1. addendum : adalah istilah dalam kontrak atau surat perjanjian yang berarti tambahan klausula
atau pasal yang secara fisik terpisah dari perjanjian pokoknya namun secara hukum melekat
pada perjanjian pokok itu.
2. Abandonemen. Asal kata: Bahasa Perancis abandonner yang artinya meninggalkan atau
melepaskan hak. Dalam hukum tanggungan (asuransi): hak orang yang membeli asuransi
(tertanggung) untuk melepaskan hak-haknya atas benda yang diasuransikannya, jika memang
benda tersebut mengalami kerusakan, kepada penanggung. Dengan penyerahan ini, pihak
tertanggung berhak menerima uang pertanggungan sepemuhnya dari pihak penanggung,
seolah-olah benda yang diasuransikan oleh si tertanggung musnah sama sekali. Di Indonesia
dan beberapa negara, hal ini hanya diberlakukan pada hukum laut: hak milik atas kapal atau
barang-barang yang ditanggung diserahkan kepada penanggung oleh tertanggung dengan
menerimajumlah uang seluruhnya yang harus dibayar kepada tertanggung dalam hal
musnahnya kapal atau barang-barang yang diasuransikan. Kemungkinan abandonemen
dalam sebuah polis bursa biasanya dibatasi.
3. Arraignment adalah istilah common law untuk pembacaan resmi criminal complaint di
hadapan defendant, untuk memberi tahu tuduhan terhadapnya. Sebagai jawaban, ia
diharapkan untuk menyatakan pengakuan, misalnya "bersalah", "tidak bersalah", peremptory
plea, nolo contendere, atau Alford plea. Di Inggris, arraignment adalah 11 tahap pertama
dalam pengadilan, dan melibatkan seorang clerk of the court membacakan tuduhan.
4. Ius soli atau jus soli (bahasa Latin untuk "hak untuk wilayah") adalah hak mendapatkan
kewarganegaraan yang dapat diperoleh bagi individu berdasarkan tempat lahir di wilayah dari
suatu negara. Dia berlawanan dengan jus sanguinis (hak untuk darah). Biasanya sebuah
peraturan praktikal pemerolehan nasionalitas atau kewarganegaraan sebuah negara oleh
kelahiran di wilayah tersebut diberikan oleh sebuah hukum turunan disebut lex soli. Banyak
negara memberikan lex soli tertentu, dalam aplikasi dengan jus soli yang bersangkutan, dan
aturan ini yang paling umum untuk memperoleh nasionalitas. Sebuah pengecualian lex soli
diterapkan bila anak yang dilahirkan orang tuanya adalah seorang diplomat dari negara lain,
yang dalam misi di negara bersangkutan. Namun, banyak negara memperketat lex soli
dengan mengharuskan paling tidak salah satu orang tua harus memiliki warga negara yang
bersangkutan atau izin tinggal resmi lainnya pada saat kelahiran anak tersebut. Alasan utama
menerapkan aturan tersebut adalah untuk membatasi jumlah orang bepergian ke negara lain
dengan tujuan mendapatkan kewarganegaraan untuk seorang anak. Ius soli umum di negara-
negara di Amerika dan di tempat lain yang ingin mengembangkan dan meningkatkan
penduduk mereka. Beberapa negara yang menerapkan ius soli adalah
5. Ius sanguinis atau jus sanguinis adalah hak kewarganegaraan yang diperoleh seseorang
(individu) berdasarkan kewarganegaraan ayah atau ibu biologisnya. Kebanyakan bangsa yang
memiliki sejarah panjang menerapkan asas ini, seperti negara-negara di Eropa dan Asia
Timur.
6. Keadaan kahar (bahasa Perancis: force majeure yang berarti "kekuatan yang lebih besar")
adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan
sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan
sebagaimana mestinya. Yang termasuk kategori keadaan kahar adalah peperangan,
kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan bencana lainnya yang harus
dinyatakan oleh pejabat/instansi yang berwenang.
7. Mala in se atau malum in se (sering pula disebut sebagai mala per se) adalah istilah bahasa
Latin yang mengacu kepada suatu perbuatan yang dianggap sebagai sesuatu yang jahat
bukan karena diatur demikian atau dilarang oleh Undang-Undang, melainkan karena pada
dasarnya bertentangan dengan kewajaran, moral dan prinsip umum masyarakat beradab.
Dalam terminologi bahasa Inggris disebut sebagai natural crime. Istilah ini sudah sering
dipergunakan dalam konteks hukum Indonesia, dan dalam beberapa tindak pidana seperti
tindak pidana terorisme, sering pula digolongkan ke dalam kejahatan terhadap hati nurani
(crimes against conscience). Beberapa contoh perbuatan yang termasuk mala in se atau
malum in se atau mala per se antara lain adalah pembunuhan, perkosaan, pencurian,
perampokan. Menurut Jeremy Bentham, suatu tindakan yang tergolong mala in se, tidak dapat
berubah (immutable), artinya dalam ruang manapun dan waktu tertentu kapanpun, tindakan
tersebut tetap dianggap sebagai perbuatan jahat dan dilarang oleh Undang-Undang.
8. Mala prohibita atau malum prohibitum, adalah istilah bahasa Latin yang mengacu kepada
perbuatan yang tergolong kejahatan karena diatur demikian oleh Undang-Undang. Tindak
Pidana Ekonomi atau white collar crimes dapat diambil sebagai contoh mala prohibita. Di lain
pihak, terdapat apa yang disebut Mala in se atau malum in se (sering pula disebut sebagai
mala per se) adalah istilah bahasa Latin yang mengacu kepada suatu perbuatan yang
dianggap sebagai sesuatu yang jahat bukan karena diatur demikian atau dilarang oleh
Undang-Undang, melainkan karena pada dasarnya bertentangan dengan kewajaran, moral
dan prinsip umum masyarakat beradab. Dalam terminologi bahasa Inggris disebut sebagai
natural crime. Istilah ini sudah sering dipergunakan dalam konteks hukum Indonesia, dan
dalam beberapa tindak pidana seperti tindak pidana terorisme, sering pula digolongkan ke
dalam kejahatan terhadap hati nurani (crimes against conscience). Terdapat pandangan
mengenai penerapan kedua istilah tersebut. Jeremy Bentham menyatakan bahwa suatu
tindakan yang tergolong mala in se, tidak dapat berubah (immutable), artinya dalam ruang
manapun dan waktu tertentu kapanpun, tindakan tersebut tetap dianggap sebagai perbuatan
jahat dan dilarang oleh Undang-Undang. Sedangkan suatu tindakan yang tergolong mala
prohibita, dapat berubah (not immutable), artinya dalam ruang dan waktu tertentu yang
berbeda, tindakan tersebut dapat saja tidak lagi dianggap sebagai perbuatan jahat dan
dilarang oleh Undang-Undang. Menurut Hans Kelsen dalam General Theory of Law and State,
kedua pembedaan tersebut hanya terdapat pada teori tradisional hukum pidana. Lebih lanjut
dinyatakan bahwa suatu perbuatan mungkin merupakan suatu delik di suatu komunitas
masyarakat, namun tidak demikian dalam komunitas masyarakat yang lain karena perbedaan
nilai moral yang dianut oleh masing-masing komunitas. Dan oleh karena suatu perbuatan
dapat dikatakan sebagai suatu delik hanya ketika telah dilekati oleh sanksi hukum oleh
Undang-Undang, maka semua delik adalah mala prohibita. Dengan kata lain, suatu perbuatan
yang dianggap sebagai sesuatu yang jahat menurut hati nurani seseorang (mala in se)
tetaplah bukan merupakan delik, jika atasnya tidak dilekati sanksi (hukuman/pidana).
9. retroaktif atau berlaku surut (Bahasa Latin: ex post facto yang berarti "dari sesuatu yang
dilakukan setelahnya"), adalah suatu hukum yang mengubah konsekuensi hukum terhadap
tindakan yang dilakukan atau status hukum fakta-fakta dan hubungan yang ada sebelum
suatu hukum diberlakukan atau diundangkan. Dalam kaitannya dengan hukum kriminal,
hukum retroaktif dapat diterapkan pada suatu tindakan yang legal atau memiliki hukuman
yang lebih ringan sewaktu dilakukan. Penerapan hukum ini dapat mengubah aturan bukti-
bukti yang ditemukan untuk memperbesar kemungkinan pemberian hukuman pada seorang
terdakwa. Sebaliknya, penerapan hukum jenis ini dapat pula mengurangi atau bahkan
membebaskan seorang terhukum.
10. Juncto diartikan "dihubungankan/dikaitkan" dapat berupa undang-undang, pasal, ketentuan-
ketentuan yang satu dengan undang-undang, pasal, ketentuan-ketentuan yang lainnya dan
biasanya disingkat dengan "jo".
Misalnya : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
sebagaimana telah diubah dengan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1987 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
sebagaimana telah diubah dengan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1997 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta,
dalam hal ini dapat disingkat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 jo Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1987 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1982.
11. Abus de pouvoir: penyalahgunaan kekuasaan oleh instansi pemerintah
12. Bescikking: Penetapan, ketetapan.
13. Check and balance: sistem pemerintahan yang memakai perimbangan dalam melaksanakan
Ajaran Trias Politika.
14. Detournement de pouvoir: kebebasan bertindak pejabat negara/pemerintah menurut
pendapatnya sendiri
15. Demogogie: Penghasutan terhadap orang banyak dengan katakata yang dusta agar
orangorang menjadi tertarik
16. Eksepsi: Tangkisan, pembelaan yang tidak meyinggung isi surat tuduhan atau gugatan tetapi
semata-mata bertujuan supaya pengadilan tidak menerima perkara yang diajukan
17. Jurisprudensi: P u t u s a n - p u t u s a n pengadilan; apabila mengenai sesuatu persoalan
sudah ada jurisprudensi yang tetap, maka dianggapnya Bahwa jurisprudensi itu telah
melahirkan suatu peraturan hukum yang sama kuatnya dengan undang-undang. Oleh karena
itu maka jurisprudensi juga dianggap sebagai sumber hukum
18. Nullum delictum, nulla poena sine previae legi poenali: Tiada tindak pidana dan tiada hukuman
tanpa adanya suatu undang-undang (pera-turan) pidana terlebih dahulu. (Tidak boleh suatu
peraturan pidana berlaku surut)
19. Obscuur Libel: Surat gugatan yang tidak jelas dan tidak dapat dijawab dengan mudah oleh
pihak tergugat sehingga menyebabkan ditolaknya gugatan.
20. Petitum atau tuntutan: apa yang diminta oleh penggugat atau diharapkan diputuskan oleh
oleh hakim.
21. Uitvoerbar bij voorraad: Pada asasnya suatu putusan pengadilan baru dapat dijalankan
apabila putusan itu sudah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Namun Pengadilan
Negeri dapat menyatakan putusannya “uitvoerbar bij voorraad” yang berarti bahwa putusan
itu dapt dijalankan terlebih dahulu walaupun ada usaha banding atau kasasi
22. Unus testis nullus testis: Seorang saksi bukan saksi
23. Vexatious Litigation : gangguan upaya hukum (vexatious legal action), gangguan gugatan
(vexatious lawsuit), gangguan perkara (vexatious litigation), gangguan pengadilan (vexatious
proceedings), hukum yang mengganggu (vexatious rules/regulations), dan semacamnya
sesuai konteksnya masing-masing.
24. Referte: menyerahkan segalanya kepada kebijaksanaan hakim dengan tidak membantah dan
pula tidak membenarkan
25. Aanbesteden: memborongkan
26. Aanbod: penawaran
27. Aandeel : andil, sero, saham
28. Aangifte: laporan
29. Aanmaning: teguran, peringatan. Misalnya peringatan dari juru sita kepada yang kalah dalam
perkara perdata agar supaya 8 hari setelah putusan itu diterima dapat dipenuhi.
30. Aansprakelijkehe: pertanggung jawaban
31. Aanvullen: menambah, melengkapi
32. Aanvullen: hukum yang berifat melengkapi yang sudah ada.
33. Aanwijzing: petunjuk-petunjuk yang dapat dipakai
83. Gadai: peminjaman uang dengan menyerahkan suatu barang bergerak sebagai jaminan;
perjanjian gadai ini merupakan suatu perjanjian accesoir
84. Garantie: jaminan, borg
85. Gedeelte: bagian
86. Geldboete: denda yang harus dibayar sebagai hukuman
87. Geldmiddelen: alat-alat pembayaran yang sah
88. Gemeenschap: persekutuan, gabungan
89. Genus Koop: barang yang diperjual belikain itu hanya disebutkan jenisnya dan hanya
ditentukan banyaknya
90. Gesamtakt: tindakan bersama
91. Giro: alat pembayaran dengan cara memindahkan suatu jumlah dari buku yang satu ke buku
yang lain pada sebuah bank
92. Godspenning: uang muka, uang panjar; penyerahan sejumlah uang sebagai tanda pengikat
dalam suatu jual beli
93. Haalschuld: perjanjian hutang piutang dimana ditetapkan bahwa pembayaran harus dilakukan
di tempat yang telah ditentukan dalam perjanjian atau jika tidak disebutkan apa-apa
mengenai tempat maka pembayaran harus dilakukan di tempat debitur
94. Haftung: tanggung jawab
95. Hamsteren: menimbun barang-barang yang dimaksud agar supaya persediaan barang di
pasaran berkurang dan harga menjadi baik dan kemudian baru menjual kembali dengan harga
yang mahal
96. Handel: dagang
97. Handelaar: pedagang; seorang yang melakukan pekerjaan di bidang perdagangan
98. Handelsbalans: neraca perdagangan
99. Handelspapier: surat-surat berharga yang dipakai dalam dunia perdagangan. Misalnya cek,
wesel, dsb
100. Handelsrecht: hukum dagang yang dimuat dalam kitab undang-undang hukum dagang
101. Homologatie: pengesahan suatu accord oleh hakim dalam suatu kepailitan
102. Houder: pemegang, pemilik
168. Naamloze venootschap: disingkat N.V; perseroatn Terbatas (P.T), suatu perseroan yang
didirikan dengan modal yang terbagi dalam saham-saham dan tanggung jawab tiap
persero hanya terbatas sampai besarnya saham yang dimilikinya. Merupakan suatu badan
hukum dan tak memakai sama salah seorang atau para perseronya
169. Nalagtigheid: kealpaan, kelalaian
170. Namaak: tiruan, palsu, tipuan
171. Nasabah: relasi
172. Natrekking: suatu cara untuk memperoleh pemilikan; karena segala apa yang melekat pada
suatu benda atau yang merupakan satu tubuh dengan kebendaan itu dianggap menjadi
satu dengan benda itu
173. Natura: barang; dalambentuk barang
174. Naturalis obligation: kewajiban-kewajiban atau hutang-hutang yang permanent
175. N bis in idem: (atau non bis in idem) tidak boleh satu perkara yang sama sudah diputus,
diperiksa dan diputus lagi untuk kedua kalinya oleh pengadilan.
176. Negostiorum dominus: seseorang yang diwakili orang lain dalam menyelesaikan sesuatu
urusan
177. Negotiabel: dapat diperdagangkan
178. Negotiant: pedagang besar
179. Negotiatie: pinjaman uang, perusahaan perdagangan
180. Nominal: nilai menurut apa yang tertulis diatasnya
181. Non acceptatie: penolakan pembayaran (non akseptasi)
182. Non betaling: tidak dibayar; menolak/ ketiadaan pembayaran sebuah surat wesel/cek pada
hari pembayarannya
183. Object: objek; sasaran, tujuan, perkara yang diperhatikan; hal atau diri seseorang yang
menjadi pertimbangan dan pemeriksaan
184. Obligatie: surat hutang/ pinjaman resmi dari Negara atau perseroan yang dapat diperjual
belikan dan biasanya diberi bunga yang tetap
185. Obligatoire overeenkomst: perjanjian yang menimbulkan suatu perikatan
186. Obligo: kewajiban
187. Occupatie: pendudukan/pemilikan sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak milik
188. Offerte: penawaran
189. Onbeheerd: tidak ada yang menguasai/ memiliki/ mengurus
190. Onbenoemde Overeenkomst: perjanjian/ persetujuan yang tidak mempunyai nama yang
khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama
191. Onbepaalde vebintenissen: perikatan dimana objeknya tidak ditentukan secara khusus, jadi
dapat memilih diantara barang/jenis yang telah ditentukan
192. Ondervennoot: persero baru sebagai peserta dari bagian seorang pesero
193. Onderzetting: hipotik; hak kebendaan atas suatu benda tak bergerak untuk mengambil
penggantian darpadanya sebagai pelunasan dari suatu perikatan
194. Ongeschreven wet: hukum yang tidak tertulis
195. Opstal: suatu hak kebendaan untuk mempunyai gedung-gedung bangunan, tanaman di atas
tanah/pekarangan orang lain
196. P
197. Pacht: suatu bentuk dari sewa menyewa dari barang-barang tak bergerak dan biasanya
atas sebidang tanah
198. Pailit: failit; suatu keadaan dimana seorang debitur tidak mampu lagi untuk membayar
hutang-hutangnya. Pernyataan pailit ini haruslah dimintakan kepada pengadilan
199. Pand: gadai, boroh, suatu hak yang diperoleh seorang kreditur atas suatu barang bergerak
yang diserahkan kepadanya oleh debitur dan yang memberikan kekuasaan kepada si
kreditur untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada
para penagih lainnya.
200. Pandlossing: penebusan terhadap suatu barang yang telah digadaikan
201. Paritas creditorum: persamaan hak yang dimiliki oleh semua kreditur atas barang-barang
milik debitur
202. Pas: surat jalan, keterangan yang diperoleh seseorang untuk bepergian/ memasuki/
meninggalkan suatu tempat
203. Passiva: seluruh hutang-hutangnya
204. Pengadila: dewan/badan yang berkewajiban untuk mengadili perkara-perkara dengan
memeriksa dan memberikan keputusan mengenai persengketaan hukum, pelanggaran
hukum/ undang-undang, dsb
205. Persecutie: penuntutan pidana terhadap suatu perbuatan yang melawan hukum
206. Persona moralis: badan hukum
207. Positum: dalil
208. publiek recht: hukum publik, hukum yang mengatur tentang kepentingan umum dan
hubungannya dengan pemerintah
Unknown di 17.12
Berbagi
2 komentar:
Balasan
Balas
‹ Beranda ›
Lihat versi web
About Me
Unknown
Lihat profil lengkapku
Laman
Beranda ▼
Diberdayakan oleh Blogger.