Bab Makan Rezeki Halal
Bab Makan Rezeki Halal
َن
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan
bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya “ (QS. Al-Maidah: 88).
Dalam sebuah hadits hasan yang diriwayatkan oleh Ibnu Muflih daam Kitab al-Adab al-Syar’iyyah, dan
disandarkan pada sahabat Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, Rasulullah shllallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
َ ً ُّ َ َ َ َ َ َ مْل ً َ اًل ُّ طلب
َو َس ْع ًيا َعلى أ ْه ِل ِه َوت َعطفا َعلى َج ِار ِه َج َاء َي ْو َم، ِا ْس ِت ْعفافا َع ِن ا ْسأل ِة، الدنيا َحال َ من
ُ ْ َ ْ َ َ ُ َ َ َّ َ َ ً ُ اًل ُّ ْالق َي َامة َو َو ْج ُه ُه َك ْال َق َمر َل ْي َل َة ْال َب ْدر َو َم ْن َط َل َب
ض َبان الدنيا حال مكا ِثرا ل ِقي الله وهو علي ِه غ ِ ِ ِ ِ
“Barangsiapa mencari kehidupan dunia dengan jalan halal, karena niat menjaga kehormatannya dari
suatu masalah, dan niat usaha menafkahi keluarganya, menyantuni tetangganya yang kekurangan,
maka kelak ia akan datang di hari kiamat dengan wajah bagaikan bulan di malam purnama. Dan
barangsiapa mencari dunia dengan jalan halal, namun karena niat menumpuk-numpuknya, maka kelak
ia akan bertemu dengan Allah dengan kondisi dibenci oleh-Nya.”
Dalam hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan bagi orang yang bekerja, yaitu
agar ia meniatkan diri untuk mencari rezeki yang halal. Meski demikian, kita tidak boleh lupa agar
membagusi niat bahwa kerjanya tersebut adalah semata untuk menjaga kehormatan diri dan
agamanya, menafkahi keluarganya dari hasil kerja yang baik, serta tidak lupa untuk berderma kepada
sesama.
Alkisah, Nabi Dawud alaihissalam suatu ketika pergi meninggalkan kerajaannya. Kemudian, salah satu
dari pelayannya, yang dengan setia mendampinginya, ditanya mengenai kisah perjalanan beliau itu.
َ ُ َ َيا َف َتى َما َت ُق ْو ُل فى
داود؟ ِ
"Sebaik-baik hamba. Dia memiliki sebuah pekerti yang belum pernah diketahui selama ini.”
Orang itu lalu bertanya: ِي؟
َ " َو َما هApa itu?”
Pemuda itu menjawab: “Suatu ketika, ia memakan harta dari baitu al-mal-nya kaum muslimin. Karena
sebagai raja, ia boleh mendapatkan gaji darinya. Namun, ketika itu ia menerima wahyu bahwa ‘betapa
Allah subhanahu wata’ala mencintai seorang hamba yang makan dari hasil jerih payahnya sendiri, dari
buah tangannya sendiri (ِ ’!)مِنْ َك ِّد َي ِدهSelepas menerima wahyu itu, beliau bersegera beranjak menuju
mihrab tempat ia bersujud, sembari menangis tersedu, sembari merenung dan berdoa kepada Allah
subhanahu wata’ala:
َ ُ مْل ْ ُ ُ َ ً َْ ّ
صن َعة أ ْع َمل َها ِب َي َد َّي تغ ِن ْي ِني ِب َها َع ْن َب ْي ِت َم ِال ا ْس ِل ِم ْين َيا َر ِ ّب َع ِل ْم ِني
“Wahai Tuhanku! Ajarkanlah kepadaku sebuah pekerti yang bisa aku kerjakan dengan tanganku dan
mampu menghindarikan aku dari harta baitu al-malnya kaum muslimin!”
ُوصه
َ َُح ُد ُك ْم َفلُ َّوهُ أ َْو َقل
ِِ ِ
َ ب إِالَّ أَ َخ َذ َها اللَّهُ بِيَمينه َفُي َربِّ َيها َك َما ُي َربِّى أ ٍ َح ٌد بِتَ ْم َر ٍة ِم ْن َك ْس
ٍ ِّب طَي َ ص َّد ُق أ
َ َالَ َيت
َّ ْ ُ ُ َ ْ َ َ َّ ُّ َ َ
اس
ِ ِلن ل م ه ع فن أ هللا
ِ ى ل إ اس
ِ ِ الن أحب
"Sebaik-baik hamba di sisi Allah, adalah yang paling bermanfaat buat sesamanya.”