Anda di halaman 1dari 89

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/318471504

Praktik Karawitan Daerah Lain I Karawitan Sunda

Book · December 2012

CITATIONS READS

0 3,172

1 author:

Asep Saepudin
Institut Seni Indonesia Yogyakarta
9 PUBLICATIONS   5 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Perancangan Metode Pembelajaran Tepak Kendang Jaipongan Berbasis Multimedia View project

All content following this page was uploaded by Asep Saepudin on 17 July 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PRAKTIK KARAWITAN DAERAH
LAIN I KARAWITAN SUNDA
Asep Saepudin, S.Sn., M.A.
NIP. 19770615 200501 1 003

DIKTAT

JURUSAN KARAWITAN
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
2012
Prakata

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, bahwasannya penulisan diktat


berjudul Praktik Karawitan Daerah Lain I (Praktik Karawitan Sunda) ini akhirnya
dapat diselesaikan. Atas izin dan ridho-Nya penulis diberikan kekuatan untuk
menyelesaikan penulisan diktat ini.
Karawitan Daerah Lain 1 adalah materi kuliah yang mengajarkan tentang
praktik bermain gamelan Sunda. Nama mata kuliah ini pada awalnya Praktik
Karawitan Sunda yang berubah menjadi Karawitan Daerah Lain 1 setelah adanya
kurikulum baru. Mata kuliah ini berisi tentang praktik menabuh gamelan Sunda
meliputi gamelan pelog slendro dan gamelan degung. Aplikasi dari kemampuan
kuliah ini diharapkan mahasiswa memiliki pengetahuan tentang karawitan Sunda
serta mampu mempraktikkan instrumen gamelan untuk mengiringi lagu maupun
tarian.
Perubahan Kurikulum Berbasais Kompetensi (KBK) yang membatasi
jumlah nama mata kuliah di Jurusan Karawitan ISI Yogyakarta, berdampak pada
berkurangnya jumlah SKS serta nama mata kuliah untuk karawitan Sunda.
Sebelumnya, jumlah SKS mata kuliah ini adalah 4 SKS yakni 2 SKS
Pengetahuan Karawitan Sunda (Pengetahuan Karawitan III) dan 2 SKS Praktik
Karawitan Sunda. Namun sekarang jumlah SKS nya menjadi 3 SKS yang berubah
namanya menjadi Karawitan Daerah Lain 1. Oleh karena itu, isi dari mata kuliah
ini berisi tentang pengetahuan karawitan Sunda sekaligus dengan praktiknya
dengan difokuskan pada praktik menabuh gamelan pelog slendro.
Penulis sangat sadar bahwa selesainya diktat ini belum sempurna. Oleh
karena itu, kritik sarannya dari pembaca sangat diharapkan. Akhirnya, semoga
diktat ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Yogyakarta, 20 Desember 2012

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

Prakata ............................................................................................................ ii
Daftar Isi.......................................................................................................... iii
Petunjuk Pengunaan ........................................................................................ v

BAB I KARAWITAN SUNDA ................................................................... 1


A. Sekilas tentang Karawitan Sunda ..................................................... 1
B. Gamelan Pélog Saléndro .................................................................. 2
a. Laras ............................................................................................. 3
b. Surupan ........................................................................................ 5
c. Gending ........................................................................................ 6
d. Patet .............................................................................................. 12
C. Kendang ........................................................................................... 15
a. Bentuk ......................................................................................... 16
b. Nama-nama Bagian Kendang ...................................................... 17
c. Pelarasan ....................................................................................... 20
d. Penotasian .................................................................................... 22
e. Struktur Panyajian ........................................................................ 24
f. Fungsi Kendang ............................................................................ 25

BAB II MENABUH GAMELAN SUNDA ................................................... 26


A. Beberapa Perbedaan ........................................................................ 26
B. Bentuk Gending dan Tingkatan Embat ........................................... 27
a. Bentuk Gending Gurudugan ....................................................... 27
b. Bentuk Gending Ayak-ayakan ................................................... 27
c. Bentuk Gending Rerenggongan ................................................. 28
d. Bentuk Gending Lenyepan ......................................................... 28
e. Bentuk Gending Lalamba ........................................................... 29
C. Tingkatan Embat .............................................................................. 30
D. Patet ................................................................................................. 32
E. Pola Dasar Menabuh gamelan ........................................................ 35
a. Pola Dasar Tabuhan Gamelan Embat Sawilet ............................. 35
b. Aplikasi Pola Tabuhan Embat Sawilet
dalam Gending Sorong Dayung .................................................. 42
c. Patet Sebagai Penentu Nada Dasar .............................................. 43
d. Pola Dasar Tabuhan Gamelan Embat Dua Wilet......................... 53
e. Aplikasi Pola Tabuhan Embat Dua Wilet
dalam Gending Sorong Dayung Lagu Adu Manis....................... 61

iii
BAB III MENABUH KENDANG SUNDA .................................................. 65
A. Pola Tepak Kendang Embat Sawilet ............................................... 65
B. Pola Tepak Peralihan Embat Sawilet Naek Dua Wilet .................... 66
C. Pola Tepak Kendang Embat Dua Wilet ........................................... 66
D. Pola Tepak Ngagoongkeun ............................................................. 67
E. Aplikasi Pola Tepak Kendang dalam Lagu Seunggah ................... 68
a. Langkah-Langkah Membaca Notasi ........................................... 68
b. Pola Tepak Kendang Jaipongan dalam Lagu Seunggah ............ 70

BAB IV KESIMPULAN ................................................................................ 80


Kepustakaan ................................................................................................... 81

iv
PETUNJUK PENGGUNAAN

Di Jurusan Karawitan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, mata


kuliah praktik karawitan Sunda telah berlangsung lama menjadi bagian dari
kurikulum pembelajaran. Hal ini termasuk salah satu tujuan Jurusan Karawitan
FSP ISI Yogyakarta yang berupaya untuk mengadakan mata kuliah musik dari
seluruh wilayah nusantara guna memberi bekal bagi para mahasiswa dalam
menempuh studi S-1 nya. Pada awalnya, mata kuliah ini termasuk Mata Kuliah
Pilihan (MKP) yang diambil oleh mahasiswa semester VI. Namun bersyukur
sejak tahun ajaran 2010/2011, praktik karawitan Sunda telah menjadi mata kuliah
wajib (MKW) yang harus ditempuh oleh para mahasiswa Jurusan Karawitan
Semester VI meskipun jumlah SKS masih sangat sedikitDiktat ini disusun untuk
membantu memberi materi pembelajaran bagi mahasiswa yang mengambil mata
kuliah praktik karawitan Sunda (Daerah lain I).
Bahan diktat merupakan hasil perbaikan materi pembelajaran yang telah
dilakukan pada semester sebelumnya dengan harapan para mahasiswa dapat
belajar sendiri sebelum dan setelah mengikuti perkuliahan praktik menabuh
karawitan Sunda. Dengan demikian, ketika perkuliahan berlangsung, terdapat
persamaan pemahaman terhadap meteri yang diajarkan, baik pengajar maupun
mahasiswa yang menempuh kuliah di kelas.
Diktat ini disusun dengan tujuan untuk lebih mempermudah para
mahasiswa dalam mempelajari praktik karawitan Sunda khususnya dalam
gamelan pelog slendro. Dapat pula digunakan sebagai pegangan atau bahan ajar
bagi dosen pengampu mata kuliah praktik karawitan Sunda dalam memberikan
kuliahnya. Isi dari diktat ini telah disusun dengan lengkap yang membahas
gamelan dengan berbagai peristilahannya baik teori mupun praktik. Mengingat
Daerah Lain I berisi teori dan praktik, maka isi kandungan diktat pun terdiri dari
teori dan praktik yang dibuat dengan lebih mendalam.
Pembahasan diktat meliputi karawitan Sunda, gamelan pelog slendro
meliputi laras, surupan, gending, patet, dan embat, pengetahuan umum tentang

v
karawitan Sunda, praktik menabuh embat sawilet, praktik menabuh embat dua
wilet, praktik menabuh pol-pola tepak kendang embat sawilet dan dua wilet,
praktik menabuh karawitan jaipongan. Pengetahuan umum tentang karawitan
Sunda diberikan untuk memberikan gambaran tentang karawitan Sunda, terutama
bagi mereka yang baru mempelajari bahkan baru mengenalnya. Bahasannya
meliputi sistem penotasian, perbedaan karawitan Sunda dengan karawitan Jawa,
penjelasan tentang pathet, serta prinsip dasar menabuh gamelan Sunda.
Selanjutnya praktik menabuh gamelan sawilet naek dua wilet, karawitan
jaipongan serta kendangnnya. Praktik menabuh kendang sawilet naek dua wilet
dimaksudkan untuk mengetahui bentuk gending di dalam karawitan Sunda secara
umum yang sering digunakan terutama bentuk gending untuk tarian keurseus dan
tarian jaipongan. Sedangkan, praktik menabuh kendang dalam iringan tari
jaipongan dimaksudkan untuk mempermudah mahasiswa dalam memahami,
menghapal serta mempraktikan pola-pola tepak kendang jaipongan dalam iringan
karawitan dan tarian.
Penulisan notasi dalam diktat ini menggunakan notasi daminatila. Ini
dimaksudkan agar mahasiswa mamahami proses baca notasi Sunda sebagai bagian
dari pembekalan keilmuannya. Mudah-mudahan pada semester berikutnya dapat
disusun diktat dengan menggunakan notasi kepatihan. Namun, sebagian ada pula
yang menggunakan ntasi kepatihan. Dalam menggunakan diktat ini, pembaca
diharapkan menelusuri/membaca dari awal dahulu sebelum melangkah ke bagian
lain/diurut dari halaman pertama sampai halaman terakhir. Ini penting sekali
untuk dilakukan agar dapat belajar lebih cepat serta menghasilkan kualitas
pengajaran yang baik.
Kepada para para mahasiswa dan pembaca, selamat menggunakan diktat
ini. Mudah-mudahan dapat memiliki manfaat untuk mempermudah pemahaman
tentang parktik karawitan Daerah Lain I.

vi
BAB I
KARAWITAN SUNDA

A. Sekilas tentang Karawitan Sunda


Karawitan Sunda adalah karawitan yang berasal dari Sunda (priangan)
Jawa Barat. Karawitan Sunda yang terdiri dari karawitan sekar,1 karawitan
gending,2 maupun karawitan sekar gending,3 memiliki peranan yang sangat
penting dalam pertumbuhan dan perkembangan berbagai jenis kesenian di Jawa
Barat. Peranan karawitan sangat mendominasi dalam berbagai kesenian yang
berasal dari kalangan ménak maupun dari kalangan rakyat, baik berfungsi sebagai
ritual, alat propaganda, hiburan, maupun sebagai sarana presentasi estetis.
Dalam penyajiannya, karawitan Sunda memiliki dua ciri yang sangat
bertolak belakang. Karawitan yang berasal dari kalangan ménak seperti degung
klasik dan tembang Sunda Cianjuran, memiliki pakem tradisi yang kuat, berisi
aturan-aturan baku yang tidak boleh dilanggar. Dalam kedua jenis kesenian ini, di
dalamnya terdapat aturan-aturan atau konvensi yang harus dipatuhi. Konvensi
dalam tembang Sunda Cianjuran, memiliki aturan dalam berbagai hal, mulai dari
kostum yang digunakan, cara penyajian, urutan penyajian, serta kaidah-kaidah
musikal lain yang terdapat dalam penyajiannya. Pakem dalam tembang Sunda
Cianjuran dapat bertahan sampai dengan sekarang di tahun 2010, meskipun
dalam beberapa hal mulai ada perubahan.
Konvensi atau pakem tradisi dalam karawitan yang berasal dari kalangan
ménak berbeda sekali dengan karawitan yang berasal dari kalangan rakyat.
Penyajian karawitan dari kalangan rakyat lebih banyak memiliki kebebasan,
banyak muncul improvisasi, spontanitas, tidak memiliki aturan-aturan estetis yang
kaku, lebih komunikatif, bahkan terkadang “menyimpang” dari pakem tradisi
yang ada. Banyaknya seni hiburan dalam karawitan Sunda yang diduga

1
Karawitan sekar adalah seni suara yang diungkapkan dengan menggunakan media suara
manusia (vokal), oleh sindén atau alok.
2
Karawitan gending adalah penyajian karawitan yang diungkapkan dengan
menggunakan waditra.
3
Karawitan sekar gending adalah penyajian karawitan campuran yang di dalamnya
menggunakan vokal dan waditra.

1
merupakan perkembangan dari ketuk tilu seperti bajidoran, topéng banjét, dan
dombrét di Karawang, belentuk ngapung, dogér, bajidoran, dombrét di Subang,
bangréng di Sumedang, longsér di Bandung, ronggéng gunung di Ciamis,4
memunculkan improvisasi yang tinggi dari para seniman dalam garap
karawitannya. Kebebasan berekspresi dalam mengungkapkan selera estetisnya,
sangat nampak ditunjukkan oleh para seniman Sunda. Meskipun di sebagian
karawitan yang berasal dari rakyat terdapat pakem, namun pakem tersebut mudah
berubah bergantung bagaimana seniman melakukan proses kreatifnya. Masyarakat
Sunda yang umumnya jauh dari kekuasaan keraton, lebih memiliki kebebasan
melakukan kreativitasnya dalam kegiatan berkesenian, berinovasi, termasuk untuk
merubah pakem yang terdapat dalam tradisinya.

B. Gamelan Pelog Slendro


Gamelan termasuk salah satu perangkat musikal yang terdapat dalam
karawitan Sunda. Gamelan merupakan seperangkat ricikan yang sebagian
besar terdiri dari alat musik pukul atau perkusi, dibuat dari bahan utama logam
(perunggu, kuningan, besi atau bahan lain) dilengkapi dengan ricikan-ricikan
dengan bahan kayu, kulit maupun campuran dari dua atau ketiga bahan tersebut.5
Gamelan pélog saléndro yang lengkap dalam karawitan Sunda terdiri dari:
waditra rebab, kendang, gambang, bonang, rincik, kenong, selentem, saron
pangbarep, saron pangbarung, demung, peking, ketuk, satu kempul, sebuah
goong. Meskipun waditra lengkap dalam gamelan pélog saléndro seperti di atas,
namun tidak selamanya seluruh waditra gamelan lengkap harus ada dalam satu
kali penyajian. Dalam karawitan Sunda, jumlah waditra dalam perangkat gamelan
sifatnya kondisional, sedikit waditra yang digunakan, dalam kondisi tertentu tidak
menjadi gangguan keutuhan sajian. Jumlah waditra sedikit masih dapat digunakan
untuk sajian karawitan utuh, baik karawitan mandiri, karawitan tari, maupun
karawitan wayang golék.

4
Periksa Een Herdiani, 1999, 5.
5
Rahayu Supanggah, Bothekan Karawitan I (Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan
Indonesia, 2002), 13.

2
Gamelan saléndro lebih populer dan lebih disukai di kalangan masyarakat
Sunda daripada gamelan pélog. Di Sunda jika menyebut gamelan pada umumnya
dimaksudkan untuk gamelan saléndro.6 Pada dekade antara 1960–1980-an, tidak
sedikit para seniman yang melebur gamelan pélog menjadi gamelan saléndro. Ini
beralasan sebab pada dekade ini, di Sunda sedang semarak kesenian wayang golék
dan kiliningan yang pada umumnya menggunakan gamelan saléndro dalam
penyajiannya. Setelah kehadiran jaipongan sekitar 1980-an, gamelan saléndro
banyak digunakan untuk mengiringi tari jaipongan. Para seniman menggunakan
gamelan saléndro agar karawitan yang dijualnya dapat laku di masyarakat.
Gamelan pélog saléndro terdiri dari berbagai unsur musikal yang memiliki
peranan penting dalam garap karawitan. Unsur-unsur gamelan pélog saléndro di
antaranya laras, surupan, gending, patet, dan embat.

a. Laras
Laras adalah nada-nada yang dalam tiap-tiap gembyangan interval-
intervalnya teratur sesuai dengan rasa seni sehingga dapat dijadikan bahan
compositie (sanggitan, sanggian).7 Laras memiliki kaitan erat dengan berbagai
aspek dalam karawitan, misalnya dengan teknik permainan waditra, jenis
gamelan, sistem pelarasan, surupan, serta penyajian vokal.
Karawitan Sunda memiliki lima laras yang terdapat dalam waditra antara
lain: laras saléndro, pélog, degung, madenda, dan mandalungan. Menurut konsep
saléndro 17 swara karya Radén Machyar, laras saléndro memiliki interval terkecil
kira-kira 210 sen, laras degung, madenda, mandalungan sama-sama memiliki
interval terkecil kira-kira 70 sen, sedangkan laras pélog memiliki interval terkecil
kira-kira 133 1/3 sen. Kelima laras tersebut digambarkan melalui besaran interval
sebagai berikut.

Laras Saléndro: Sz x x x c Gz x x x c Pz x x x x x x c Lz x x x c Bz x x x x x x c S
1 = Tugu 210 210 280 210 280 sen

6
Periksa Mariko Sasaki, 2007, 70
7
RMA. Koesoemadinata, Ilmu Seni Raras (Djakarta: Pradnja Paramita, 1969), 16.

3
Laras Pélog : Sz x x x c Gz x x x c Pzx x x x x x x x c Lz x x x c Bz x x x x x x x c S
1 = Tugu 133 1/3 133 1/3 400 133 1/3 400 sen

Laras Degung: Sz x x c G zx x x x x c Pz x x x x x x x c Lz x x c Bz x x x x x x x c S
2 = Tugu 70 210 420 70 420 sen

Laras Madenda: SSz x x x c Gz x c Pz x x x x x x x c Lz x c Bz x x x x x x x c S


4 = Tugu 210 70 420 70 420 sen

L. Mandalungan: Sz x x c Gz x x x x c Pz x x x x x x c Lz x x cBz x x x x x x x c S
3 = Tugu 70 210 420 70 420 sen

Titi laras (notasi) yang digunakan di atas adalah titi laras daminatila,
dibuat oleh Radén Machyar Angga Koesoemadinata. Titi laras ini menggunakan
notasi angka mulai dari angka satu sampai dengan angka lima sebagai berikut: 1 =
Da, 2 = Mi, 3 = Na, 4 = Ti, 5 = La. Sebelum adanya titi laras daminatila, dalam
karawitan Sunda memiliki titi laras buhun (lama) yang berlaku di para seniman.
Sebagai perbandingan titi laras buhun dengan titi laras daminatila, digambarkan
sebagai berikut.

Laras Saléndro Laras Pélog


Notasi Buhun Daminatila Notasi Buhun Daminatila
S = Singgul 5 = La S = Singgul 5 = La
G = Galimer/Bem 4 = Ti G = Galimer 4 = Ti
P = Panelu 3 = Na P = Panelu 3 = Na
L=Loloran/Kenong 2 = Mi U = Bungur 3- = Ni
B = Barang/Tugu 1 = Da L=Loloran/Kenong 2 = Mi
S = Singgul alit t = La B = Barang 1 = Da
(kecil)/Petit
O = Sorog 5+ Leu
S = Singgul alit t = La
(kecil)/Petit

Laras gamelan yang digunakan dalam karawitan ketuk tilu, kiliningan dan
jaipongan adalah laras saléndro yang memiliki interval terkecil kira-kira 210 sen.
Perkembangan sekarang, laras gamelan yang digunakan untuk kiliningan dan

4
jaipongan tidak hanya laras saléndro, tetapi kelima laras ada. Hadirnya lima laras
dalam gamelan, terutama setelah adanya gamelan selap (multi-laras)8 yang di
dalamnya terdapat berbagai laras seperti laras saléndro, pélog, degung, madenda,
dan mataraman.

b. Surupan
Menurut Atik Soepandi, surupan adalah susunan nada yang disusun
berurutan, dimulai dari suara nada hingga ulangannya, baik pada oktaf kecil
maupun oktaf besar, dengan jumlah nada dan susunan interval tertentu. Surupan
berarti pula tinggi rendahnya tangga nada atau tinggi rendahnya laras. Surupan
adalah ketepatan nada, misalnya surupana sumbang (ketepatan nadanya kurang),
nyurupkeun (menetapkan nada).9 Dengan demikian, kata surupan mengandung
tiga arti yakni laras, ukuran tinggi rendah suara, serta pemakaian nada dasar
(ukuran tinggi rendahnya tonalitas).10 Dalam karawitan Sunda, surupan
merupakan faktor penting untuk sebuah penyajian karawitan, sebab selain
memiliki hubungan erat dengan laras, surupan berhubungan pula dengan gending
dan lagu.
Laras saléndro dijadikan dasar ukuran bagi berbagai surupan dalam
berbagai laras. Berdasarkan teori Machyar, laras saléndro merupakan induknya
berbagai laras dalam karawitan Sunda. Sebagai contoh: laras madenda surupan
4 (Ti) = Tugu, mengandung makna bahwa nada 4 (Ti) dalam laras madenda
diambil atau sama dengan nada Tugu (1/Da) dalam laras saléndro. Contoh lain
adalah laras degung 2 (Mi) = Tugu, mengandung makna bahwa laras degung nada
2 (Mi) sama dengan nada Tugu (1/Da) yang terdapat dalam laras saléndro.
Konsep surupan berlaku dalam praktik karawitan Sunda khususnya dalam
penyajian gamelan saléndro.

8
Periksa Caca Sopandi, “Gamelan Selap Kajian Inovasi Pada Karawitan Wayang Golek
Purwa” (Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Seni, Program
Studi Pengkajian Seni, Minat Studi Musik Nusantara, ISI Surakarta, 2006), 96.
9
Periksa Atik Soepandi, Kamus Istilah Karawitan Sunda. Cetakan kedua (Bandung: CV.
Satu Nusa, 1995), 195.
10
Heri Herdini, Raden Machyar Angga Koesoemadinata: Pemikiran dan Aktivitasnya
Dalam Dunia Karawitan Sunda (Bandung: Sunan Ambu Press, 2007), 89.

5
Penulisan surupan, sangat penting untuk menuliskan gending terutama
jika terdapat vokal dalam penyajiannya. Penulisan gending dalam karawitan
Sunda, biasanya sudah dilengkapi dengan penulisan surupan agar pangrawit
(terutama pemain rebab dan sindén) lebih mudah menafsirkan masuknya lagu
yang akan dibawakan. Penulisan sebuah gending, ditulis lengkap sebagai berikut:
gending Gendu, laras saléndro, embat dua wilet, surupan madenda 4 (Ti) = Tugu.
Cara membacanya: nama gendingnya adalah gending Gendu, menggunakan laras
saléndro, iramanya lambat, serta lagunya menggunakan laras madenda dengan
surupan 4 (Ti) = Tugu. Surupan 4 (Ti) = Tugu, artinya nada 4 (Ti) laras madenda
sama dengan nada Tugu (Barang) dalam laras saléndro. Surupan gamelan
saléndro yang digunakan dalam ketuk tilu, kiliningan dan jaipongan adalah
surupan 1 (Da) = Tugu, artinya nada dasar 1 (Da) sama dengan nada Tugu pada
laras saléndro.

c. Gending
Gending adalah salah satu istilah yang sangat penting di dalam karawitan
dan gamelan.11 Gending dimainkan oleh waditra, terutama waditra bilah dan
penclon seperti saron, demung, bonang, dan goong. Gending berada dalam
benak, angan-angan, imajinasi masing-masing pangrawit yang setelah mereka
ekspresikan dalam bentuk permainan ricikan atau vokalnya dan digabung dengan
permainan ricikan dan vokal pengrawit lainnya, menghasilkan sajian yang nyata,
namun dengan wujud tidak dapat diduga sebelumnya.12
Gending bersifat abstrak, dapat dirasakan melalui indera pendengaran
tetapi tidak dapat dilihat melalui indera mata. Gending dapat dirasakan jika
telah terjadi jalinan komunikasi sekaligus perpaduan yang harmonis antara
setiap komponen gamelan yang ada dalam satu waktu penyajian. Perpaduan
harmonis terwujud ketika komunikasi masing-masing waditra yang dimainkan
oleh pangrawit terjalin dengan baik. Komunikasi tidak hanya bersifat memberi
informasi atau tanda dari seorang pangrawit ke pangrawit lainnya, tetapi

11
Periksa Sri Hastanto, Konsep Pathet Dalam Karawitan Jawa, (Surakarta: ISI Press
Surakarta, 2009), 47.
12
Periksa Rahayu Supanggah. 2009, 86.

6
saling memberi dan menerima apa-apa yang dikomunikasikan dalam permainan
gamelan melalui waditra yang dimainkannya.
Agar gending dapat diketahui secara kasat mata, maka diwujudkan dengan
apa yang disebut sebagai arkuh lagu. Arkuh lagu adalah rangka lagu sebagai
tulang punggung lagu.13 Arkuh lagu biasanya dibunyikan oleh tabeuhan waditra
selentem. Arkuh lagu diwujudkan dalam bentuk notasi gending agar dapat dibaca
oleh pangrawit dalam memainkan setiap waditra untuk menuju kepada gending
yang sebenarnya. Adanya arkuh lagu, memberikan penafsiran terhadap gending
sehingga gending tersebut dapat dipahami untuk dimainkan bersama. Arkuh lagu
biasanya ditulis dengan angka mulai dari angka 1 sampai dengan angka 5. Contoh
arkuh lagu adalah sebagai berikut: gending Gendu arkuh lagunya 3 5 3 1 3
5 3 4. Nada 3 berfungsi sebagai pangagét, 5 sebagai pancer, 1 sebagai
kenongan, 4 sebagai goongan.
Gending yang digunakan dalam karawitan Sunda, baik dalam gending
wayang golék, kiliningan, maupun jaipongan, menggunakan gending-gending
tradisi seperti gending Gendu, Sinyur, Sénggot, Catrik, Cangkurileung, Renggong
Gancang, Kulu-Kulu, dan Sorong Dayung. Di bawah ini contoh penulisan
gending Sinyur dalam embat dua wilet dalam garap tradisi.

Gending Sinyur

Patet : Manyuro Surupan : 1 = Tugu


Laras : Saléndro Embat : Dua Wilet
NG

Pangkat : waditra saron 1 2 t 1 3 5 4 3


P P P P P NG
Pangjadi: j33 j23 j12 3 1 3 2 1 jt1 j23 jt1 2 4 4 2 4

13
Periksa Atik Soepandi, 1995, 27.

7
Sr. 1 2 2 2 2 4 2 4 2

Sr. 2 j.3 j.3 j.3 j.5 j.3 j.5 j.3 2

Dm j32 j.4 j32 j.4 j32 j.2 j34 j.1

Pk j23 j23 j23 j25 j43 j25 j43 2

Bn 4/ 4 . 4/ 4 . 4/ 4 . 4/ 4 2/ 2

Rc j.j j4/j 4 j.j j4j/ 4 j.j j4j/ 4 j.j j4j/ 4 j.j j4/j 4 j.j j4j/ 4 j.j j4j/ 4 j.j j1j/ 1

Sl . . . 5 . . . 2

Kn . . . . . . . 2

Kp . . . P . . . .

G . . . . . . . .

Sr. 1 1 1 1 1 3 1 3 1

Sr. 2 j.2 j.2 j.2 j.4 j.2 j.4 j.2 1

Dm j23 j.1 j23 j.1 j23 j.3 j21 j.1

Pk j12 j12 j12 j14 j32 j14 j32 1

Bn 1/ 1 . 1/ 1 . 1/ 1 . 1/ 1 .

Rc j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1

Sl . . . 5 . . . 1

Kn . . . . . . . 1

Kp . . . P . . . .

G . . . . . . . .

Sumber: Pandi Upandi, 2000


Notasi : Asep Saepudin

8
Sr. 1 2 2 2 2 4 2 4 2

Sr. 2 j.3 j.3 j.3 j.5 j.3 j.5 j.3 2

Dm j23 j.1 j23 j.1 j23 j.3 j21 j.3

Pk j23 j23 j23 j25 j43 j25 j43 2

Bn 1/ 1 . 1/ 1 . 1/ 1 . 1/ 1 2/ 2

Rc j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j3/j 3

Sl . . . 5 . . . 2

Kn . . . . . . . 2

Kp . . . P . . . P

G . . . . . . . .

Sr. 1 3 3 3 3 1 3 1 3

Sr. 2 j.2 j.2 j.2 j.t j.2 j.t j.2 3

Dm j21 j.3 j21 j.3 j21 j.1 j23 j.3

Pk j32 j32 j32 j3t j12 j3t j12 3

Bn 3/ 3 . 3/ 3 . 3/ 3 . 3/ 3 .

Rc j.j j3j/ 3 j.j j3j/ 3 j.j j3j/ 3 j.j j3j/ 3 j.j j3j/ 3 j.j j3j/ 3 j.j j3j/ 3 j.j j3j/ 3

Sl . . . 5 . . . 3

Kn . . . . . . . 3

KP . . . P . . . .

G . . . . . . . NG

9
Sr. 1 2 2 2 2 4 2 4 2

Sr. 2 j.3 j.3 j.3 j.5 j.3 j.5 j.3 2

Dm j21 j.3 j21 j.3 j21 j.1 j23 j.1

Pk j23 j23 j23 j25 j43 j25 j43 2

Bn 3/ 3 . 3/ 3 . 3/ 3 . 3/ 3 2/ 2

Rc j.j j3j/ 3 j.j j3j/ 3 j.j j3j/ 3 j.j j3j/ 3 j.j j3j/ 3 j.j j3j/ 3 j.j j3j/ 3 j.j j1j/ 1

Sl . . . 5 . . . 2

Kn . . . . . . . 2

Kp . . . P . . . .

G . . . . . . . .

Sr. 1 1 1 1 1 3 1 3 1

Sr. 2 j.2 j.2 j.2 j.4 j.2 j.4 j.2 1

Dm j23 j.1 j23 j.1 j23 j.3 j21 j.1

Pk j12 j12 j12 j14 j32 j14 j32 1

Bn 1/ 1 . 1/ 1 . 1/ 1 . 1/ 1 .

Rc j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1

Sl . . . 5 . . . 1

Kn . . . . . . . 1

Kp . . . P . . . .

G . . . . . . . .

Sumber: Pandi Upandi, 2000


Notasi : Asep Saepudin

10
Sr. 1 2 2 2 2 4 2 4 2

Sr. 2 j.3 j.3 j.3 j.5 j.3 j.5 j.3 2

Dm j23 j.1 j23 j.1 j23 j.3 j21 j.4

Pk j23 j23 j23 j25 j43 j25 j43 2

Bn 1/ 1 . 1/ 1 . 1/ 1 . 1/ 1 2/ 2

Rc j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1j/ 1 j.j j1/j 1

Sl . . . 5 . . . 2

Kn . . . . . . . 2

Kp . . . P . . . P

G . . . . . . . .

Sr. 1 4 4 4 4 2 4 2 4

Sr. 2 j.3 j.3 j.3 j.1 j.3 j.1 j.3 4

Dm j32 j.4 j32 j.4 j32 j.2 j34 j.4

Pk j43 j43 j43 j41 j23 j41 j23 4

Bn 4/ 4 . 4/ 4 . 4/ 4 . 4/ 4 .

Rc j.j j4/j 4 j.j j4j/ 4 j.j j4j/ 4 j.j j4j/ 4 j.j j4/j 4 j.j j4j/ 4 j.j j4j/ 4 j.j j4j/ 4

Sl . . . 5 . . . 4

Kn . . . . . . . 4

Kp . . . P . . . .

G . . . . . . . NG

Sumber : Pandi Upandi, 2000


Notasi : Asep Saepudin

11
Kempul dan Goong
Embat Dua Wilet

Sumber: Pandi Upandi, 2000


Notasi : Asep Saepudin
d. Patet
Patet adalah wilayah rasa suatu lagu dalam suatu surupan yang
diwujudkan oleh rasa nada-nada, disebabkan oleh pengaruh serta fungsi nada-
nada tersebut di dalam organisasi yang dibentuk oleh lagu itu. 14 Patet sebenarnya
urusan rasa musikal yaitu rasa séléh. Rasa séléh adalah rasa berhenti dalam
sebuah kalimat lagu, baik itu behenti sementara maupun berhenti yang berarti
selesai seperti rasa tanda baca titik dalam bahasa tulis. 15 Machyar memberikan
pengertian patet sebagai penetapan tinggi raras dominan (dasar =
patokaningraras) dan tonika (tutugingraras = rénaningraras) dari suatu lagon
atau lebih untuk menentukan tinggi rendahnya atau besar kecilnya (ageung-alit)
lagon-lagon itu. Lagon sendiri diartikan sebagai letaknya tonika dan dominan
dalam pasieupan (tangga nada).16

14
Periksa Atik Soepandi, 1995, 160.
15
Periksa Sri Hastanto, 2009, 112.
16
Periksa RMA. Koesoemadinata, 1989, 20-25.

12
Dalam konsep patet, posisi lagu merupakan hal yang sangat penting.
Posisi lagu adalah posisi yang menunjukkan letak nada yang fungsinya sebagai
pancer, pangagét, kenongan dan goongan. Sebagai contoh, jika pancernya nada 5
dan pangagétnya nada 3, maka gending tersebut berada dalam wilayah patet nem
disebut gending Gendu. Arkuh lagu gending Gendu adalah sebagai berikut.

Gét Cer Gét Nong Gét Cer Gét Gong


3 5 3 1 3 5 3 4
P S P B P S P G
KN NG
Keterangan:
Gét = Pangagét P = Panelu
Cer = Pancer S = Singgul
Nong = Kenong B = Barang
Gong = Goong G = Galimer
KN = Kenong NG = Goong
Urutan dan posisi nada di atas, merupakan kunci menabuh gamelan pélog
saléndro dalam karawitan Sunda yaitu Gét Cer Gét Nong Gét Cer Gét Gong.
Waditra yang menabuh arkuh lagu tersebut adalah waditra selentem. Jadi,
gending Gendu memiliki arkuh lagu 3 5 3 1 3 5 3 4. Arkuh lagu
gending Gendu ini, sebenarnya diperoleh dari skema patet berdasarkan hasil teori
Machyar. Jika posisi lagu I dan IV berada dalam patet nem, menghasilkan satu
gending yaitu gending Gendu. Dari skema patet, diperoleh posisi lagu I dan IV
mengisi posisi patokaning laras dan pangrena yaitu nada 1 dan 4 (nada Barang
dan Galimer). Nama gending dari arkuh lagu ini adalah gending Gendu. Untuk
lebih jelasnya, dapat dilihat dalam skema patet di bawah ini.
Skema Patet

Posisi Patokaning Panglangen Pangagét Pangréna Pancer


Tahapan laras
Patet
I II III IV V
Nem 1/B 2/K 3/P 4/G 5/S

13
Loloran 2 3 4 5 1
Manyuro 3 4 5 1 2
Sanga 4 5 1 2 3
Singgul 5 1 2 3 4
Nong Nong Gét Gong Cer

Selanjutnya, untuk membentuk gending-gending lain dari posisi I dan IV,


dapat dengan mudah menentukan dulu arkuh lagunya. Jika dari posisi I dan IV
dalam patet nem, kemudian kita geser ke bawah ke dalam patet Loloran, maka
menghasilkan gending baru dan arkuh lagu yang baru pula. Gending yang muncul
dalam patet Loloran dari posisi I dan IV di atas dinamakan gending Catrik dengan
kenongan nada 2 (nada Barang) dan goongan nada 5 (nada Singgul). Dengan
demikian, arkuh lagu dari posisi I dan IV dalam patet nem berubah menjadi
gending Catrik dalam patet Loloran sebagai berikut.
Gét Cer Gét Nong Gét Cer Gét Gong
4 1 4 2 4 1 4 5
G B G K G B G S
Posisi Patokaning Panglangen Pangagét Pangréna Pancer Nama
raras Gending
Tahapan I II III IV V
Patet
Nem 1/B 2/K 3/P 4/G 5/S Gendu
Loloran 2 3 4 5 1 Catrik
Manyuro 3 4 5 1 2 Sorong
Dayung
Sanga 4 5 1 2 3 Cangku-
rileung
Singgul 5 1 2 3 4 Mitra
Nong Nong Gét Gong Cer

Berdasarkan diagram di atas, posisi I dan IV dapat menghasilkan lima


gending dalam permainan gamelan antara lain: gending Gendu (kenongannya

14
nada 1, goongan nada 4), gending Catrik (kenongan nada 2, goongan nada 5),
gending Sorong Dayung (kenongan nada 3, goongan nada 1), gending
Cangkurileung (kenongan nada 4, goongan nada 2), gending Mitra (kenongan
nada 5, goongan nada 3). Teori patet dalam pembentukan gending, berlaku untuk
gending sekar alit dan sekar tengahan. Untuk gending sekar ageung, tidak
berlaku pola seperti itu sebab dalam sekar ageung lagu yang menjadi arkuh atau
rangkanya.
Meskipun teori patet Machyar menuai berbagai kritikan, terutama
ketidakcocokannya sebagian teori patet dengan praktek di lapangan, namun
sampai dengan sekarang belum ada yang berhasil mencari solusi tentang teori
patet baru dalam karawitan Sunda. Oleh karena itu, teori patet Machyar
dimasukkan dalam penelitian ini. Pada kenyataannya teori Machyar masih
digunakan oleh para seniman akademis dan berlaku di pendidikan seni seperti
SMKN 10 dan STSI Bandung. Teori patet Machyar digunakan di STSI Bandung
dalam perkuliahan karawitan kiliningan, wayang golék, dan jaipongan.

C. Kendang
Kendang memiliki peranan yang sangat penting untuk terlaksananya
sajian karawitan, dari beberapa waditra yang terdapat dalam gamelan saléndro.
Fungsi kendang sangat penting dalam ritual maupun dalam musik. 17 Dalam
karawitan, kendang lebih mendominasi dalam berbagai penyajian, baik karawitan
mandiri, karawitan tari, maupun dalam wayang golék. Kendang memiliki fungsi
sebagai pengatur irama lagu yang meliputi cepat lambatnya tempo permainan,
pemberhentian lagu, dan pemberi isyarat terhadap peralihan lagu. 18 Menurut
Rahayu Supanggah, kendang sebagai pemimpin dalam sajian karawitan untuk
memulai gending, mempercepat dan memperlambat tempo, beralih dari gending
satu ke gending yang lainnya, serta memberikan jiwa pada gending. 19 Bagus

17
Periksa Timbul Haryono, Seni Pertunjukan dan Seni Rupa Dalam Perspektif Arkeologi
Seni (Surakarta: ISI Press, 2008), 110.
18
Atik Soepandi, Peranan dan Pola Dasar Kendang Dalam Karawitan Sunda (Bandung:
Proyek Pengembangan Institut Kesenian Indonesia, 1980/1981), 4; juga periksa Sunarto, “Tepak
Kendang Jaipongan Suwanda” (Tesis untuk mencapai derajat Sarjana S-2 pada Program Studi
Pengkajian Seni, Minat Studi Musik Nusantara, Institut Seni Indonesia Surakarta, 2009), 11.
19
Periksa Rahayu Supanggah, 2009, 258.

15
tidaknya sajian karawitan yang ditampilkan, bergantung kepada bagus tidaknya
pengendang memainkan kendang dalam sajian karawitan.
Kendang termasuk jenis alat musik membranophones yang pada mulanya
diciptakan dari bahan logam atau lebih dikenal dengan nama nekara. Nekara
perunggu adalah semacam
berumbung yang mempunyai bidang pukul (tympan) pada salah satu sisinya.
Persebaran nekara perunggu secara geografis cukup luas yaitu dari Mongolia,
Indochina, dan kepulauan Indonesia. Di Indonesia tercatat persebaran nekara
perunggu seperti di Sumatera, Jawa, Bali, Sumbawa, Pulau Luang, Pulau Leti,
Kepulauan Kai, pulau Salayar.20 Adanya bermacam-macam bentuk serta bahan
kendang (termasuk di Sunda menurut peneliti), merupakan hasil korelasi antara
aspek waktu, aspek bentuk dan aspek ruang dalam jangka waktu yang cukup
lama.21
Kendang adalah waditra jenis alat tepuk berkulit, yang dimainkan dengan
cara ditepuk.22 Kayu yang biasa digunakan untuk membuat kendang adalah kayu
nangka. Ada pula bahan kendang yang terbuat dari bahan kayu selain kayu
nangka. Dalam karawitan Sunda, kendang dibunyikan dengan cara ditepak
(ditepuk) menggunakan telapak tangan. Tepak dapat berarti teknik membunyikan,
pola permainan kendang, dan ciri khas kualitas seorang pengendang. Contoh
pengertian tepak adalah tepak diropel (teknik), tepak kendang jaipongan, tepak
kendang kiliningan (gaya), tepak Suwanda, (kualitas seseorang).

a. Bentuk Kendang
Kendang Sunda terdiri dari dua bentuk yaitu bentuk kendang siki
bonténg23 dan bentuk kendang beungeut nyéré.24 Bentuk kendang siki bonténg

20
Periksa Timbul Haryono, 2008, 110-114.
21
Timbul Haryono, 110-128.
22
Ubun Kubarsah, Waditra: Mengenal Alat-Alat Kesenian Daerah Jawa Barat
(Bandung: CV. Beringin Sakti, 1995), 72.
23
Bonténg adalah ketimun, siki adalah biji. Bentuk siki bonténg adalah bentuk kendang
seperti biji ketimun.
24
Beungeut nyéré adalah bentuk kendang seperti muka lidi.

16
mempunyai ciri muka kumpyang25 kecil, gedug26 besar dan beuteung kuluwung27
kembung, tidak datar, bentuknya menyerupai buah ketimun.
Bentuk beungeut nyéré memiliki ciri bentuknya seperti lidi. Jarak antara
gedug dengan kumpyang tidak terlalu jauh perbedaan lebarnya, posisi beuteung
kuluwung lurus atau tidak terlalu kembung, bahkan hampir datar. Untuk
membedakannya, dapat dilihat dari besar kecilnya beungeut gedug dan
kumpyang.
Bentuk Siki Bonténg Bentuk Beungeut Nyéré

Gambar 1. Bentuk Kendang Sunda


b. Nama-Nama Bagian Kendang Sunda
Secara umum, kendang Sunda terdiri dari kendang indung dan kendang
anak atau kulantér.28 Kendang indung memiliki dua beungeut yaitu beungeut
gedug (muka kendang besar bagian bawah) dan beungeut kumpyang (muka
kendang besar bagian atas). Kendang kulantér dibagi dua antara lain: kendang
kutiplak yaitu kendang yang posisinya berdiri dekat beungeut kumpyang kendang
indung (ditepak bagian yang kecilnya) dan kendang katipung yang posisinya
dekat beungeut gedug kendang indung (ditepak bagian muka yang besarnya).
Selain itu, dalam permainan kendang Sunda menggunakan alat bantu lain yaitu
panakol kendang (pemukul kendang) dan jangka kendang. Panakol kendang
sebagai alat bantu untuk membunyikan suara kendang, sedangkan jangka kendang

25
Kumpyang adalah muka kendang besar bagian atas (bagian muka paling kecil).
26
Gedug adalah muka kendang besar bagian bawah (bagian muka paling besar)
27
Beutueng Kuluwung adalah badan kendang.
28
Kulantér adalah sebutan untuk kendang yang kecil (kendang anak).

17
digunakan sebagai sandaran tempat menyimpan kendang indung ketika diletakkan
di atas lantai. Di bawah ini, dituliskan nama-nama bagian kendang Sunda.
a. Kendang indung yaitu kendang Sunda yang paling besar ukurannya
dibandingkan dengan kendang lainnya.
b. Kendang kulantér yaitu kendang paling kecil ukurannya.
c. Kuluwung yaitu badan kendang terbuat dari kayu yang dibuat rongga ke
dalam, berfungsi sebagai resonator suara.
d. Gedug yaitu beungeut kendang paling besar dari kendang indung, berada di
bagian bawah.
e. Kumpyang yaitu beungeut kendang bagian atas, bagian yang kecil dari
kendang indung.
f. Kutiplak yaitu beungeut kendang terkecil bagian atas dari kendang kulantér.
g. Katipung yaitu beungeut kendang terbesar bagian bawah dari kendang
kulantér.
h. Wangkis yaitu tutup muka kendang bagian atas dan bawah, terbuat dari
kulit, berfungsi sebagai penutup muka kendang.
i. Wengku yaitu bambu berbentuk lingkaran terbuat dari rotan atau bambu
sebagai penggulung wangkis.
j. Simpay (ali-ali) yaitu pengikat tali kendang berbentuk anting-anting,
berfungsi untuk menentukan tinggi rendahnya bunyi kendang, serta
menentukan kuat lemahnya rarawat.
k. Rarawat yaitu tali terbuat dari kulit memanjang dari antar ujung kendang,
berfungsi sebagai penegang beungeut kendang atau sebagai alat steman
beungeut kendang.
l. Rarawit yaitu tali terbuat dari kulit, berfungsi untuk merapatkan wengku
dengan wangkis agar tidak ada lubang udara yang keluar dari bagian wengku
kendang.
m. Bujal atau udel atau hawa yaitu lubang udara yang terdapat pada badan
kendang, biasanya terdapat di tengah-tengah kuluwung dengan tujuan
menghasilkan suara lebih nyaring agar suara lebih bebas keluar.
n. Tali kaki yaitu tali terbuat dari kain, diikatkan pada tali rarawat bagian

18
gedug, berfungsi sebagai pengatur suara agar nada yang dihasilkan sesuai
dengan keinginan pengendang.
o. Tali pengikat yaitu tali yang ditempelkan di badan kendang digunakan
untuk mempermudah membawa kendang.
p. Anting-anting yaitu logam berbentuk cincin terbuat dari besi atau perunggu,
berfungsi untuk mengaitkan tali pengikat.

I. Kendang

I.a. Kendang Indung


a.
b. c.

e d.
I.b. Kendang Anak g I.b. Kendang Anak
n f h o

i j l m
k

19
II. Panakol Kendang III. Jangka Kendang
a
b
a
b
c c

Gambar 2. Nama Bagian-Bagian Kendang


Keterangan:
I. Kendang
I.a. Kendang indung
a. Wengku kempyang i. Beungeut gedug
b. Wangkis kempyang j. Rarawit gedug
c. Rarawit kempyang k. Wangkis gedug
d. Beungeut kempyang l. Wengku gedug
e. Rarawat m. Tali kaki
f. Udel atau nawa 1.b. Kendang Anak
g. Anting-anting n. Katipung
h. Tali pengikat o. Kutiplak

II. Panakol Kendang III. Jangka kendang


a. Batang pemukul a. Jangka penyangga kendang
b. Kepala pemukul b. Kaki jangka
c. Pegangan pemukul c. Penahan jangka

c. Pelarasan
Kendang Sunda sebelum digunakan, biasanya dilaras terlebih dahulu. Alat
yang dijadikan standar pelarasan umumnya nada-nada berlaras saléndro yang
terdapat dalam bilah saron atau demung. Maksud dari pelarasan supaya bunyi

20
kendang enak didengar, sehingga dapat mendukung suksesnya sajian karawitan,
terhadap tari maupun terhadap gending yang disajikan.
Sunarto, membagi pelarasan kendang Sunda menjadi lima pola pelarasan
yaitu pelarasan kendang pola 1, pola II, pola III, pola IV, dan pola V. Pelarasan
kendang pola 1 biasanya digunakan untuk kendang kiliningan, tari keurseus, tari
topéng, tari wayang dan tari Tjétjé Somantri, pelarasan kendang pola II untuk
kendang kiliningan, tari keurseus, tari topéng, tari wayang, tari Tjétjé Somantri
dan wayang golék, pelarasan kendang pola III untuk kendang ketuk tiluan,
pelarasan kendang pola IV untuk kendang penca, dan pelarasan pola V untuk
kendang jaipongan dan wayang golék saat ini setelah dipengaruhi gaya
jaipongan.29 Perbedaan pelarasan dari kelima pola tersebut adalah pada surupan
bunyi kendang terhadap nada dalam gamelan. Namun demikian, pelarasan
kendang tidak sepenuhnya menjadi acuan para pengendang, sebab di lapangan
banyak pengendang yang melaras kendang sesuai dengan seleranya masing-
masing tanpa melaras terlebih dahulu dengan nada gamelan. Perbandingan
pelarasan kendang dari lima pola pelarasan sebagai berikut.

POLA
I II III IV V
Tugu Gmbyg Singgul Gmbyg Singgul Singgul Singgul
standar Alit (tinggi) Gmbyg Gmbyg Gmbyg
Kutiplak T Saron S Alit Saron Alit Alit Alit
S Alit Saron S Alit Saron S Alit Saron
Loloran Tugu Gmbyg Galimer Panelu Panelu/
Gmbyg rendah Gmbyg Gmbyg Loloran
Kumpyang rendah standar standar Gmbyg
L Demung T Demung G Saron P Saron standar
P/L Saron
Gedug Galimer Galimer Panelu Galimer Galimer
G G P G G
Galimer Panelu Gmbyg Panelu Galimer Galimer
Katipung Gmbyg standar Gmbyg Gmbyg Gmbyg
standar P Saron standar standar standar
G Saron P Saron G Saron G Saron
Ukuran Panjang Panjang Panjang Panjang Panjang
Kd Besar 70-80 cm 70-80 cm 70-80 cm 80-90 cm 65-70 cm
Gedug Gedug Gedug Gedug Gedug
40-45 cm 40-45 cm 40-45 cm 45-50 cm 35-40 cm
Kumpyang Kumpyang Kumpyang Kumpyang Kumpyang

29
Periksa Sunarto, 2009, 36-42.

21
25-28 cm 25-28 cm 25-28 cm 27-30 cm 20-25 cm
Ukuran Panjang Panjang Panjang Panjang Panjang
Kulantér 35-40 cm 35-40 cm 35-40 cm 35-40 cm 35-40 cm
Kutiplak 12- Kutiplak Kutiplak 12- Kutiplak 12- Kutiplak 12-
15 cm 12-15 cm 15 cm 16 cm 15 cm
Katipung Katipung Katipung Katipung 15- Katipung 15-
15-18 cm 15-18 cm 15-18 cm 18 cm 18 cm
Kiliningan
Kiliningan T. Keurseus
Digunakan T. Keurseus Tari Topéng
Dalam Tari Topéng Tari Wayang Jaipongan
T. Wayang TariTjétjé Ketuk Tilu Penca Silat Wayang Golék
Kesenian
Tari Tjétjé Somantri
Somantri Tari Wayang
Golék

Gambar 3. Tabel pelarasan kendang


Sumber: Sunarto, 2009.
d. Penotasian
Notasi kendang yang paling umum digunakan adalah sistem notasi yang
berlaku di STSI Bandung dan SMKN 10 Bandung. Sunarto menyebut sistem
notasi tersebut adalah Pasunanda. Pasunanda diambil dari nama para tokoh
karawitan Sunda sebagai penyusun keberadaan notasi ini yaitu pa singkatan dari
Pandi, Su singkatan dari Suaman, Nand singkatan dari Nandang dan A singkatan
dari Atik. Notasi Pasunanda diterapkan dalam kendang Sunda sebagai berikut:
= pang
= ping
= dong = pong
= det = plak

= dut = nguk

= tung = ting = pak


= deded = peung

Gambar 4. Letak sumber bunyi kendang

22
a. Kendang Indung: b. Kendang Kulanter:

1. Bagian Gedug 1. Bagian Kutiplak


= dong = pak
= det = peung

= ting
2. Bagian Katipung
= deded
u = tung
= dut
2. Bagian Kempyang
= pang
= plak
-= ping
= pong

= nguk

Lambang Bunyi Gabungan

= pak = pang

= dong bang = tung plang

= pang = peug
= tung tleung
= dong blang

= plak = peung

= dong blap/blak = ting pleung

Sumber: Pandi Upandi, 1978.

23
e. Struktur Penyajian Kendang Sunda
Struktur penyajian kendang dalam karawitan Sunda secara umum
memiliki kesamaan, dalam kendang kiliningan, ketuk tilu, maupun jaipongan.
Struktur penyajian kendang meliputi bagian awal, tengah, dan bagian akhir, atau
bagian angkatan wirahma (awal), tataran wirahma (tengah) dan pungkasan
wirahma (akhir). Angkatan wirahma adalah bagian pertama dari suatu kalimat
lagu, tataran wirahma adalah jalannya sajian lagu, sedangkan pungkasan
wirahma adalah bagian akhir dari kalimat lagu. Wirahma adalah penempatan
irama atau ketukan tiap lagu yaitu ketukan masuk lagu (awal), perjalanan lagu
(tengah) dan akhir lagu.30 Wirahma diartikan pula sebagai satu rasa untuk
mengelola jalannya embat sehingga estetikanya menjadi satu kesatuan yang
lengkap.31
Panjang pendek dari struktur kendang di atas, memiliki perbedaan dalam
sajian karawitan. Bagian angkatan wirahma, pada umumnya terdiri dari dua
goongan yakni untuk pangkat dan pangjadi. Bagian tataran wirahma, memiliki
durasi yang paling lama karena sebagai ragam tepak pokok dalam garap kendang
Sunda, sedangkan bagian pungkasan wirahma memiliki durasi paling pendek
yakni terdiri sagoongan saja. Sebagai contoh dalam kendang jaipongan, angkatan
wirahma biasanya diisi dengan ragam tepak pangkat, pangjadi, atau pangkat
gending; tataran wirahma diisi dengan ragam tepak bukaan, mincid, dan tepak
khusus. Pungkasan wirahma diisi dengan ragam tepak ngeureunkeun.
Bagian tataran wirahma dalam karawitan jaipongan yakni pangkat,
pangjadi atau pangkat gending, disajikan satu kali saja, tidak terjadi pengulangan.
Bagian ini berfungsi untuk memulai sajian karawitan, serta menentukan embat
yang seharusnya yakni embat dua wilet. Jika sajian jaipongan dimulai dari
pangkat rebab, bagian angkatan wirahma terdiri dari dua goongan yakni
sagoongan untuk pangkat dan sagoongan untuk pangjadi. Bagian tataran
wirahma, terdiri dari ragam tepak bukaan, mincid, dan ragam tepak khusus.
Bagian ini memiliki durasi waktu yang paling panjang serta jumlah goongan

30
Periksa Atik Soepandi, 1995, 21 dan 168.
31
Wawancara dengan Lili Suparli, pada tanggal 21 Januari 2010.

24
paling banyak, karena terjadi pengulangan sesuai dengan kebutuhan tarian.
Pengulangan terjadi baik dalam ragam tepak bukaan, mincid atau ragam tepak
khusus. Panjang pendeknya garap kendang jaipongan dalam satu lagu,
bergantung kepada panjang pendeknya pengolahan kendang dalam bagian tataran
wirahma. Bagian pungkasan wirahma, memiliki satu ragam tepak yakni ragam
tepak ngeureunkeun. Bagain ini diisi hanya satu goongan saja sebagai pertanda
bahwa sajian garap kendang jaipongan sudah selesai.

f. Fungsi Kendang Dalam Karawitan Sunda


Fungsi kendang dalam karawitan Sunda secara umum adalah untuk
menyertai dan menjaga keutuhan sajian lagu (dalam karawitan mandiri), mengisi
dan mempertegas setiap ritme gerak tari yang disajikan, berfungsi pula untuk
kepentingan ekspresi lagu sindén dan dalang, kepentingan sajian tari tokoh
wayang, sebagai ilustratif dalam setiap adegan (dalam wayang golék).32 Kendang
dalam karawitan Sunda memiliki peran sangat mendominasi dalam berbagai jenis
seni pertunjukan. Di dalam iringan kiliningan, kendang berfungsi sebagai
penghias lagu, artinya lagu dapat enak dan terasa “ngalagena” salah satunya
bagaiamana peranan kendang dalam menempatkan lagu tersebut dalam hal irama,
dinamika, tempo, bahkan aksen-aksen yang semestinya.
Berbeda dari kiliningan, dalam iringan tari, kendang memiliki keterikatan
dengan gerak sehingga kendang dan gerakan tari harus ada keselarasan baik dalam
tari keurseus, tari jaipongan, maupun tari wayang golek. Kendang dan tari
merupakan partner yang harus saling memahami satu sama lainnya. Untuk
mewujudkan keselarasan di antara keduanya, biasanya pengendang dengan penari
terjadi kompromi sebelum melakukan pementasan. Kompromi untuk
menyamakan pandangan dalam hal jumlah, gerak, pengulangan, berhenti atau
perpindahan/peralihan antara gerak yang satu dengan yang lainnya.

32
Periksa Sunarto, 2009, 30-70.

25
BAB II
MENABUH GAMELAN SUNDA
PELOG/SLENDRO

A. Beberapa Perbedaan
Gamelan pelog slendro yang terdapat di Sunda, pada prinsipnya tidak
terlalu jauh berbeda dengan gamelan pelog slendro dalam gamelan Jawa. Namun
meskipun begitu, ada beberapa perbedaan yang perlu diketahui antara gamelan
pelog slendro Sunda dengan Jawa baik dari perinsip isntrumen, penotasian, motif
maupun teknik tabuhan. Beberapa perbedaan tersebut di antaranya:
1. Dalam hal tata letak atau posisi peletakan waditra. Letak atau posisi
waditra depan dalam gamelan Sunda adalah waditra bilah meliputi
waditra saron, demung, peking. Hal ini terbalik dengan posisi dalam
karawitan Jawa yakni berada di belakang (wingking).
2. Jumlah waditra bilah dalam karawitan Sunda lebih sedikit dari gamelan
Jawa yakni terdiri dari 2 saron, 1 demung dan 1 peking.
3. Di dalam karawitan Sunda, tidak ada waditra gender seperti dalam
karawitan Jawa. Secara garap tabuhan, waditra gender sudah terwakili
oleh garap waditra gambang. Gambang memiliki pola-pola tabuh atau
motif khusus sehingga bisa disajikan mandiri untuk sebuah iringan vokal.
4. Kempul dalam karawitan Sunda berjumlah hanya satu saja yakni kempul
nada 1 atau nada 2. Hal ini berbeda dengan karawitan Jawa yang memiliki
banyak kempul dalam gamelannya.
5. Gong dalam karawitan Sunda hanya satu yaitu gong ageng, hal ini berbeda
dengan karawitan Jawa yang memiliki gong ageng dan gong suwukan.
6. Penulisan notasi gending dalam karawitan Sunda berbanding terbalik
dengan karawitan Jawa yaitu untuk nada tinggi titiknya di bawah nada,
dan untuk nada rendah titiknya di atas nada.
7. Penyebutan gamelan pelog Sunda disebut pelog surupan jawar, pelog
surupan sorog dan pelog surupan Liwung.

26
B. Bentuk Gending dan Tingkatan Embat
Dalam karawitan Sunda, sering terjadi kerancuan antara bentuk gending
dan tingkatan embat. Menurut Lili Suparli, bentuk gending dalam karawitan
Sunda dibagi menjadi lima bagian yaitu bentuk gending gurudugan, ayak-ayakan,
rerenggongan, lenyepan, dan lalamba.1 Untuk membedakan beberapa bentuk
gending tersebut, dapat dilihat dari jumlah dan letak waditra kempul serta letak
dan jumlah nada kenongan. Mengenai kelimanya, dibahas sebagai berikut:

a. Bentuk Gending Gurudugan

P P P NG
Get Nong Get Gong

Bentuk gending gurudugan terdiri dari tiga tabuhan waditra kempul yang
terletak pada kenongan kesatu, kedua, dan ketiga. Kenongan berjumlah satu pada
ketukan kedua serta satu gongan pada ketukan keempat. Bentuk gurudugan hanya
disajikan pada satu tingkatan embat yaitu embat kering, sehingga sering disebut
embat kering tilu atau embat gurudugan. Gending bentuk gurudugan disajikan
biasanya dalam bentuk waditraalia (tanpa vokal). Contoh reportoarnya adalah
gending wawayangan yang sering disajikan pada pembuka pertunjukan atau
disebut gending tatalu.

b. Bentuk Gending Ayak-ayakan

. P . P . P . NG
. Nong . . . Nong . .
disajikan relatif disajikan baku

Bentuk gending ayak-ayakan tidak baku karena dalam satu periodenya


jumlah tabuhan kempul dan kenongan tidak sama, bisa dua, tiga dst, bergantung
kendang. Namun, letak tabuhan kempul maupun nada kenongan tetap baku yaitu
pada setiap ketukan kedua dan keempat dari setiap matranya. Reportoar bentuk

1
Lili Suparli, Gamelan Pelog Salendro: Induk teori Karawitan Sunda (Bandung: Sunan
Ambu Press, 2010).

27
gending ayak-ayakan adaah gending ayak-ayakan dan berbagai gending karatagan
yang terdapat dalam wayang golek.

c. Bentuk Gending Rerenggongan

. P . . . P . . . P . P . P . NG
. G . C . G . N . G . C . G . .

Bentuk gending rerenggongan dalam satu periode terdiri dari 16 ketukan


(empat matra) dengan lima tabuhan waditra kempul yaitu pada ketukan ke-2, ke-
6, ke-10, ke-12, dan ke-14; satu nada kenongan pada ketukan ke-8 dan satu
gongan pada ketukan ke-16. Bentuk rerenggongan disajikan pada embat kering,
embat sawilet dan embat dua wilet. Embat sawilet dan dua wilet biasanya disertai
dengan vokal. Reportoar lagu rerenggongan dalah lagu-lagu yang disebut lagu
jalan misalnya gendu, banjaran, panglima, dsb.

c. Bentuk Gending Lenyepan

. . . . . . . P . . . . . . . .
. . . G . . . C . . . G . . . N
. . . . . . . P . . . . . . . .
. . . G . . . C . . . G . . . N
. . . . . . . P . . . . . . . .
. . . G . . . C . . . G . . . N
. . . . . . . P . . . P . . . NG
. . . G . . . C . . . G . . .

Bentuk gending lenyepan disebut pula gending opat wilet atau kelompok
lagu gede. Dalam satu periode, terdiri dari 64 ketukan dengan lima pukulan
waditra kempul yang terletak pada ketukan ke-8, ke-24, ke-40, ke-56, dan ke-60;
tiga nada kenongan terletak pada ketukan ke-16, 32 dan ke-48; serta satu nada
goongan pada ketukan ke-64. Bentuk gending lenyepan hanya dapat disajikan
pada satu tingkatan embat yaitu embat opat wilet atau gending lenyepan yang

28
disertai vokal. Reporoar gending lenyepan misalnya Rengongg Bandung, Banjar
Sinom, Tablo, dsb.

d. Bentuk gending Lalamba

. . . . . . . P . . . . . . . .
. G . C . G . N . G . C . G . N
. . . . . . . P . . . . . . . .
. G . C . G . N . G . C . G . N
. . . . . . . P . . . . . . . .
. G . C . G . N . G . C . G . N
. . . . . . . P . . . . . . . .
. G . C . G . N . G . C . G . N
. . . . . . . P . . . . . . . .
. G . C . G . N . G . C . G . N
. . . . . . . P . . . P . . . NG
. G . C . G . N . G . C . G . .

Bentuk gending lalamba dikategorikan sebagai lagu gede, dalam satu


periodenya memiliki jumlah kenongan sangat beragam, yaitu antara enam
kenongan (lima nada kenongan dan satu nada goongan) sampai dengan dua belas
kenongan (sebelas nada kenongan dan satu nada goongan). Letak tabuhan kempul
dan kenongan pada dasarnya sama dengan lenyepan, hanya jumlah kenongannya
lebih banyak. Seain itu, dalam bentuk gending lalamba, nada kenongan selain
terletak pada setiap ketukan ke16, terletak pula pada setiap ketukan ke-8. Hal itu
dilihat dari kalimat-kalimat lagu yang dibawakan oleh sekar atau pada waditra
rebab. Akan tetapi karena pada ketukan ke-8 besamaan dengan letak tabuhan
kempul, maka rasa dominan sebagai nada kenongan tidak tampak, sehingga setiap
ketukan ke-8 dari setiap barisnya dipandang pula sebagai nada pencer. Bentuk
lalamba disajikan sama dengan bentuk gending lenyepan yaitu pada tingkatan
embat lalamba yang umumnya disertai vokal. Reportoar lagu pada bentuk
lalamba di antaranya Gunung Sari, Kastawa, Gorompol, dsb.

29
C. Tingkatan Embat
Embat dalam tatar Sunda disebut irama, pada dasarnya berkaitan dengan
teknis garap. Aspek-aspek teknis garap yang mempengaruhi perbedaan tingkat
embat adalah aspek pola tabuhan, prinsip penyajian, dan apek tempo. Pada
prinsipnya proses perubahan ketiga aspek tersebut mengkibatkan penyempitan
dan pelebaran matra. Konsepnya adalah dua kali lipat ketukan, baik dari dua kali
lipat menjadi lebih banyak atau lebih sedikit.
Tingkatan embat yang terdapat pada gamelan pelog slendro terdiri dari
embat gurudugan (embat kering tilu), embat kering dua, embat kering hiji (embat
sawilet), embat dua wilet, embat opat wilet, dan embat lalamba
Skema Embat Kering Tilu (Gurudugan)

P P P NG
G N G .

Skema Embat Kering Dua

P . P . P P P NG
G N G N G N G .

Skema Embat Kering Satu (Embat Sawilet)

. P . . . P . . . P . P . P . NG
. G . C . G . N . G . C . G . .

. P . . . P . . . P . P . P . NG
. G . C . G . N . G . C . G . .

Skema Embat Dua wilet


. . . P . . . . . . . P . . . .
. . . G . . . C . . . G . . . N
. . . P . . . P . P . P . P . NG
. . . G . . . C . . . G . . . .

30
Skema Embat Opat wilet
. . . P . . . . . . . P . . . .
. . . G . . . C . . . G . . . N
. . . P . . . . . . . P . . . .
. . . G . . . C . . . G . . . N
. . . P . . . . . . . P . . . .
. . . G . . . C . . . G . . . N
. . . P . . . P . P . P . P . NG
. . . G . . . C . . . G . . . .

Tabel
Embat Tabuhan Kempul Kenongan Goongan
Jml Ketukan ke- Jml Ketukan ke- Jml Ketukan ke-
Kering Tilu 3 1, 2, 3 1 2 1 4
(Gurudugan)
Kering Dua 5 1, 3, 5, 6, 7 1 4 1 8
Kering Hiji 5 2, 6, 10, 12, 14 1 8 1 16
(Sawilet)
Dua wilet 5 4, 12, 20, 24, 28 1 16 1 32
Opat wilet 5 8, 24, 40, 56, 60 1 16, 32, 48 1 64

Skema Bentuk Gending dan Embat:


Bentuk Gending Alternatif Embat Contoh Gending
Gurudugan Kering Wawayangan, Gendu, Sinyur,
Banjaran
Ayak-ayakan Kering Ayak-ayakan, Karatagan
Rerenggongan Kering, Sawilet, Dua Gendu, Sinyur, Banjaran
wilet
Lenyepan Dua wilet Renggong Bandung, Tablo,
Kulu-Kulu Bem
Lalamba Kering, Sawilet, Dua Kawitan, Badaya, Banjar Mati,
wilet Guung Sari

31
D. Patet
Pembahasan tentang patet telah diuraikan dalam bab sebelumnya. Dengan
demikian, pada pembahasan kali ini akan dibahas fungsi patet yang langsung
berkaitan dengan praktik menabuh gamelan. Meskipun teori patet masih terjadi
perbedaan terutama perbedaan pandangan antara seniman alam dan seniman
akademisi, namun berhubung konsep ini digunakan untuk belajar menabuh
gamelan Sunda terutama di STSI Bandung dan SMKN 10 Bandung, maka konsep
ini pun akan digunakan untuk menabuh gamelan dalam praktik di jurusan
Karawitan ISI Yagyakarta.
Dalam karawitan Sunda, konsep menabuh gamelan pelog slendro disebut
Get Cer Get Nong Get Cer Get Gong. Get kependekan dari pangaget, Cer dar
pencer, Nong dari kenong dan Gong dari goong. Semua ini dambil dari skema
atau tabel patet sebagai berikut:
SKEMA PATET
Posisi I II III VI V
Patokaning Panglangen Pangaget Pangrena Pencer
Laras
Patet
g1 2 g3 g4 g5
Nem
Loloran 2 3 4 5 1

Manyuro g3 4 g5 g1 g2

Sanga 4 5 1 2 3

singgul 5 1 2 3 4

Sorong Dayung

Gendu

32
Dalam tabel di atas, terdapat dua nama yaitu patet dan posisi lagu. Petet
memiliki lima yaitu patet nem, loloran, manyuro, sanga dan singgul yang diberi
tanda dengan angka romawi I, II, III, IV, dan V. Kolom I disebut patokaning
laras, kolom II disebut panglengan, olom III disebut Pangaget, kolom IV disebut
pangrena, dan dan kolom V disebut pencer. kolom I, II, dan IV adalah kolom
nada-nada yang dijadikan nada kenongan dan goongan.
Untuk mempraktikan tabel patet ke dalam tabuhan gamelan, posisi
gending perlu dipahami terlebih dahulu Adapun posisi gending yang terdaat pada
permainan gamelan pelog slendro, di anataranya:
1. Posisi Gendu: I – (IV)
Artinya bahwa kolom I befungsi sebagai nada kenongan dan kolom IV
sebagai nada goongan.
2. Posisi Kulu-Kulu: II - (IV)
Artinya bahwa kolom II befungsi sebagai nada kenongan dan kolom IV
berfungsi sebagai nada goongan.
3. Posisi Banjaran: I – (II) – I – (IV)
Artinya bahwa kolom I befungsi sebagai nada kenongan, kolom II dan IV
berfungsi sebagai nada goongan.
4. Posisi Palima: IV – (I) – IV – (II)
Artinya bahwa kolom IV befungsi sebagai nada kenongan, kolom I dan II
berfungsi sebagai nada goongan.
5. Posisi Samarangan: IV – (II) – II – (IV)
Artinya bahwa kolom IV befungsi sebagai nada kenongan dan goongan,
kolom II berfungsi sebagai nada kenongan dan goongan.

Untuk menysusun nada-nada gamelan melalui tael patet di atas, terdapat


beberapa langkah yang arus dilakukan sebagai berikut:
1. Menentukan terlebih dahulu posisi lagu yang akan di mainkan, misalnya
posisi Gending Gendu. Posisi Gending Gendu memiliki posisi I – (IV)
artiya nada-nada kenongan adalah nada-nada yang terdapat dalam kolom I
dan nada-nada goongan adalah nada-nada yang terdapat dalam kolom IV.

33
2. Langkah selanjutnya adalah menggunakan konsep dasar menabuh
gamelan Sunda yaitu Get Cer Get Nong dan Get Cer Get Gong (Get =
pangaget, Cer = pancer, Nong = kenongan, Gong = goong). Jika konsep
tersebut digunakan dalam angka romawi, maka posisinya menjadi:
III – V – III – I – III – V – III – (IV). III untuk pangaget, V untuk
pancer, I untuk kenongan, dan IV untuk goongan.
3. Setelah letak posisi gending diketahui, kemudian dilihat ada kolom table
pataet seperti di bawah ini:

Posisi
I II III VI V
Patokaning Panglangen Pangaget Pangrena Pencer
Patet Laras
1 2 3 4 5
Nem
Loloran 2 3 4 5 1

Manyuro 3 4 5 1 2

Sanga 4 5 1 2 3

Singgul 5 1 2 3 4

Posisi Gending Gendu


4. Berdasarkan tabel patet di atas, angka romawi I, III, IV, dan V adalah
angka angka romawi posisi gendu yang akan di mainkan. Jika diurut ke
bawah, maka terdapat angka-angka sebagai kalanjutan dari angka romawi.
Dengan demikian, posisi Gending Gendu romawi I, III, IV, dan V dalam
Patet Nerm angkanya menjadi 3, 1, 4, dan 5 atau secara keseluruhan
adalah 3 – 5 – 3 – 1 – 3 – 5 – 3 – 4. Nada 3 sebagai pangaget, nada 5
sebagi pancer, nada 1 sebagai kenongan, nada 4 sebagai goongan. Posisi
Gending ini selanjutnya diberi nama Gending Gendu.

34
5. Untuk menabuh gending gendu di atas, masing-masing waditra dalam
seperangkat gamelan pelog/salendro memiliki peran menabuh sebagai
berikut:
1. Waditra saron menabuh nada pencer, kenongan dan goongan yaitu nada 5,
1, dan 4.
2. Waditra peking menabuh nada pencer, kenongan dan goongan yaitu nada
5, 1, dan 4.
3. Waditra kenong menabuh nada pencer, kenongan, dan goongan. Ada pula
yang difungsikan untuk nabuh pangaget bila dalam perangkat gamelan
tidak menggunakan selentem. yaitu nada 5, 1, dan 4.
4. Waditra selentem berfungsi menabuh pangaget, nada pencer kenongan
dan goongan yaitu nada 3, 5, 1, dan 4.
5. Waditra bonang menabuh kenongan dan goongan yaitu nada 1, dan 4.
6. Waditra demung menabuh kenongan dan goongan yaitu nada 1, dan 4.
7. Waditra rinciik menabuh nada kenongan dan goongan yaitu nada 1, dan 4.

E. Pola Dasar Menabuh Gamelan


Adapun pola dasar tabuhan masing-masing waditra adalah sebagai berikut.

a. Pola Dasar Tabuhan Embat Sawilet

Saron 1: t t 2 t motif tabuhan nada t (singgul alit/petit)

1 1 3 1 motif tabuhan nada 1

2 2 t 2 motif tabuhan nada 2 atau

2 2 4 2 motif tabuhan nada 2

3 3 1 3 motif tabuhan nada 3 atau

3 3 5 3 motif tabuhan nada 3

4 4 2 4 motif tabuhan nada 4

5 5 3 5 motif tabuhan nada 5

35
Saron 2 j.1 j.3 j.1 t motif tabuhan nada t

j.2 j.4 j.2 1 motif tabuhan nada 1

j.3 j.5 j.3 2 motif tabuhan nada 2

j.3 j.3 j.1 2 motif tabuhan nada 2

j.2 j.t j.2 3 motif tabuhan nada 3

j.4 j.4 j.2 3 motif tabuhan nada 3

j.3 j.1 j.3 4 motif tabuhan nada 4

j.4 j.2 j.4 5 motif tabuhan nada 5


Peking
jt1 jt3 j21 t motif tabuhan nada t

j12 j14 j32 1 motif tabuhan nada 1

j23 j25 j43 2 motif tabuhan nada 2

j32 j3t j12 3 motif tabuhan nada 3

j43 j41 j23 4 motif tabuhan nada 4

j54 j52 j34 5 motif tabuhan nada 5


Demung
j.t j12 j.2 j1t motif tabuhan nada t

j.1 j23 j.3 j21 motif tabuhan nada 1

j.2 j34 j.4 j32 motif tabuhan nada 2

j.3 j45 j.5 j43 motif tabuhan nada 3

j.3 j21 j.1 j23 motif tabuhan nada 3

j.4 j32 j.2 j34 motif tabuhan nada 4

j.5 j43 j.3 j45 motif tabuhan nada 5

36
Bonang
5/ % . 5/ % . motif tabuhan nada 5

q/ 1 . q/ 1 . motif tabuhan nada 5

w/ 2 . w/ 2 . motif tabuhan nada 5

3/ e . 3/ e . motif tabuhan nada 5

4/ r . 4/ r . motif tabuhan nada 5

5/ t . 5/ t . motif tabuhan nada 5

Dalam embat sawilet, ketukan ke-4 untuk pencer. Nada yang ditabuh
bergantung pencernya, jika pencernya 5 maka yang ditabuh pada ketukan ke
empat nada 5 digembyang, jika nada pencernya 2 maka yang ditabuh pada
ketukan keempat nada 2 digembyang. Misalnya pada patet nem, pancernya nada 5
maka motif tabuhnya sebagai berikut:

q/ 1 . q/ 1 5/ t motif tabuhan nada 1

w/ 2 . w/ 2 5/ t motif tabuhan nada 2

3/ e . 3/ e 5/ t motif tabuhan nada 3

4/ r . 4/ r 5/ t motif tabuhan nada 4

Rincik/Bonang Panerus
j.j j5j/ t j.j j5j/ t j.j j5j/ t j.j j5j/ t motif tabuhan nada t

j.j jqj/ 1 j.j jqj/ 1 j.j jqj/ 1 j.j jqj/ 1 motif tabuhan nada 1

j.j jwj/ 2 j.j jwj/ 2 j.j jwj/ 2 j.j jwj/ 2 motif tabuhan nada 2

j.j j3j/ e j.j j3j/ e j.j j3j/ e j.j j3j/ e motif tabuhan nada 3

j.j j4j/ r j.j j4j/ r j.j j4j/ r j.j j4j/ r motif tabuhan nada 4

j.j j5j/ t .
j j j5j/ t j.j j5j/ t j.j j5j/ t motif tabuhan nada 5

37
Selentem
. 3 . t motif tabuhan nada 5

. 3 . 1 motif tabuhan nada 1

. 3 . 2 motif tabuhan nada 2

. 2 . 3 motif tabuhan nada 3

. 3 . 4 motif tabuhan nada 4

. 3 . 5 motif tabuhan nada 5


Kenong
. . . t motif tabuhan nada 5

. . . 1 motif tabuhan nada 1

. . . 2 motif tabuhan nada 2

. . . 3 motif tabuhan nada 3

. . . 4 motif tabuhan nada 4

Motif-Motif tabuhan di atas, jika digabungkan dalam satu tulisan sebagai berikut:

Nada t (singgul alit/petit)

Sr 1: . t t 2 t

Sr 2: . j.j 1 j.j 3 j.j 1 t

Pk: . jtj 1 jtj 3 j2j 1 t

Dm: j.j t j1j 2 j.j 2 j1j t .

Bn: . 5/ t . 5/ t .

Rc: j.j j5j/ t j.j j5j/ t j.j j5j/ t j.j j5j/ t .

Sl: . . 3 . t

Kn: . . . . t

38
Nada 1 (tugu/barang)

Sr 1: . 1 1 3 1

Sr 2: . j.j 2 j.j 4 j.j 2 1

Pk: . j1j 2 j1j 4 j3j 2 1

Dm: j.j 1 j2j 3 j.j 3 j2j 1 .

Bn: . q/ 1 . q/ 1 .

Rc: j.j jqj/ 1 j.j jqj/ 1 j.j jqj/ 1 j.j jqj/ 1 .

Sl: . . 3 . 1

Kn: . . . . 1

Nada 2 (loloran/kenong) motif 1

Sr 1: . 2 2 t 2

Sr 2: . j.j 3 j.j 3 j.j 1 2

Pk: . 2
j j 3 j2j 3 jtj 3 2

Dm: j.j 2 j1j t j.j t j1j 2 .

Bn: . w/ 2 . w/ 2 .

Rc: j.j w
j j/ 2 .j jwj/ 2 .j jwj/ 2 .j jwj/ 2 .

Sl: . . 3 . 2

Kn: . . . . 2

39
Nada 2 (loloran/kenong) motif 2

Sr 1: . 2 2 4 2

Sr 2: . j.j 3 j.j 5 j.j 3 2

Pk: . j2j 3 j2j 5 j4j 3 2

Dm: j.j 2 j3j 4 j.j 4 j3j 2 .

Bn: . w/ 2 . w/ 2 .

Rc: j.j jwj/ 2 .j jwj/ 2 .j jwj/ 2 .j jwj/ 2 .

Sl: . . 3 . 2

Kn: . . . . 2

Nada 3 (panelu)

Sr 1: . 3 3 1 3

Sr 2: . j.j 2 j.j t j.j 2 3

Pk: . j3j 2 j3j t j1j 2 3

Dm: j.j 3 j2j 1 j.j 1 j2j 3 .

Bn: . 3/ e . 3/ e .

Rc: j.j 3
j j/ e j.j j3j/ e j.j j3j/ e j.j j3j/ e .

Sl: . . 2 . 3

Kn: . . . . 3

40
Nada 4 (galimer/bem)

Sr 1: . 4 4 2 4

Sr 2: . j.j 3 j.j 1 j.j 3 4

Pk: . j4j 3 j4j 1 j2j 3 4

Dm: j.j 4 j3j 2 j.j 2 j3j 4 .

Bn: . 4/ r . 4/ r .

Rc: j.j j4j/ r j.j j4j/ r j.j j4j/ r j.j j4j/ r .

Sl: . . 3 . 4

Kn: . . . . 4

Nada 5 (singgul)

Sr 1: . 5 5 3 5

Sr 2: . j.j 4 j.j 2 j.j 4 5

Pk: . j5j 4 j5j 2 j3j 4 5

Dm: j.j 5 j4j 3 j.j 3 j4j 5 .

Bn: . 5/ t . 5/ t .

Rc: j.j j5j/ t j.j j5j/ t j.j j5j/ t j.j j5j/ t .

Sl: . . 3 . 5

Kn: . . . . 5

41
b. Aplikasi Tabuhan Embat Sawilet dalam Gending Sorong Dayung

SKEMA PATET
Posisi
I II III VI V
Patokaning Panglangen Pangaget Pangrena Pencer
Patet Laras
1 2 3 4 5
Nem
Loloran 2 3 4 5 1

Manyuro g3 4 g5 g1 g2

Sanga 4 5 1 2 3

singgul 5 1 2 3 4

Sorong Dayung

Gending Sorong Dayung /Gendu Patet Manyuro

Lrs: Salendro Embat Sawilet


Pangkat: SR.I. . 3 1 2 4 3 2 g1

SR.1 2 2 4 2 3 3 1 3

SR.2 j.3 j.5 j.3 2 j.2 j.t j.2 3

DM. j.1 j23 j.3 j21 j.3 j21 j.1 j23 j.3

PK. j12 j14 j32 1 j32 j3t j12 3

BN. q/ 1 . q/ 1 w/ 2 3/ e . 3/ e .

Rc. j.j jqj/ 1j.j jqj/ 1j.j jqj/ 1j.j jqj/ 1j.j j3j/ e j.j j3j/ ej.j j3j/ ej.j j3j/ ej.j j3j/ e

SL. . t . G2 . t . n3

KN. . . . G2 . . . n3
Goong . P . . . P . .

42
2 2 4 2 1 1 3 g1

03 j05 j03 2 j02 j04 j02 g1

j21 j01 j23 j01 j23 j03 j21 gj01

j32 j3t j12 3 j12 j14 j32 g1

3/ e . 3/ e w/ 2 q/ 1 . q/ 1 g.

j.j 3
j j/ ej.j j3j/ e j.j j3j/ ej.j jqj/ 1j.j jqj/ 1j.j jqj/ 1j.j jqj/ 1j.j jqj/ 1

. t . G2 . t . g1

. . . G2 . . . g1
. P . P . P . G

GET – CER- GET– NONG GET–CER – GET-GONG

_x x x =xptx x x G2 x x x =xpt x x ne x x x =xp tx x pGw x x =xptx x x gn1_

c. Patet sebagai Penentu Nada Dasar


Seperti diketahui bahwa dalam karawitan Sunda memiliki konsep patet
atau tabel patet yang digunakan dalam permainan gamelan. Fungsi patet dalam
karawitan Sunda sebenarnya bukan sebagai penentu nada dasar, akan tetapi
berfungsi sebagai proses pindah nada dasar. Untuk membuktikannya, dapat dilihat
dari contoh Gending Sorong Dayung di atas. Gending Sorong Dayung dapat
ditabuh pada patet yang berbeda seperti patet nem, loloran, sanga, dan singgul.
Perlu diketahui pula bahwa Gending Sorong Dayung ini berawal dari Posisi
Gendu Patet Nem. Posisi Gendu Patet nem ditabuh pada Posisi Gendu Patet
Manyuro sehingga menjadi nama gending baru yaitu Gending Sorong Dayung.
Untuk membuktikannya dapat dilihat pada notasi di bawah ini:

1. Posisi Gendu Patet Nem

43
3 3 3 3 NG
…………. 5 …………. 1 ………….. 5 ………… 4

Posisi Gendu di atas, dapat ditabuh pada Petet lainnya misalnya dalam Patet
Loloran, Manyuro, Sanga, dan Singgul sehingga notasinya menjadi berubah
sebagai berikut:

2. Posisi Gendu Patet Loloran

4 4 4 4 NG
…………. 1 …………. 2 ………….. 1 ………… 5

3. Posisi Gendu Patet Manyuro/Gending Sorong Dayung

5 5 5 5 NG
…………. 2 …………. 3 ………….. 2 ………… 1

4. Posisi Gendu Patet Sanga

1 1 1 1 NG
…………. 3 …………. 4 ………….. 3 ………… 2

5. Posisi Gendu Patet Singgul

2 2 2 2 NG
…………. 4 …………. 5 ………….. 4 ………… 3

Berdasarkan notasi di atas, telah terjadi perpindahan posisi letak nada


dasar terutama bagian kenongan dan goongan dalam satu posisi ketika dimainkan
dengan menggunakan konsep patet. Beberapa posisi yang pindah adalah sebagai
berikut:

44
a. Bagian pangaget terjadi perubahan nada dari nada 3, menjadi nada 4, 5, 1,
dan 2;
b. Nada pancer mengalami perubahan dari nada 5 menjadi nada 1, 2, 3, dan
4;
c. Nada kenongan mengalami perubahan dari nada 1 berubah menjadi nada
2, 3, 4, dan 5;
d. Nada goongan berubah dari nada 4 menjadi nada 5, 1, 2, dan 3.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat terbukti bahwa fungsi patet sebenarnya


terjadi pepindahan nada dasar atau pergeseran nada dasar. Dampak dari
perpindahan atau pergeseran setiap nada ini sangat besar, tidak hanya berdampak
pada nada atau angkanya saja , tetapi berdampak pula pada nilai rasa musikal,
garap, serta nama gendingnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, posisi gendu dapat dimainkan dalam pataet


yang berbeda yaitu Patet Nem, Loloran Manyuro, Sanga, dan Singgul. Kelima
patet ini, selain menimbulkan angka yang berbeda, rasa yang berbeda, juga
sekaligus menimbulkan perbedaan nama gendingnya. Nama-nama Gending
tersebut antara lain:
a. Posisi Gendu yang dimainkan dalam Patet Nem selanjutnya
dinamakan Gending Gendu dengan kenongan nada 1 dan goongan
nada 4. Maka, Gending Gendu memiliki nada-nada yang dimainkan
oleh waditra adalah nada 3 – 5 – 3 – 1 – 3 – 5 – 3 - 4. Nada 3 sebagai
pangaget, nada 5 sebagai pancer, nada 1 sebagai kenongan, dan nada 4
sebagai goongan.

45
Aplikasi Gending Gendu Embat Sawilet

Lrs: Salendro Embat Sawilet


Pangkat: SR.I. . 3 1 2 4 5 3 g4

SR.1 5 5 2 5 1 1 3 1

SR.2 j.1 j.3 j.1 5 j.2 j.4 j.2 1

DM. j.4 j32 j.2 j34 j.1 j23 j.3 j21 j.1

PK. j54 j52 j34 5 j12 j14 j32 1

BN. 4/ r . 4/ r 5/ t 1/ q . 1/ q .

Rc. j.j j4j/ rj.j j4j/ rj.j j4j/ rj.j j4j/ rj.j j1j/ q j.j j1j/ qj.j j1j/ qj.j j1j/ qj.j j1j/ q

SL. . 3 . G5 . 3 . n1

KN. . . . G5 . . . n 1
Goong . P . . . P . .

5 5 2 5 4 4 2 g4

j01 j03 j01 5 j03 j01 j03 g4

j23 j03 j21 j04 j32 j02 j34 gj04

j32 j3t j12 3 j12 j14 j32 g1

1/ q . 1/ q 5/ t 4/ r . 4/ r g.

j.j j1j/ qj.j j1j/ q j.j j1j/ qj.j j4j/ rj.j j4j/ rj.j j4j/ rj.j j4j/ rj.j j4j/ r

. 3 . G5 . 3 . 4
g

. . . G5 . . . g4
. P . P . P . G

46
GET – CER- GET– NONG GET–CER – GET-GONG

_x x x =xp3x x x G5 x x x =xp3 x x n1 x x x =xp 3x x pG5 x x =xp3x x x gn4_

b. Posisi Gendu yang dimainkan dalam Patet Loloran selanjutnya


dinamakan Gending Catrik dengan kenongan nada 2 dan goongan nada
5. Maka, Gending Catrik memiliki nada-nada yang dimainkan oleh
waditra adalah nada 4 – 1 – 4 – 2 – 4 – 1 – 4 - 5. Nada 4 sebagai
pangaget, nada 1 sebagai pancer, nada 2 sebagai kenongan, dan nada 5
sebagai goongan.

Aplikasi Tabuhan Gending Catrik dalam Embat Sawilet sebagai berikut:


Lrs: Salendro Embat Sawilet
Pangkat: SR.I. . ! 5 4 5 3 4 g5

SR.1 1 1 3 1 2 2 4 2

SR.2 j.2 j.4 j.2 1 j.3 j.5 j.3 2

DM. j.5 j43 j.3 j45 j.2 j34 j.4 j32 j.2

PK. j12 j14 j32 1 j23 j25 j43 2

BN. t/ t . 5/ t 4/ r 2/ w . 2/ w .

Rc. j.j 5
j j/ tj.j 5
j j/ tj.j 5
j j/ tj.j 5
j j/ tj.j 2
j j/ w j.j 2
j j/ 2j.j 2
j j/ wj.j 2
j j/ wj.j 2
j j/ w

SL. . 4 . 1
G . 4 . 2
n

KN. . . . 1
G . . . 2
n
Goong . P . . . P . .

47
1 1 3 1 5 5 3 g5

j02 j04 j02 1 j04 j02 j04 g5

j34 j04 j32 j05 j43 j03 j45 gj05

j12 j14 j32 1 j54 j52 j34 g5

2/ w . 2/ w 1/ q 5/ t . 5/ t g.

j.j 2
j j/ wj.j 2
j j/ w j.j 2
j j/ wj.j 5
j j/ tj.j 5
j j/ tj.j 5
j j/ tj.j 5
j j/ tj.j 5
j j/ t

. 4 . 1
G . 4 . 5
g

. . . 1
G . . . 5
g
. P . P . P . G

GET – CER- GET– NONG GET–CER – GET-GONG

_x x x =xp4x x x G1 x x x =xp4 x x n2 x x x =xp 4x x pG1 x x =xp4x x x gn5_

c. Posisi Gendu yang dimainkan dalam Patet Manyuro selanjutnya


dinamakan Gending Sorong Dayung dengan kenongan nada 3 dan
goongan nada 1. Maka, Gending Sorong Dayung memiliki nada-nada
yang dimainkan oleh waditra adalah nada 5 – 2 – 5 – 3 – 5 – 2 – 5 - 1.
Nada 5 sebagai pangaget, nada 2 sebagai pancer, nada 3 sebagai
kenongan, dan nada 1 sebagai goongan.

Aplikasi Tabuhan Gending Sorong Dayung dalam Embat Sawilet sebagai berikut:

Lrs: Salendro Embat Sawilet


Pangkat: SR.I. . 3 1 2 4 3 2 g1

48
SR.1 2 2 4 2 3 3 1 3

SR.2 j.3 j.5 j.3 2 j.2 j.t j.2 3

DM. j.1 j23 j.3 j21 j.3 j21 j.1 j23 j.3

PK. j12 j14 j32 1 j32 j3t j12 3

BN. q/ 1 . q/ 1 w/ 2 3/ e . 3/ e .

Rc. j.j jqj/ 1j.j jqj/ 1j.j jqj/ 1j.j jqj/ 1j.j j3j/ e j.j j3j/ ej.j j3j/ ej.j j3j/ ej.j j3j/ e

SL. . t . G2 . t . n3

KN. . . . G2 . . . n3
Goong . P . . . P . .

2 2 4 2 1 1 3 g1

03 j05 j03 2 j02 j04 j02 g1

j21 j01 j23 j01 j23 j03 j21 gj01

j32 j3t j12 3 j12 j14 j32 g1

3/ e . 3/ e w/ 2 q/ 1 . q/ 1 g.

j.j j3j/ ej.j j3j/ e j.j j3j/ ej.j jqj/ 1j.j jqj/ 1j.j jqj/ 1j.j jqj/ 1j.j jqj/ 1

. t . G2 . t . g1

. . . G2 . . . 1
g
. P . P . P . G

GET – CER- GET– NONG GET–CER – GET-GONG

_x x x =xptx x x G2 x x x =xpt x x ne x x x =xp tx x pGw x x =xptx x x gn1_

49
d. Posisi Gendu yang dimainkan dalam Patet Sanga selanjutnya
dinamakan Gending Cangkurileung dengan kenongan nada 4 dan
goongan nada 2. Maka, Gending Cangkurileung memiliki nada-nada
yang dimainkan oleh waditra adalah nada 1 – 3 – 1 – 4 – 1 – 3 – 1 - 2.
Nada 1 sebagai pangaget, nada 3 sebagai pancer, nada 4 sebagai
kenongan, dan nada 2 sebagai goongan.

Aplikasi Tabuhan Gending Cangkurileung dalam Embat Sawilet sebagai berikut:

Lrs: Salendro Embat Sawilet


Pangkat: SR.I. 3 2 t 1 2 4 3 g2

SR.1 3 3 1 3 4 4 2 4

SR.2 j.2 j.t j.2 3 j.3 j.1 j.3 4

DM. j.2 j34 j.4 j32 j.4 j32 j.2 j34 j.4

PK. j32 j3t j12 3 j43 j41 j23 4

BN. 2/ w . 2/ w 3/ e 4/ r . 4/ r .

Rc. j.j 2
j j/ wj.j 2
j j/ wj.j 2
j j/ wj.j 2
j j/ wj.j 4
j j/ r j.j 4
j j/ rj.j 4
j j/ rj.j 4
j j/ rj.j 4
j j/ r

SL. . 1 . 3
G . 1 . 4
n

KN. . . . 3
G . . . 4
n
Goong . P . . . P . .

3 3 t 3 2 2 4 g2

j02 j0t j02 3 j03 j05 j03 g2

j32 j02 j34 j02 j34 j04 j32 gj02

j32 j3t j12 3 j23 j25 j43 g2

4/ r . 4/ r 3/ e 2/ w . 2/ w g.

50
j.j 4
j j/ rj.j 4
j j/ r j.j 4
j j/ rj.j 2
j j/ wj.j 2
j j/ wj.j 2
j j/ wj.j 2
j j/ wj.j 2
j j/ w

. 1 . 3
G . 1 . 2
g

. . . 3
G . . . 2
g
. P . P . P . G

GET – CER- GET– NONG GET–CER – GET-GONG

_x x x =xp3x x x G5 x x x =xp3 x x n1 x x x =xp 3x x pG5 x x =xp3x x x gn4_

e. Posisi Gendu yang dimainkan dalam Patet Singgul selanjutnya


dinamakan Gending Mitra dengan kenongan nada 5 dan goongan nada
3. Maka, Gending Mitra memiliki nada-nada yang dimainkan oleh
waditra adalah nada 2 – 4 – 2 – 5 – 2 – 4 – 2 - 3. Nada 2 sebagai
pangaget, nada 4 sebagai pancer, nada 5 sebagai kenongan, dan nada 3
sebagai goongan.

Aplikasi Tabuhan Gending Sorong Dayung dalam Embat Sawilet sebagai berikut:
Lrs: Salendro Embat Sawilet
Pangkat: SR.I. . 3 1 2 4 3 2 g1

SR.1 4 4 2 4 5 5 3 5

SR.2 j.3 j.1 j.3 4 j.4 j.2 j.4 5

DM. j.3 j21 j.1 j23 j.5 j43 j.3 j45 j.5

PK. j43 j41 j23 4 j54 j52 j34 5

BN. 3/ e . 3/ e 4/ r 5/ t . 5/ t .

Rc. j.j j3j/ ej.j j3j/ ej.j j3j/ ej.j j3j/ ej.j j5j/ t j.j j5j/ tj.j j5j/ tj.j j5j/ tj.j j5j/ t

SL. . 2 . G4 . 2 . n5

KN. . . . G4 . . . n5
Goong . P . . . P . .

51
4 4 2 4 3 3 1 g3

j03 j01 j03 4 j02 j0t j02 g3

j43 j03 j45 j03 j21 j01 j23 gj03

j43 j41 j23 4 j32 j3t j12 g3

5/ t . 5/ t 4/ r 3/ e . 3/ e g.

j.j j5j/ tj.j j5j/ t j.j j5j/ tj.j j3j/ ej.j j3j/ ej.j j3j/ ej.j j3j/ ej.j j3j/ e

. 2 . G4 . 2 . g3

. . . G4 . . . g3
. P . P . P . G

GET – CER- GET– NONG GET–CER – GET-GONG

_x x x =xp2x x x G4 x x x =xp2 x x n5 x x x =xp 2x x pG4 x x =xp2x x x gn3_

Berdasarkan data-data di atas, komposisi nada dari posisi Gendu I - IV


yang akn dimainkan pada setiap patetnya dapat dilihat dalam tebl di bawah ini:

SKEMA PATET
Posisi I II III VI V
Patokani Panglangen Pangaget Pangrena Pencer Nama
-ng Laras Gending
Patet
g1 g3 g4 g5 Gendu
Nem 2

g2 g4 g5 g1
Loloran
3 Catrik

g3 g5 g1 g2
Sorong
Manyuro 4 Dayung

g4 g1 g2 g3
Sanga Cangkuri
5 leung

52
g5 g2 g3 g4
singgul
1 Mitra

d. Pola Dasar Tabuhan Gamelan Dalam Embat Dua Wilet


Perbedaan embat sawilet dan dua wilet dapat dilihat dari:
1. Jumlah ketukan, embat sawilet 16 ketukan, embat dua wilet 32 ketuk.
2. Inatrumen Goong. embat sawilet pada ketukan ke- 2, 6, 10, 12, 14, 16
sedangkan pada embat dua wilet pada ketukan ke- 4, 12, 20, 24, 28, 32.
3. Dalam embat dua wilet, tabuhan waditra (bonang, rincik, peking, saron,
demung) dua kali lipat dari embat sawilet
4. Untuk waditra selentem, jumlah pukulan tidak berubah, hanya ketukan
untuk menabuhnya saja yang berubah. Selentem embat sawilet di tabuh
pada ketukan ke-2, 4, 6, 8, 10, 12, 14,16, sedangkan embat dua wilet
ditabuh pada ketukan ke-4, 8, 12, 16, 20, 24, 28, 32.
5. Tabuhan waditra kenong embat sawilet ditabuh pada ketukan ke-4, 8, 12,
16, pada embat dua willet ditabuh pada ketukan ke-8,16, 24, 32.
6. Dalam embat dua wilet, bonang bisa dicaruk dengan isntrumen demung
dan bisa pula dengan waditra rincik.

Pola Dasar Tabuhan Embat Dua Wilet

Saron 1: t t t t 2 t 2 t motif tabuhan nada t

1 1 1 1 3 1 3 1 motif tabuhan nada 1

2 2 2 2 t 2 t 2 motif tabuhan nada 2 atau

2 2 2 2 4 2 4 2 motif tabuhan nada 2

3 3 3 3 1 3 1 3 motif tabuhan nada 3 atau

53
3 3 3 3 5 3 5 3 motif tabuhan nada 3

4 4 4 4 2 4 2 4 motif tabuhan nada 4

5 5 5 5 3 5 3 5 motif tabuhan nada 5

Saron 2 j.1 j.1 j.1 j.3 j.1 j.3 j.1 t motif tabuhan nada t

j.2 .2 j.2 j.4 j.2 j.4 j.2 1 motif tabuhan nada 1

j.3 j.3 j.3 j.5 j.3 j.5 j.3 2 motif tabuhan nada 2

j.3 j.3 j.3 j.1 j.3 j.1 j.3 2 motif tabuhan nada 2

j.2 j.2 j.2 j.t j.2 j.t j.2 3 motif tabuhan nada 3

j.4 j.4 j.4 j.2 j.4 j.2 j.4 3 motif tabuhan nada 3

j.3 j.3 j.3 j.1 j.3 j.1 j.3 4 motif tabuhan nada 4

j.4 j.4 j.4 j.2 j.4 j.2 j.4 5 motif tabuhan nada 5
Peking

jt1 jt1 jt1 jt3 j21 jt3 j21 t motif tabuhan nada t

j12 j12 j12 j14 j32 j14 j32 1 motif tabuhan nada 1

j23 j23 j23 j25 j43 j25 j43 2 motif tabuhan nada 2

j32 j32 j32 j3t j12 j3t j12 3 motif tabuhan nada 3

j43 j43 j43 j41 j23 j41 j23 4 motif tabuhan nada 4

j54 j54 j54 j52 j34 j52 j34 5 motif tabuhan nada 5

54
Demung

j.t j12 j.t j12 j.t j12 j.2 j1t motif tabuhan nada t

j.1 j23 j.1 j23 j.1 j23 j.3 j21 motif tabuhan nada 1

j.2 j34 j.2 j34 j.2 j34 j.4 j32 motif tabuhan nada 2

j.3 j45 j.3 j45 j.3 j45 j.5 j43 motif tabuhan nada 3

j.3 j21 j.3 j21 j.3 j21 j.1 j23 motif tabuhan nada 3

j.4 j32 j.4 j32 j.4 j32 j.2 j34 motif tabuhan nada 4

j.5 j43 j.5 j43 j.5 j43 j.3 j45 motif tabuhan nada 5
Bonang

. 5/ % . . . 5/ % . . motif tabuhan nada 5

. q/ 1 . . . q/ 1 . . motif tabuhan nada 1

. w/ 2 . . . w/ 2 . . motif tabuhan nada 2

. 3/ e . . . 3/ e . . motif tabuhan nada 3

. 4/ r . . . 4/ r . . motif tabuhan nada 4

. 5/ t . . . 5/ t . . motif tabuhan nada 5

Dalam embat dua wilet, ketukan ke-8 difungsikan untuk nada pancer.
Nada yang ditabuh bergantung pancernya, jika pancernya 5, maka yang ditabuh
pada ketukan ke delapan nada 5 digembyang, jika nada pancernya 2, maka yang
ditabuh pada ketukan kedelapan nada 2 digembyang. Misalnya pada patet nem,
pancernya nada 5 tinggi, maka motif tabuhnya sebagai berikut:

. q/ 1 . . . q/ 1 . 5/ t motif tabuhan nada 1

55
. w/ 2 . . . w/ 2 . 5/ t motif tabuhan nada 2

. 3/ e . . . 3/ e . 5/ t motif tabuhan nada 3

. 4/ r . . . 4/ r . 5/ t motif tabuhan nada 4

Rincik/Bonang Panerus

5/ t . 5/ t . 5/ t . 5/ t . motif tabuhan nada t

q/ 1 . q/ 1 . q/ 1 . q/ 1 . motif tabuhan nada 1

w/ 2 . w/ 2 . w/ 2 . w/ 2 . motif tabuhan nada 2

3/ e . 3/ e . 3/ e . 3/ e . motif tabuhan nada 3

4/ r . 4/ r . 4/ r . 4/ r . motif tabuhan nada 4

5/ t . 5/ t . 5/ t . 5/ t . motif tabuhan nada 5

Selentem

. . . 3 . . . t motif tabuhan nada 5

. . . 3 . . . 1 motif tabuhan nada 1

. . . 3 . . . 2 motif tabuhan nada 2

. . . 2 . . . 3 motif tabuhan nada 3

. . . 3 . . . 4 motif tabuhan nada 4

. . . 3 . . . 5 motif tabuhan nada 5

56
Kenong

. . . . . . . t motif tabuhan nada 5

. . . . . . . 1 motif tabuhan nada 1

. . . . . . . 2 motif tabuhan nada 2

. . . . . . . 3 motif tabuhan nada 3

. . . . . . . 4 motif tabuhan nada 4

Motif tabuhan dua wilet di atas, merupakan motif tabuhan pada setiap
waditra yang ditulis secara terpisah. Hal ini bertujuan untuk dapat mempermudah
dalam proses pembelajaran praktik gamelan pelog slendro. Adapun dalam
penulisan notasi yang sesungguhnya, semua waditra disatukan. Dengan demikian,
akan nampak jelas tugas dari masing-masing waditra, baik ketika waditra
berbunyi secara mandiri, atau secara bersama-sama. Untuk lebih jelasnya tentang
penulisan motif tabuhan embat dua wilet sebagai berikut.

Nada t (singgul alit/petit)

Sr 1: . t t t t 2 t 2 t

Sr 2: . j.j 1 j.j 1 j.j 1 j.j 3 j.j 1 j.j 3 j.j 1 t

Pk: . jtj 1 jtj 1 jtj 1 jtj 3 j2j 1 jtj 3 j2j 1 t

Dm: j.j t j1j 2 j.j t j1j 2 j.j t j1j 2 j.j 2 j1j t .

Bn: . . 5/ t . . . 5/ t . .

Rc: . 5/ t . 5/ t . 5/ t . 5/ t .

Sl: . . . . 3 . . . t

Kn: . . . . . . . . t

57
Nada 1 (tugu/barang)

Sr 1: . 1 1 1 1 3 1 3 1

Sr 2: . j.j 2 j.j 2 j.j 2 j.j 4 j.j 2 j.j 4 j.j 2 1

Pk: . j1j 2 j1j 2 j1j 2 j1j 4 j3j 2 j1j 4 j3j 2 1

Dm: j.j 1 j2j 3 j.j 1 j2j 3 j.j 1 j2j 3 j.j 3 j2j 1 .

Bn: . . q/ 1 . . . q/ 1 . .

Rc: . q/ 1 . q/ 1 . q/ 1 . q/ 1 .

Sl: . . . . 3 . . . 1

Kn: . . . . . . . . 1

Nada 2 (loloran/kenong) motif 1

Sr 1: . 2 2 2 2 t 2 t 2

Sr 2: . j.j 3 j.j 3 j.j 3 j.j 3 j.j 1 j.j 3 j.j 1 2

Pk: . j2j 3 j2j 3 j2j 3 j2j 3 jtj 1 j2j 3 jtj 1 2

Dm: j.j 2 j1j t j.j 2 j1j t j.j 2 j1j t j.j t j1j 2 .

Bn: . . w/ 2 . . . w/ 2 . .

Rc: . w/ 2 . w/ 2 . w/ 2 . w/ 2 .

Sl: . . . . 3 . . . 2

Kn: . . . . . . . . 2

58
Nada 2 (loloran/kenong) motif 2

Sr 1: . 2 2 2 2 4 2 4 2

Sr 2: . j.j 3 j.j 3 j.j 3 j.j 5 j.j 3 j.j 5 j.j 3 2

Pk: . j2j 3 j2j 3 j2j 3 j2j 5 j4j 3 j2j 5 j4j 3 2

Dm: j.j 2 j3j 4 j.j 2 j3j 4 j.j 2 j3j 4 j.j 4 j3j 2 .

Bn: . . w/ 2 . . . w/ 2 . .

Rc: . w/ 2 . w/ 2 . w/ 2 . w/ 2 .

Sl: . . . . 3 . . . 2

Kn: . . . . . . . . 2

Nada 3 (panelu)

Sr 1: . 3 3 3 3 1 3 1 3

Sr 2: . j.j 2 j.j 2 j.j 2 j.j t j.j 2 j.j t j.j 2 3

Pk: . j3j 2 j3j 2 j3j 2 j3j t j1j 2 j3j t j1j 2 3

Dm: j.j 3 j2j 1 j.j 3 j2j 1 j.j 3 j2j 1 j.j 1 j2j 3 .

Bn: . . 3/ e . . . 3/ e . .

Rc: . 3/ e . 3/ e . 3/ e . 3/ e .

Sl: . . . . 2 . . . 3

Kn: . . . . . . . . 3

59
Nada 4 (galimer/bem)

Sr 1: . 4 4 4 4 2 4 2 4

Sr 2: . j.j 3 j.j 3 j.j 3 j.j 1 j.j 3 j.j 1 j.j 3 4

Pk: . j4j 3 j4j 3 j4j 3 j4j 1 j2j 3 j4j 1 j2j 3 4

Dm: j.j 4 j3j 2 j.j 4 j3j 2 j.j 4 j3j 2 j.j 2 j3j 4 .

Bn: . . 4/ r . . . 4/ r . .

Rc: . 4/ r . 4/ r . 4/ r . 4/ r .

Sl: . . . . 3 . . . 4

Kn: . . . . . . . . 4

Nada 5 (singgul)

Sr 1: . 5 5 5 5 3 5 3 5

Sr 2: . j.j 4 j.j 4 j.j 4 j.j 2 j.j 4 j.j 2 j.j 4 5

Pk: . j5j 4 j5j 4 j5j 4 j5j 2 j3j 4 j5j 2 j3j 4 5

Dm: j.j 5 j4j 3 j.j 5 j4j 3 j.j 5 j4j 3 j.j 3 j4j 5 .

Bn: . . 5/ t . . . 5/ t . .

Rc: . 5/ t . 5/ t . 5/ t . 5/ t .

Sl: . . . . 3 . . . 5

Kn: . . . . . . . . 5

60
e. Aplikasi Aplikasi Pola Tabuhan Embat Dua Wilet dalam Gending Sorong
Dayung lagu Adu Manis

“ADU MANIS”

Gending : Sorong Dayung Notasi : DAMINATILA


Surupan : Da = Tugu Embat : Dua wilet
Lagu : Laras Degung
I. Rampak Swara (RS):
Laras Salendro
4 3 2 1 4 3 2 1 z x x .
x x t
x x x x.x x c1
x
A du ma nis A du ma ni . . . . s

II. Rampak Waditra (RW) j.a” a . .


.U
. . j0t gj14

III. _ j32 pj14 j32 p1 4 p3 p2 g1

jz3x3x x x x xjp3x3x x x x x cj3j jk54 3 zjx3x3x x x xjp3x3x x x x cj3j jk54 j34


Rincik Rincik
Bonang dikemprang 1/3 Bonang dikemprang 1/3
I
j32 jp14 j3t p1 . p. 1 jg 4_
II
j32 pj14 j3t jp11 j01 p. . g.

IV. _. p. . . . p. . . . p. . p .
* . p. . g _

Masuk setelah kempul


pada pengulangan kedua matra ketiga

V.RW . p. . *jkp3j3j 3 j3j jk33 pj0j jk33 j33 jg3j jk54

j3j kj54 j zrx x x xjtxrx x x x cj1j jk54


p3 j3j jk54 pj3zrx x x x xjtxrx x x cj14
Bonang+Rincik Bonang+Rincik
j03 pj02 j0t jp14 j03 p2 . g

61
VI. _. p. . . . p. . . . p. . p. . p. . g _

Masuk setelah kempul


Pada pengulangan kedua matra ketiga
VII.RW . . . * kjp3j3j 3 j3j jk33 pj0j jk33 j33 gj3j jk54

j3j jk54 3
pj zrx x x xjtxrx x x cj1j jk54 j3j jk54 jp3zrx x x x x xjtxrx x cj10
Bonang+Rincik Bonang+Rincik
Masuk Rebab (Lrs Degung) 1 t 1

Masuk Kendang . . . . . . . . g1
diiringi gending Sorong Dayung embat dua wilet

_ . . . 5 . . . 2 . . . 5 . . . 3

. . . 5 . . 2 . . . 5 . p. .g1_

Catatan:
a. Untuk No 2,Rincik
_jk3j2j jk32 jk3j2j k32 jk3j5j 4 3 jk3j2j k32 jk3j2j jk32 j3j k54 j3._

b. Untuk no 5, Bonang dan Rincik digembyang 1/3


c. Untuk Kenong
. . . g1

_ . . . 1 . . . 1

. . . 3 . . . 3

. . . 1 . . . g1_

Kempul .. . . . . . . . . . . . . . . . . g1

. . . 1 . . . 1 . . . 1 . . . g.

62
Iringan Lagu Gamelan Embat Dua Wilet Gending Sorong Dayung
Lrs: Salendro Embat Dua wilet

SR.1 2 2 2 2 4 2 4 2

SR.2 j.3 j.3 j.3 j.5 j.3 j.5 j.3 2

PK. j23 j23 j23 j25 j43 j25 j43 2

DM. j.1 j23 j.1 j23 j.1 j23 j.3 j21 j.3

BN. . q/ 1 . . . q/ 1 . w/ 2

Rc. . q/ 1 . q/ 1 . q/ 1 . q/ 1 .

SL. . . . t . . . G2

KN. . . . . . . . G2
Goong . . . P . . . .

3 3 3 3 1 3 1 3

j32 j32 j32 j3t j12 j3t j12 3

j.2 j.2 j.2 j.t j.2 j.t j.2 3

j21 j.3 j21 j.3 j21 j.1 j23 j.3

. 3/ e . . . 3/ e . 2/ w

3/ e . 3/ e . 3/ e . 3/ e .

. . . t . . . n3

. . . . . . . n3
. . . P . . . .

63
SR.1 2 2 2 2 4 2 4 2

SR.2 j.3 j.3 j.3 j.5 j.3 j.5 j.3 2

PK. j23 j23 j23 j25 j43 j25 j43 2

DM. j21 j.3 j21 j.3 j21 j.1 j23 j.1

BN. . q/ 1 . . . q/ 1 . w/ 2

Rc. . q/ 1 . q/ 1 . q/ 1 . q/ 1 .

SL. . . . t . . . G2

KN. . . . . . . . G2
Goong . . . P . . . .

1 1 1 1 3 1 3 g1

j02 j02 j02 j04 j02 j04 j02 g1

j12 j12 j12 j14 j32 j14 j32 g1

j23 j.1 j23 j.1 j23 j03 j21 gj01

. q/ 1 . . . q/ 1 . g.

q/ 1 . q/ 1 . q/ 1 . q/ 1 .

. . . t . . . g1

. . . . . . . g1
. . . P . . . G

64
BAB III
MENABUH KENDANG SUNDA

Untuk pembelajaran pola tepak kendang kali ini, kita akan mempelajari
pola tepak kendang dalam bentuk gending sawilet dan dua wilet. Maka, pola
tepaknya pun pola tepak kendang sawilet dan pola tepak kendang dua wilet.
Selain itu, ada pola-pola khusus yaitu pola untuk peralihan dan pola untuk
memberhentikan/cindek.

A. Pola Tepak Kendang Embat Sawilet


a. Dalam 1 ketuk 1 nada
Pangkat:
. 3 . 1 . 2

. 4 . 5 . 3 . 4

. U . a” U u u U

a’a’ . a” . a’ a” a’ a”
U U . u . u

.
a’a’ . a” . a’ a” a’ a”
U U . u . u

a’a’ . a” . a’ a” a’ a”
U U . u . u

a’a’ . a” . a’ a” a’ a”
U U U U

65
b. Dalam 1 ketuk 2 atau 4 nada
Pangkat:

. 3 1 2 4 5 3 4

a” . a’a’
. . . . U . U u u U

. a . a’ a” . a’ . a” a’a’ . a . a’ a” . a’. a” a’a’


. U U . . u.u . U U . . u. u .

. a . a’ a” . a’ . a” a’a’ . a . a’ a a’ a
. U U . . u.u . U U . U . U

B. Pola Tepak Kendang Peralihan Embat Sawilet ke Dua wilet

a’ a” a’ a” a” . a’ . a” . a” a’
. u u . u . U u U . u U . u

a’ a” a” a’ a ’a” a” a” a” a” . a’ a” a’a”
u u UU . u u uUU . UU . U U .U u

C. Pola Tepak Kendang Dua Wilet


Tempo kendor/lambat

a’ a” . a’ a’ a’ . a’ a’ a” . . a’ . a”
U U . . . u U U u

. . a’ a” . a’ a” a” . a” . a” . a” a” . a”
U . U .U .Uu. U . u U . u . u

. a’ a” a” . a” . . a’ a” a” . a”
u. U .U… . . u u U .U… . . . Uu

66
a” . a- a+ a” a” a” a’ a” . a’ a’ . a” a” .
. U. . U .U… .u. u . U. . U. U u . U. U

Tempo gancang/cepat

a” . a’ a” a” . a” . a’ . . a”
. U UU . U UU . U U U UU. U . U. . U. U

a” a’ a” a” . a” . a’ . . a” .
. U UU . U UU . U U U UU . U . U . uu.u

a” a’ a” a” . a . a’ . . a” .
. u uu . U Uu . U U u uu.U .u . u u. u

a” a” a” a” a” . a” a” a” . a” a”
. U UU . U UU . UU . U u U u .

D. Pola tepak Kendang Ngagoongkeun

a’ a” . a’ . a” a” . a’ . a” . a” a”
. u u . u . U u . U . u U . U

a’a’ a” a’a’ a” . a’ . a” . a” . a+ a- a- .
. U . U uu . U . U . Uu U

67
E. Aplikasi Menabuh Pola Kendang Jaipongan dalam Lagu Seunggah
Pola tepak kendang jaipongan dalam diktat ini merupakan metode baru
yang penulis susun dengan cara mendengar, menganalisis, membuat istilah, serta
membandingkan dengan referensi-referensi lain yang pernah penulis baca
sebelumnya. Selain itu, pengalaman penulis dalam meminkan kendang jaipongan
sebagai modal pula dalam membandingkan setiap pola-pola tepakan kendang
khususnya dalam iringan tari jaipongan.
Adapun dalam penotasianya, mengacu kepada notasi yang telah penulis
kenal sebelumnya yaitu di STSI Bandung. Sistem notasi ini masih digunakan dan
berlaku di STSI Bandung sampai saat ini untuk mempelajari kendang Sunda
dalam mata kuliah wajib dan pilihan. Selain itu, dalam penotasianya pun tidak
seluruhnya hasil penulis semata, tetapi sebagian mengacu pula pada
tulisan/sumber lain terutama tulisan bapak Sunarto S. Kar,. sebagai dosen di STSI
Bandung.
Tulisan ini, secara umum terbagi dalam 5 pola tepak pokok, antara lain:
Pola tepak Dangding, Gelenyu, Bukaan, Mincid, dan pola tepak
Cindek/Ngeureunkeun/Ngagoongkeun/Memberhentikan. Dari kelima pola tepak
tersebut, masing-masing masih terdapat pola-pola tepak lain yang motifnya lebih
sederhana. Misalnya, dalam bukaan, terdiri dari pola tepak nunggu, buka payung,
sambung, rentet, pancuh, tunggel. Dalam mincid terbagi beberapa bagian pula,
mulai dari mincid satu sampai dengan mincid enam. Begitu pula dalam pola tepak
lainnya masih terbagi lagi dalam beberapa bagian.
Namun, sebelum melangkah ke praktik kendang, perhatikan dahulu
langkah-langkah sebagai berikut:

a. Langkah-Langkah Membaca Notasi


Sebagaimana telah disebutkan di atas, dalam lagu seunggah terdiri dari 5
pola tepak pokok. Dari kelima pola tepak pokok tersebut terdiri dari pola tepak
lain yang lebih sederhana. Secara rinci, pola-pola tepak kendang dalam lagu
seunggah, antara lain: pola tepak dangding, gelenyu, nunggu, bukaan,
pindah/peralihan, mincid, bukaan dongblang, cindek/ngeureunkeun.

68
Untuk mempraktikan pola-pola tepak jaipongan dalam lagu seunggah ini,
kita harus memperhatikan dulu hal-hal berikut:
1. Pisahkan dahulu bagian atas dan bawah dalam 1 ketuk 1 nada, misalnya:
Bagian atas . a- a’ a- a” a- a’ a- a” . a a a a

Bagian bawah …. U u u . . u . u . . . UU
2 . Gabungkan dalam 1 ketuk 2 muka
. a- a’ a- a” a- a’ a- a a a a a
U U u . u U . . . U U
3. Gabungkan dengan tempo yang sebenarnya

. a- a’ a- a” a- a’ a- a a a a . a
. . . . U U u . . u . u . . U U

Catatan:
Untuk langkah selanjutnya, ikutilah cara-cara seperti di atas jika mendapat
kesulitan dalam belajar. Langkah di atas merupakan cara yang termudah untuk
tahap pertama sebelum kita benar-benar dapat menguasai pola-pola tepak kendang
jaipongan. Maka, cara-cara belajar pola tepak kendang jaipongan tersebut, antara
lain:
1. Pisahkan bagian atas dan bawah dalam 1 ketuk I nada
2. Gabungkan antara muka atas dan bawah masih dalam 1 ketuk 1 nada
3. Gabungkan dalam 1 ketuk 2/3/4 nada
4. Lakukan berulang-ulang langkah di atas sebelum anda mencoba
mempraktikan pola tepak kendang secara utuh
4. Setelah yakin, barulah ikuti pola tepak kendang dalam notasi yang
sesungguhnya.

69
b. Pola-Pola Tepak Kendang Jaipongan dalam Lagu Seunggah

1. Pola tepak Dangding

Pola tepak dangding adalah pola tepak kendang dan gending artinya
bahwa pola tepak ini merupakan gabungan antara gending hasil raehan/kreasi
dengan tepak kendang. Pola tepak ini terdapat di awal lagu atau introduction (di
Sunda cukup dikenal dengan nama intro). Setiap lagu biasanya memilki pola
tepak dangding khusus,, tidak ada yang sama antara satu lagu dengan lagu yang
lainnya.
Pola tepak dangding 1:

. a- a’ a- a” a- a’ a- a a a a . a
. . . . U U u . . u . u . . U U

Pola tepak dangding 2:


. . . a a . . a a a a .
. U . UU U U U

. . . a a . . aaaa a
. U UUUU U

Pola tepak dangding 3:


. . a . a . a a . . a . a a a
. U U . u U . U U . U U U U

. . a . a . a a . aa aa a a a
. U U . u U UUUU U U U

Pola tepak mincid dangding/dangding 4:


a a a’ a a a a’ a a a a’ a a a a’ a a a
U U . U U . U U . U U . U . U . U U

I
a’ a a a a’ a a a a’ a a a a’ a a a
. U U . U U . U U U U U U U U U

70
II
a’ a a a a’ a a .a . a . aa a a a
. U U . U U U .U . U . UU U U U

Kempul dangding

. P . . . P . .

. P . P . P . G

Pola tepak tunggel dangding:

. a a a a a a . a a a a a a a
. . u . u . . U . U . .U . U . U U U U

2.Pola tepak Gelenyu


Pola tepak gelenyu adalah pola tepak kendang awal, biasanya terdapat
pada pangkat lagu jika lagu tersebut memakai pangkat rebab. Gelenyu dalam lagu
seunggah terdapat diantara pola tepak dangding dan bukaan. Jadi, muncul setelah
selesai pola tepak dangding dan sebelum muncul pola tepak bukaan. Gelenyu
dalam arti harfiah adalah senyum, jadi bahwa pola tepak kendang ini sebagai
penghias alunan melodi sebelum lagu mulai masuk. Pola tepak gelenyu dibagi
dua: pola tepak gelenyu pangkat dan gelenyu lagu. Gelenyu pangkat adalah
gelenyu paling awal sebelum lagu masuk, biasanya hanya rebab saja yang
memainkan lagu. Sedangkan gelenyu lagu adalah gelenyu yang digunakan dalam
mengiringi lagu paling awal sebelum masuk pola tepak bukaan.
Pola tepak gelenyu pangkat:

a’a’ . a” . a’ . . a’a’ . a+ . a’ . .
. . UU . U U . . u . . U . U U…

a’ . a- . a’a’ . a”. . a” . a” . a’a’ . a’a’. a’ a” .


… … . . U .UU. U.. u . . u . u . . u u

71
a’a’ . a+ a- . a’ a’a”a’a” a’. . a’ . a” . a’a’ a”. a” .
. u . . U… . U.U . Uu . U.. u . uu . Uu

a’ . a+ a- a’’ . a” . . a” . a’a’ . a+a+. a” a’a’ . .


. Uu UU . U u . u u . .u . U. U u U
Pola tepak gelenyu lagu:

a’a’ . a”a”. . a”. a’a”a”. . a’a’. a” . a” . a’a’ . a’ a”


. . UU . . U . U UU u . u . U . u .

a’a’ . a” . . a” . . a” . . a’ . a” . a’a’ . a’a’ . a’ a” .


. .U U . U U .UU. U ..u . . u . u . . uu

a’a’ . a+ a- . a’ a’a”a’a” a’a’ . a” . a” . . a’ . a- .


. u . . U… .U.U . u . U U . . u . U…

Pola tepak tunggel gelenyu


a’ a- . a’ a . a-a . a-a . a-a . a- a aa . a a a a . a a a a a
… … … .u . u. .u . u . . UU .U U UU . U U UU U

3. Pola tepak Bukaan


Pola tepak bukaan adalah pola tepak kendang yang pertama dalam
mengiringi tarian jaipongan. Dengan demikian, dalam bukaan ini penari sudah
melakukan gerakan tarian yang atraktif sebagai langkah dalam
mendemonstrasikan kemampuannya.
Pola tepak bukaan terdiri dari:
1. Pola tepak buka payung
Pola tepak buka payung adalah pola tepak kendang bukaan yang paling
awal. Pola tepak ini banyak ragamnya. Dalam iringan tarian seunggah terdapat
tiga pola tepak buka payung, antara lain:
Pola tepak buka payung 1:

72
nunggu
. . . . a a . a a . . . a . . .a a a .
. . u . UU . u . UU . . .U UU U
Pola tepak buka payung 2 :
nunggu
. . . a . a-a . a-a . a-a . a- . a- . a .a a a a . a a a .
.u . u. .u . u . Uu . u . .UUU . .U UU U
Pola tepak buka payung 3:

mincid nunggu
. . . . a a . a a aa . aa a . . a . . a+ . a .

. . U U . U U UU . UU Uu U . . u . .U U

2. Pola tepak Sambung


Pola tepak sambung adalah pola tepak kedua setelah buka payung artinya
menyambung dari pola tepak buka payung. Di mana ada pola tepak buka payung,
tentu diikuti oleh pola tepak sambung ini. Adapun notasinya sbb:
Pola tepak sambung 1:
nunggu
. . . . a a a . a a a . a a a a a a a. a a a .
. .U U U .U U U. U U UUU u . .UUU U
Pola tepak sambung 2:
nunggu
. . . . a a . a a . a a .a a a a .a a a .
. UU . UU . UU . .U UU . .UUU U
Pola tepak sambung 3

mincid nunggu
. . . aa. a aa . a . a . a+ . a .
U. . U. . U. .u . .U U

3. Pola tepak Rentet


Rentet artinya bersama/berdampingan. Pola tepak rentet adalah pola tepak
kendang yang bersama dalam arti pola tepak ini selalu ditepak bersama, saling
sahutan antara motif kesatu dengan motif kedua dalam satu bentuk. Notasinya
adalah:

73
Pola tepak rentet 1:

a a a a a a . a a a a a a a a a . a- a a
U . U . U . u .U. U U . U . U . u . U

4. Pola tepak Pancuh


Pola tepak pancuh adalah pola tepak ancang-ancang untuk berakhirnya
satu pola tepak bukaan. Dengan pola tepak pancuh ini, pola tepak bukaan terasa
akan berhenti/goong, tetapi masih berupa pertanyaan yang harus dijawab/harus
digongkan. Notasinya adalah:
Pola tepak pancuh 1:
a- . a a
. u . U . U
5. Pola tepak tunggel
Pola tepak tunggel adalah pola tepak paling akhir dalam satu bukaan. Pola
tepak ini merupakan jawaban dari pola tepak pancuh dan merpakan akhir dari
pola tepak bukaan sehingga diakhiri dengan goong. Lebih sfesifiknya bahwa pola
tepak ini untuk menggoongkan dalam setiap bukaan. Notasinya adalah:

Pola tepak tunggel1:

Pancuh
. . . aa . a a .a . . . a
. UU U UU U U. u . . UU .

Pola tepak tunggel 2:

Pancuh
. . . a a a aa a .a . . . a .
Uu . Uu . U. u . .U U
Pola tepak tunggel 3
Pancuh
. . aa a . .a . . . a .
.U. u . U… U. u . . U U

74
6. Pola tepak Nunggu
Nunggu secara harfiah artinya menanti. Pola tepak nunggu di sini adalah
menanti/pola tepak penghantar sebelum pola tepak lain dimainkan. Pola tepak ini
biasanya terdapat dalam setiap pola tepak bukaan. Pola tepak nunggu ada dua
macam yaitu pola tepak nunggu biasa dan pola tepak mincid nunggu.

Pola tepak nunggu.


a’a’a’ . a-a-a- . a’
. . u . . u
Pola tepak mincid nunggu
. a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”
.U UU . U U U

4. Pola tepak Pindah/ Peralihan


Pola tepak pindah/peralihan adalah pola tepak pembatas antara bukaan dan
mincid. Jadi pola tepak ini sebagai jembatan untuk munculnya pola tepak mincid
yang berada di depannya. Notasinya adalah sbb:
Pola tepak pindah:

. . a a . a+ . a . a’a’ . a+ a a .
. U. U . u . . U U . . u . U U U

5. Pola tepak Mincid


Mincid secara harfiah adalah jalan/berjalan. Pola tepak mincid adalah pola
tepak kendang dengan memerankan pola-pola tepak yang lurus tanpa ada sendat-
sendat, tetapi sudah dirasakan adanya perubahan nuansa yang berbeda dengan
pola tepak sebelumnya yaitu pola tepak bukaan. Sikap penari pun seolah-olah
sudah mulai berjalan/melingkar ke sana ke mari. Di dalam lagu seunggah ada
beberapa pola tepak mincid, antara lain:
Pola tepak mincid 1:

. a- a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a-a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a-


. . . . .U .UU . UUu . . .U .UU . U u . UU. U U . .

75
a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a-a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a-
. U U . UU . U UU u . .U.UU . .u .Uu U

a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a-a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”


.U. UU . UU u UU . U U UU . U Uu UU uU U

Pola tepak mincid 2 / mincid keleter:

. a-a’a- a”a-a’a- a”a- a’a- a”a- a’a- a”a-a’a’ a- . a-a’a’ a- . a- a’a’ a- 10X
. . . U . UU . U Uu . U U . u . u u . UU . u

. a-a’a’ a- a”a- a’a- a”a-a’a- a’a-a’a- a”a-a’a- a”


. u u UU . U U . UU . UUU UU UU U

Pola tepakmincid3: 3x

. a- a’a- a”a- a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a a a .


. . u u .u u . U U U .u u . u u . U U U . u

a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a” . a a a a a a


uu uu u . U UUUU U . u uuuu u . U. U. U

Pola tepak mincid 4: 5x tunggel mincid


. a-a”a- a’a- a” . a-a”a- a’a- a” . a-a”a- a’a- a” . a-a”a- a’a- a” . a a’ a
. . U Uu . . . u Uu . . .U Uu . . u Uu . . . U

. a a’a . a a’a . a a’a . . a . a . a . . . a .


u . u U . U u . u U UU UUUU . U . U . U . U
Pola tepak mincid 5: 6x

. a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a-


. . . U U u . U U u . U U u . U UU . U

a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”


U UU . UUU UUUU U

76
Pola tepak mincid 6: 5x

. a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a- a”a-a’a-a”a- a’a-


. . U UUUU . U UUUU . U UUUU . U . Uu . Uu

a”a- a’a-a”a- a’a-a”a- a’a-a”a a a . a a . a a . a+ . a .


. Uu . Uu. Uu . Uu. Uu. Uu . . U U . UU . U Uu . UU

6. Pola tepak Dongblang


Pola tepak dongblang adalah pola tepak khusus yang terdapat dalam lagu
seunggah. Pola tepak ini terdapat dalam pola tepak bukaan setelah pola tepak
sambung. Jadi, pola tepak ini tidak terdapat dalam setiap lagu yang ada pada
kendang jaipongan. Pola tepak ini merupakan variasi dari pola tepak bukaan yang
telah ada sebelumnya. Biasanya setelah pola tepak ini diakhiri langsung masuk ke
pola tepak mincid.

Notasi pola tepak dongblang:


3x

. . a.a. a a . a . a . . a a a . a a .
. U U uU . . U U .U U . U U . . U U U U

7. Pola tepak Cindek/Nyindekeun/Ngagoongkeun


Pola tepak cindek/nyindekeun adalah pola tepak untuk mengakhiri suatu
lagu baik dalam lagu kiliningan maupun jaipongan. Di dalam kiliningan biasanya
sudah memiliki pola tepak baku untuk cindek atau ngagoongkeun. Tetapi di dalam
jaipongan, pola tepak nyindekeun bisa bermacam-macam sesuai dengan lagunya,
ada yang menggunakan mincid dan ada pula yang berhenti dari bukaan. Dalam
lagu seunggah ini, cindek/nyindekeun dilakukan dengan bukaan terlebih dahulu
dan dikahiri pola tepak cindek.
Notasi pola tepak cindek adalah sbb:

. . . . a . a- . a’a’ . a a .
U u . U . U . u

77
. a- a- a a . . a- a- . a . a a’ .a- . a aa a a a
U .u U . u. U . UU U U U

Kesimpulan
Secara umum, pola tepak kendang Sunda dalam mengiringi tarian
jaipongan lagu seunggah terdiri dari: Pola tepak dangding, gelenyu, nunggu,
bukaan, pindah/peralihan, dongblang, mincid, dan pola tepak cindek/nyindekeun
Adapun urutan dari pola-pola tepak dalam lagu seunggah seutuhnya
antara lain:

Bagian I
Pola tepak Dangding melipuiti:
Pola tepak dangding 1, dangding 2, kempul dangding, dangding 3,
kempul dangding, dangding 4/mincid dangding, kempul dangding,
tunggel dangding.

Bagian II
Pola tepak Gelenyu meliputi:
Pola tepak gelenyu pangkat, gelenyu lagu, tunggel gelenyu.

Bagian III
Pola tepak Bukaan 1 meliputi:
Pola tepak nunggu, buka payung 1, nunggu, sambung I, rentet I,
pancuh, tunggel I.
Bagian IV
Pola tepak Bukaan 2 meliputi:
Pola tepak nunggu, buka payung 2, nunggu, sambung 2, rentet 1,
pancuh, tunggel 2.
Bagian V
Pola tepak Bukaan 3 meliputi:

78
Pola tepak nunggu, buka payung 2, nunggu, sambung 1, rentet 1,
pancuh, tunggel 3.
Bagian VI
Pola tepak pindah, mincid 1.
Bagian VII
Pola tepak Bukaan 4 meliputi:
Pola tepak mincid nunggu, buka payung 2, mincid nunggu, sambung
1, pola tepak dongblang.
Bagian VIII
Pola tepak Mincid meliputi:
Pola tepak mincid keleter/mincid 2, mincid 3, mincid 4, tunggel
mincid 4.
Bagian IX
Pola tepak Bukaan 5 meliputi:
Pola tepak mincid nunggu, buka payung I, mincid nunggu, sambung 2,
pola tepak dongblang.
Bagian X
Pola tepak Mincid meliputi:
Pola tepak mincid 5, mincid 6, mincid keleter, tunggel mincid 4.
BagianXI
Pola tepak Cindek/Nyindekeun meliputi:
Pola tepak mincid nunggu, buka payung 3, mincid nunggu, sambung
3, mincid 4 2x, cindek.

79
BAB IV
KESIMPULAN

Keberhasilan pembelajaran di kelas dalam mata kuliah parktik, salah


satunya ditentukan oleh adanya bahan yang dapat dijadikan acuan oleh para
mahasiswa dalam menempuh perkuliahan. Mahasiswa memerlukan penuntun
awal bagi proses pembelajaran agar dapat lebih memahami materi yang diajarkan.
Bahan kuliah dapat djadikan pegangan pula bagi pengajar dalam memberikan
materi perkuliahan. Oleh karena itu, untuk menunjang proses pembelajaran,
keberadaan pedoman pembelajaran berupa diktat sangat diperlukan.
Setelah dilakukan penyusunan diktat ini, masih banyak materi yang belum
masuk ke dalamnya. Mudah-mudahan ke depan dapat lebih dipertajam serta
diperlebar tentang materi yang diajarkan. Hal ini bergantung pula terhadap jumlah
SKS yang diberikan mengingat dalam karawitan Sunda terdapat dua gamelan
yaitu gamelan pelog selndro dan gamelan degung. Selain itu, dalam karawitan
Sunda terdapat pula instrumen khusus seperti suling, gambang, rebab, serta vokal.
Semua ini tidak dapat dilaksanakan secara bersama dalam memberikan materi
kuliah, namun harus ada mata kuliah khusus yang dalam karawitan Jawa disebut
teknik instrumen.
Target yang dapat dicapai dari diktat ini, mahasiswa mampu memainkan
gamelan pelog slendro dari mulai gamelan dasar, sawilet, serta dua wilet yang
diaplikasikan dalam gending-gending jaipongan yaitu lagu Adu Manis. Selain itu,
disediakan pula dalam lampiran untuk pelatihan. Dalam hal kendang, mahasiswa
diharapkan mampu memainkan pola kendang dasar, sawilet dan dua wilet.
Adapaun pola iringan jaipongan untuk bekal tambahan saja. Maka, diktat ini
masih perlu ditambah bahan materi di kemudian hari untuk lebih memberikan
pemahaman kepada mahasiswa tentang berbagai hal yang berhubungan dengan
karawitan Sunda baik teori maupun praktik.

.
BIBLIOGRAPY

Hastanto, Sri. Konsep Pathet dalam Karawitan Jawa. Surakarta: ISI Press
Surakarta, 2009.
Haryono, Timbul. Kendang dalam Dimensi Ruang dan Waktu. Yogyakarta:
Proyek Perintis dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara, Departemen
Direktorat Jenderal Kebudayaan,1986.
__________. Seni Pertunjukan dan Seni Rupa dalam Perspektif Arkeologi Seni.
Surakarta: ISI Press Solo, 2008.
Herdiani, Een. “Bajidoran Sebagai Pertunjukan Hiburan Pribadi pada Masyarakat
Karawang: Kontinuitas dan Perubahannya.” Tesis untuk mencapai derajat
Sarjana S-2 Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa,
Fakultas Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 1999.
Herdini, Heri. Raden Machyar Angga Koesoemadinata: Pemikiran dan
Aktivitasnya dalam Dunia Karawitan Sunda. Bandung: Sunan Ambu
Press, 2007.
Komarudin, dkk. Diktat Sistem Notasi Musik Nusantara. Bandung: STSI
Bandung, 1998.
Maspon Herizal. Organologi Gendang Tiga Daerah, Sunda, Bali dan Minag
(Suatu Tinjauan tentang Teknik Bahan Dasar dan Teknik Pembuatan.
Bandung: Proyek yang dibiayai Sub Proyek STSI Bandung, 1999/2000.
Pandi Upandi. “Kendang”. Diktat Kuliah. Bandung: ASTI Bandung, 1977
RMA Kusumadinata. Ringkesan Pangawikan Rinenggaswara (Ringkesan
Elmuning Kanayagan) Cetakan ke-2. Jakarta: Noordhoff – Kolff N.V.
_________. Ilmu Seni Raras: Ilmu Musik Indonesia Asli (Hasil Penyelidikan dan
Percobaan yang Dilakukan Penulis Selama 50 Tahun, 1916-1966).
Jakarta: Pradja paramita, 1969.
Saepudin, Asep. “Kreativitas Suwanda dalam Tepak Kendang Jaipongan di Jawa
Barat”. Tesis S-2 Pada Program Studi Seni Perunjukan dan Seni Rupa,
UGM Yogyakarta, 2010.
________. “Meode Pembelajaran Kendang Jaipongan dalam Lagu Seunggah”.
Diktat Kuliah Jurusan Seni Karawitan FSP ISI Yogakarta, 2007.
Sasaki, Mariko. Laras Pada Karawitan Sunda. Bandung: P4SP UPI, 2007.
Sopandi, Caca. “Gamelan Selap Kajian Inovasi Pada Karawitan Wayang Golek
Purwa”. Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat
Magister Seni (S2) Program Studi Pengkajian Seni, Minat Studi Musik
Nusantara, ISI Surakarta, 2006.
Supanggah, Rahayu. Bothekan Karawitan I. Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan
Indonesia, 2002.
__________. Bothekan Karawitan II: Garap. Surakarta: ISI Press Surakarta,
2009.
Suaman, Maman. Ragam-Ragam Tepak Kendang dalam Tari Anjasmara dan Tari
Sekar Putri. Bandung: Proyek Operasional dalam Perawatan Fasilitas,
1991/1992.
Metode Lisan pada Kendang Sunda. Bandung: Proyek STSI
Bandung, 1999.
Seopandi, Atik dkk. Peralatan Hiburan dan Kesenian di Jawa Barat. Bandung:
ASTI Bandung, t.t.
__________. “Peranan dan Pola Dasar Kendang dalam Karawitan Sunda.”
Laporan penelitian yang dibiayai oleh proyek pengembangan Institut
Kesenian Indonesia, 1980/1981.
__________. Kamus Istilah Karawitan Sunda. Cetakan kedua. Bandung: CV.
Satu Nusa, 1995.
Sunarto. “Pola -Pola Tepak Kendang Jaiopongan”. Diktat Kuliah. Bandung: STSI
Bandung, 1999.
__________. “Tepak Kendang Jaipongan Suwanda.” Tesis untuk mencapai
derajat Sarjana S-2 pada Program Pengkajian Seni, Minat Studi Musik
Nusantara, Institut Seni Indonesia Surakarta, 2009.
Suparli, Lili. Gamelan Plog Salendro: Induk Teori Karawitan Sunda. Bandung:
Sunan Ambu Press, 2010.
Kubarsah, Ubun. Mengenal Waditra Alat-Alat Kesenian Jawa Barat. Cetakan
kesatu. Bandung: ASTI Bandung, 1995.

Sumber audio:
Kaset lagu Seunggah, Produksi Jugala Group, jln. Kopo no 17, Bandung, 2004.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai