi perilaku aktif dan hidup sehat
5. Pengendalian jadwal kerja
6. Pengendalian jadwal istirahat
NIOSH menyarankan lebih baik untuk melakukan pelatihan dalam mengidentifikasi
bahaya pengangkatan serta menggunakan teknik dan metode pengangkatan yang aman untuk
meningkatkan efektivitas program. Dalam melakukan pencegahan yang dimaksut adalah dengan
melakukan pengendalian risiko berdasarkan hirarki pengendalian risiko yaitu melakukan
eliminasi. Melakukan eleminasi berarti menghilangkan semua potensi risiko yang ada. Namun,
aktivitas manual handling tersebut sulit untuk tidak dilakukan karena memang aktivitas
utamanya adalah melakukan manual handling sebagai contoh maka pengendalian risiko berupa
eleminiasi tidak akan sesuai. Pertimbangan lain yang dilakukan yaitu dengan substitusi.  Pada
akhirnya aktivitas substitusi dalam pengendalian risiko ergonomi akan berkaitan erat dengan
pendekatan teknik.  Dimana kita melakukan pergantian terhadap aktivitas pekerjaan utama
dengan aktivitas serupa namun tidak membahayakan bagi pekerja.  Umumnya substitusi akan
berkaitan erat dengan pendekatan teknik.  Sejalan denan perkembangan zaman sehingga berbagai
hal terkait rekayas engineering dibuat untuk melakukan substitusi dari kondisi saat ini yang
memang perlu perbaikan.1
Pendekatan teknik adalah metode pengendalian yang fokus dari program ergonomi
adalah membuat pekerjaan sesuai dengan orang tersebut, bukan memaksa orang untuk
menyesuaikan pekerjaan. Ini dapat dicapai dengan merancang atau memodifikasi workstation,
metode kerja, dan alat-alat untuk menghilangkan aktivitas berlebih dan postur yang aneh dan
untuk mengurangi gerakan berulang. Menurut NIOSH pertimbangan untuk melakukan
improvement yaitu sebagai berikut:
1. Berikan variasi dalam pekerjaan untuk menghilangkan atau mengurangi pengulangan
yaitu terlalu sering menggunakan kelompok otot yang sama.
2. Sesuaikan jadwal kerja, kecepatan kerja, atau praktik kerja.
3. Berikan waktu pemulihan, misalnya istirahat singkat.

34
4. Ubah praktik kerja sehingga pekerja melakukan pekerjaan dalam zona kekuasaan mereka
yaitu di atas lutut, di bawah bahu, dan dekat dengan tubuh.
5. Rotasikan pekerja melalui pekerjaan yang menggunakan otot, bagian tubuh, atau postur
yang berbeda.
Memberikan pelatihan kepada karyawan dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan pada masalah ergonomi seperti teknik penanganan manual yang tepat,
mengidentifikasi faktor risiko penanganan manual, identifikasi gejala dan pelaporan, ergonomi
perbaikan diri dan inisiatif pengendalian seperti teknik peregangan dan penguatan dan lain-lain.
Selain itu harus digunakan dengan perubahan tempat kerja yang dibuat. Pekerja membutuhkan
pelatihan dan praktik langsung dengan alat, peralatan, atau praktik kerja baru untuk memastikan
mereka memiliki keterampilan yang diperlukan untuk bekerja dengan aman. Pelatihan paling
efektif jika interaktif dan sepenuhnya melibatkan pekerja. Di bawah ini adalah beberapa saran
menurut NIOSH untuk pelatihan berdasarkan prinsip pembelajaran orang dewasa :
1. Berikan praktik langsung ketika alat, peralatan, atau prosedur baru diperkenalkan kepada
tenaga kerja.
2. Gunakan beberapa jenis alat bantu visual misalnya, gambar, bagan, video dari tugas yang
sebenarnya di tempat kerja.
3. Adakan diskusi kelompok kecil dan sesi pemecahan masalah.
4. Beri para pekerja banyak kesempatan untuk pertanyaan.
Menurut Permenkes Nomor 48 Tahun 2016
Sebagaimana Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 48 tahun 2016
tentang keselamatan dan kesehatan kerja perkantoran menyebutkan bahwa K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja) adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan
kesehatan karyawan melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.40
Selain itu Permenkes No. 48 juga menjabarkan yang dimaksud dengan ergonomik adalah ilmu
yang mempelajari interaksi kompleks antara aspek pekerjaan yang meliputi peralatan kerja, tata
cara kerja, proses atau system kerja dan lingkungan kerja dengan kondisi fisik, fisiologis dan
psikis manusia karyawan untuk menyesuaikan aspek pekerjaan dengan kondisi karyawan dapat
bekerja dengan aman, nyaman efisien dan lebih produktif. Di mana aspek ergonomic ini sangat
berkaitan dengan teknik pengangkatan atau MWL yang benar.
Standar ergonomic pengangkatan beban berdasarkan Permenkes No. 48 tahun 2016 meliputi:

35
1. Postur Tubuh
Ketika mengangkat dan membawa barang dengan beban maka posisi punggung dalam
keadaan lurus (diskusintervertebralis), terihat pada gambar biru. Dengan posisi ini beban akan
terdistribusi keseluruh sendi yang berbeda (lutut, tulang belakang).41,42

Gambar 22. Posisi mengangkat3

Gambar 22. Posisi tulang belakang 42

Gambar 23. Posisitulang vertebrae menerima beban 42

2. Penanganan Beban Manual

36
Pada kegiatan mengangkat dan mengangkut, dianjurkan agar beban sedekat mungkin
pada garis vertikal gravitasi tubuh. Dengan begitu, upaya yang bersifat mengimbangi berkurang
dan dihindari aktivitas otot statis yang tidak perlu. Standar kemampuan angkat tersebut tidak
hanya meliputi arah beban, akan tetapi beisi pula tentang ketinggian dan jarak operator terhadap
beban yang akan diangkat.43

Gambar 24. Batas beban angkat43

BAB III
KESIMPULAN

Low Back Pain (LBP) merupakan salah satu cedera yang disebabkan oleh kegiatan
Manual Weight Lifting (MWL). LBP banyak terjadi pada sektor informal dengan aktivitas
sehari-hari yang menggunakan tenaga manusia untuk mengangkat beban barang. Hal ini
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pekerja dapat kehilangan pekerjaannya.
Kegiatan MWL ini memiliki banyak risiko terjadinya cedera karena banyak pekerja yang
tidak memahami teknik-teknik untuk mengangkat barang. Selain itu, masih banyak pekerja
yang tidak memahami faktor risiko yang terjadi akibat MWL, sehingga masih banyak
pekerja yang mengalami LBP.

37
Jadi, untuk mencegah pekerja yang sehari-harinya bekerja dengan kegiatan
mengambil dan mengangkat barang secara manual agar tidak terjadinya LBP, maka pekerja
harus mengetahui teknik-teknik pengangkatan barang. Selain itu para pekerja pun harus
mengetahui apa saja faktor risiko terjadinya LBP pada pekerja. Maka dari itu, pelatihan dan
pemahaman terhadap kesehatan dan keselamatan kerja sebagai modal awal yang berkenaan
dengan pekerjaan harus dikelola dengan tepat.

DAFTAR PUSTAKA
1. NIOSH Technical Report : Work Practices Guide for Manual Lifting.
2. Mondal K, Majumdar D, Pal MS, Sahrawati T, Kumar B. Association of manoual weight
lifting task with low back pain : a pilot study. Journal of Clinical and Diagnostic
Research. 2019; 13(2).
3. Adeyemi O, Adejuyigbe S, Akanbl O, Ismaila S. Lifting task methods and low back pain
among construction worker in southwestern nigeria. Global Journals Inc. 2013; 13(3) :27-
33
4. Ramandi F F. Study of low back pain intensity and disabilitpy index among manual
material handling workers of a tile and ceramic industrial unit, Iran. JOHE. 2018; 7(3):
167-73
5. Monaro Paul. Low back pain in construction worker. 2015

38
6. Joseph F S, Sauer S G, Patel T, Roy T C. A History Of Low Back Pain Affects Pelvis
And Trunk Coordination During A Sustained Manual Materials Handling Task.
Available at www.sciencedirect.comAccessed On November 2019
7. Derow B, Daruis DD, Ismail AR, Sawal NA, Ghani JA. Work related musculoskeletal
disorders among workers performing manual material handling work in an automotive
manufacturing company. AJAS. 2010; 7(8): 1087-92
8. Mondal K, Majumdar D, Pal MS, Sahrawati T, Kumar B. Association of manoual weight
lifting task with low back pain : a pilot study. JCDR. 2019; 13(2).
9. Carlton, R (1987). The effects of body mechanics instruction on work performance.
AJOM. 1987; 4(1):16-20.
10. Sedgwick, A & Gormley, J (1998). Training for lifting; an unresolved ergonomic issue.
Applied Ergonomics1998;29(5):395-398.
11. Albers, T & Estill, C. Simple Solution – ergonomics for construction workers. NIOSH,
Department of Health and Human Servises, Centre for Disease Control & Prevention.
http://www.cdc.gov/niosh/docs/2007-122/pdfs/2007-122.pdfAccessed On November
2019
12. Choi, S. A study of trade-specific occupational ergonomics considerations in the U.S.
construction industry. 2012;4(2):215-222.
13. Mawston, G & Boocock, M. The effect of lumbar posture on spinal loading and the
function of the erector spinae: implications for exercise and vocational rehabilitation.
NZJP.2012;4(3):135-140
14. Bazrgari, B. et al. Analysis of squat and stoop dynamic lifting: muscle forces and internal
spinal loads. ESJ.2007;1(6):687-699.
15. Sudayasa IP, Ibnu MI, Widjaya MP. Correlation Biomechanical Method of Manual
Material Handling with Low Back Pain. Departemen of Public Health Faculty of
Medicine, University of Halu Oleo (UHO). Kendari. 2016
16. Harrianto R, Samara D, Tjhin P, Wartono M. Manual handling as risk factor of low back
pain among workers. Universa Medicina. 2009;28(3):134-160
17. Mayasari D, Saftarina F, Sari MI, Sirajudin A. Analysis of Manual Material Handling
Technique and Its Association with Low Back Pain (LBP) Among Fisherman In

39
Kangkung Village, Bandar Lampung. Faculty of Medicine, University of Lampung.
2019;4(5):228-34.
18. Craig BN, Congleton JJ, Beier E, Kerk CJ, Amendola AA, Gaines WG. Occupatoonal
Risk Factor and Back Injury. International Journal of Occupational Safety and
Ergonomics. JOSE. 2013;19(3):335-45.
19. Patrianingrum M, Oktaliansah E, Surahman E. Prevalensi dan Faktor Risiko Nyeri
Punggung Bawah di Lingkungan Kerja Anestesiologi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin
Bandung. Jurnal Anestesi Perioperatif. 2015; 3(1): 47-56
20. Syuhada AD, Suwondo A, Setyaningsih Y. Faktor Risiko Low Back Pain pada Pekerja
Pemetik Teh di Perkebunan Teh Ciater Kabupaten Subang. Jurnal Promosi Kesehatan
Indonesia. Januari 2018;13(1):55-78
21. Kreshnanda IPS. Prevalensi dan Gambaran Keluhan Low Back Pain (LBP) pada Wanita
Tukang Suun di Pasar Badung, Januari 2014. E-Jurnal Medika. 2016;5(8):227-240
22. Sulaeman YA, Kunaefi TD. Low Back Pain (LBP) Pada Pekerja Di Divisi Minuman
Tradisional. JTL. 2015;21(2):201-11
23. Kementrian Kesehatan Ripublik Indonesia. Low Back Pain. Available at:
http://www.yankes.kemkes.go.id/read-low-back-pain-lbp-5012.html. Accessed On
Novemember 2019.
24. Brian a. Casazza. Diagnosis and treatment of acute low back pain.Am fam physician.
2012;85(4): 343-350.
25. Clinical Guaidline. Noninvasive Treatments for Acute, Subacute, and Chronic Low Back
Pain: A Clinical Practice Guideline From the American College of Physicians. Annals Of
Internal Medicine 2017.
26. Septo J A, Koesyanto H. Pengaruh Stretching Terhadap Nyeri Punggung Bawah Dan
Lingkup Gerak Sendi Pada Penyadap Getah Karet Pt Perkebunan Nusantara Ix (Persero)
Kendal. UJPH 2016;5(1):1-9
27. Nurlis E, Bayhaki, Erika. Pengaruh Terapi Dingin Ice Massage Terhadap Perubahan
Intensitas Nyeri Pada Penderita Low Back Pain. Jurnal Ners Indonesia 2012;2(2):185-91
28. Arun Garg and Jay M. Kapellusch, The NIOSH Lifting Equation and Low-Back Pain,
Part 2: Association With Seeking Care in the BackWorks Prospective Cohort Study.
Epidemiological Studies of Workplace Musculoskeletal Disorders. 2014; 56 (1):44–57

40
29. Joanne W.Y. Chung, Henry C.F. So.ASurveyofWork-Related Pain Prevalence Among
Construction Workers in Hong Kong: A Case-Control Study. Int. J. Environ. Res.
PublicHealth, 2019; 16(1):2-12
30. Harrianto R, Samara D, Tjhin P, Wartono M. Manual Handling As Risk actors Of Low
Back Pain Among Workers.Universa Medicine 2009;28(3):170-8
31. Harrianto ridwan. Buku ajar kesehatan kerja. EGC, 2010 hal 227
32. Sidarta Priguna. Neurologi Klinis. Edisi 6. Jakarta: Dian Rakyat. 2013. 212
33. Ergonomics Guidline For Manual Material Handling. Available at
https://www.cdc.gov/niosh/docs/2007-131/pdfs/2007-131.pdf . Accessed on November
2019
34. Nolan D, O'Sullivan K, Stephenson J, O'Sullivan P, Lucock M. What do physiotherapists
and manual handling advisors consider the safest lifting posture, and do back beliefs
influence their choice. Musculoskelet Sci Pract. 2017;33:35-40.
35. Harrianto ridwan. Buku ajar kesehatan kerja. EGC, 2010 hal 227
36. Joyce james. An Intoduction To The Management Of Manual Handling In The
Construction Sector. HSA. 2013 hal 1−20
37. Aslam I, Davis SA, Feldman SR, Martin WE. A Review of Patient Lifting Interventions
to Reduce Health Care Worker Injuries. Journal of Workplace Health. 2015; 63(6): 267-
75.
38. Helleso NS, Nordtug B, Brataas HV. Patient transfer skills and safety culture. Journal of
Nursing Education and Patient. 2016; 6(10): 93-100.
39. https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-
bangkok/documents/publication/wcms_329102.pdf. Accessed on November 26th, 2019
40. Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia Nomor 48 Tahun 2016
TentangStandarKeselamatan Dan KesehatanKerjaPerkantoran
41. Ihsan MZ, Suyanto, Burhanuddin L. Gambaransikapergonomi dan
proporsikeluhanmuskuloskeletal pada tenagakerjabongkatmuat di
pelabuhanbongkarmuatbarangPekanbaru. JOM FK. 2015; 2(2).
42. Kamat SR, Zula NEN, Rayme NS, Shamsuddin S, Husain K. The ergonomics body
posture on repetitive and heavy lifting activities of workers in aerospace manufacturing

41
warehouse. IOP Conf. Series: Materials Science and Engineering. 2017.
doi:10.1088/1757-899X/210/1/012079
43. Health and Safety Authority. Guide to the Safety, Health and Welfare at Work (General
Application) Regulations. 2007.

42

Anda mungkin juga menyukai