Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akne vulgaris atau yang biasa disebut jerawat merupakan gangguan
kulit yang paling umum. Di Amerika Serikat terjadi pada 40-50 juta
penduduk dan 85% dari penduduk usia 12-24 tahun menderita akne vulgaris.
Data yang hampir serupa didapati pada sebagian besar dunia barat. Di Afrika,
didapati prevalensi akne vulgaris sebesar 29,21%. Di Asia, beberapa data
yang bisa diperoleh menunjukan terdapat 40-80% kasus akne vulgaris.
Contohnya sebuah epidemiologi di Singapura oleh The National Skin Centre
in Singapore (NSCS) pada tahun 2002 memperoleh prevalensi sebesar 10,9%
penduduk. Di Indonesia sendiri dari catatan kelompok studi dermatologi
kosmetika Indonesia menunjukkan terdapat 60% penderita akne vulgaris pada
tahun 2006 dan 80% pada tahun 2007. Dari kasus 2007, kebanyakan
penderitanya adalah remaja dan dewasa yang berusia antara 11-30 tahun.
Pada tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi umum akne vulgaris 68,2%
dengan 58,4% pada perempuan dan 78,9% pada laki-laki dengan usia
terbanyak 15-16 tahun sehingga beberapa tahun belakangan ini para ahli
dermatologi di Indonesia mempelajari patogenesis terjadinya penyakit
tersebut.(3)
Sekitar 75-80% orang dewasa pernah menderita akne vulgaris,
terutama pada remaja dan bersifat hilang timbul. Akne vulgaris mulai timbul
gejala awal pada pubertas, dengan komedo sebagai lesi predominan dan
biasanya memburuk untuk sementara waktu sebelum pelan-pelan mereda
dalam jangka waktu 2 sampai 3 tahun setelah itu akan menghilang sama
sekali.(2),(3)
Prevalensi akne vulgaris bervariasi tergantung pada umur dan jenis
kelamin. Jumlah kasus terbanyak terjadi pada periode pertengahan sampai
akhir remaja yaitu pada umur 18 tahun akne vulgaris lebih banyak ditemukan
pada laki-laki, sedangkan mulai umur 23 tahun ke atas lebih banyak pada
2

perempuan. Pada umur 20-30 tahun, prevalensi akne vulgaris sebesar 50,9%
pada perempuan dan 42,5% pada laki-laki, kemudian menurun sesuai dengan
bertambahnya umur. Puncak keparahan akne vulgaris terjadi lebih dini pada
perempuan daripada laki-laki, namun apabila terjadi pada laki-laki cenderung
lebih parah. Hingga saat ini belum dapat diketahui penyebab dari akne
vulgaris, tetapi diduga banyak faktor lain yang turut mempengaruhi
timbulnya akne vulgaris, antara lain jenis kulit, kondisi psikologis, kebersihan
wajah, hormonal, input makanan, dan lingkungan.(3)
Kebersihan wajah bertujuan mengurangi bakteri atau mikroorganisme
dari permukaan kulit wajah dengan cara mengurangi sebum dan kotoran
tanpa menghilangkan lipid barrier kulit. Lipid barrier kulit berfungsi
menjaga homeostasis air, mencegah transepidermal water loss dan evaporasi
air pada lapisan epidermis sehingga dapat terjadi dehidrasi. Selain itu
berfungsi mencegah mikroorganisme atau bahan kimia masuk ke dalam kulit.
(4)
Kebersihan wajah itu sendiri meliputi pengetahuan seseorang tentang
kebersihan wajah dan perilaku membersihkan wajah. Oleh karena itu,
pengetahuan mempunyai peran yang sangat penting untuk terbentuknya
perilaku seseorang.(3)
Kebanyakan masyarakat, khususnya usia remaja seringkali
mengabaikan tentang kebersihan wajah mereka dan lebih mementingkan
kegiatan pribadi. Saat beraktivitas di luar ruangan, ekskresi keringat dan
sebum meningkat ditambah terkena paparan debu, kotoran dan polusi
menyebabkan kulit wajah menjadi kotor dan berminyak. Jika tidak diimbangi
dengan pengetahuan dan perilaku yang baik dalam hal kebersihan wajah,
maka wajah dapat menjadi tempat berkembangnya bakteri penyebab akne
vulgaris.(2),(3)
Berdasarkan uraian masalah tersebut, maka peneliti tertarik pada
permasalahan tersebut dan memandang perlu dilakukan studi kasus tentang
pengetahuan dan perilaku membersihkan wajah terhadap kejadian akne
vulgaris.
3

1.2 Permasalahan Penelitian


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan permasalahan
penelitian adalah:
a. Apakah pengetahuan tentang kebersihan wajah berpengaruh terhadap
kejadian akne vulgaris di SMAN 2 Kuningan?
b. Apakah perilaku membersihkan wajah berpengaruh terhadap kejadian
akne vulgaris di SMAN 2 Kuningan?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya
pengaruh pengetahuan dan perilaku tentang kebersihan wajah terhadap
kejadian akne vulgaris di SMAN 2 Kuningan.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan tentang kebersihan wajah
terhadap kejadian akne vulgaris di SMAN 2 Kuningan
b. Untuk mengetahui pengaruh perilaku membersihkan wajah terhadap
kejadian akne vulgaris di SMAN 2 Kuningan

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat untuk Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan
tentang akne vulgaris dan hubungannya dengan pengetahuan dan perilaku
tentang kebersihan wajah.
1.4.2 Manfaat untuk Pelayanan Kesehatan
Sebagai sumber informasi untuk memberikan penyuluhan, sehingga
dapat mencegah terjadinya kejadian akne vulgaris yang lebih parah.
1.4.3 Manfaat untuk Peneliti
Melalui penelitian ini, peneliti dapat menerapkan dan
memanfaatkan ilmu yang didapat selama pendidikan dan menambah
pengetahuan dan pengalaman dalam membuat penelitian ilmiah.
4

1.5 Orisinalitas Penelitian yang Terkait


Tabel 1. Orisinalitas Penelitian
No. Peneliti Judul Desain Hasil
1. Andy Pengetahuan dan Penelitian ini Penelitian menunjukkan terdapat
(2009) Sikap Remaja menggunakan hubungan bermakna antara
SMA Santo metode pengetahuan dan sikap dengan
Thomas 1 observasional kejadian jerawat.
Medan Terhadap analitik dengan
Jerawat desain cross
sectional
2. Ahmad Hubungan Penelitian ini Penelitian menunjukkan tidak
Ridwan Tingkat menggunakan adanya hubungan yang signifikan
(2010) Pengetahuan metode antara tingkat pengetahuan dan
dengan Konsep observasional konsep diri remaja putri yang
Diri Remaja analitik dengan mengalami jerawat.
Putri yang desain cross
Mengalami sectional
Jerawat (Akne
Vulgaris) di
SMA
Muhammadiyah
1 Pare
3. Dewi Hubungan Penelitian ini Penelitian menunjukkan adanya
Purnama Pengetahuan dan menggunakan hubungan yang bermakna antara
(2013) Perilaku dengan metode pengetahuan dan perilaku dengan
Derajat observasional derajat keparahan dari akne
Keparahan Akne analitik dengan vulgaris.
Vulgaris pada desain cross
Siswa-Siswi sectional
SMAN 14
Semarang

1.6 Perbedaan penelitian


5

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya


adalah:
1. Variabel yang diteliti yaitu pengetahuan tentang kebersihan wajah dan
perilaku membersihkan wajah
2. Tempat penelitian berada di SMAN 2 Kuningan pada tahun 2016
3. Sampel penelitian adalah siswa SMAN 2 Kuningan
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Akne Vulgaris
2.1.1.1 Definisi
Akne vulgaris atau biasa disebut dengan jerawat merupakan
peradangan kronik folikel pilosebasea. Gambaran klinis akne vulgaris sering
polimorfik, terdiri atas berbagai ujud kelainan kulit berupa komedo, papul,
pustul, nodul, dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut,
baik jaringan parut yang hipotrofik maupun yang hipertrofik.(7)
Akne vulgaris umumnya terjadi pada usia remaja dan dapat sembuh
sendiri. Predileksi akne vulgaris timbul pada daerah-daerah wajah, bahu
bagian atas, dada, dan punggung.(7)
2.1.1.2 Epidemiologi
Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931. Pada
saat itu dinyatakan bahwa insiden terjadinya akne vulgaris lebih banyak
pada anak perempuan dibanding anak laki-laki dengan usia sekitar 13% pada
anak usia 6 tahun dan 32% pada anak usia 7 tahun. Sejak saat itu tidak ada
evolusi yang signifikan mengenai usia timbulnya jerawat. Menurut studi
yang berbeda dari literatur berbagai negara, usia awal rata-rata 11 tahun
pada anak perempuan dan 12 tahun pada anak laki-laki.(8)
Akne vulgaris pada dasarnya merupakan penyakit remaja, dengan
85% terjadi pada remaja dengan beberapa derajat akne vulgaris. Hal tersebut
terjadi dengan frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada
kedua jenis kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia
25 tahun. Terdapat variabilitas yang besar pada usia saat onset dan resolusi
12% perempuan dan 3% laki-laki akan berlanjut secara klinis sampai usia 44
tahun. Sebagian kecil akan menjadi papul dan nodul inflamasi sampai usia
dewasa akhir.(8)
7

Akne vulgaris mulai timbul gejala awal pada pubertas, dengan


komedo sebagai lesi predominan pada pasien yang sangat muda. Jumlah
kasus terbanyak terjadi pada periode pertengahan sampai akhir remaja,
setelah itu insidennya akan menurun, namun pada wanita dapat terus
berlanjut.(2)
2.1.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akne Vulgaris
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang
pasti belum diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang
dapat menyebabkan akne vulgaris, antara lain: faktor kebersihan wajah
(pengetahuan tentang kebersihan wajah dan perilaku membersihkan wajah),
faktor herediter, faktor hormon (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb),
faktor psikis, faktor makanan, dan yang lainnya.(7)
1. Kebersihan wajah
Kebersihan wajah bertujuan mengurangi bakteri atau
mikroorganisme dari permukaan kulit dengan cara menghilangkan
sebum dan kotoran tanpa menghilangkan lipid barrier yang
terdapat pada kulit wajah. Kebersihan wajah meliputi pengetahuan
seseorang tentang kebersihan wajah dan perilaku seseorang dalam
membersihkan wajah.(9),(10)
Pengetahuan tentang kebersihan wajah dan perilaku
membersihkan wajah yang dapat mengurangi kejadian akne
vulgaris yaitu mencuci wajah. Mencuci wajah yang baik yaitu dua
sampai tiga kali sehari, tidak diperkenankan mencuci wajah,
menggosok wajah dan mengeringkan wajah yang berlebihan, atau
bahkan sangat kurang karena dapat menyebabkan iritasi, inflamasi,
merangsang peningkatan produksi sebum dan memperpanjang
siklus jerawat. Kebanyakan dermatologis menyarankan bahwa
kebersihan wajah itu diperlukan untuk menjaga kesehatan kulit
wajah.(9),(11),(1)
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne
vulgaris. Pada akne vulgaris terjadi peningkatan sebum. Sebum
8

yang meningkat tidak hanya terjadi pada akne vulgaris, tetapi dapat
juga pada penyakit parkinson dan akromegali.(7)
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne vulgaris
adalah Propionibacterium acnes,  Staphylococcus epidermidis, dan
Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini yang terpenting
yakni Propionibacterium acnes. Bakteri ini merupakan bakteri
komensal pada kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini
membentuk koloni pada duktus pilosebasea yang menstimulasi
trigliserida untuk melepas asam lemak bebas, memproduksi
substansi kemotaktik pada sel-sel inflamasi, dan menginduksi
duktus epitel untuk mensekresi sitokin pro-inflamasi.(7)
2. Herediter
Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan
aktivitas kelenjar palit (sebasea). Apabila kedua orang tua
mempunyai parut bekas akne vulgaris, kemungkinan besar anaknya
akan menderita akne vulgaris juga.(7)
3. Hormon
Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar
adrenal. Hormon ini menyebabkan kelenjar sebasea bertambah
besar dan produksi sebum meningkat pada remaja laki-laki dan
perempuan.
Hormon androgen merupakan stimulus utama pada sekresi
sebum oleh kelenjar sebasea. Pada penderita akne vulgaris,
kelenjar sebasea berespon sangat cepat pada peningkatan kadar
hormon ini di atas normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh
peningkatan aktivitas 5α-reductase yang lebih tinggi pada kelenjar
sebasea dibanding kelenjar lain dalam tubuh.(7)
4. Psikis
Akne vulgaris merupakan salah satu penyakit kulit yang
dihubungkan dengan faktor psikologis penderitanya. Akne vulgaris
sendiri adalah penyakit kulit yang paling sering ditemukan dan
9

ditatalaksana oleh spesialis dermatologis. Keadaan ini terdapat


hampir 80% pada remaja dan dewasa muda usia 11 sampai 30
tahun. Selama ini penelitian di bidang kulit terfokus pada
intervensi terapi untuk mengurangi insiden dan keparahan akne
vulgaris. Faktor psikologis yang berperan termasuk kepribadian,
citra diri, harga diri, konsep diri, penerimaan sosial dan
ketidakpuasan akan tubuh. Akne vulgaris juga mempengaruhi
kesehatan individu secara keseluruhan dan berhubungan langsung
dengan kualitas hidup terutama yang berhubungan dengan
perasaan, emosi, hubungan sosial dan pekerjaan.(12)
5. Makanan
Jenis makanan yang sering dihubungkan dengan timbulnya
akne vulgaris adalah makanan yang tinggi lemak (kacang, daging
berlemak, susu, es krim), makanan tinggi karbohidrat (sirup
manis), makanan yang mengandung iodida tinggi (makanan asal
laut) dan pedas. Pola makanan yang tinggi lemak jenuh dan tinggi
glukosa susu dapat meningkatkan konsentrasi insulin growth factor
(IGF) yang dapat merangsang produksi hormon androgen yang
meningkatkan produksi akne vulgaris.(12)
2.1.1.4 Gejala Klinis
Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel
pilosebasea yang memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul.
Komedo merupakan lesi primer dari akne vulgaris. Hal tersebut dapat dilihat
sebagai papul yang datar atau sedikit meninggi dengan pembukaan sentral
yang melebar berisi keratin hitam (komedo terbuka). Komedo tertutup
biasanya berupa papul kekuningan berukuran 1 mm yang membutuhkan
peregangan pada kulit untuk dapat terlihat. Makrokomedo, yang jarang
terjadi, dapat mencapai ukuran 3-4 mm. Papul dan pustul biasanya
berukuran 1-5 mm dan disebabkan oleh inflamasi, oleh sebab itu pasti
terdapat eritema dan edema. Bentuk tersebut dapat membesar dan
10

membentuk nodul, lalu bergabung membentuk plak yang terindurasi


mengandung traktus sinus dan pus kekuningan.(13)
Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien
dengan kulit yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula
kemerahan sampai keunguan yang memiliki umur yang lebih pendek. Pada
pasien dengan warna kulit yang lebih gelap, makula hiperpigmentasi akan
terlihat dan bertahan sampai beberapa bulan. Skar dari akne vulgaris
memiliki penampakan yang heterogen. Morfologi yang dibentuk termasuk
skar yang dalam, narrow ice-pick yang terlihat kebanyakan pada dahi dan
pipi, lesi canyon-type atrophic pada wajah, skar papular putih kekuningan
pada badan dan dagu, skar tipe anetoderma pada badan, serta skar
hipertrofik dan keloidal yang meninggi pada badan dan leher.(13)
Predileksi akne vulgaris umumnya pada wajah, leher, badan bagian
atas, dan lengan atas. Pada wajah hal tersebut paling sering terjadi pada pipi,
dan sebagian kecil pada hidung, dahi, dan dagu. Telinga dapat terlibat,
dengan komedo yang besar pada concha, kista pada lobus, dan kadang-
kadang komedo dan kista pre dan retro-aurikuler. Pada leher khususnya pada
daerah nuchae, lesi kistik yang besar dapat mendominasi.(13)
Akne vulgaris umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali
merupakan tanda awal dari produksi hormon seks yang meningkat. Ketika
akne vulgaris muncul pada usia 8-12 tahun, yang tampak biasanya berupa
komedo yang utamanya muncul pada dahi dan pipi. Hal tersebut dapat tetap
menjadi ringan dalam ekspresinya dengan papul inflamasi yang kadang-
kadang terjadi. Bagaimanapun, sebagaimana kadar hormon meningkat pada
usia-usia pertengahan remaja, pustul dan nodul inflamasi yang lebih berat
dapat terjadi yang dapat menyebar pada tempat lainnya. Laki-laki usia muda
cenderung memiliki kompleks yang lebih berminyak dan penyebaran
penyakit yang lebih berat dibanding perempuan usia muda. Perempuan
dapat mengalami perjalanan penyakit yang berat dari lesi papulopustular
seminggu sebelum menstruasi. Akne vulgaris juga dapat muncul pada
perempuan usia 20-35 tahun yang belum mendapatkan akne vulgaris pada
11

saat remaja. Akne vulgaris ini kebanyakan memiliki ciri-ciri sebagai papul,
pustul, dan nodul dalam persisten yang nyeri pada daerah dagu dan leher
bagian atas.(8)
2.1.1.5 Klasifikasi
Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi
untuk beratnya akne vulgaris yang diderita. akne vulgaris pada umumnya
diklasifikasikan berdasarkan tipe (komedoal/papular, pustular/nodulokisitk)
dan/atau beratnya penyakit (ringan/sedang/sedang-berat/berat). Lesi kulit
dapat digambarkan sebagai inflamasi dan non-inflamasi.(14)
Klasifikasi sederhana untuk akne vulgaris adalah:
- Akne ringan (Mild acne)
Komedo merupakan lesi utama. Papul dan pustul mungkin ada tetapi
memiliki ukuran yang kecil serta jumlah yang sedikit (umumnya kurang
dari 10).(8)
- Akne sedang (Moderate acne)
Jumlah papul dan pustul yang cukup banyak (sekitar 10-40). Jumlah
komedo yang cukup banyak juga ada. Kadang-kadang disertai penyakit
yang ringan pada badan.(8)
- Akne sedang berat (Moderately severe acne)
Jumlah papul dan pustul yang sangat banyak (40-100), biasanya dengan
banyak komedo dan kadang-kadang terdapat lesi nodular dalam yang
besar dan terinflamasi (mencapai 5). Area yang luas biasanya melibatkan
wajah, dada, dan punggung.(8)
- Akne sangat berat (Very severe acne)
Akne dengan lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular yang besar dan
nyeri bersama dengan banyak komedo, papul, pustul, dan komedo yang
lebih kecil.(8)
12

2.2 Kerangka Teori

1. Pengetahuan tentang
kebersihan wajah*

2. Perilaku membersihkan Faktor herediter


wajah*

Faktor kebersihan Kejadian akne Faktor hormon


wajah* vulgaris*

Faktor makanan Faktor psikis

1. Tinggi lemak 1. Citra diri

2. Tinggi karbohidrat 2. Harga diri

3. Tinggi iodida 3. Konsep diri

4. Pedas 4. Penerimaan sosial

5. Ketidakpuasan akan
tubuh

*= yang diteliti.

Skema 1. Kerangka Teori


13

2.3 Kerangka Konsep


Independent Dependent

 Pengetahuan tentang kebersihan


Akne vulgaris
wajah

 Perilaku membersihkan wajah


Skema 2. Kerangka Konsep

2.4 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Terdapat pengaruh pengetahuan tentang kebersihan wajah dengan kejadian
akne vulgaris.
2. Terdapat pengaruh perilaku membersihkan wajah dengan kejadian akne
vulgaris.

BAB III
14

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian mencakup tentang Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Februari 2016 dan
bertempat di SMAN 2 Kuningan.

3.3 Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional analitik
dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui adanya
pengaruh pengetahuan dan perilaku tentang kebersihan wajah terhadap
kejadian akne vulgaris.

3.4 Populasi dan Sampel


3.4.1 Populasi
3.4.1.1 Populasi target
Populasi target dalam penelitian ini adalah siswa SMA yang
pernah dan/atau sedang mengalami akne vulgaris.
3.4.1.2 Populasi terjangkau
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah siswa SMA
kelas 2 yang pernah dan/atau sedang mengalami akne vulgaris di
SMAN 2 Kuningan tahun 2016.
3.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi
kriteria penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara random yaitu
dengan stratified random sampling atau teknik pengambilan sampel dimana
populasi dikelompokan dalam strata (tingkatan) tertentu kemudian diambil
sampel secara acak dengan proporsi yang seimbang sesuai dengan posisi
dalam populasi.
15

Cara menentukan ukuran sampelnya dengan rumus Slovin sebagai


berikut:

Keterangan :
n = besar sampel
N = besar populasi
d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,05)
Jumlah siswa terpilih sebanyak 318 maka didapatkan:

n= 318
1+318(0,052)

n = 177
Jadi, n = 177 siswa
Berdasarkan rumus tersebut, maka sampel yang didapat dari populasi
untuk penelitian ini adalah 177 siswa.
Ada dua syarat yang harus dipenuhi dalam menentukan sampel,
yaitu: representatif, adalah sampel yang dapat mewakili populasi yang ada.
Syarat kedua adalah sampel harus cukup. Dalam pemilihan sampel, peneliti
harus menetapkan kriteria sampel sebagai berikut:
3.4.2.1 Kriteria inklusi
1. Siswa laki-laki dan perempuan kelas 2 SMAN 2 Kuningan
2. Siswa laki-laki dan perempuan kelas 2 SMAN 2 Kuningan yang
pernah dan/atau sedang mengalami akne vulgaris
3.4.2.2 Kriteria eksklusi
1. Siswa yang menolak berpartisipasi dalam penelitian

3.5 Variabel Penelitian


Adapun variabel yang terdapat pada penelitian ini adalah:
16

3.5.1 Variabel Bebas (Independent)


Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau dianggap
menentukan variabel terikat. Variabel ini dapat merupakan faktor risiko,
prediktor, dan kausa/penyebab. Pada penelitian ini variabel bebasnya adalah
pengetahuan tentang kebersihan wajah dan perilaku membersihkan wajah.
3.5.2 Variabel Terikat (Dependent)
Variabel terikat disebut juga kejadian, manfaat, efek, atau dampak.
Variabel terikatnya dalam penelitian ini adalah akne vulgaris.

3.6 Definisi Operasional


Tabel 2. Definisi Operasional
17

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Kriteria


1. Pengetahuan Tingkat pengetahuan Kuesioner Ordinal 1=Kurang, jika
tentang responden tentang total skor
kebersihan kebersihan wajah yang jawaban <
wajah dengan disertai kejadian akne 60%
kejadian akne vulgaris 2=Cukup, jika
vulgaris total skor
jawaban 60-
75%
3=Baik, jika
total skor
jawaban >
75%
2. Perilaku Tingkah laku Kuesioner Ordinal 1=Buruk, jika
membersihkan responden dalam total skor
wajah dengan membersihkan wajah jawaban <
kejadian akne dengan air bersih dan mean
vulgaris sabun yang disertai 2=Baik, jika
kejadian akne vulgaris total skor
dengan cara mencuci jawaban ≥
wajah mean
3 Kejadian akne Responden yang Kuesioner Ordinal 1=Ya
vulgaris pernah dan/atau 2=Tidak
sedang mengalami
jerawat

3.7 Cara Pengumpulan Data


3.7.1 Instrumen Penelitian
Alat penelitian adalah alat yang digunakan untuk pengambilan data
dalam penelitian. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
yang berisi pertanyaan tertutup yang akan diberikan pada responden.
Kuesioner yang digunakan diadopsi dari Arikunto tahun 2007 yang ada
dalam penelitian sebelumnya oleh Andy dari Universitas Sumatera Utara
pada tahun 2009 dan telah dimodifikasi.
18

3.7.2 Alur Pengumpulan Data

Mengurus surat izin kepada pihak sekolah

Mengumpulkan data

Pendekatan kepada responden

Memberikan kuesioner kepada responden

Skema 3. Alur Pengumpulan Data

3.8 Uji Validitas Instrumen

Sebelum instrumen atau alat ukur digunakan untuk mengumpulkan


data penelitian, maka perlu dilakukan uji coba kuesioner untuk mencari
validitas dan reliabilitas alat ukur tersebut. Uji validitas bertujuan untuk
mengetahui apakah alat ukur tersebut valid. Valid artinya ketepatan
mengukur atau alat ukur tersebut tepat untuk mengukur variabel yang akan
di ukur. Uji validitas instrumen dilakukan dengan uji validitas isi yaitu
dengan meminta beberapa orang untuk menilai instrumen (expert
judgement).(15)

3.9 Alur Penelitian


Penelitian dilakukan di SMAN 2 Kuningan pada bulan Januari-
Februari tahun 2016. Adapun alur penelitian dilaksanakan dalam 3 tahap,
sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
a. Menyiapkan proposal
b. Mengurus surat izin
c. Ethical clearance
2. Tahap pelaksanaan
a. Menghitung populasi dan besar sampel
b. Menentukan sampel
19

c. Informed consent
d. Pengisian kuesioner
e. Hasil data
3. Tahap penyelesaian
a. Analisis data
b. Simpulan dan saran
c. Penyusunan laporan

3.10 Analisis Data


3.10.1 Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul diolah dengan cara manual dengan
langkah-langkah sebagai berikut:(16)
1. Editing
Melihat kembali apakah lembar kuesioner atau formulir sudah terisi
dengan  benar dan dapat segera diproses lebih lanjut. Editing langsung
dilakukan di tempat pengumpulan data di lapangan, sehingga jika
terjadi kesalahan maka upaya pembetulan dapat segera dilakukan.
2. Coding
Setiap lembar kuesioner yang memenuhi kriteria sampel dan telah
terisi  semua dilakukan pengkodean data.
3. Entry data (pemasukan data)
Memasukkan data dalam tabulasi.
4. Cleaning data (pembersihan data)
Data yang sudah dimasukkan dilakukan pengecekan. Pembersihan
dilakukan jika ditemukan kesalahan pada entry data sehingga dapat
diperbaiki dan dilakukan scoring terhadap pertanyaan yang
berhubungan dengan masing-masing variabel.

3.10.2 Analisis Data


Analisis data dalam penelitian ini melalui 2 tahap:
1. Analisis Univariat
20

Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat yang


bertujuan untuk menggambarkan sampel penelitian dari semua
variabel penelitian dengan cara menyusun secara tersendiri untuk
masing-masing variabel. Adapun variabel independent yang akan
dianalisis, yaitu pengetahuan kebersihan wajah dan perilaku
membersihkan wajah, sedangkan variabel dependent yaitu akne
vulgaris.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk menguji
hubungan atau pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Analisis bivariat dalam penelitian ini dilakukan dengan terlebih dahulu
menghitung normalitas data hasil penelitian. Jika data berdistribusi
normal, maka analisis data bivariat dilakukan dengan uji korelasi
pearson. Jika data tidak berdistribusi normal, maka analisis bivariat
dilakukan dengan uji korelasi spearman.

3.11 Etika Penelitian


Penelitian yang dilakukan merupakan tugas proposal yang
menggunakan subyek manusia, oleh karena itu sebelum melakukan
penelitian ini diminta persetujuan etik terlebih dahulu dari Komite Etika
Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Gunung Jati. Kemudian surat
permohonan dan persetujuan juga dimintakan kepada Kepala Sekolah
SMAN 2 Kuningan untuk melakukan penelitian yang intinya berisi:
1. Izin dan persetujuan untuk melakukan penelitian SMAN 2 Kuningan
2. Pemberitahuan dan rekomendasi kepada peneliti untuk melakukan
penelitian terhadap siswa di SMA tersebut.
Seluruh responden diberi penjelasan mengenai penelitian yang akan
dilakukan yaitu tujuan, manfaat, prosedur penelitian dan jaminan terhadap
kerahasiaan semua informasi dan data diri responden. Kemudian responden
yang bersedia secara sukarela ikut dalam penelitian ini diminta persetujuan
secara tertulis dengan mengisi surat persetujuan (informed consent).
21

BAB IV
HASIL PENELITIAN
22

4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian


4.1.1 Latar Belakang
SMA Negeri (SMAN) 2 Kuningan, merupakan Sekolah
Menengah Atas Negeri yang dianggap paling unggul di Kabupaten
Kuningan, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. SMAN 2 Kuningan
merupakan satu-satunya SMA Negeri yang berstatus Rintisan Sekolah
Bertaraf Internasional (RSBI) di Kabupaten Kuningan. SMA Negeri
yang didirikan pada tahun 1982 ini memiliki 1022 siswa dengan rincian
kelas 1 berjumlah 374 siswa, kelas 2 berjumlah 328 siswa, dan kelas 3
berjumlah 320 siswa serta memiliki 57 guru.

4.2 Hasil Penelitian


4.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi
frekuensi subjek dari masing-masing variabel penelitian yaitu
pengetahuan tentang kebersihan wajah, perilaku membersihkan wajah,
dan kejadian akne vulgaris.
4.2.1.1 Kejadian Akne Vulgaris
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 177 siswa sebagian besar
mengalami akne vulgaris yaitu sebanyak 112 siswa atau 63.3%.
Keterangan lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Distribusi Frekuensi Kejadian Akne Vulgaris di SMA Negeri 2
Kuningan
Kejadian Akne
Frekuensi Persentase (%)
Vulgaris
Ya 112 63.3
Tidak 65 36.7
Total 177 100.0

4.2.1.2 Pengetahuan Kebersihan Wajah


23

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 177 siswa sebagian besar


memiliki pengetahuan kurang yaitu sebanyak 82 orang atau 46.3%.
Keterangan lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Siswa tentang Kebersihan


Wajah di SMA Negeri 2 Kuningan

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)


Baik 65 36.7
Cukup 44 24.9
Kurang 68 38.4
Total 177 100.0

4.2.1.3 Perilaku Membersihkan Wajah


Hasil penelitian menunjukkan bahwa 177 siswa sebagian besar
memiliki perilaku buruk yaitu sebanyak 92 orang atau 52%.
Keterangan lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.3 Distribusi Frekuensi Perilaku Siswa Membersihkan
Wajah di SMA Negeri 2 Kuningan
Perilaku Frekuensi Persentase (%)
Baik 85 48.0
Buruk 92 52.0
Total 177 100.0

4.2.2 Analisis Bivariat


Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan atau
pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat. Data yang
diperoleh kemudian dianalisis secara statistik dengan model analisis
uji korelasi spearman menggunakan program komputer.

4.2.2.1 Pengaruh Pengetahuan Siswa Tentang Kebersihan Wajah


Terhadap Kejadian Akne Vulgaris
24

Tabel 3.4 Pengaruh Pengetahuan Siswa Tentang Kebersihan


Wajah Terhadap Kejadian Akne Vulgaris
Kejadian Akne Vulgaris
Total
Pengetahuan Ya Tidak Pvalue
f % f % f %
Baik 30 46.2 35 53.8 65 100
Cukup 31 70.5 13 29.5 44 100
0.001
Kurang 51 75 17 25 68 100
Total 112 65 177
**. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Berdasarkan tabel 4.4 di atas menunjukan bahwa dari
65 siswa yang memiliki pengetahuan baik dengan mengalami
kejadian akne vulgaris yaitu sebanyak 30 siswa atau 46.2% dan
yang tidak mengalami akne vulgaris sebanyak 35 siswa atau
53.8%. Dari 44 siswa yang memiliki pengetahuan cukup
dengan mengalami kejadian akne vulgaris yaitu sebanyak 31
siswa atau 70.5% dan yang tidak mengalami akne vulgaris
sebanyak 13 siswa atau 29.4%. Dari 68 siswa yang memiliki
pengetahuan kurang dengan mengalami kejadian akne vulgaris
yaitu sebanyak 51 siswa atau 75% dan yang tidak mengalami
akne vulgaris sebanyak 17 siswa atau 25%.
Dari hasil uji statistik dengan uji korelasi spearman
menggunakan program komputer diperoleh nilai signifikan
yaitu 0.001 dengan tingkat kemaknaan p = 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa nilai signifikan 0.001 lebih kecil dari 0,05
sehingga ada pengaruh antara pengetahuan dengan kejadian
akne vulgaris.

4.2.2.2 Pengaruh Perilaku Siswa Dalam Membersihkan Wajah


Terhadap Kejadian Akne Vulgaris
25

Tabel 3.5 Pengaruh Pengetahuan Siswa Dalam


Membersihkan Wajah Terhadap Kejadian Akne
Vulgaris
Kejadian Akne Vulgaris
Total
Perilaku Ya Tidak Pvalue
f % f % f %
Baik 43 50.6 42 49.4 85 100
Buruk 69 75 23 25 92 100 0.001
Total 112 65 177
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan tabel 4.5 di atas menunjukan bahwa dari
85 siswa yang memiliki perilaku baik dengan mengalami
kejadian akne vulgaris yaitu sebanyak 43 siswa atau 50.6% dan
yang tidak mengalami akne vulgaris sebanyak 42 siswa atau
49.4%. Dari 92 siswa yang memiliki periaku buruk dengan
mengalami kejadian akne vulgaris yaitu sebanyak 69 siswa
atau 75% dan yang tidak mengalami akne vulgaris sebanyak
23 siswa atau 25%.
Dari hasil uji statistik dengan uji korelasi spearman
menggunakan program komputer diperoleh nilai signifikan
yaitu 0.001 dengan tingkat kemaknaan p = 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa nilai signifikan 0.001 lebih kecil dari 0,05
sehingga ada pengaruh antara perilaku dengan kejadian akne
vulgaris.

BAB V
PEMBAHASAN
26

5.1 Pengaruh Pengetahuan Siswa Tentang Kebersihan Wajah Terhadap


Kejadian Akne Vulgaris
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, pengetahuan siswa
tentang kebersihan wajah berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian
akne vulgaris. Hal ini dibuktikan dengan nilai p value 0,001 yang artinya
siswa dengan pengetahuan baik lebih sedikit mengalami akne vulgaris,
sebaliknya siswa dengan pengetahuan kurang lebih banyak mengalami akne
vulgaris.
Dari hasil penelitian lain, Dewi Purnama (2013) yang berjudul hubungan
pengetahuan dan perilaku dengan derajat keparahan akne vulgaris pada siswa-
siswi SMAN 14 Semarang, Andy (2009) yang berjudul pengetahuan dan sikap
remaja SMA Santo Thomas 1 Medan terhadap jerawat, dan Ahmad Ridwan
(2010) yang berjudul hubungan tingkat pengetahuan dengan konsep diri
remaja putri yang mengalami jerawat (akne vulgaris) di SMA Muhammadiyah
1 Pare mendukung hasil penelitian ini dimana pengetahuan dan perilaku siswa
berpengaruh terhadap kejadian akne vulgaris.
Pengetahuan yang baik yang dimiliki remaja tentang kebersihan wajah
dapat mencegah atau meminimalisir terjadinya akne vulgaris. Pengetahuan
tentang bagaimana cara perawatan wajah yang baik, pemilihan bahan-bahan
atau kosmetik pembersih yang aman untuk wajah, serta tidak malas dalam
mencuci wajah.
Akne vulgaris umumnya terjadi pada masa remaja atau dewasa muda.
Hingga saat ini belum dapat diketahui penyebab dari akne vulgaris, tetapi
diduga banyak faktor yang turut mempengaruhi timbulnya akne vulgaris,
antara lain herediter, kondisi psikologis, hormonal, input makanan, dan
tentunya dari kebersihan wajah itu sendiri. Akne vulgaris biasanya memburuk
untuk sementara waktu sebelum pelan-pelan mereda dalam jangka waktu 2
sampai 3 tahun setelah itu akan menghilang. Puncak keparahan akne vulgaris
terjadi lebih dini pada anak perempuan daripada laki-laki, namun apabila
terjadi pada laki-laki cenderung lebih parah.
27

Kebanyakan remaja khususnya pelajar SMA seringkali mengabaikan


tentang kebersihan wajah mereka dan lebih mementingkan kegiatan pribadi.
Saat beraktivitas di luar ruangan, ekskresi keringat dan sebum meningkat
ditambah terkena paparan debu, kotoran dan polusi menyebabkan kulit wajah
menjadi kotor. Hal ini dapat menjadi tempat berkembangnya bakteri P. Acnes
yang tumbuh pada folikel pilosebasea.

5.2 Pengaruh Perilaku Siswa Dalam Membersihkan Wajah Terhadap


Kejadian Akne Vulgaris
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, perilaku siswa
dalam membersihkan wajah berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian
akne vulgaris. Hal ini dibuktikan dengan nilai p value 0,001 yang artinya
siswa dengan perilaku baik lebih sedikit mengalami akne vulgaris, sebaliknya
siswa dengan perilaku buruk lebih banyak mengalami akne vulgaris.
Dari hasil penelitian lain, hasil penelitian ini berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Dewi Rahmawati (2012) yang didapatkan tidak
ada hubungan yang bermakna antara frekuensi membersihkan wajah dengan
timbulnya akne vulgaris. Tidak adanya hubungan yang bermakna bisa ditarik
kesimpulan bahwa frekuensi membersihkan wajah secara ideal saja tidaklah
cukup, perlu juga bagaimana meningkatkan kualitas dari cara membersihkan
wajah itu sendiri.
Selain perilaku siswa dalam membersihkan wajah, ada faktor lain yang
yang dapat menyebabkan akne vulgaris. Salah satu faktor lain penyebab
jerawat yaitu herediter, hormonal, makanan, dan stres. Penyebab akne vulgaris
di kulit wajah yang paling sering dialami adalah faktor kebersihan wajah.
Kejadian akne vulgaris pada remaja lebih banyak disebabkan oleh
pertumbuhan hormon pubertas. Seorang remaja putri yang sudah memasuki
masa puber biasanya akan sering mengalami proses hormonal seperti
menstruasi, keputihan, atau bahkan stres yang bisa mempengaruhi kegiatan
sehari-hari.
28

Cara yang paling mudah dalam mengatasi atau mencegah timbulnya


akne vulgaris yaitu dengan melakukan perawatan wajah yang baik, seperti
rajin mencuci wajah setelah beraktivitas, akne vulgaris akan hilang dengan
sendirinya setelah selesainya menstruasi. Sebenarnya wajar-wajar saja akne
vulgaris di wajah keluar asalkan setelah menstruasi selesai akne vulgaris juga
hilang. Banyak remaja yang mengalaminya. Maka dari itu, perawatan wajah
dengan cara membersihkan wajah secara teratur agar terlihat bersih
merupakan hal yang penting.

5.3 Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan dalam penelitian ini disebabkan oleh beberapa faktor
sebagai berikut:
1. Penelitian ini perlu pengembangan lebih lanjut dengan variabel-variabel
yang lebih baru.
2. Hasil penelitian ini berlaku di SMAN 2 Kuningan, namun demikian tidak
tertutup kemungkinan penelitian ini berlaku di tempat dan waktu yang
berbeda.
3. Jumlah sampel yang didapat dalam penelitian ini hanya berjumlah 177
siswa.

BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
29

6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah peneliti
lakukan mengenai pengaruh pengetahuan dan perilaku tentang kebersihan
wajah terhadap kejadian akne vulgaris di SMA Negeri 2 Kuningan, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengetahuan tentang kebersihan wajah berpengaruh terhadap kejadian
akne vulgaris
2. Perilaku membersihkan wajah berpengaruh terhadap kejadian akne
vulgaris.

6.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang
telah dipaparkan, maka saran-saran yang diajukan sebagai berikut:
1. Penelitian dilakukan dalam ruang lingkup yang lebih luas di beberapa
sekolah sehingga mewakili populasi yang lebih luas terutama pada
kalangan remaja.
2. Untuk meneliti hubungan antara faktor-faktor risiko terhadap kejadian
akne vulgaris, sebaiknya dilakukan pada populasi yang lebih spesifik.
3. Untuk penelitian menggunakan kuesioner, sebaiknya pengisian kuesioner
lebih diawasi dengan ketat, karena pada umumnya siswa saat mengisi
kuesioner dapat terpengaruh oleh jawaban temannya dan waktu yang
diberikan untuk mengisi kuesioner cukup singkat.

DAFTAR PUSTAKA
30

1. Anwar AI. Pendekatan Terbaru Dalam Terapi Akne. Dalam: Simposium


Nasional dan Pameran Dermatologi Kosmetik. Jakarta: Penerbit Jakarta.
2013.
2. Arikunto Suharsini. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta. 2002.
3. Djuanda Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke-5. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.
4. Draelos ZD. Cosmeticals Procedures in Cosmetic Dermatology Edisi ke-1.
Elsvier Inc. 2005.
5. Draelos ZD. Dermatologists, Patients, Consumers, and Suncreens. Elsvier
Inc. 2012.
6. Draelos ZD. Modern Moisturizer Myths, Misconception, and Truths.
Elsvier Inc. 2013.
7. Draelos ZD. Optimal Skin Care for Aesthetic Patients: Tropical Products
to Restore and Maintain Healthy Skin. Elsvier Inc. 2009.
8. Draelos ZD. Skin Care for the Sensitive Skin and Rosacea Patient: The
Biofilm and New Skin Cleansing Technology. Elsvier Inc. 2006.
9. Effendi Z. Peranan Kulit dalam Mengatasi Terjadinya Akne Vulgaris.
Sumatera Utara. 2008.
10. Fulton James. Acne Vulgaris. Medscape. 2009.
11. Harahap Mawali. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. 2009.
12. Jappe U. Pathological Mechanisms of Acne with Special Emphasis on
Propionibacterium acnes and Related Therapy. 2003.
13. Kubba R. Pathogenesis of Acne. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2009.
14. Mukhopadhyay P. Cleansers And Their Role In Various Dermatological
Disorders. Indian Dermatol. 2011.
15. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
2010.
16. Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta. 2003.
31

17. Perry AL. Propionibacterium acnes. Available from:


http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1472-765X.2006.01866.x/pdf.
2006.
18. Sugiyono. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. 2003.
19. Tjekyan RMS. Kejadian dan Faktor Resiko Akne Vulgaris Media Medika
Indonesia. Semarang: Balai Penerbit FK UNDIP dan IDI Wilayah Jawa
Tengah. 2008.
20. Williams HC, Dellavalle PR, Garner S. Acne Vulgaris. Lancet. 2012.
21. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ.
Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: Mc Graw Hill. 2007.
22. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne vulgaris and
Acneiform Eruptions. New York: Mc Graw Hill. 2008.

Anda mungkin juga menyukai