Nama Anggota :
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah “Gangguan
Sistem Imun Dengan Psoriasis” tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan motivasi dari berbagai pihak,
penulis tidak mungkin dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Oleh karena itu
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua elemen yang turut membantu
dalam proses penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, dan dapat
memberikan tambahan wawasan bagi para pembaca. Meskipun penulis menyadari bahwa
makalah ini masih terdapat kekurangan, karena tak ada satupun yang sempurna di dunia
ini, demikian dengan tulisan ini. Oleh karena itu, kritik yang membangun kami harapkan
dari para pembaca, demi penulisan makalah selanjutnya yang lebih baik. Terima Kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
MAKALAH...........................................................................................................................1
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................4
B. Tujuan.................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................5
2.1 Definisi................................................................................................................5
2.2 Prevalensi............................................................................................................5
2.3 Kulit.....................................................................................................................6
2.4 Diagnosis.............................................................................................................7
2.6 Etiologi................................................................................................................9
2.8 Patofisiologi.......................................................................................................11
BAB III...............................................................................................................................17
PENGOBATAN PSORIASIS......................................................................................17
3.4.....................................................................................................Fotokemoterapi
.................................................................................................................................42
3.5 Kombinasi, Rotasi serta Urutan Terapi.........................................................43
BAB IV..............................................................................................................................43
STUDI KASUS............................................................................................................43
BAB V...............................................................................................................................45
A. Kesimpulan.......................................................................................................45
B.........................................................................................................................Saran
.................................................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................46
LAMPIRAN........................................................................................................................47
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psoriasis merupakan sejenis penyakit kulit yang penderitanya mengalami
proses pergantian kulit yang terlalu cepat. Kemunculan penyakit ini terkadang
untuk jangka waktu lama atau timbul/hilang. Berbeda dengan pergantian kulit
pada manusia normal yang biasanya berlangsung selama tiga sampai empat
minggu, proses pergantian kulit pada penderita psoriasis berlangsung secara cepat
yaitu sekitar 2–4 hari, (bahkan bisa terjadi lebih cepat) pergantian sel kulit yang
banyak dan menebal.
Psoriasis dapat dijumpai di seluruh belahan dunia dengan angka kesakitan
(insidens rate)yang berbeda. Segi umur, Psoriasis dapat mengenai semua usia,
namun biasanya lebih kerap dijumpai pada dewasa.
Di dunia, penyakit kulit ini diduga mengenai sekitar 2 sampai 3 persen
penduduk. Data nasional prevalensi psoriasis di Indonesia belum diketahui.
Namun di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, selama tahun 2000 sampai 2001,
insiden psoriasis mencapai 2,3 persen. Penyakit ini tidak mengenal usia, semua
umur dapat terkena. Tapi puncak insidensinya di usia dua puluhan dan lima
puluhan.
Tidak ada fakta yang menunjukkan bahwa penyakit ini lebih dominan
menyerang salah satu jenis kelamin. Pria maupun wanita memiliki peluang yang
sama untuk terserang penyakit ini.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran
yang nyata tentang penyakit psoriasis dan tentang pelaksanaan Askep pada klien
dengan psoriasis dengan menggunakan metode keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Psoriasi adalah suatu penyakit peradangan kronis pada kulit dimana
penderitanya mengalami proses pergantian kulit yang terlalu cepat. Penyakit ini
secara klinis sifatnya tidak mengancam jiwa dan tidak menular tetapi karena
timbulnya dapat terjadi pada bagian tubuh mana saja sehingga dapat menurunkan
kualitas hidup seseorang bila tidak dirawat dengan baik. (Effendy, 2005)
Psoriasis penyakit kulit kronik residif dengan lesi yang khas berupa
bercak-bercak eritema berbatas tegas di tutupi oleh skuama tebal berlapis-lapis
berwarna putih mengkilat.(Siregar, 2005).
2.2 Prevalensi
Psoriasis merupakan salah satu peradangan kulit yang sering terjadi dan
terdapat di seluruh dunia, prevalensi penyakit ini bervariasi pada setiap negara di
dunia, hal ini mungkin dikarenakan adanya faktor ras, geografi dan lingkungan.
Prevalensinya mulai dari 0,1% hingga 11,8%. Di literatur lain ada yang
menyebutkan 1-3% dari penduduk di negara-negara Eropa dan Amerika Utara
pernah menderita psoriasis. Dan ada lagi literatur yang melaporkan 1,5-3%
populasi di Eropa dan Amerika Utara pernah menderita psoriasis dan jarang
dijumpai pada Negara Afrika dan Jepang. Angka kejadian pada laki-laki dan
perempuan sama. Insiden pada orang kulit putih lebih tinggi dari pada orang yang
memiliki kulit berwarna, kasus psoriasis jarang dilaporkan pada bangsa Indian di
Amerika maupun bangsa Afrika. Karena kebanyakan penderita psoriasis memiliki
lesi-lesi yang tak hilang seumur hidupnya. Data nasional prevalensi psoriasis di
Indonesia belum diketahui. Namun di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, selama
tahun 2000 sampai 2001, insiden psoriasis mencapai 2,3 persen.
Psoriasis dapat terjadi pada semua usia, tetapi umumnya pada orang
dewasa muda. Awitan penyakit ini umumnya kurang pada usia yang sangat muda
dan orang tua. Dua kelompok usia yang terbanyak adalah pada usia antara 20 – 30
tahun dan yang lebih sedikit pada usia antara 50 – 60 tahun. Psoriasis lebih
banyak dijumpai pada daerah dingin dan terjadi pada musim hujan.
2.3 Kulit
Kulit dalah bagian tubuh paling luar. Segala kotoran, sinar matahari, asap
kendaraan yang menempel, akan berpengaruh. Kulit terdiri atas tiga bagian utama,
yaitu epidermis, dermis, dan hipodermis. Epidermis terdiri dari stratum korneum
yang kaya akan keratin, stratum lucidum, stratum granulosum yang kaya akan
keratohialin, stratum spinosum dan stratum basal yang mitotik. Dermis terdiri dari
serabut-serabut penunjang antara lain kolagen dan elastin. Sedangkan hipodermis
terdiri dari sel-sel lemak, ujung saraf tepi, pembuluh darah dan pembuluh getah
bening. pada kesehatan kulit.
2.4 Diagnosis
Diagnosis dilakukan berdasarkan penemuan lesi psoriasis pada pemeriksaan
fisik.
Riwayat medis pasien psoriasis seharusnya meliputi informasi mengenai
onset dan durasi lesi, adanya riwayat keluarga psoriasis, adanya faktor
pemicu, adanya faktor terapi antipsoriasis terdahulu (jika ada) yang
dilengkapi dengan data efikasi serta efek samping paparan terhadap senyawa
kimia dan toksin, serta riwayat alergi (makanan, obat, dan lingkungan).
Biopsi kulit terhadap lesi juga berguna dalam mengkonfirmasi diagnosis.
2.5 Gejala Klinis
Kulit penderita psoriasis awalnya tampak seperti bintik merah yang makin
melebar dan ditumbuhi sisik lebar putih berlapis-lapis. Tumbuhnya tidak selalu di
seluruh bagian kulit tubuh, kadang-kadang hanya timbul pada tempat-tempat
tertentu saja, karena pergiliran sel-sel kulit bagian lainnya berjalan normal. Lesi
kulit yang pertama kali timbul biasanya pada tempat-tempat yang mudah terkena
trauma antara lain : siku, lutut, sakrum, kepala dan genitalia, berupa makula
eritematus dengan batas jelas, tertutup skwama tebal dan transparan yang lepas
pada bagian tetapi dan lekat di bagian tengah. Skwama ini selalu menunjukkan
gambaran menebal yang konstan dan perlekatannya kendor.
Bentuk yang paling sering dijumpai adalah bentuk makula yaitu berupa
bercak yang dapat bulat atau oval dengan diameter satu sampai beberapa
sentimeter. Bentuk ini akan statis dalam jangka waktu yang lama yang apabila
terjadi eksaserbasi dapat memberikan perubahan bentuk klinik yang bermacam-
macam antara lain : bentuk anular, gyrata folikularis, gutara dan punktata.
Psoriasis pada kulit kepala dapat menyerupai ketombe. Penyakit psoriasis dapat
disertai dengan atau tanpa rasa gatal. Kulit dapat membaik seperti kulit normal
lainnya setelah warna kemerahan, putih atau kehitaman bekas psoriasis.
Pada beberapa jenis psoriasis, komplikasi yang diakibatkan dapat menjadi
serius, seperti pada psoriasis artropi yaitu psoriasis yang menyerang sendi,
psoriasis bernanah (psoriasis pustulosa) dan terakhir seluruh kulit akan menjadi
merah disertai badan menggigil (eritroderma). Selain itu psoriasis dapat
menyerang kuku dimana permukaan kuku menjadi keruh, kekuning-kuningan dan
terdapat cekungan-cekungan/pitting atau titik-titik/punctate, menebal dan terdapat
subungual hiper keratosis sehingga kuku terangkat dari dasarnya. Dalam hal ini
kuku tangan lebih sering diserang daripada kuku kaki. Psoriasis dapat menyerang
mukosa dan sendi-sendi terutama sendi kecil.
Vlek phernomena (phenomena bercak lilin) yaitu bila skuama psoriasis
dikerok akan terlihat warna keruh seperti kerokan lilin. Koebner phernomena :
bila pada kulit yang masih normal terkenal trauma maka akan timbul lesi baru
yang bersifat sama dengan lesi yang telah ada. Sifat seperti ini juga ditemukan
pada lichen planus, lichen nitidus, veruka plana dan eksematoid dermatitis.
2.6 Etiologi
Penyebab psoriasis adalah auto imun, terdapat predisposisi genetik tetapi
secara pasti diturunkannya tidak diketahui. Psoriasis tampaknya merupakan suatu
penyakit keturunan dan juga berhubungan dengan kekebalan dan respon
peradangan. Diketahui faktor utama yang menunjang penyebab psoriasis adalah
hiperplasia sel epidermis. Penyelidikan sel kinetik menunjukkan bahwa pada
psoriasis terjadi percepatan proliferasi sel-sel epidermis serta siklus sel
germinatum lebih cepat dibandingkan sel-sel pada kulit normal. Pergantian
epidermis hanya terjadi dalam 3-4 hari sedangkan turn over time epidermis
normalnya adalah 28-56 hari.. Faktor genetik sangat berperan, dimana bila orang
tuanya tidak menderita psoriasis, resiko untuk mendapat psoriasis 12 %,
sedangkan jika salah seorang orang tuanya menderita psoriasis resikonya
mencapai 34-39 %. Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik ialah bahwa
psoriasis berkaitan dengan HLA. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe :
Psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial dan berhubungan dengan
HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6 sedangkan psoriasis tipe II dengan awitan
lambat bersifat nonfamilial dan berhubungan dengan HLA-B27 dan Cw2 dan
Psoriasis Pustulosa berkorelasi dengan HLA-B27. Psoriasis merupakan kelainan
multifaktorial dimana faktor genetik dan lingkungan memegang peranan penting.
2.8 Patofisiologi
Mekanisme imun yang diperantai oleh sel memainkan peranan penting
dalam perkembangan psoriasis. Aktivasi imun yang diperantai oleh sel T
inflamator pada kulit membutuhkan dua sinyal sel T yang dimediasi oleh interaksi
sel-sel antara permukaan protein dengan APC (antigen-presenting cells), seperti
sel dendritik dan makrofag. Sinyal pertama merupakan interaksi antara reseptor
sel T dengan antigen yang diperkenalkan oleh APC, sedangkan sinyal kedua
(disebut sebagai konstimulasi) diperantai oleh berbagai interaksi permukaan.
Ketika sel T diaktivasi, sel tersebut bermigrasi dari nodus limfa dan aliran
darah ke kulit dan mensekresikan berbagai sitokin, terutama interferon-γ dan
interleukin-2, yang menginduksi perubahan patologis yang dikenal sebagai
psoriasis. Keratinosit lokal dan neutrofil menginduksi dihasilkannya sitokin lain,
seperti TNF-α (tumor necrosis factor-α) dan IL-8 (interleukin-8).
Sebagai akibat dari produksi dan aktivasi sel T patogenik, sel epidermal
psoriasis berproliferasi pada laju 7x lebih cepat daripada sel epidermal normal.
Proliferasi sel epidermal rupanya meningkat juga pada kulit normal pasien yang
beresiko psoriasis.
Genetik merupakan komponen yang berpengaruh secara signifikan pada
psoriasis. Studi terhadap antigen histokompatibilitas pada pasien psoriasis
mengindikasikan hubungan yang signifikan, terutama HLA-Cw6, yakni psoriasis
kemungkinan berkembang 9-15 kali lebih tinggi apabila terdapat hubungan
keluarga.
Iklim, stres, alkohol, merokok, infeksi, trauma, dan obat-obatan tertentu
dapat memperburuk psoriasis pada 80% pasien, sedangkan 90% pasien memburuk
pada cuaca dingin. Lesi psoriasis dapat berkembang pada daerah luka (seperti
bekas menggosok, pengambilan darah, gigitan serangga, operasi) pada kulit yang
nampak normal (respon Koebner). Litium karbonat, inhibitor ACE, tetrasiklin,
serta interferon dilaporkan dapat memperparah psoriasis.
3. Psoriasis Inversa
Inversa psoriasis ditemukan pada ketiak, pangkal paha, dibawah payudara,
dan di lipatan-lipatan kulit di sekitar kemaluan dan panggul. Tipe psoriasis ini
pertama kali tampak sebagai bercak (lesions) yang sangat merah. Bercak itu bisa
tampak licin dan bersinar. Psoriasis Inverse sangat (particularly irritating)
menganggu karena iritasi yang disebabkan gosokan/garukan dan keringat karena
lokasinya di lipatan-lipatan kulit dan daerah sensitif tender).
Psoriasis inversa, atau psoriasis lentur adalah umum pada orang gemuk
dan diperparah oleh gesekan dan keringat. Kondisi ini berkembang di lipatan kulit
yang ditandai sebagai halus, bercak mengkilap kulit merah, meradang dan lembab
dan bersisik lesi terutama di ketiak, selangkangan, di bawah payudara dan di
sekitar alat kelamin. Hampir terjadi sampai 2 - 6% dari orang yang menderita
psoriasis memiliki psoriasis inversa.
5. Psoriasis Eritroderma
Tipe psoriasis ini sangat berbahaya, seluruh kulit penderita menjadi merah
matang dan bersisik, fungsi perlindungan kulit hilang, sehingga penderita mudah
terkena infeksi. Hanya 1-2% dari orang yang menderita psoriasis memiliki
psoriasis eritroderma. Jenis psoriasis dapat dihitung sebagai yang terburuk dari
semua. Hasilnya kemerahan luas, gatal parah, nyeri dan ketidaknyamanan,
dehidrasi dan demam. Ini biasanya dipicu oleh kortikosteroid, kulit terbakar parah
atau sensitivitas terhadap cahaya selama pengobatan fototerapi, atau jenis lain dari
psoriasis yang tidak terkontrol.
Jangan meremehkan psoriasis eritroderma karena infeksi yang fatal dan
mengancam nyawa juga. Hal ini dapat menutupi seluruh tubuh Anda dengan ruam
merah yang dapat mengupas gatal atau terbakar intens. Peradangan kulit yang
ekstrim dan pengelupasan kulit mempengaruhi kemampuan tubuh untuk mengatur
suhu dan melakukan fungsi lainnya penghalang normal.
6. Psoriasis Eksudativa
Bentuk ini sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering, tetapi pada
bentuk ini kelainannya eksudatif seperti dermatitis akut.
7. Psoriasis Seboroik
Dermatitis seboroik paling sering terjadi pada dua puncak umur yakni
pada kelompok anak dan dewasa. Pada kelompok anak sering didapatkan pada 3
bulan pertama kehidupan dan kelompok dewasa dalam decade keempat hingga
ketujuh. Dermatitis seboroik pada anak khusunya pada kelompok bayi, dapat
sembuh spontan dalam usia 6 hingga 12 bulan, sementara dermatitis seboroik
pada orang dewasa dapat bersifat kronik dan membutuhkan perawatan seumur
hidup.
Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis
dan dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak
dan agak lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada
tempat seboroik.
8. Psoriasis Lain
1 Psoriasis kuku
Salah satu subtipe adalah psoriasis kuku, yang mempengaruhi satu
setengah aktif penderita psoriasis pustular. Psoriasis kuku mengacu pada
perubahan jari dan / atau kuku kaki yang disebabkan oleh penyakit. Karena
rasa sakit, Anda tidak dapat melakukan pekerjaan tangan yang jauh atau
berjalan sendiri bahkan untuk jarak pendek. Dalam kasus yang parah, di
mana psoriasis pustular dapat merusak kuku, kuku dapat rusak atau hilang
secara permanen. Psoriasis dari jari dan kuku dapat menyerupai kondisi
lain seperti infeksi jamur kronis atau radang kuku.
2 Psoriasis Artritis
Timbul dengan peradangan sendi, sehingga sendi terasa nyeri,
membengkak dan kaku, sama persis seperti gejala rematik. Pada tahap ini,
penderita harus segera ditolong agar sendi-sendinya tidak sampai terjadi
kropos.
BAB III
PENGOBATAN PSORIASIS
1. Keratolik
2. Kortikosteroid topikal
Indikasi :
Kortikosteroid topikal dipakai untuk mengobati radang kulit yang bukan
disebabkan oleh infeksi, khususnya penyakit eksim, dermatitis kontak, gigitan
serangga, dan eksim skabies bersama-sama dengan obat skabies. Kortikosteroid
menekan berbagai komponen reaksi pada saat digunakan saja; kortikosteroid sama
sekali tidak menyembuhkan dan bila pengobatan dihentikan, kondisi semula
mungkin muncul kembali. Obat-obat ini diindikasikan untuk menghilangkan
gejala dan penekanan tanda-tanda penyakit bila cara lain seperti pemberian
emolien tidak efektif.
Kortikosteroid topikal tidak berguna dalam pengobatan urtikaria dan
dikontraindikasikan untuk rosasea dan kondisi ulseratif karena kortikosteroid
memperburuk keadaan. Kortikosteroid tidak boleh digunakan untuk sembarang
gatal dan tidak direkomendasikan untuk akne vulgaris.
Cara pakai:
Kortikosteroid sistemik atau topikal yang kuat sebaiknya dihindari atau
diberikan pada psoriasis hanya di bawah pengawasan dokter spesialis karena
walaupun obat ini dapat menekan psoriasis dalam jangka pendek, bisa timbul
kekambuhan karena penghentian obat, bahkan kadang memicu psoriasis postula
yang hebat. Pemakaian kortikosteroid topikal yang kuat pada psoriasis yang luas
dapat menimbulkan efek samping sistemik dan lokal. Cukup meresepkan
kortikosteroid yang lebih lemah untuk jangka singkat (2-4 minggu) untuk
psoriasis fleksural dan wajah (catatan: pada wajah jangan digunakan yang lebih
kuat dari hidrokortison 1%). Pada kasus psoriasis kulit kepala boleh menggunakan
kortikosteroid yang lebih kuat, seperti betametason atau fluosinonid.
Secara umum kortikosteroid topikal yang paling kuat hanya dicadangkan
untuk dermatosis yang sukar diatasi, seperti diskoid kronik lupus eritematosus,
lichen simplex chronicus, hypertrophic lichen planus, dan palmoplantar
pustulosis. Kortikostreoid yang kuat tidak boleh digunakan pada wajah dan
fleksur kulit, tetapi kadang-kadang pada keadaan tertentu, dokter spesialis
meresepkannya untuk daerah tersebut dengan pengawasan khusus. Bila
pengobatan topikal gagal, injeksi kortikosteroid intralesi khusus digunakan hanya
pada kasus-kasus tertentu saja dengan lesi setempat, seperti parut keloid, lichen
planus hypertrofik atau alopecia localized areata.
Pada lesi perioral, krim hidrokortison 1% dapat digunakan dalam waktu
tidak lebih dari 7 hari untuk megatasi lesi radang yang tidak terinfeksi pada bibir
dan kulit di sekitar mulut. Salep atau krim hidrokortison dan mikonazol
bermanfaat pada inflamasi yang disertai infeksi oleh organisme yang peka,
terutama pada awal pengobatan (sampai sekitar 7 hari), misalnya keilitis angular.
Organisme yang rentan terhadap mikonazol adalah Candida sp dan beberapa
bakteri gram positif, termasuk streptokukokus dan stafilokokus.
Untuk pemakaian pada anak-anak, khususnya bayi, mereka sangat rentan
terhadap efek samping. Namun, jangan karena profil keamanan kortikosteroid
topikal, anak-anak menjadi tidak diobati. Tujuannya adalah untuk mengatasi
kondisi sebaik mugkin; pengobatan yang tidak memadai akan memperparah
kondisi. Kortikosteroid lemah, seperti salep hidrokortison 1% bermanfaat untuk
mengobati ruam popok dan untuk eksim atopik pada masa kanak-kanak.
Kortikosteroid sedang sampai kuat cocok untuk eksim atopik parah pada anggota
badan, digunakan hanya 1-2 minggu. Bila kondisi membaik, ganti ke sediaan yang
kurang kuat. Pada keadaan kambuhan akut eksim atopik, cocok digunakan sediaan
kortikosteroid kuat dalam jangka pendek untuk mengendalikan kondisi penyakit.
Penggunaan harian terus-menerus tidak dianjurkan meskipun kortikosteroid
ringan, seperti hidrokortison 1% sebanding betametason 0,1% yang digunakan
sesekali. Untuk bayi di bawah 1 tahun, hidrokortison merupakan satu-satunya
kortikosteroid yang direkomendasikan penggunaannya. Kortikosteroid lain
dengan potensi lebih kuat dikontraindikasikan. Untuk anak usia di atas 1 tahun,
kortikosteroid topikal dengan potensi kuat-sedang sebaiknya digunakan dengan
sangat hati-hati dan hanya digunakan dalam jangka pendek (1-2 minggu).
Kortikosteroid yang sangat poten hanya dapat digunakan berdasarkan konsultasi
dengan dokter spesialis kulit.
Kortikosteroid topikal untuk anak digunakan pada kondisi sebagai
berikut:
a. Gigitan dan sengata serangga – kortikosteroid dengan potensi ringan,
seperti krim hidrokortison 1%.
b. Ruam kulit yang disertai inflamasi berat akibat penggunaan popok pada
bayi di atas 1 bulan – kortikosteroid dengan potensi ringan, seperti
hidrokortison 0,5 atau 1% selama 5-7 hari (dikombinasikan dengan
antimikroba jika terjadi infeksi).
c. Eksim ringan hingga sedang, fleksural, dan eksim wajah atau psoriasis –
kortikosteroid ringan, seperti hidrokortison 1%.
d. Eksim berat di sekitar badan dan lengan pada anak usia di atas 1 tahun –
kortikosteroid dengan potensi kuat atau kuat-sedang selama hanya 1-2
minggu, segera ganti ke sediaan dengan potensi lebih ringan pada saat
kondisi membaik.
e. Eksim di sekitar area kulit yang mengeras, misal telapak kaki, -
kortikosteroid topikal dengan potensi kuat dalam kombinasi dengan urea
atau asam salisilat untuk meningkatkan penetrasi kortikosteroid.
Pilihan formulasi :
Yang biasa digunakan adalah krim larut air untuk lesi yang lembab atau
eksudatif dan salep umumnya dipilih untuk lesi yang kering, bersisik, atau bila
efek oklusif diperlukan. Losio mungkin berguna bila aplikasi minimal dibutuhkan
untuk daerah yang luas atau untuk pengobatan luka eksudatif. Perban oklusif
polythene meningkatkan absorpsi, tetapi juga meningkatkan efek samping; karena
itu, dipakai hanya di bawah pengawasan dalam jangka waktu pendek untuk daerah
kulit yang sangat tebal, seperti telapak tangan dan kaki.
Penambahan urea atau asam salisilat meningkatkan penetrasi dari
kortikosteroid. Sediaan yang mengandung kortikosteroid paling ringan dengan
dosis efektif terendah merupakan salah satu pilihan; sedapat mungkin
pengenceran harus dihindari.
Peringatan :
Hindari penggunaan jangka panjang kortikosteroid topikal pada wajah
karena dapat meninggalkan bekas luka dan hindarkan dari mata. Pada anak-anak
hindari penggunaan jangka panjang dan penggunaan kortikosteroid kuat atau
sangat kuat; apabila digunakan, harus di bawah pengawasan dokter spesialis.
Peringatan keras juga ditujukan pada dermatosis pada bayi, termasuk ruam popok,
pengobatan sebaiknya dibatasi 5-7 hari. Pada psoriasis penggunaan kortikosteroid
kuat dan sangat kuat pada psoriasis dapat menyebabkan penyakit muncul lagi,
timbulnya psoriasis pustular yang merata dan toksisitas lokal dan sistemik.
Kontraindikasi :
Lesi kulit akibat bakteri, jamur atau virus yang tidak diobati; jerawat
rosasea dan perioral dermatitis; kortikosteroid kuat dikontraindikasikan untuk plak
psoriasis dengan sebaran yang luas.
Efek Samping :
Kelompok kortikosteroid sedang dan lemah jarang menyebabkan efek
samping. Semakin kuat sediaannya, semakin perlu untuk berhati-hati karena
absorbsi dari kulit dapat menyebabkan penekanan adrenal dan Cushing syndrome
tergantung dari daerah tubuh yang diobati dan lamanya pengobatan. Perlu diingat
bahwa absorbsi terbanyak terjadi dari kulit yang tipis, permukaan kasar, serta
daerah lipatan kulit dan absorpsi ditingkatkan oleh adanya oklusi.
Catatan :
Untuk meminimalkan efek samping kortikosteroid topikal, pemakaian
sediaan ini hendaknya dioleskan tipis saja pada daerah yang akan diobati dan
gunakan kortikosteroid yang paling kecil kekuatannya, tapi efektif.
Frekuensi aplikasi :
Sediaan kortikosteroid sebaiknya diberikan sekali atau dua kali sehari saja.
Tidak perlu mengoleskan obat ini lebih sering. Kortikosteroid topikal diratakan
secara tipis pada kulit. Panjang/ banyaknya salep/ krim yang dikeluarkan dari tube
dapat digunakan untuk menentukan banyaknya obat yang dioleskan pada kulit.
Mencampur sediaan topikal pada kulit sedapat mungkin dihindari;
sekurang-kurangnya sebaiknya berselang 30 menit antara pemakaian sediaan yang
berbeda. Penggunaan emolien sesaat sebelum pemakaian kortikosteroid adalah
tidak tepat.
Beprosone®, Diprosone
Betametason
Psoriasis, lihat di atas OV®, Mesonta®, Oviskin®,
Dipropionat
Scanderma®
Hydrocortisone®,
Radang kulit ringan sepeti
Hidrokortison Berlicort®, Kemicort®,
eksim, ruam popok
Omnicort®
3. Analog vitamin D
a. Vitamin D dan analognya menginhibisi diferensiasi dan proliferasi
keratinosit serta memiliki efek antiinflamasi dengan mengurangi IL-8 dan
IL-2. Penggunaan vitamin D itu sendiri dibatasi sebab adanya
kecenderungan untuk menyebabkan hiperkalsemia.
b. (Dovonex) merupakan analog vitamin D sintetik yang digunakan untuk
plak psoriasis yang ringan hingga sedang. Perbaikan biasanya nampak
dalam 2 minggu setelah terapi dan kurang lebih 70% pasien menunjukkan
perbaikan yang signifikan setelah 8 minggu. Efek samping terjadi pada
kurang lebih 10% pasien dan meliputi lesi dan sensasi terbakar serta pedih
di sekeliling lesi. Kalsipotrien 0,005% baik dalam krim, salep atau larutan
digunakan 1-2 kali sehari, tetapi tidak lebih dari 100 gram/minggu.
c. Calcitriol dan Tacalcitol merupakan derivat vitamin D yang lain.
d. Kalsipotriol, Kalsitriol dan Takalsitol biasa digunakan untuk pengobatan
plak psoriasis. Penggunaannya sebaiknya dihindari pada pasien dengan
kelainan metabolisme kalsium dan digunakan dengan hati-hati pada
psoriasis eksfoliatik eritrodermik atau pustular yang tergeneralisasi
(peningkatan resiko hiperkalsemia). Reaksi kulit lokal (gatal, eritema, rasa
terbakar, parestesia dan dermatitis) biasa terjadi. Tangan sebaiknya dicuci
dengan bersih setelah penggunaan untuk menghindari perpindahan ke
lokasi tubuh yang lain. Perburukan psoriasis juga dilaporkan.
e. Contoh sediaan Kalsipotriol : Daivonex®, Daivobet®.
4. Tazaroten
a. Tazaroten (Tazorac) ialah retinoid sintetik yang dihidrolisis menjadi
metabolit aktif, yakni asam tazarotenat, yang kemudian memodulasi
proliferasi dan diferensiasi keratinosit.
b. Tersedia sebagai gel dan krim 0,05% atau 0,1% dan digunakan sekali
sehari (biasanya di sore hari) untuk plak psoriasis yang ringan hingga
sedang. Gel 0,1% sedikit lebih efektif, tetapi gel 0,05% lebih sedikit
menyebabkan iritasi.
c. Efek samping yang terjadi bergantung pada dosis dan frekuensi; meliputi
pruritis, rasa terbakar, pedihm dan eritema dengan tingkat keparahan yang
ringan hingga sedang.
d. Penggunaan gel pada kulit yang eksim atau lebih dari 20% area
permukaan tubuh tidak direkomendasikan sebab dapat memicu absorpsi
sistemik secara ekstensif.
e. Tazaroten sering digunakan bersamaan dengan kortikosteroid topikal
untuk menurunkan efek samping lokal serta meningkatkan efikasi.
Efek samping Sangat sedikit yang melaporkan adanya reaksi kontak alergi.
Iritasi sementara pada area kulit yang tidak terkena
psoriasis. Pewarnaan rambut, kuku dan pakaian mungkin
terjadi.
1. Acitretin
Indikasi Psoriasis
1. Siklosporin.
a. Siklosporin menunjukkan aktivitas imunosupresif dengan mengihibisi
fase pertama aktivasi sel T. Siklosporin juga menginhibisi pelepasan
mediator inflamasi dari sel mast, basofil, dan sel polimorfonuklear
b. Biasanya digunakan dalam penanganan manifestasi kutan dan artritis
akibat psoriasis yang parah. Terapi secara terus-menerus selama lebih
dari 2 tahun dapat meningkatkan resiko kecacatan yang meliputi
kanker kulit dan penyakit limfoproliferatif.
Table 3.6
2. Metotreksat
a. Diindikasikan untuk psoriasis yang sedang hingga parah begitu juga
dengan psoriasis arthritis.
b. Merupakan analog sintetik asam folat yang bertindak sebagai
inhibitor kompetitif dari enzim dihidrofolat reduktase yang
bertanggungjawab dalam konversi dihidrofolat menjadi
tetrahidrofolat. Tetrahidrofolat merupakan kofaktor penting dalam
sintetis nukleotida timidilat dan purin yang dibutuhkan dalam
sintetis DNA dan RNA.
c. Metotreksat menghambat replikasi dan fungsi sel T dan B serta
menekan sekresi berbagai jenis sitokin. Metotreksat juga menekan
pembelahan sel epidermal.
d. Sebaiknya dihindari bagi pasien infeksi aktif sebab adanya aktivitas
imunosupresif dari metroteksat.
Kontra indikasi Ibu hamil dan menyusui, pasien dengan infeksi aktif
Mekanisme Obat
Menambah atau sinergis (toksisitas) Ethanol
Pyrimethamine
Trimethoprim-sulfamethoxazole
Menurunkan eliminasi metroteksat Aminoglycoside
pada ginjal Cephalotin
Colchicines
NSAID (naproxen, ibuprofen)
Penicillins
Phenylbutazone
Probenecid
Salicylates
Sulfonamides
Pemindahan metroteksat dari ikatan Barbiturates
protein Phenytoin
Probenecid
Retinoids
Salicylates
Sulfonamides
Sulfonylureas
Tetracycline
Hepatotoksisitas Ethanol
Retinoids
Akumulasi intraselular metroteksat Dipyridamole
3. Takrolimus
Table 3.9
4. Mikofenolat Mofetil
Tabel 3.11
5. Sulfasalazin
6. 6-Tioguanin
Tabel 3.17
7. Hidroksiurea
Table 3.18
Agen biologis yang telah disetujui FDA untuk terapi psoriasis sedang
hingga berat ialah infliksimab, etanercept, alefacept, dan efalizumab. Satu lagi,
yakni adalimumab, telah disetujui FDA untuk terapi psoriasis ar tritis, tetapi belum
disetujui untuk psoriasis.
1. Infliksimab (remicade)
2. Etenercept
a. Etanercept (Enbrel) adalah bloker TNF-α yang lain berupa protein fusi
yang mengikat TNF-α secara kompetitif sehingga mengganggu
interaksinya dengan reseptor sel.
b. Diproduksi dengan menggunakan rekayasa genetik yang menggabungkan
domain ekstraseluler dari reseptor TNF-α dengan fragmen kristal Fc IgG 1
manusia.
c. Etanercept diperoleh dari manusia sehingga meminimalkan
imunogenisitas.
d. Baik dikombinasikan dengan metotreksat pada pasien yang tidak
merespon baik terapi metotreksat tunggal.
e. Diindikasikan untuk pasien dewasa dengan plak psoriasis kronik yang
sedang hingga parah yang menjadi kandidat untuk terapi sistemik atau
fototerapi.
3. Alfacept
a. Merupakan protein fusi dimerik yang mengkombinasikan domain LFA-3
manusia dengan bagian Fc dan IgG1 manusia.
b. Segmen LFA-3 alfacept mengikat CD2 pada sel T secara spesifik sehingga
menginhibisi aktivasi dan proliferasi sel T pada jaringan kutan, juga
menginduksi apoptosis selektif dari sel T memori-efektor sehingga
menurunkan limfosit sirkulasi total yang bergantung pada besarnya dosis.
c. Digunakan untuk terapi plak psoriasis sedang hingga parah juga untuk
psoriasis artritis.
d. Respon signifikan biasanya diperoleh setelah 3 bulan terapi.
4. Efalizumab
3.4 Fotokemoterapi
a. Fotokemoterapi umumnya terdiri dari terapi dengan sinar ultraviolet B dan
PUVA. Sinar UVB (290-320 nm) terus menjadi salah satu fotokemoterapi
yang penting dalam intervensi psoriasis. Panjang gelombang UVB yang
paling efektif untuk terapi psoriasis ialah 310-313 nm. Hal tersebut telah
dibuktikan dari berbagai studi klinik pada pasien dengan psoriasis tipe
plak.
b. Fototerapi UVB juga memberikan hasil yang lebih efektif ketika
ditambahkan dengan terapi sistemik, seperti metotreksat dan retinoid.
c. UV-A yang dikombinasikan dengan metoksalen oral (PUVA) merupakan
pendekatan fotokemoterapi. Kandidat untuk terapi PUVA biasanya
mengalami psoriasis yang melumpuhkan dengan tingkat keparahan sedang
hingga berat yang tidak memberikan respon terhadap terapi konvensional
baik topikal maupun sistemik.
d. PUVA sistemik terdiri atas obat oral yang berperan sebagai foto sensitizer
seperti 8-metoksipsalen (8-methoxypsoralen).
a. Acitretin + UV-B
b. Acitretin + fotokemoterapi menggunakan sinar UV-A (PUVA)
c. Metotreksat + UV-B
d. PUVA + UV-B
e. Metotreksat + siklosporin
STUDI KASUS
Status dermatologis :
Regio seluruh tubuh, makula eritematus batas tidak tegas dengan ukuran dan
bentuk yang bervariasi tepi tidak meninggi, diatasnya terdapat pustule yang
sebagian sudah pecah menjadi krusta, pus (+), sebagian makula juga tertutup
skuama.
Pemeriksaan Penunjang:
- Diusulkan pemeriksaan DL,UL,LFT,RFT, dan Albumin.
- Pemeriksaan Gram Staining, dan juga biopsi
Diagnosa :
-Psoriasis Pustulosa
Terapi :
- Paracetamol 3 x 500 mg karena pasien mengeluh panas.
- Mebhidrolin napadisilat 3x50 mg,p.o sebagai anti histamin karena pasien
mengeluh gatal.
- Methotrexate(MTX) 5 mg/12 jam selama 3 kali dalam seminggu karena
lesinya udah luas
- Terapi lain mungkin diberikan : infus albumin
BAB V
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit psoriasis
merupakan salah satu penyakit/gangguan sistem integumen dimana kulit
mengalami peradangan kronis (sering kambuh) yang disebabkan
oleh Genetik, Imunologik, Stres Psikik, Infeksi fokal, Faktor Endokrin,
Gangguan Metabolik, Obat-obatan, Alkohol dan merokok.
Penyakit ini terjadi pada setiap usia. Pada psoriasis ditunjukan adanya
penebalan epidermis dan stratum korneum dan pelebaran pembuluh-pembuluh
darah dermis bagian atas. Selain itu jumlah sel-sel basal yang bermitosis juga
meningkat.
Penderita biasanya mengeluh adanya gatal ringan pada tempat-tempat
predileksi, yakni pada kulit kepala, perbatasan daerah tersebut dengan muka,
ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral.
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak)
dengan skuama diatasnya.Skuama berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih serta
transparan. Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner.
Ada dua tipe pengobatan pada penderita psoriasis yaitu pengobatan
sistemik dan pengobatan topikal dimana pengobatan sistemik lebih banyak
memberikan efek samping.
B. Saran
Kepada mahasiswa atau pembaca disarankan agar dapat mengambil
pelajaran dari makalah ini sehingga apabila terdapat tanda dan gejala penyakit
psoriasis dalam masyarakat maka kita dapat melakukan tindakan yang tepat agar
penyakit tersebut tidak berlanjut ke arah yang lebih buruk.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Jual. 2004. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : ECG
Doenges, Marilyn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III. Jakarta : EGC
Effendy, B. 2005. Kualitas dan harapan hidup penderita psoriasis dapat
ditingkatkandengan terapi dini dan tepat.
Siregar, R. 2005. Saripati penyakit kulit edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Sukandar, Elin Yulinah, dkk. 2008. Iso Farmakoterapi. Jakarta: ISFI Penerbitan.
LAMPIRAN
1. Psoriasis Vulgaris
2. Psoriasis Gutata
3. Psoriasis Inversa
4. Psoriasis Eritroderma
5. Psoriasis Pustulosa
6. Psoriasis Seboroik
7. Psoriasis Kuku
8. Psoriasis Artritis