TINJAUAN PUSTAKA
dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan perlu mengutamakan kepentingan
yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Apotek dapat diusahakan oleh lembaga atau
instansi pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di pusat dan daerah, perusahaan milik
negara yang ditunjuk oleh pemerintah dan apoteker yang telah mengucapkan sumpah serta
Kefarmasian di Apotek, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan
telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak
disertifikasi secara resmi oleh lembaga keprofesian untuk tujuan diakuinya keahlian pekerjaan
keprofesiannya dan proses ini sering dikenal dengan kompetensi Apoteker. Kompetensi Apoteker
menurut International Pharmaceutical Federation (IPF) adalah kemauan individu farmasis untuk
melakukan praktek kefarmasian sesuai syarat legal minimum yang berlaku serta mematuhi
berupa bakat, motif, sikap, keterampilan, pengetahuan, perilaku yang membuat seorang pegawai
berhasil dalam pekerjaannya. Dengan kata lain, yang dapat membedakan pegawai yang memiliki
kinerja rata-rata dengan pegawai yang memiliki kinerja unggul (kinerja lebih baik) dengan secara
efektif membantu dan membedakan kinerja dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Dari
apotek memiliki 3 (tiga) peranan, terutama yang berkaitan langsung dengan pasien, yaitu sebagai
yang bermutu dan efisien yang berasaskan pharmaceutical care di apotek. Adapun standar
pelayanan kefarmasian di apotek telah diatur melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/I X/2004. Tujuan dari standar pelayanan ini
adalah:
1) Pelayanan Resep
masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan
memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam
promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lanjut usia dan
pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini Apoteker harus
adalah:
terhadap ranah masing-masing profesi termasuk ranah keterlibatan apoteker Salah satu bentuk
apoteker. Berdasarkan jurnal Ilmanita dan M.Rifqi (2014) menunjukkan bahwa mahasiswa yang
sudah mendapat IPE cenderung lebih menerima keterlibatan apoteker dalam IPC. Fakta tersebut
mendukung bahwa pemberian IPE kepada mahasiswa kesehatan akan meningkatkan pengetahuan
dan sikap mahasiswa kesehatan, termasuk pengetahuan dan sikap terhadap peran profesi
kesehatan lain (Remington et al., 2006 ; Vrontos et al., 2011) Meskipun banyak penelitian yang
menyatakan bahwa IPE akan meningkatkan rata-rata persepsi, pengetahuan, dan sikap mahasiswa
terhadap peran profesi kesehatan lain, sedikit bukti yang menyatakan bahwa perubahan positif
tersebut akan berlangsung dalam jangka waktu lama (Remington et al., 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Presiden RI. (2009). Undang-Undang RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Lembaran Negara
RI tahun 2009 No.144.
Saragi, S., dan Fransiscus, C.K. (2004).Layanan Apotek Kimia Farma Berorientasi Pasien yang Berdasarkan
Good Pharmacy Practice.Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Bidang Apotek GP Farmasi
Indonesia, Jakarta, 4 Maret 2004.
Zeenot, S. (2013). Pengelolaan dan Penggunaan Obat Wajib Apotek. Yogyakarta: D-Medika
Ilmanita, D., & Rokhman, M. R. (2014). Peran Interprofessional Education Terhadap Persepsi
Remington, T.L., Foulk, M., Williams, B.C., 2006, Evaluation of Evidence for Interprofessional Education,
Vrontos, E.B., Kuhn, C.H., Brittain, K.L., 2011, Impact of Interprofessional Activities on Health Professions