Anda di halaman 1dari 7

Clara Shinta HP

1915070

TUGAS

1. Reaksi Id
Reaksi id (autoeczematisasi) adalah suatu reaksi akut pada kulit yang luas disebabkan
berbagai macam etiologi, termasuk kondisi kulit yang terinfeksi dan meradang. Ruam yang
gatal menandai bahwa reaksi id, yang umumnya karena reaksi imunologi, dikenal juga
sebagai dermatofit, pediculid, atau bakteri yang dihubungkan dengan suatu proses infeksi.
Gejala klinis dan histopatologi bervariasi dan bergantung pada etiologi dari erupsinya.
Suatu reaksi kulit yang disertai perkembangan dari bermacam-macam kelainan kulit
sebagai respon dari infeksi (virus, bakteri, jamur, parasit), kondisi kulit yang meradang atau
penyebab lain lain. Reaksi kulit dapat bermacam-macam mulai  dari kulit yang gatal dan
merah berkembang menjadi lepuh dan melibatkan berbagai bagian dari tubuh.
Manifestasi Klinis
Reaksi id diakibatkan oleh bermacam stimuli, termasuk kondisi kulit yang terinfeksi dan
meradang. Manifestasi dermatologi tergantung pada etiologi dari erupsi. Umum gejalanya
meliputi sebagai berikut:
 Bermacam tingkat gatal pada umumnya dapat ditemukan.
 Satu serangan akut yang sangat gatal, eritematosa, makulopapular, atau erupsi
papulovesikular terjadi 1-2 minggu setelah infeksi primer atau dermatitis. Reaksi id
berhubungan dengan dermatitis stasis biasanya simetris dan melibatkan lengan bawah,
paha, kaki, badan, muka, tangan, leher, dan kaki.
 Reaksi id biasanya didahului oleh eksaserbasi dari dermatitis sebelumnya yang
diinduksi oleh infeksi, penggarukan, atau pengobatan yang tidak sesuai. (Reaksi id
pada tinea incognito pernah dilaporkan)
 Reaksi id juga pernah dilaporkan timbul setelah terapi radiasi dari tinea capitis.
 Vesikel dapat timbul pada tangan atau kaki.
 Jari-jari bisa sensitif.
 Dapat juga terjadi karena perjalanan penyakit yang berhubungan dengan paparan agen
yang menyebabkan infeksi.
 Tindakan religius atau adat istiadat tertentu dapat memungkinkan menjadi penyebab
alergi kontak yang mungkin menimbulkan reaksi id.

2. Patch test
Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh, sekitar 3-4
minggu. Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung, dapat pula di bagian luar
lengan atas. Bahan uji diletakkan pada sepotong kain atau kertas, ditempelkan pada kulit
yang utuh, ditutup dengan bahan impermeabel, kemudian ditrekat degan plester.
Setelah 48 jam dibuka. Reaksi dibuka setelah 48 jam (pada waktu dibuka), 72 jam atau
96 jam. Untuk bahan tertentu bahkan baru memberi reaksi setelah satu minggu. Hasil
positif dapat berupa eritema dengan urtika sampai vesikel atau bula.

3. Kortikosteroid Topikal
 Vasokonstriksi : vasokonstriksi pada kapiler-kapiler kecil pada dermis superfisial
dapat mengurangi kemerahan yang terdapat pada dermatosis.
 Antiproliferatif : dapat mengurangi mitosis dan proliferasi sel melalui penghambatan
sintesis dan mitosis DNA.
 Efek antiinflamasi : menghambat pembentukan prostaglandin dan derivat lain dari
asam arakidonat. Glukokortikoid menghambat pelepasan fosfolipase A2, sehingga
menghambat jalur pembentukan arakidonat. Mekanisme lain dari efek antiinflamasi
glukokortikoid melibatkan penghambatan fagositosis dan stabilisasi dari membran
lisosom dari sel-sel fagosit. 
 Imunosupresi : glukokortikoid menyebabkan penurunan jumlah sel mast di kulit
dan inhibisi kemotaksis neutrofil local. Beberapa sitokin (IL-1, TNFα, Granulocyte
Macrophage Colony Stimulating Factor, IL-8) juga dipengaruhi secara langsung
oleh glukokortikoid.

4. Perbedaan DKA dan DKI


5. Dermatitis Atopi
 Definisi: penyakit kulit inflamasi yang bersifat kronik residif disertai rasa gatal
yang hebat serta eksaserbasi kronik dan remisi, dengan etiologi yang
multifaktorial. Penyakit ini biasanya dihubungkan dengan penyakit alergi lain
seperti asma bronkial dan rhinitis alergi. Sinonim dari penyakit ini ialah ekzema
atopik, ekzema konstitusional, ekzema fleksural, neurodermitis diseminata,
prurigo Besnier. Tetapi yang paling sering digunakan ialah dermatitis atopik .
 Etiopatogenesis

Etiologi dermatitis atopik masih belum diketahui dan patogenesisnya sangat


komplek, tetapi terdapat beberapa faktor yang dianggap berperan sebagai faktor
pencetus kelainan ini misalnya faktor genetik, imunologik, lingkungan dan gaya
hidup, dan psikologi.

 Faktor genetik

Dermatitis atopi lebih banyak ditemukan pada penderita yang mempunyai


riwayat atopi dalam keluarganya. Kromosom 5q31-33 mengandung kumpulan
familygen sitokin IL-3, IL-4, IL-13, dan GM-CSF, yang diekspresikan oleh sel
TH2. Ekspresi gen IL-4 memainkan peranan penting dalam ekspresi dermatitis
atopik. Perbedaan genetik aktivitas transkripsi gen IL-4 mempengaruhi
presdiposisi dermatitis atopik.Ada hubungan yang erat antara polimorfisme
spesifik gen kimase sel mast dengan dermatitis atopik, tetapi tidak dengan asma
bronkial atau rhinitis alergik .

 Faktor imunologi

Konsep dasar terjadinya dermatitis atopik adalah melalui reaksi imunologik,


yang diperantai oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang. Pada individu
yang normal terdapat keseimbangan sel T seperti Th1, Th 2, Th 17, sedangkan
pada penderita dermatitis atopik terjadi ketidakseimbangan sel T.

Imunopatogenesis dermatitis atopik dimulai dengan paparan imunogen atau


alergen dari luar yang mencapai kulit. Pada paparan pertama terjadi sensitisasi,
dimana alergen akan ditangkap oleh antigen presenting cell (APC) untuk
kemudian disajikan kepada sel limfosit T untuk kemudian diproses dan disajikan
kepada sel limfosit T dengan bantuan molekul MHC kelas II. Hal ini
menyebabkan sel T menjadi aktif dan mengenai alergen tersebut melalui T cell
reseptor. Setelah paparan, sel T akan berdeferensiasi menjadi subpopulasi sel Th2
karena mensekresi IL-4 dan sitokin ini merangsang aktivitas sel B untuk menjadi
sel plasma dan memproduksi IgE. Setelah ada di sirkulasi IgE segera berikatan
dengan sel mast dan basofil. Pada paparan alergen berikutnya, IgE yang telah ada
pada permukaan sel mast akan terjadi ikatan antara alergen dengan IgE. Ikatan ini
akan menyebabkan degranulasi sel mast yang akan mengeluarkan mediator
inflamasi.

 Faktor lingkungan dan gaya hidup

Dermatitis atopik lebih banyak ditemukan pada status sosial yang tinggi
daripada status sosial yang rendah. Penghasilan meningkat, pendidikan ibu makin
tinggi, migrasi dari desa ke kota dan jumlah keluarga kecil berpotensi menaikkan
jumlah penderita dermatitis atopik. Faktor-faktor lingkungan seperti polutan dan
alergen-alergen mungkin memicu reaksi atopik pada individu yang rentan.
Paparan polutan dan alergen tersebut adalah:

a. Polutan : Asap rokok, peningkatan polusi udara, pemakaian pemanas


ruangan sehingga terjadi peningkatan suhu dan penurunan kelembaban
udara, penggunaan pendingin ruangan.
b. Alergen:

- Alergen inhalant : tungau debu rumah, serbuk sari buah, bulu binatang,
jamur, kecoa

- Makanan: susu, telur, kacang, ikan laut, kerang laut dan gandum

- Mikroorganisme: Staphylococcus aureus, Streptococcus sp, P.ovale,


Candida albicans,Trycophyton sp.

- Bahan iritan: wool, desinfektans, nikel, peru balsam.

 Faktor Psikologi

Pada penderita dermatitis atopik sering tipe astenik, egois, frustasi, merasa
tidak aman yang mengakibatkan timbulnya rasa gatal. Namun demikian teori ini
masih belum jelas .

 Klasifikasi
Secara klinis dermatitis atopik dibagi menjadi 3 fase yaitu:
a) Fase infatil (0-2 tahun)
Dermatitis atopik paling sering muncul pada tahun pertama
kehidupan, biasanya setelah usia 2 bulan. Lesi mulai di muka (dahi, pipi)
berupa eritema, papulo-vesikel yang halus, karena gatal digosok, pecah,
eksudatif, akhirnya terbentuk krusta dan dapat menjadi infeksi sekunder.
b) Fase anak (usia 2-12 tahun)
Lesi dengan predileksi yang biasanya terdapat pada lipat siku, lipat
lutut, leher dan pergelangan tangan. Jari-jari tangan sering terkena dengan
lesi eksudatif dan kadang-kadang terjadi kelainan kuku. Pada umumnya
kelainan kulit pada dermatitis atopik anak tampak kering, dibanding usia
bayi dan sering terjadi likenifikasi. Perubahan pigmen kulit bisa terjadi
dengan berlanjutnya lesi, menjadi hiperpigmentasi dan kadang
hipopigmentasi.
c) Fase Dewasa ( >12 tahun)
Didapatkan likenifikasi terutama pada daerah lipatan-lipatan tangan.
Lesi kering, agak menimbul, papul datar dan cenderung bergabung menjadi
plak likenifikasi dengan sedikit skuama, sering terjadi eksoriasi dan eksudasi
karena garukan, lambat laun terjadi hiperpigmentasi. Kadang erupsi meluas,
dan paling parah di lipatan,mengalami likenifikasi. Pada fase dewasa, sering
mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula ditemukan setempat,
misalnya bibir, vulva, nipple, SCALP.
 Diagnosis

 Penatalaksaan
 Non medikamentosa
- Menghindari faktor pencetus seperti makanan, allergen inhalan, stress
psikis ataupun penyebab lain.
- Mandi 2x sehari dapat membantu hidrasi pada kulit, memperbaiki
penetrasi dari terapi topikal dan menjaga kulit yang sedang mengalami
inflamasi dari infeksisekunder.
- Penggunaan sabun yang mengandung banyak moisturizer. Hindari
penggunaan sabun yang mengandung pewangi dan berbusa banyak serta
penggunaan air panas untuk mencegah kekeringan kulit pada penderita
DA.
- Menggunakan pelembab dengan kandungan lipid konsentrasi tinggi
ataupun yang mengandung ceramide untuk mengatasi kekeringan pada
kulit.
 Medikamentosa
- Topikal : kortikosteroid topical yaitu hidrokortison 1% yang aman
digunakan untuk daerah yang sensitif seperti pada wajah dan leher.
- Sistemik : Kortikosteroid oral dapat digunakan, missal Prednison
0,5mh/kgBB/hari. Antibiotik juga bisa jika ada DA yang luas
denganinfeksi sekunder, missal eritromisin, sefalosporin, kloksasiklin.

Anda mungkin juga menyukai