Anda di halaman 1dari 24

Referat

HIPERTENSI ESENSIAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik


Senior pada Bagian/ SMF Kardiologi Fakultas Kedokteran Unsyiah/
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun oleh:

VIRDAYANI
1707101030067

Pembimbing:

dr. Muhammad Ridwan, MAppSc, Sp.JP(K)-FIHA

BAGIAN /SMF KARDIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA RSUD
dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
menciptakan manusia dengan akal dan budi, kehidupan yang patut penulis
syukuri, keluarga yang mencintai dan teman-teman yang penuh semangat,
karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas
presentasi referat ini. Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada
nabi besar Muhammad Saw, atas semangat perjuangan dan panutan bagi
umatnya.
Adapun tugas referat ini berjudul “Hipertensi Esensial” Diajukan
Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/ SMF Kardiologi Fakultas Kedokteran Unsyiah/ RSUD dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh. Penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi tingginya kepada dr. Muhammad Ridwan,
MAppSc, Sp.JP(K)-FIHA yang telah meluangkan waktunya untuk memberi
arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih
jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik dari dosen pembimbing dan
teman-teman akan penulis terima dengan tangan terbuka, semoga dapat
menjadi bahan pembelajaran dan bekal di masa mendatang.

Banda Aceh, Mei 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................1
BAB II LANDASAN TEORI....................................................................2
1. Definisi................................................................................................2
2. Etiologi................................................................................................2
3. Epidemiologi.......................................................................................2
4. Klasifikasi............................................................................................3
5. Patofisiologi.........................................................................................5
6. Diagnosis.............................................................................................8
6. 1 Anamnesis....................................................................................8
6. 2 Pemeriksaan Fisik........................................................................8
6. 3 Pemeriksaan Penunjang................................................................9
7. Diagnosis Banding.............................................................................10
8. Tatalaksana........................................................................................10
8. 1 Farmakologis..............................................................................10
8. 2 Terapi Non-Farmakologis..........................................................16
9. Prognosis...........................................................................................18
BAB III KESIMPULAN...........................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan salah satu penyebab terbesar morbiditas di dunia,


sering disebut sebagai pembunuh diam-diam. Data World Health Organization
(WHO) 2015 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di dunia mencapai sekitar
1,13 miliar individu, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi.
Jumlah penderita hipertensi diperkirakan akan terus meningkat mencapai 1,5
miliar individu pada tahun 2025, dengan kematian mencapai 9,4 juta individu.1
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menghasilkan prevalensi
hipertensi pada usia ≥18 tahun di Indonesia mencapai 8,4%, yang terdiagnosis
oleh dokter dan/atau memiliki riwayat minum obat hanya 8,8%, dengan prevalensi
menurut pengukuran pada penduduk umur ≥18 tahun mencapai 34,1%. Hal itu
menunjukkan bahwa sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum
terdiagnosis dan terjangkau oleh tim pelayanan kesehatan.2
Hipertensi didefinisikan sebagai kondisi tekanan darah sistolik ≥130
mmHg atau diastolik ≥80 mmHg. Sekitar 80 – 95% merupakan hipertensi esensial
yang berarti tidak ada penyebab spesifik. Kondisi ini umumnya jarang
menimbulkan gejala dan sering tidak disadari, sehingga dapat menimbulkan
morbiditas lain seperti gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, stroke,
gagal ginjal stadium akhir, atau bahkan kematian. Perkembangan terbaru serta
implementasi diagnosis dan tatalaksana hipertensi esensial terbaru menjadi salah
satu elemen penting untuk tercapainya kualitas kesehatan serta perawatan medis
sesuai standar.3

1
BAB II
LANDASAN TEORI

1. Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai kondisi tekanan darah sistolik ≥130
mmHg atau diastolik ≥80 mmHg. Sekitar 80 – 95% merupakan hipertensi esensial
yang berarti tidak ada penyebab spesifik. Kondisi ini umumnya jarang
menimbulkan gejala dan sering tidak disadari, sehingga dapat menimbulkan
morbiditas lain seperti gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, stroke,
gagal ginjal stadium akhir, atau bahkan kematian.3

2. Etiologi
Hipertensi Esensial terjadi pada 95% kasus hipertensi. etiologi pasti tidak
diketahui , namun dipikirkan disebabkan oleh banyak faktor. Kenaikan tekanan
darah hanya dapat terjadi kalau ada peningkatan curah jantung. resistensi perifer
total atau keduanya. Faktor predisposisi meliputi:4
a. Usia
b. Obesitas
c. konsumsi alkohol yang berlebihan
d. konsumsi garam yang tinggi
e. faktor genetik

3. Epidemiologi
Lebih dari satu miliar orang dewasa di seluruh dunia memiliki hipertensi
dengan 45% dari populasi orang dewasa yang terkena penyakit ini. Tingginya
prevalensi hipertensi sama di semua strata sosial-ekonomi dan pendapatan, dan
prevalensi meningkat dengan pertambahan usia hingga 60% dari populasi di atas
60 tahun. Pada tahun 2010, laporan survei kesehatan global diterbitkan di Lancet,
yang terdiri dari data pasien dari 67 negara, melaporkan Hipertensi sebagai
penyebab utama kematian dan tahun-tahun kehidupan yang disesuaikan dengan
disabilitas di seluruh dunia sejak tahun 1990.

2
3

Di Amerika Serikat, Hipertensi sendiri menyebabkan lebih banyak


kematian terkait penyakit kardiovaskular daripada faktor risiko yang dapat
dimodifikasi lainnya dan merupakan yang kedua setelah merokok karena
penyebab kematian yang dapat dicegah dengan alasan apa pun. Perkiraan baru-
baru ini menunjukkan jumlah pasien dengan hipertensi dapat meningkat sebanyak
5
15 hingga 20%, yang dapat mencapai hampir 1,5 miliar pada tahun 2025.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menghasilkan prevalensi
hipertensi pada usia ≥18 tahun di Indonesia mencapai 8,4%, yang terdiagnosis
oleh dokter dan/atau memiliki riwayat minum obat hanya 8,8%, dengan prevalensi
menurut pengukuran pada penduduk umur ≥18 tahun mencapai 34,1%. Wanita
lebih banyak dibandingkan pria (36,9% banding 31.3%) dan daerah perkotaan
(34.3%) lebih banyak dibandingkan di desa (33,7%). Kejadian Hipertensi ini
semakin tahun semakin meningkat di Indonesia, 2007 (25,8%) 2013 (31,7%) 2018
(34,1%).2

4. Klasifikasi
Klasifikasi dan tahapan hipertensi sebagaimana didefinisikan dalam
pedoman American College of Cardiology (ACC) baru-baru ini seperti di bawah:6
a. Normal: SBP kurang dari 120 dan DBP kurang dari 80mmHg;
b. Tinggi: SBP 120 hingga 129 dan DBP kurang dari 80mmHg;
c. Stadium 1 hipertensi: SBP 130 hingga 139 atau DBP 80 hingga 89mmHg;
d. Stadium 2 hipertensi: SBP lebih besar dari atau sama dengan 140 mmHg atau
lebih besar dari atau sama dengan 90 mmHg.
e. White coat hypertension adalah kantor BP 130/80 mmHg atau lebih tetapi
kurang dari 160 / 100mmHg yang turun menjadi 130 / 80mmHg atau kurang
setelah setidaknya 3 bulan terapi anti-hipertensi. Pengukuran tekanan darah di
rumah atau di rumah biasanya diperlukan untuk diagnosis ini.
f. Masked Hypertension adalah peningkatan TD sistolik kantor menjadi 120 mm
sampai 129 mmHg, dan TD diastolik kurang dari 80 mmHg tetapi menaikkan
TD pada pengukuran rawat jalan atau rumah (130 / 80mmHg atau lebih).
Klasifikasi ACC keluar pada 2017, menerima pengesahan dari ASH, dan
direkomendasikan untuk individu berusia 20 tahun ke atas.
4

Pedoman ESC / ESH baru-baru ini keluar pada 2018 dan mendefinisikan
Hipertensi sebagai di bawah:7
a. Optimal: SBP kurang dari 120mmHg dan DBP kurang dari 80mmHg
b. Normal: SBP 120 hingga 129mmHg dan / atau DBP 80 hingga 84mmHg
c. Tinggi normal: SBP 130 hingga 139mmHg dan / atau DBP 85 hingga
89mmHg
d. Hipertensi derajat 1: SBP 140 hingga 159mmHg dan / atau DBP 90 hingga
99mmHg
e. Hipertensi derajat 2: SBP 160 hingga 179mmHg dan / atau DBP 100 hingga
109mmHg
f. Hipertensi derajat 3: SBP lebih besar dari atau sama dengan 180mmHg dan /
atau DBP lebih besar dari atau sama dengan 110mmHg
g. Hipertensi sistolik terisolasi: SBP lebih besar dari atau sama dengan
140mmHg dan DBP kurang dari 90mmHg (lebih lanjut diklasifikasikan ke
dalam Kelas sesuai kisaran SBP di atas)
Rekomendasi ESC / ESH juga menjelaskan tentang rumah (HBPM) dan
pengukuran BP ambulatori (ABPM) dan pemutusan berikut diberikan:
a. Siang hari (atau terjaga) berarti SBP lebih besar dari atau sama dengan
135mmHg dan / atau DBP lebih besar dari atau sama dengan 85mmHg
b. Malam hari (atau tidur) berarti SBP lebih besar dari atau sama dengan
120mmHg dan / atau DBP lebih besar dari atau sama dengan 70mmHg
c. 24 jam berarti SBP lebih besar dari atau sama dengan 130mmHg dan / atau
DBP lebih besar dari atau sama dengan 80mmHg
d. Home BP berarti SBP lebih besar dari atau sama dengan 135mmHg dan / atau
DBP lebih besar dari atau sama dengan 85mmHg
Rekomendasi ESC / ESH berlaku untuk individu berusia 16 tahun ke atas.
Laporan ke-8 Komite Bersama Nasional (JNC) keluar pada tahun 2014
dan menerima banyak kritik di seluruh dunia, tidak membahas definisi hipertensi
tetapi mengedepankan rekomendasinya berdasarkan definisi sebelumnya yang
diajukan oleh JNC-7:8 Klasifikasi ESC / ESH keluar pada 2018 dan akan
digunakan pada semua individu yang berusia 16 tahun ke atas.
5

a. Normal: SBP kurang dari 120mmHg dan DBP kurang dari 80mmHg
b. Pra-Hipertensi: SBP 120 hingga 139mmHg dan DBP 80 hingga 89mmHg
c. Tahap 1 Hipertensi: SBP 140 hingga 159mmHg dan DBP 90 hingga 99mmHg
d. Tahap 2 Hipertensi: SBP lebih besar dari atau sama dengan 160mmHg dan
DBP lebih besar dari atau sama dengan 100mmHg
Rekomendasi JNC-8 khusus untuk individu berusia 18 tahun ke atas.

Gambar 1. Klasifikasi Hipertensi JNC 7 dan JNC 8 (2017 ACC/AHA)

5. Patofisiologi
Pada dasarnya hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang timbul
akibat berbagai interaksi faktor-faktor resiko tertentu. Faktor-faktor resiko yang
mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah. Mekanisme yang mengontrol
konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula
di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke
bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
6

serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah kapiler, dimana dengan


dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah kapiler.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan
jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf
simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar
adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula
adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan
aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetus keadaan hipertensi.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.
Pada dasarnya, tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan
perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tekanan perifer
akan mempengaruhi tekanan darah seperti asupan garam yang tinggi, faktor
genetik, stres, obesitas, faktor endotel. Selain curah jantung dan tahanan perifer
sebenarnya tekanan darah dipengaruhi juga oleh tebalnya atrium kanan, tetapi
tidak mempunyai banyak pengaruh. Dalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi
7

mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan
sirkulasi yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam
jangka panjang.
Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian
dimulai dari sistem yang bereaksi dengan cepat misalnya reflek kardiovaskuler
melalui sistem saraf, reflek kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat
yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis otot polos. Dari sistem pengendalian
yang bereaksi sangat cepat diikuti oleh sistem pengendalian yang bereaksi kurang
cepat, misalnya perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial
yang dikontrol hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem
yang poten dan berlangsung dalam jangka panjang misalnya kestabilan tekanan
darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur jumlah
cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ.
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi primer dipengaruhi oleh
beberapa faktor genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan membran
sel, aktivitas saraf simpatis dan renin, angiotensin yang mempengaruhi keadaan
hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal serta
obesitas dan faktor endotel.
Akibat yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi antara lain penyempitan
arteri yang membawa darah dan oksigen ke otak, hal ini disebabkan karena
jaringan otak kekurangan oksigen akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh
darah otak dan akan mengakibatkan kematian pada bagian otak yang kemudian
dapat menimbulkan stroke. Komplikasi lain yaitu rasa sakit ketika berjalan
kerusakan pada ginjal dan kerusakan pada organ mata yang dapat mengakibatkan
kebutaan, sakit kepala, Jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja
keras atau mengangkat beban kerja, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah
memerah, hidung berdarah, sering buang air kecil terutama di malam hari telingga
berdering (tinnitus) dan dunia terasa berputar.9
8

Gambar 2. Patofisiologi Hipertensi 9

6. Diagnosis
6. 1 Anamnesis
Pada umumnya, penderita hipertensi esensial tidak memiliki keluhan.
Keluhan yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala, gelisah, palpitasi,
pusing, leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah lelah, dan impotensi.
Nyeri kepala umumnya pada hipertensi berat, dengan ciri khas nyeri regio
oksipital terutama pada pagi hari. Anamnesis identifikasi faktor risiko
penyakit jantung, penyebab sekunder hipertensi, komplikasi kardiovaskuler,
dan gaya hidup. 3

6. 2 Pemeriksaan Fisik
Penderita dapat terlihat sakit ringan hingga berat jika terjadi komplikasi.
Tekanan darah meningkat. Pemeriksaan lain seperti status neurologis dan
pemeriksaan fisik jantung.3
9

6. 3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium
Antara lain hemoglobin dan/atau hematokrit, gula darah puasa, HbA1c,
profil lipid: kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida, kadar natrium, kalium,
dan kalsium, asam urat, thyroid stimulating hormone (TSH), kreatinin, dan
eGFR. Urinalisis mencakup pemeriksaan mikroskopis, protein urin dipstick
atau rasio albumin : kreatinin, dan EKG 12 lead.3

Pengukuran Tekanan Darah


Diagnosis hipertensi dan tatalaksana yang tepat membutuhkan metode
pengukuran tekanan darah yang akurat. Pengukuran tekanan darah
menggunakan merkuri telah ditinggalkan terutama karena masalah toksisitas
merkuri, digantikan dengan alat oscillometer, yang menggunakan sensor untuk
mendeteksi pulsasi saat inflasi dan deflasi cuff. Pada tahap persiapan, pasien
harus santai, duduk di kursi selama > 5 menit. Pasien juga harus menghindari
kafein, olahraga, dan merokok paling tidak 30 menit sebelum pengukuran.
Pasien harus mengosongkan kandung kemih. Pasien ataupun pemeriksa tidak
boleh berbicara saat persiapan dan pengukuran. Pengukuran saat pasien
berbaring atau duduk pada meja pemeriksaan tidak memenuhi kriteria.
Pengukuran tekanan darah harus dengan alat yang telah dikalibrasi periodik.
Lengan pasien diletakkan pada meja, posisi cuff pada lengan pasien setinggi
atrium kanan (pertengahan sternum). Ukuran cuff harus sesuai. Pada
pengukuran pertama, tekanan darah diukur di kedua lengan, pengukuran
berikutnya menggunakan lengan dengan tekanan darah tertinggi. Pengukuran
diulang dengan jeda 1-2 menit. Palpasi dilakukan pada a. radialis untuk
menentukan sistolik saat pulsasi hilang, kemudian cuff dikembangkan lagi
sebanyak 20-30 mmHg. Penurunan cuff dilakukan dengan kecepatan 2 mmHg
per detik, sambil mendengarkan bunyi Korotkoff. Gunakan ratarata ≥ 2 kali
pengukuran tekanan darah pada ≥ 2 kesempatan untuk menentukan tekanan
darah.3
10

Gambar 3. Alur Diagnosis Hipertensi

7. Diagnosis Banding
Hipertensi Skunder
Beberapa penyebab hipertensi skunder lain terbagi menjadi:10
a. Hipertesni skunder karena penyakit ginjal
b. Hipertesni skunder karena kelainan endokrin
c. Hipertesni skunder karena sebab lain.

8. Tatalaksana
8. 1 Farmakologis
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien
hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah >
6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat
11

≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk


menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek samping, yaitu :11
a. Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal.
b. Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya
c. Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti pada
usia 55 – 80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid.
d. Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor
(ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
e. Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi
farmakologi
f. Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur. Algoritme
tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai guidelines
memiliki persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme tatalaksana
hipertensi secara umum, yang disadur dari A Statement by the American
Society of Hypertension and the International Society of
Hypertension2013;

Gambar 4. Algoritma tatalaksana Hipertensi11


12

Gambar 5. Obat anti hipertensi yang direkomendasikan JNC 8 6

Gambar 6. Obat antihipertensi Lini pertama 3


13

(a)

(b)
Gambar 7. (a) dan (b) Obat hipertensi lini kedua 3
14

Gambar 8. Kombinasi Terapi pada Hipertensi

Gambar 9. Ambang Tekanan darah dan rekomendasi tindak lanjut JNC 8


15

Gambar 10. Algoritma penanganan Hipertensi JNC 8


16

8. 2 Terapi Non-Farmakologis
Intervensi non-farmakologis merupakan salah satu cara efektif untuk
menurunkan tekanan darah; yang telah terbukti dengan uji klinis adalah
penurunan berat badan, Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH),
diet rendah garam, suplemen kalium, peningkatan aktivitas fisik, dan
pengurangan konsumsi alkohol. Intervensi lain berupa konsumsi probiotik,
diet tinggi protein, serat, minyak ikan, suplemen kalsium atau magnesium,
terapi perilaku dan kognitif, belum banyak didukung data dan penelitian yang
kuat.3
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan
tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan
risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi
derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup
sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya
selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan
penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko
kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi
farmakologi.11
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah:
a. Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan
memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan
manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti menghindari
diabetes dan dislipidemia.
b. Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan
lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak
jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat
saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet
rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat
antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan
garam tidak melebihi 2 gr/ hari.
17

c. Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60


menit/hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan
darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga
secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki,
mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di
tempat kerjanya.
d. Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum
menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol
semakin hari semakin meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan
dan gaya hidup, terutama di kota besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2
gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat
meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau
menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan
tekanan darah.
e. Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti
berefek langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok
merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan
pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok.11

Gambar 11. Intervensi Farmakologis dalam tatalaksana Hipertensi


18

9. Prognosis
Analisis skala besar juga menunjukkan peningkatan cardiovascular
desease (CVD) dan risiko penyakit vaskular dengan peningkatan tekanan
darah sistolik dan diastolik, dengan hampir dua kali lipat risiko kematian
akibat penyakit jantung dan stroke dengan peningkatan SBP sebanyak 20 dan
DBP 10mmHg.12
Prognosis tergantung pada kontrol tekanan darah dan hanya
menguntungkan jika tekanan darah mencapai kontrol yang memadai. Namun,
komplikasi dapat terjadi pada beberapa pasien karena hipertensi adalah
penyakit progresif.
Kontrol yang memadai dan langkah-langkah gaya hidup hanya berfungsi
untuk menunda perkembangan dan perkembangan gejala sisa seperti penyakit
ginjal kronis dan gagal ginjal.5
BAB III
KESIMPULAN

Hipertensi didefinisikan sebagai kondisi tekanan darah sistolik ≥130


mmHg atau diastolik ≥80 mmHg. Sekitar 80 – 95% merupakan hipertensi esensial
yang berarti tidak ada penyebab spesifik. Kondisi ini umumnya jarang
menimbulkan gejala dan sering tidak disadari, sehingga dapat menimbulkan
morbiditas lain seperti gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, stroke,
gagal ginjal stadium akhir, atau bahkan kematian. Menjalani pola hidup sehat
telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah, dan secara umum sangat
menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Terapi
farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien hipertensi derajat 1 yang
tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani pola hidup
sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hipertensi membunuh diam-


diam, ketahui tekanan darah anda [Internet]. [cited 2020 April 27.
Available from:
http://www.kemenkes.go.id/article/view/18051600004/hipertensi-
membunuh-diam-diam-ketahui-tekanan-darah-anda.html
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI. Riskesdas 2018.pdf
3. Adrian SJ dan Tommy. 2019. Hipertensi Esensial: Diagnosis dan
Tatalaksana Terbaru pada Dewasa. Jurnal CDK vol.46 No. 3 p.172-178
4. Evans J D. 2017. Crash Course: Sistem Kardiovaskular. Singapore:
Elsevier. p120. ISBN978-0-7234-3860-1
5. Arshad M I, Syed Jamal F. 2019. Essensial Hypertension. Treasure Island:
Statpearls Publishing.
6. Whelton PK, et. al. 2018. 2017 ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/AGS/
APhA/ASH/ASPC/NMA/PCNA Guideline for the Prevention, Detection,
Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults: A Report
of the American College of Cardiology/American Heart Association Task
Force on Clinical Practice Guidelines. J. Am. Coll. Cardiol. 15;71(19):
e127-e248.
7. Williams B et al. 2018 ESC/ESH Guidelines for the management of
arterial hypertension. Eur. Heart J. 2018 Sep 01;39(33):3021-3104.
8. Chobanian AV et. al. National Heart, Lung, and Blood Institute Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment
of High Blood Pressure. National High Blood Pressure Education Program
Coordinating Committee. The Seventh Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA. 2003 May 21;289(19):2560-72.
9. Harrison’s. 2005. Principles of Internal Medicine 16th Edition.The
McGraw – Hill Companies.p1653

20
21

10. Ormerod Churchhouse. 2017. Crash Course: Kardiologi dan Kelainan


Vaskular. Singapore: Elsevier. p397. ISBN978-0-7234-3862-5
11. PERKI, 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit
Kardiovaskular.
12. Lewington S et. al. Prospective Studies Collaboration. Age-specific
relevance of usual blood pressure to vascular mortality: a meta-analysis
of individual data for one million adults in 61 prospective
studies. Lancet. 2002 Dec 14;360(9349):1903-13.

Anda mungkin juga menyukai