TETRALOGI OF FALLOT
Disusun oleh:
Fitria Antar
030.13.225
Pembimbing:
dr. Ade Amelia, Sp. A
Pertama-tama saya panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas
berkat rahmat dan hidayah-Nya maka saya sebagai dokter muda Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti dapat menyelesaikan referat dengan judul "Tetralogi of Fallot"
pada waktunya.
Referat ini dibuat oleh dokter muda Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
demi memenuhi tugas dalam menempuh kepaniteraan di bagian Ilmu Penyakit Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Karawang. Saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Ade Amelia, SpA dokter pembimbing yang telah memberikan saran dan
koreksi dalam penyusunan referat ini.
2. Teman-teman dokter muda dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan referat ini.
Fitria Antar
030.13.225
1
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
PERSETUJUAN
REFERAT
Judul:
TETRALOGI OF FALLOT
Pembimbing
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................. 1
Lembar Persetujuan Pembimbing................................................................ 2
Daftar Isi...................................................................................................... 3
BAB I Pendahuluan..................................................................................... 4
BAB II Tinjauan Pustaka............................................................................. 6
BAB III Kesimpulan.................................................................................... 31
Daftar Pustaka.............................................................................................. 32
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru)
yang masing-masing memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang
berbeda.1
PJB sianotik adalah penyakit dengan abnormalitas pada struktur maupun
fungsi sirkulasi jantung yang telah ada sejak lahir dan menimbulkan sianosis. Sianosis
sendiri dapat diartikan sebagai perubahan warna menjadi kebiruan pada kulit dan juga
membran mukosa (bibir, bantalan kuku dan mukosa mulut). Pada PJB golongan ini
kelainan dibagi atas patofiologinya, ada yang menyebabkan aliran darah ke paru yang
berkurang (tetralogy of fallot, Tricuspid atresia, Total anomalous pulmonary venous
connection dengan obstruksi) dan yang menyebabkan aliran darah ke paru yang
bertambah (Total anomalous pulmonary venous connection tanpa obstruksi, dan
Truncus arteriosus)
PJB non sianotik tidak menimbulkan gejala kebiruan, biasanya memiliki lesi
yang sederhana dan tunggal dibandingkan dengan PJB sianotik. Klasifikasi PJB non
sianotik dibedakan dari beban fisiologis yang yang menonjol yaitu : lesi yang
menaikan beban volume jantung (ASD,VSD, AVSD, PDA) dan yang menyebabkan
kenaikan beban tekanan jantun (stenosis katup pulmonal, stenosis katup aorta,
stenosis katup tricuspid, koarktasio aorta)3
Tetralogy of Fallot adalah kumpulan dari 4 kelainan yang terdiri dari stenosis
katup pulmonalis, defek septum ventrikel, aorta overriding dan hipertrofi ventrikel
kanan, berat atau tidaknya gejala klinis yang ditimbulkan ditentukan dari derajat
hambatan sirkulasi pulmoner.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Gambar 2.1 Proses embriogenesis jantung
7
b. Looping
Proses perkembangan selanjutnya dikenal sebagai suatu pembentukan
“loop” antara atrium dengan komponen inlet ventrikel dan antara
komponen inlet dan outlet ventrikel. Sinus venosus yang tertanam kuat
pada septum transversum menjadi bagian dari ujung tabung yang terfiksasi.
Perkembangan bertahap menyebabkan atrium primitif bergeser ke arah
sinus venosus, sehingga terbentuk lengkungan ke kanan antara atrium dan
segmen inlet ventrikel. Pada komponen inlet dan outlet juga terbentuk
lengkung dengan sudur sebesar 180º, sehingga trunkus berada di depan dan
kanan kanalis atrioventrikulari. Biasanya proses looping ini terjadi ke arah
kanan, sehingga disebut sebagai dextro ventricular looping (gambar 2.2).
8
Septasi jantung kini terjadi pada sekitar 27 sampai hari ke 37
perkembangan embrio dengan panjang sekitar 5 mm menjadi 16-17 mm.
Kini jantung terlihat dari luar sudah seperti jantung yang matur, walaupun
bagian dalam tetap masih seperti tabung namun sudah mulai terbentuk
ruangan-ruangan primitif. Pada tahap ini terjadi septasi atrium dan
ventrikel. Kanalis atrioventrikularis dipisahkan oleh bantalan endokardium
(endocardial cushion) superior dan inferior, yang bersatu di tengah dan
terbagi menjadi orificium kanan dan kiri. Atrium primitif disekat septum
primum yang tumbuh dari atap atrium mendekati bantalan endokardium.
Celah antara septum primum dan bantalan endokardium disebut ostium
primum. Selanjutnya fusi septum primum dan bantalan endokardium
menutup ostium primum. Untuk mempertahankan hubungan interatrial,
tepi atas septum terlepas ke bawah membentuk foramen sekundum.
Selanjutnya lipatan yang terbentuk di kanan dinding atrium primitif
menutup foramen sekundum dan melapisi bagian bawah septum primum.
Celah antara kedua sekat ini disebut foramen ovale. Foramen ovale dijaga
pada sisi kirinya oleh sebuah flap jaringan yang berasal dari septum
primum, yang berfungsi sebagai katup satu arah yang memungkinkan darah
terus mengalir dari kanan ke kiri selama kehidupan intrauterus. Saat lahir,
seiring dengan turunnya resistensi vaskuler paru dan meningkatnya tekanan
arteri sistemik, tekanan di atrium kiri meningkat melebihi tekanan di atrium
kanan sehingga terjadi penutupan fungsional foramen ovale.
Septasi dari septum ventrikel: Pada embrio ukuran 5mm, ventrikel
primitif kiri dan kanan berhubungan melalui foramen interventrikular.
Setelah looping kelak akan terbentuk kantung-kantung dari komponen inlet
dan outlet ventrikel. Kantong yang terbentuk dari komponen inlet akan
menjadi daerah trabekular ventrikel kiri, sedangkan kantung dari
komponen outlet menjadi daerah trabekular ventrikel kanan. Akibat
pembentukan kantung ini terjadilah septum trabekular yang kelak akan
9
menjadi bagian bawah dari cincin lubang antara komponen inlet dan outlet
ventrikel. Foramen ini akan tertutup melalui sekat muskular
interventrikular septum dari bawah ke atas. Kedua ventrikel primitif ini
mulai berdilatasi pada akhir minggu ke-4. Permukaan miokardium mulai
menjadi kasar, dan dikelilingi oleh endokardium sehingga terbentuk
trabekula. Trabekula ini berguna pada proses perkembangan jantung janin
dimana karena belum terbentuknya sistem koroner jantung. Sehingga darah
dari placenta yang mengandung oksigen serta nutrisi, masuk kedalam
rongga-rongga trabekula-trabekula dan kontak dengan endokardium dan
miokardium, dan melakukan difusi. Selain itu struktur dari trabekula juga
berguna mengurangi kontraksi dari ventrikel sehingga tidak diperlukan
dinding ventrikel yang sangat tebal.
Pembagian ventrikel tunggal menjadi ventrikel kiri dan kanan terjadi
antara minggu ke 4 dan minggu ke 8 kehidupan mudigah, bersamaan
dengan pembagian atrium tunggal menjadi atrium kiri dan kanan. Septum
ventrikel yang pertama terbentuk adalah pars membranasea, yang
kemudian bergabung dengan endocardial cushion dan bulbus kordis
(bagian proksimal trunkus arteriosus). Pars muskularis septum kemudian
mulai terbentuk, bersama dengan pertumbuhan lebih lanjut bulbus kordis
dan endocardial cushion. Hasil akhir perkembangan ini adalah
terbentuknya septum ventrikel pars membranasea dan pars muskularis,
serta katup mitral yang mempunyai kontak jaringan dengan aorta,
sedangkan katup tricuspid dan katup pulmoner terpisah. Salah bentuk pada
proses ini dapat menyebabkan lubang pada septum ventrikel, yang dapat
terletak tinggi di atas krista supraventrikularis, di bawah krista
supraventrikularis pada pars membranasea, atau pada pars muskularis
septum.
10
Gambar 2.3 Proses septasi ruang- ruang pada jantung janin
d. Migrasi
Bersama dengan septasi kanalis atrioventrikularis dengan terbentuknya
bantalan endokardium yang telah diuraikan, terjadi juga pergeseran
(migrasi) segmen inlet ventrikel, sehingga orifisium atrioventrikular kanan
kan berhubungan dengan daerah trabekular ventrikel kanan. Pada saat yang
sama terbentuk septum inlet antara orifisium atrioventrikular kanan dan
kiri, sehingga ventrikel kiri hanya mempunyai inlet.
Darah yang masuk ke ventrikel kiri harus melalui lubang yang
dibentuk oleh septum inlet, septum trabekular, dan lengkung jantung
bagian dalam (inner heart curvature), masuk ke dalam ventrikel kanan dan
baru dapat keluar ke aortic outflow tract. Dalam perkembangan selanjutnya
aortic outflow akan bergeser ke arah ventrikel kiri dengan absorbsi dan
perlekatan dari inner heart cuvatrue. Sekarang kedua ventrikel ini masing-
masing sudah memiliki inlet, outlet dan trabekular. Pergeseran aorta ke
arah ventrikel kiri ini akan menyebabkan septum outlet (infundibular)
11
berada pada satu garis dengan septum inlet dan septum trabekular.
Komunikasi antara kedua ventrikel ini masih tetap ada, dan lubang baru
yang terbentuk selanjutnya akan tertutup oleh septum membranosa. Jadi
septum ventrikel terdiri dari 4 bagian, yaitu septum trabekular, septum
inlet, septum infundibular dan septum membranasea. Gangguan dari proses
pembentukan sekat interventrikular ini akan mengakibatkan terjadinya
defek septum ventrikel.
12
Sirkulasi in utero pada fetus, didesain untuk mencocokan dengan
fungsi paru dari fetus yang belum bisa melakukan pertukaran gas, sedangkan
sistem sirkulasi transisional ditandai dengan mulai berfungsinya paru-paru
dari janin sehingga dapat melakukan fungsi pertukaran gas.
Sirkulasi in utero dimulai dari vena umbilikalis yang membawa darah
yang telah teroksigenasi dari plasenta. Kira-kira 50% dari jumlah darah pada
vena umbilikalis masuk ke pembuluh duktus venosus, memintas sirkulasi
intrahepatik dan langsung masuk ke vena kava inferior, sedangkan 50%
lainnya masuk ke masuk ke vena porta kemudian masuk ke dalam vena kava
inferior. Sampai tahap ini, vena kava inferior mengandung campuran darah
yang teroksigenasi yang merupakan darah dari sirkulasi plasenta dan darah
terdeoksigenasi yang berasal dari sirkulasi sistemik dan sirkulasi intrahepatik,
Hal ini menyebabkan, perbedaan tekanan oksigen antara darah yang datang
dari vena kava inferior dan darah yang berasal dari vena kava superior.
Perbedaan tekanan oksigen ini penting karena akan membedakan aliran dari
atrium kanan. Perbedaan ini bertujuan untuk mengarahkan darah yang
teroksigenasi masuk ke sirkulasi menuju otak dan miokardium sedangkan
darah yang terdeoksigenasi masuk ke sirkulasi plasenta untuk proses
oksigenasi. Darah dari vena kava inferior yang teroksigenasi sebagian besar
diarahkan ke arah atrium kiri lewat foramen ovale, hal ini dapat terjadi karena
adanya batas bawah dari septum sekundum yang memfasilitasi aliran darah
dari arah vena kava inferior masuk ke foramen ovale, sedangkan darah dari
vena kava superior akan diarahkan masuk ke ventrikel kanan. Dari atrium kiri,
darah akan bercampur dengan sedikit darah yang terdeoksigenasi dari
sirkulasi pulmoner, kemudian darah masuk ke ventrikel kiri dan menuju ke
aorta asenden. Selanjutnya, darah akan disebar ke 3 tempat utama yaitu 1) 9%
ke dalam sirkulasi koroner untuk perfusi miokardium; 2) 62% masuk ke
dalam arteri karotis dan subklavia untuk perfusi otak dan tubuh bagian atas; 3)
29% masuk ke aorta desenden untuk perfusi ke sisa dari tubuh fetus.
13
Sebagian kecil darah dari vena kava inferior akan bercampur dengan
darah dari vena kava superior di atrium kanan, akan diteruskan ke dalam
ventrikel kanan. Dari ventrikel kanan, darah akan dialirkan ke arteri
pulmonalis, 88% darah akan dialirkan masuk ke aorta desenden lewat duktus
arteriosus, sedangkan 12% sisanya akan dialirkan ke sirkulasi pulmoner. Hal
ini disebabkan karena tekanan paru pada fetus masih lebih tinggi
dibandingkan tekanan pada sirkulasi sistemik. Volume paru-paru fetus yang
belum mengembang dan alveolus yang banyak terisi amnion menyebabkan
tekanan yang tinggi, kandungan oksigen pada alveolus yang sedikit karena
cairan amnion menyebabkan vasokonstriksi dari arteri pulmonalis dan
menyebabkan tekanan meningkat lebih jauh lagi. 88% darah yang masuk ke
aorta desenden tersebut akan dialirkan ke bagian bawah tubuh janin dan
masuk ke arteri umbilikalis untuk memasuki sirkulasi plasenta agar terjadi
pertukaran gas.
14
Gambar 2.7
Sirkulasi Fetus
15
B. Sirkulasi Transisional
Setelah lahir, neonatus akan melakukan adaptasi untuk menyesuaikan
dengan kehidupan di luar kandungan. Perubahan yang mencolok adalah organ
paru-paru yang mulai berfungsi dan tertutupnya ketiga jalur shunting
(froamen ovale, duktus venosus dan duktus arteriosus).
Sesaat setelah lahir, pada tali pusat akan dilakukan clamping atau akan
terjadi vasokonstriksi secara natural pada vena dan arteri umbilikalis. Secara
bersamaan akan terjadi penurunan tekanan vaskular pada paru-paru yang
disebabkan karena pengembangan paru-paru secara mekanis saat neonatus
lahir, hal ini menyebabkan pelebaran dari arteri pulmonalis dan menurunkan
tekanan arteri pulmonalis. Peningkatan aliran darah paru terjadi secara
signifikan segera sesudah lahir, dan akan terus meningkat sampai beberapa
minggu sesudah kelahiran.
Peningkatan aliran darah ke arteri pulmonalis, berarti peningkatan
aliran darah ke vena pulmonalis dan atrium kiri. Hal ini menyebabkan
peningkatan tekanan pada atrium dan ventrikel kiri. Dalam waktu yang
bersamaan, konstriksi dari vena umbilikalis akan menyebabkan penurunan
aliran vena kava ke atrium kanan dan menyebabkan atrium dan ventrikel
kanan mengalami penurunan tekanan, hasil akhirnya adalah tekanan pada
atrium dan ventrikel kiri yang melebihi atrium dan ventrikel kanan. Tekanan
atrium kiri yang melebihi atrium kanan menyebabkan katup dari foramen
ovale mengalami penekanan ke arah septum sekundum dan menyebabkan
tertutupnya foramen ovale.
Oksigenasi yang adekuat setelah neonatus lahir akan menyebabkan
penurunan kadar prostaglandine E1 (PGE 1). PGE1 pada fetus meningkat
karena adanya hipoksia relatif dan hal ini menyebabkan vasodilatasi dari
duktus arteriosus. Saat kadar PGE1 menurun, duktus arteriosus berkontraksi
dan menutup jalur antara arteri pulmonalis dan aorta desenden.
16
Hasil akhir dari penutupan jalur shunting adalah terpisahnya sirkulasi
sistemik dan pulmoner secara utuh, meningkatnya volume sekuncup dari
ventrikel kiri dan menurunnya volume sekuncup dari ventrikel kanan. Hal ini
menyebabkan hipertrofi pada sel miokardium ventrikel kiri dan regresi
bertahap pada miokardium ventrikel kanan.
17
2.4 Epidemiologi tetralogy of fallot
Tetralogy of fallot merupakan jenis penyakit jantung bawaan tersering.
Sekitar 3-5% bayi yang lahir dengan penyakit jantung bawaan menderita jenis ToF.
Di AS, 10% kasus penyakit jantung kongenital adalah ToF, sedikit lebih banyak pada
laki-laki dibandingkan perempuan.7
18
2.6 Patofisiologi tetralogy of fallot
Arus darah dalam jantung tergantung pada keadaan stenosis arteri
pulmonalis. Makin parah stenosisnya, makin berat pula hipertrofi ventrikel kanan
dan arus kebocoran yang melalui VSD dari kanan ke kiri juga makin banyak.
Demikian juga semitransposisi aorta (overiding aorta) biasanya juga makin besar,
sehingga semakin banyak darah vena yang mengalir ke dalam aorta. Cyanosis
pun menjadi nyata sekali. Bila stenosis pada a. pulmonalis ringan saja, maka arus
kebocoran melalui VSD juga sedikit, semitransposisi aorta biasanya juga kecil,
sehingga cyanosis pun berkurang. Bahkan pada pasien dengan stenosis yang
sangat ringan, tekanan ventrikel kanan tidak cukup tinggi untuk menimbulkan R-
L shunt, sehingga masih didominasi oleh L-R shunt. Pada pasien ini disebut
sebagai “pink” or “ balanced” tetralogi fallot. Manifestasi klinik biasanya timbul
pada usia yang lebih besar, tetapi bila L-R shunt cukup besar, akan tampak
sebagai kelainan VSD pada bayi. 9
19
Gambar 2.8
hemodinamika tetralogy of fallot
Tetralogi fallot di klasifikasikan sebagai kelainan jantung sianotik oleh
karena pada Tetralogi fallot oksigenasi darah yang tidak adekuat di pompa ke
tubuh. Pada saat lahir, bayi tidak menunjukkan tanda sianosis, tetapi kemudian
dapat berkembang seperti kulit membiru setelah menangis atau setelah
pemberian makan. Pada Tetralogi fallot jumlah darah yg menuju paru kurang
oleh karena obstruksi akibat stenosis pulmonal dan ukuran A.pulmonalis lebih
kecil. Hal ini menyebabkan pengurangan aliran darah yg melewati katup
pulmonal. Darah yang kekurangan O2 sebagian mengalir ke ventrikel kiri,
diteruskan ke aorta kemudian keseluruh tubuh.
Shunting darah miskin O2 dari ventrikel kanan ke tubuh menyebabkan
penurunan saturasi O2 arterial sehingga bayi tampak sianosis atau biru. Sianosis
terjadi oleh karena darah miskin O2 tampak lebih gelap dan berwarna biru
sehingga menyebabkan bibir dan kulit tampak biru. Apabila penurunan
mendadak jumlah darah yang menuju paru pada beberapa bayi dan anak
mengalami cyanotic spells atau disebut juga paroxysmal hypolemic
spell, paroxymal dyspnoe, bayi atau anak menjadi sangat biru, bernapas dengan
cepat dan kemungkinan bisa meninggal.
Selanjutnya, akibat beban pemompaan ventrikel kanan bertambah untuk
melawan stenosis pulmonal, menyebabkan ventrikel kanan membesar dan
menebal (hipertrofi ventrikel kanan). Sebenarnya, secara hemodinamik yang
memegang peranan adalah VSD dan stenosis pulmonal, dan yang terpenting
adalah stenosis pulmonal. Misalnya VSD sedang kombinasi dengan stenosis
ringan, tekanan pada ventrikel kanan masih akan lebih rendah daripada tekanan
ventrikel kiri maka shunt akan berjalan dari kiri ke kanan. Bila anak dan jantung
semakin besar (karena pertumbuhan), maka defek pada sekat ventrikel relatif
lebih kecil, tapi derajat stenosis lebih berat sehingga arah shunt dapat berubah.
20
Pada suatu saat dapat terjadi tekanan ventrikel kanan sama dengan tekanan
ventrikel kiri, meskipun defek pada sekat ventrikel besar, shunt tidak ada. Tetapi
keseimbangan terganggu, misalnya karena melakukan pekerjaan, isi sekuncup
bertambah, tetapi obtruksi ventrikel kanan tetap, tekanan pd ventrikel kanan lebih
tinggi daripada tekanan ventrikel kiri maka shunt menjadi dari kanan ke kiri dan
terjadi sianosis. Jadi sebenarnya gejala klinis sangat bergantung pada derajat
stenosis, juga pada besarnya defek sekat. Bila katup sangat sempit (stenosis
berat) bayi akan sangat biru sejak lahir & membutuhkan operasi segera . Jika
stenosis anak ringan anak dapat tumbuh selama 1–2 tahun tanpa membutuhkan
apapun. Sebagian besar bayi berada di antara 2 variasi ini yg menjadi biru
dengan aktivitas ringan seperti makan atau menangis.6
21
Sianosis biasanya timbul pada usia 1 tahun pertama.paling mencolok pada muksoa
bibir dan mulut, dan pada kuku jari kaki dan tangan.
Pada bayi dengan derajat obstruksi aliran darah paru yang berat sianosis akan
tampak terlihat pada masa nonatus. Pada keadaan ini aliran darah paru masih
tergantung pada alira dari duktus arteriosus. Duktus akan menutup pada saat beberapa
jam setelah kelahiran, jika duktus menutup sianosis berat dan kolaps sirkulasi dapat
terjadi.
Dyspnoe terjadi ada saat kerja, bayi dan anak yang baru mulai berjalan akan
bermain secara aktif selama jagka waktu pendek namun kemudian akan berhenti
untuk istirahat. Khas pada penderita tetralogy of fallot adalah anak akan jongkok
untuk melegakan dyspnoe.
Pertumbuhan dan perkembangan mungkin terhambat pada ank dengan
tetralogy of fallotberat yang tidak ditangani. Status nutrisi anak biasanya akan lebih
rendah dibandingkan dengan anak-anak seusianya.
Nadi biasanya normal. Hemothoraks anterior kiridapat terlihat menggembung
ke anterior karena hipertrofi ventrikel kanan. Getaran sistolik dapat teraba di
sepanjang linea parasternalis kiri pada sela iga ke 3 - 4. Terdapat murmur sistolik
terdengar pada sepanjang linea parasternalis kiri, bising bisa ejeksi atau holosistolik
dan mungkin dapat didahului dengan bunyi klik. Murmur dapat terdengan keras dan
kasar jika stenosis derajatnya ringan- sedang, dan menjadi kurang mencolok jika
stenosis sudah menjadi berat. Jarang terdengar bising kontinyu. Bising ajntung
terdengar karena adanya turbulensi aliran melalui aliran keluar darah dari ventrikel
kanan.
Serangan hipersianotik paroksismal (serangan hipoksik) merupakan masalah
pada 2 tahun pertama kehidupan. Bayi menjadi hiperpnea dan gelisah, sianosis
bertambah, nafas terengah-engah dan dapat berlanjut hingga sinkop. Seerangan sering
terjadi pada pagi hari dan sesudah menangis keras. Serangan berlangsung singkat dan
tidak mematikan. Tetapi serangan dapat memberat disertai keluhan penurunan
kesadaran , kejang bahkan hemiparesis. Serangan disertai dengan pengurangan aliran
22
darah pulmonal yang terganggu dan lama kelamaan akan menyebabkan hipoksia
sistemik berat dan asidosis metabolic.
23
ke ventrikel kiri dan aorta tidak mengalami turbulensi karena tekanan sistol antara
ventrikel kanan dan kiri hampir sama.8
3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan X-Ray
Cardio-thoracic ratio pasien tetralogi fallot biasanya normal atau sedikit
membesar. Akibat terjadi pembesaran ventrikel kanan dengan konus pulmonal
yang hilang akibat kecilnya arteri pulmonalis, maka tampak apeks jantung
yang terangkat sehingga tampak seperti sepatu (coer en sabot).Corakan
vaskuler paru berkurang karena aliran darah pulmonal mengurang dan ukuran
arteri pulmonalis yang kecil. Bila terdapat kolateral yang banyak mungkin
corakan vaskuler paru tampak normal, atau bahkan bertambah. Aorta biasanya
besar dan pada 20% kasus arkus aorta terletak ke kanan.12
Gambar 2.9.
Hasil X-Ray pada pasien Tetralogi of Fallot
2. Pemeriksaan EKG
Pada pemeriksaan EKG pada pasien dengan penyakit TOF akan
menunjukan peningkatan kekuatan kontraksi pada ventrikel kanan ditandai
24
dengan gelombang R yang tinggi paad V1. Selain itu, atrium kanan akan
membesar dan dimanifestasikan oleh gelombang V1. Hipertrofi ventrikel
kanan ini ditunjukan dengan deviasi axis kanan.12
Gambar 2.10.
Hasil EKG pada pasien ToF
3. Pemeriksaan Echocardiogram
Echocardiogram merupakan alat yang digunakan rata-rata untuk
mendiagnosis penyakit Tetralogi of Fallot TOF. Echocardiogram akan
menunjukan gambaran ventricular septal defect (VSD) dengan overrriding
aorta, stenosis pulmonal dan right ventricular hypertrophy. Gambaran seperti
ini akan kita temukan pada dioagnosis klinis dari TOF. Pada pemeriksaan
echocargiogram di bawah, warna biru dari kedua ventrikel yaitu ventrikel ki
dan kanan masuk melalui karena overriding aorta melewati VSD.12
25
Gambar 2.11.
Hasil Echocardiogram pada ToF
26
Koreksi total: untuk anak dengan BB > 10 kg : tutup VSD +
reseksi infundibulum.
o Tatalaksana gagal jantung kalau ada.
o Tatalaksana radang paru kalau ada.
o Pemeliharaan kesehatan gigi dan THT, pencegahan endokarditis.
Tatalaksana rawat jalan
o Derajat I :
Medikametosa : tidak perlu
Operasi (rujukan ) perlu dimotivasi, operasi total dapat
dikerjakan kalau BB > 10 kg. Kalau sangat sianosis/ada
komplikasi abses otak, perlu dilakukan operasi paliatif.
Kontrol : tiap bulan.
o Derajat II dan III :
Medikamentosa ; Propanolol
Operasi (rujukan) perlu motivasi, operasi koreksi total dapat
dikerjakan kalau BB > 10 kg. Kalau sangat sianosis/ada
komplikasi abses otak, perlu dilakukan operasi paliatif.
Kontrol : tiap bulan
Penderita dinyatakan sembuh bila : telah dikoreki dengan
baik.
Pengobatan pada serangan sianosis
o Usahakan meningkatkan saturasi oksigen arteriil dengan cara :
Membuat posisi knee chest atau fetus
Ventilasi yang adekuat
o Menghambat pusat nafas denga Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kg im atau
subkutan
o Bila serangan hebat bisa langsung diberikan Na Bic 1 meq/kg iv untuk
mencegah asidosis metabolik
27
o Bila Hb < 15 gr/dl berikan transfusi darah segar 5 ml/kg pelan sampai
Hb 15-17 gr/dl
o Propanolol 0,1 mg/kg iv terutama untuk prolonged spell diteruskan
dosis rumatan 1-2 mg/kg oral
Tujuan pokok dalam menangani Tetralogi Fallot adalah koreksi primer yaitu
penutupan defek septum ventrikel dan pelebaran infundibulum ventrikel kanan.
Umunya koreksi primer dilaksanakan pada usia kurang lebih 1 tahun dengan
perkiraan berat badan sudah mencapai sekurangnya 8 kg. Namun jika syaratnya
belum terpenuhi, dapat dilakukan tindakan paliatif, yaitu membuat pirau antara arteri
sistemik dengan dengan arteri pulmonalis, misalnya Blalock-Tausig shunt (pirau
antara A. subclavia dengan cabang A. pulmonalis). Bila usia anak belum mencapai 1
tahun atau berat badan.
Orang tua dari anak-anak yang menderita kelainan jantung bawaan bisa diajari
tentang cara-cara menghadapi gejala yang timbul:
- Menyusui atau menyuapi anak secara perlahan
- Memberikan porsi makan yang lebih kecil tetapi lebih sering.
- Mengurangi kecemasan anak dengan tetap bersikap tenang.
- Menghentikan tangis anak dengan cara memenuhi kebutuhannya. -
Membaringkan anak dalam posisi miring dan kaki ditekuk ke dada selama
serangan sianosis.
MONITORING
Hal-hal yang perlu di monitor/ pantau pada penderita TOF antara lain :
- Keadaan umum
- Tanda utama
- Sianosis
- Gagal jantung
- Radang paru
28
- EKG
- Gejala abses otak
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tetralogi Fallot antara lain :
a) Trombosis otak. Sering terjadi pada anak usia kurang dari 2 tahun, biasanya
terjadi pada vena serebralis dan pada arteri serebralis. Leih sering terjadi jika
anak berada pada keadaan polisitemia berat dan dapat juga pada keadaan
dehidrasi.
b) Abses serebral. Sering terjadi pada anak diatas usia 2 tahun, awalnya
serangannya akut dan disertai demam. Dapat disertai dengan kelainan
neurologis yang lain tergantung dari lesi pada otaknya dan adanya penaikan
tekanan intrakranial. LED dan hitung jenis leukosit meningkat. Terapi
antibiotika masif dapat membantu menahan infeksi terlokalisasi
c) Perdarahan oleh karena trombositopenia
d) Endokarditis bakterial
29
BAB III
KESIMPULAN
30
dan polisitemia. Penderita ToF dengan komplikasi perlu diberi tata laksana yang
sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lantin MR. pediatric cardiology for the primary care pediatrician. Indian J
of Ped. 2005;72:513-18
2. Darren NR, Warren J. Risk to offspring of patients with some common
congenital heart defect. J med Genet 18:8, 1981
3. Behrman, Kliegman, Arvin. Penyakit jantung kongenital, dalam : ilmu
kesehatan anak nelson edisi 15 vol. 2. Editor bahasa Indonesia Wahab AS.
Jakarta :EGC.2000 ; p.1571-4
4. Usman A. kelainan kardiovaskuler. Dalam : buku ajar neonatologi edisi
pertama. Jakarta : ikatan dokter anak Indonesia.2008 ;p.31-6
5. Behrman, Kliegman, Arvin. Sirkulasi peralihan, dalam : ilmu kesehatan
anak nelson edisi 15 vol. 2. Editor bahasa Indonesia Wahab AS. Jakarta
:EGC.2000 ; p.1568-71
31
6. Frederique Bailliard and Robert H Anderson. Tetralogy of Fallot.
Orphanet Journal of Rear Disease. 2009. doi:10.1186/1750-1172-4-2
7. Apitz C, Webb GD, Redington AN. Tetralogy of Fallot. Lancet 2009;
374(9699): 1462–71.
8. Ali, Narisha MS, PA-C. Journal of the American Academy of Physician
Assistants: June 2015 - Volume 28 - Issue 6 - p 65–66
doi:10.1097/01.JAA.0000462058.86000.b6
9. Soetikno RD. Gambaran foto thoraks pada congenital heart disease.
Bandung : Universitas Padjajaran. 2016
10. Fernandez MMG. Tetralogy of Fallot : From Fetus to Adult. 2010.
Portugal: Faculdade de Midicina Universidade do Porto; 2010.
11. Behrman, Kliegman, Arvin. Sirkulasi peralihan, dalam : ilmu kesehatan
anak nelson edisi 15 vol. 2. Editor bahasa Indonesia Wahab AS. Jakarta
:EGC.2000 ; p.1601-02
12. The University of Chicago. Tetralogy of fallot. Diunduh dari
:https://pedclerk.bsd.uchicago.edu/sites/pedclerk.uchicago.edu/files/uploa
ds/Tetralogy%20of%20Fallot.pdf
13. Behrman, Kliegman, Arvin. Sirkulasi peralihan, dalam : ilmu kesehatan
anak nelson edisi 15 vol. 2. Editor bahasa Indonesia Wahab AS. Jakarta
:EGC.2000 ; p.1604
14. Behrman, Kliegman, Arvin. Sirkulasi peralihan, dalam : ilmu kesehatan
anak nelson edisi 15 vol. 2. Editor bahasa Indonesia Wahab AS. Jakarta
:EGC.2000 ; p.1603
15. Davies LK, Knauf DG. Anesthetic Management for Patiens with
Congenital Heart Disease. In: Hensley FA, Martin DE, Grav Lee. editor.
A Practical Approach to Cardiac Anesthesia. 3rd ed. Philadelphia:
Lippincott Wiliams & Wilkins; 2003. p. 391 – 93
32