Anda di halaman 1dari 9

Biogas

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Jump to navigationJump to search

Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan
organik termasuk di antaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga),
sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik.
Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida.

Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan maupun untuk menghasilkan listrik.

Biogas dan aktivitas anaerobik[sunting | sunting sumber]

Biogas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah limbah
biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil Mengurai dan sekaligus mengurangi
volume limbah buangan. Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu
bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit.
Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah karena metana
merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan
dengan karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh
fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon
di atmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil.

Saat ini, banyak negara maju meningkatkan penggunaan biogas yang dihasilkan baik dari limbah cair
maupun limbah padat atau yang dihasilkan dari sistem pengolahan biologi mekanis pada tempat
pengolahan limbah.

Gas landfill[sunting | sunting sumber]

Gas landfill adalah gas yang dihasilkan oleh limbah padat yang dibuang di landfill. Sampah ditimbun
dan ditekan secara mekanik dan tekanan dari lapisan di atasnya. Karena kondisinya menjadi
anaerobik, bahan organik tersebut terurai dan gas landfill dihasilkan. Gas ini semakin berkumpul
untuk kemudian perlahan-lahan terlepas ke atmosfer. Hal ini menjadi berbahaya karena:

Dapat menyebabkan ledakan

Pemanasan global melalui metana yang merupakan gas rumah kaca


Material organik yang terlepas (volatile organic compounds) dapat menyebabkan (photochemical
smog)

Rentang komposisi biogas umumnya[sunting | sunting sumber]

Komposisi biogas bervariasi tergantung dengan asal proses anaerobik yang terjadi. Gas landfill
memiliki konsentrasi metana sekitar 50%, sedangkan sistem pengolahan limbah maju dapat
menghasilkan biogas dengan 55-75%CH4 [1]

Komposisi biogas[2]

Komponen %

Metana (CH4) 55-75

Karbon dioksida (CO2) 25-45

Nitrogen (N2) 0-0.3

Hidrogen (H2) 1-5

Hidrogen sulfida (H2S) 0-3

Oksigen (O2) 0.1-0.5

Kandungan energi[sunting | sunting sumber]

Nilai kalori dari 1 meter kubik Biogas sekitar 6.000 watt jam yang setara dengan setengah liter
minyak diesel. Oleh karena itu Biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang
ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, butana, batu bara, maupun bahan-bahan lain yang
berasal dari fosil.

Pupuk dari limbah biogas[sunting | sunting sumber]

Limbah biogas, yaitu kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry) merupakan pupuk organik yang
sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti
protein, selulose, lignin, dan lain-lain tidak bisa digantikan oleh pupuk kimia. Pupuk organik dari
biogas telah dicobakan pada tanaman jagung, bawang merah, dan padi.

Siloksan dan gas engines (mesin berbahan bakar gas)[sunting | sunting sumber]
Dalam beberapa kasus, gas landfill mengandung siloksan. Selama proses pembakaran, silikon yang
terkandung dalam siloksan tersebut akan dilepaskan dan dapat bereaksi dengan oksigen bebas atau
elemen-elemen lain yang terkandung dalam gas tersebut. Akibatnya akan terbentuk deposit
(endapan) yang umumnya mengandung silika ( {\displaystyle SiO_{2}} {\displaystyle SiO_{2}}) atau
silikat ( {\displaystyle Si_{x}O_{y}} {\displaystyle Si_{x}O_{y}}) , tetapi deposit tersebut dapat juga
mengandung kalsium, sulfur belerang, zinc (seng), atau fosfor. Deposit-deposit ini (umumnya
berwarna putih) dapat menebal hingga beberapa millimeter di dalam mesin serta sangat sulit
dihilangkan baik secara kimiawi maupun secara mekanik.

Pada internal combustion engines (mesin dengan pembakaran internal), deposit pada piston dan
kepala silinder bersifat sangat abrasif, hingga jumlah yang sedikit saja sudah cukup untuk merusak
mesin hingga perlu perawatan total pada operasi 5.000 jam atau kurang. Kerusakan yang terjadi
serupa dengan yang diakibatkan karbon yang timbul selama mesin diesel bekerja ringan. Deposit
pada turbin dari turbocharger akan menurukan efisiensi charger tersebut.

Stirling engine lebih tahan terhadap siloksan, walaupun deposit pada tabungnya dapat mengurangi
efisiensi[3][4]

Biogas terhadap gas alam[sunting | sunting sumber]

Jika biogas dibersihkan dari pengotor secara baik, ia akan memiliki karakteristik yang sama dengan
gas alam. JIka hal ini dapat dicapai, produsen biogas dapat menjualnya langsung ke jaringan
distribusi gas. Akan tetapi gas tersebut harus sangat bersih untuk mencapai kualitas pipeline. Air
(H2O), hidrogen sulfida (H2S) dan partikulat harus dihilangkan jika terkandung dalam jumlah besar di
gas tersebut. Karbon dioksida jarang harus ikut dihilangkan, tetapi ia juga harus dipisahkan untuk
mencapai gas kualitas pipeline. JIka biogas harus digunakan tanpa pembersihan yang ektensif,
biasanya gas ini dicampur dengan gas alam untuk meningkatkan pembakaran. Biogas yang telah
dibersihkan untuk mencapai kualitas pipeline dinamakan gas alam terbaharui.

Penggunaan gas alam terbaharui[sunting | sunting sumber]

Dalam bentuk ini, gas tersebut dapat digunakan sama seperti penggunaan gas alam.
Pemanfaatannya seperti distribusi melalui jaringan gas, pembangkit listrik, pemanas ruangan, dan
pemanas air. Jika dikompresi, ia dapat menggantikan gas alam terkompresi (CNG) yang digunakan
pada kendaraan.

Sejarah Penemuan Biogas


Sejarah penemuan proses anaerobik digestion untuk menghasilkan biogas tersebar dibenua Eropa.
Penemuan ilmuan Alessandro Volta terhadap gas yang dikeluarkan dirawa-rawa terjadi pada tahun
1770, beberapa decade kemudian Avogadro mengidentifikasikan tentang gas Methana. Setelah
tahun 1875 dipastikan bahwa biogas merupakan produk dari proses anaerobik digestion.

Tahun 1884 Pateour melakukan penelitian tantang biogas menggunakan kotoran hewan. Era
penelitian Pasteour menjadi landasan untuk penelitian biogas hingga saat ini. Pada akhir abad ke-19
ada beberapa riset dalam bidang ini dilakukan. Di Jerman dan Perancis melakukan riset pada masa
antara dua perang dunia dan beberapa unit pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah
pertanian.

Selama perang dunia II banyak petani di Inggris dan benua Eropa yang membuat digester kecil untuk
menghasilkan biogas yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Karena harga BBM semakin
murah dan mudah memperolehnya pada tahun 1950-an pemakaian biogas di Eropa ditinggalkan.
Namun, di Negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu
tersedia ada. Kegiatan produksi biogas di India telah dilakukan semenjak abad ke-19. Alat pencerna
anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900 (Burhani Rahman,http://www.energi.lipi.gi.id).

Biogas atau metana dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti halnya gas alam. Tujuan
utama pembuatan biogas adalah untuk mengisi kekurangan atau mensubtitusi sumber energi pada
seluruh pengusaha tahu sebagai bahan bakar pengganti kayu bakar.

Biogas mengandung berbagai macam zat, baik yang terbakar maupun zat yang tidak dapat dibakar.
Zat yang tidak dapat dibakar merupakan kendala yang dapat mengurangi mutu pembakaran gas
tersebut. Wwalaupun kandungan kalornya relatif rendah dibandingkan dengan gas alam, butana dan
propana, tetapi masih lebih tinggi dari gas batu bara. Selain itu biogas ramah lingkungan, karena
sumber bahannya memiliki rantai karbon yang lebih pendek bila dibandingkan dengan minyak tanah,
sehingga gas CO yang dihasilkan relatif kecil.

Mekanisme Pembuatan Biogas

Mekanisme pembuatan biogas dapat dilihat pada bagan dibawah ini

a. Hidrolisis

Pada tahapan hidrolisis, mikrobia hidrolitik mendegradasi senyawa organik kompleks yang berupa
polimer menjadi monomernya yang berupa senyawa tidak terlarut dengan berat molekul yang lebih
ringan. Lipida berubah menjadi asam lemak rantai panjang dan gliserin, polisakarida menjadi gula
(mono dan disakarida), protein menjadi asam amino dan asam nukleat menjadi purin dan pirimidin.
Proses hidrolisis membutuhkan mediasi exo-enzim yang disekresi oleh bakteri fermentatif. Hidrolisis
molekul kompleks dikatalisasi oleh enzim ekstra seluler seperti sellulase, protease, dan lipase (Said,
2006). Sejumlah besar mikroorganisme anaerob dan fakultatif yang terlibat dalam proses hidrolisis
dan fermentasi senyawa organik antara lain adalah Clostridium.

b. Asidogenesis.

Monomer-monomer hasil hidrolisis dikonversi menjadi senyawa organik sederhana seperti asam
lemak volatil, alkohol, asam laktat, senyawa mineral seperti karbondioksida, hidrogen, amoniak, dan
gas hidrogen sulida. Tahap ini dilakukan oleh berbagai kelompok bakteri, mayoritasnya adalah
bakteri obligat anaerob dan sebagian yang lain bakteri anaerob fakultatif. Contoh bakteri asedogenik
(pembentuk asam) adalah Clostridium (Said, 2006)

c. Asetogenesis

Hasil asidogenesis dikonversi menjadi hasil akhir bagi produksi metana berupa asetat, hidrogen, dan
karbondioksida. Sekitar 70 % dari COD semula diubah menjadi asam asetat. Pembentukan asam
asetat kadang-kadang disertai dengan pembentukan karbondioksida atau hidrogen, tergantung
kondisi oksidasi dari bahan organik aslinya. Etanol, asam propionate, dan asam butirat dirubah
menjadi asam asetat oleh bakteri asetogenik (bakteri yang memproduksi asetat dan H2) seperti
Syntrobacter wolinii dan Syntrophomas wolfei (Said, 2006). Etanol, asam propionat, dan asam
butirat dirubah menjadi asam asetat oleh bakteri asetogenik.

d. Metanogenesis.

Pada tahap metanogenesis, terbentuk metana dan karbondioksida. Metana dihasilkan dari asetat
atau dari reduksi karbondioksida oleh bakteri metanogen yaitu metanogen hidrogenotrofik
(menggunakan H/kemolitotrof) mengubahhidrogen dan CO2 menjadi metana, dan metanogen
asetotrofik (asetoklasik)metanogen pemisah asetat yang mengubah asetat menjadi metana dan
CO2(Bitton, 1999).

Acetoclastic metanogen mengubah asam asetat menjadi :

CH3COOH CH4 + CO2

Hidrogenotropik metanogen mensintesahidrogen dan karbondioksida menjadi :

2H2 + CO2 CH4 + 2H2O

Tiga tahap pertama di atas disebutsebagai fermentasi asam sedangkan tahapkeempat disebut
fermentasi metanogenik.Tahap asetogenesis terkadang ditulis sebagaibagian dari tahap
asidogenesis.Dalam proses anaerob, senyawaorganik diubah terlebih dahulu menjadiasam-asam
volatil pada tahap asidogenesa,kemudian asam volatil ini akan diubahmenjadi metana pada tahap
metanogenesa.Asam volatil utama yang menjadisubstrat bagi bakteri pembentuk metanaadalah
asam asetat. Oleh karena itu, parameterutama untuk proses anaerob adalahmengendalikan
pembentukan asam asetat(Syaila et al., 1996).
Selain itu, ada tiga kelompok bakteri yang berperan dalam proses pembentukan biogas:

1. Kelompok bakteri fermentatif, yaitu : Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis


Enterobactericeae.

2. Kelompok bakteri asetogenik, yaitu Desulfovibrio.

3. Kelompok bakteri Metana, yaitu Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria,


dan Methanococcus

Disaat kita ingin membuat biogas dari kotoran sapi, haruslah kita perhatikan juga beberapa faktor
yang akan mempengaruhi hasil produksi bigas yang kita buat. Terdapat beberapa faktor yang perlu
diperhatikan, diantaranya suhu pencernaan, tingkat keasaman (pH), perbandingan kandungan
karbon dan nitrogen, bahan baku isian, proses pencampuran atau pengadukan, dan hidraulic
retention time (HRT).

1. Temperatur atau Suhu

Suhu pencernaan sangat berpengaruh terhadap keaktifan dan pertumbuhan bakteri metan,
kebanyakan bakteri pembentuk metan aktif pada dua rentang waktu, yaitu rentang mesofilik antara
30-35 derajat celcius (suhu ruang) dan rentang termofilik antara 50-60 derajat celcius.

Pada temperature 40-50 derajat celcius aktifitas bakteri pembentuk metan terhalangi, dan di sekitar
suhu 42 derajat celcius kinerja digester akan terputus-putus dikarenakan transisi bakteri pembentuk
metan dari organisme mesofilik menjadi organisme termofilik.

Meskipun bakteri pembentuk metan aktif dan tumbuh pada beberapa rentang temperatur
kebanyakan dari bakteri tersebut merupakan mesofilik dan beberapa merupakan termofilik dan
psikrofilik yang terbatas pada unit yang memerlukan perlakuan tertentu seperti septic tank dimana
proses pencernaan tidak panas dan membutuhkan waktu yang lama.

Rentang temperatur optimum untuk pertumbuhan bakteri pembentuk metan dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.

Kelompok bakteri Rentang Temperatur (⁰C)


Psiklorofik 5⁰C-25 ⁰C
Mesofilik 30⁰C-35⁰C
Termofilik 50⁰C-60⁰C
2. Tingkat Keasamaan (pH)

Tingkat keasaman bahan isian sangatlah berpengaruh terhadap kehidupan mikroorganisme di


dalamnya. Tingkat keasaman yang sesuai dengan kehidupan mikroorganisme adalah seitar 6,8%-
7,8%. Pada tahap awal fermentasi akan terbentuk asam organik yang akan menurunkan nilai
keasaman hingga mencapai 4%-5%. Hal yang bisa dilakukan untuk menghasilkan pH yang sesuai
adalah dengan menambahkan kabur atau larutan kapur.

3. Rasio Carbon Nitrogen (C/N)

Perimbangan karbon (C) dan nitrogen (N) yang terkandung dalam bahan organik sangat menentukan
kehidupan dan aktivitas mikroorganisme. Perbandingan C/N yang sesuai bagi mikroorganisme
perombak, adalah berkisar anatara 25%-30%. Kotoran (feses dan urine) sapi mempunyai kandungan
C/N sebesar 18%, maka perlu ditambah dengan limbah pertanian lain yang mempunyai kandungan
C/N 30% lebih tinggi dibaningkan kotoran sapi.

Persamaan berikut menunjukan cara unutk mencari rasio (C/N) pada biogas:

Rasio N = Jumlah kotoran atau limbah (kg) x N (%)

Rasio C = Jumlah kotoran atau limbah (kg) x C (%)

Jumlah total Rasio pada biogas (C/N) = N/C

4. Bahan Baku Isian

Bahan baku isian berupa bahan organik seperti kotoran ternak, limbah pertanian, sisa dapur, dan
sampah organik. Bahan baku yang umum digunakan biasanya, adalah kotoran sapi perah. Bahan
baku isian harus terhindar dari bahan anorganik seperti pasir, batu, plastik, atau pecahan kaca.

Karena hal itu dapat menghambat proses fermentasi bahan-bahan organik. Bahan isian ini harus
mengandung bahan kering setidaknya sebanyak 7%-9%. Pecampuran seluruh bahan isian dapat
dilakukan dengan cara mengencerkannya menggunakan air yang perbandingannya 1:1.

Baca Juga : Biografi Singkat Sunan Ampel & Sejarah Perjalanan Dakwah di Tanah Jawa
5. Pengadukan

Setelah bahan isian dicampur maka perlu dilakukan proses pengadukan agar campuran menjadi
homogen. Pengadukan akan meningkatkan proses pencernaan dengan menyebarkan bakteri,
substrat, dan nutrisi ke seluruh bagian digester serta menyamakan suhu.

Kegiatan metabolisme bakteri pembentuk asetat dan metan memerlukan kontak spasial yang dekat.
Pengadukan yang lembut dapat memastikan kontak tersebut. Pengadukan diperlukan agar hidrolisis
limbah dan produksi asam organik dan alkohol oleh bakteri pembentuk asetat dapat berjalan baik

6. Hidraulic Retention Time (HRT)

HRT atau waktu retensi sangat dipengaruhi oleh suhu. Hubungan antara suhu dan waktu retensi
dapat dilihat pada gambar di atas. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu
maka waktu retensi akan semakin sedikit, sebaliknya apabila suhu rendah waktu retensi akan lebih
lama.

Oleh karena itu temperatur harus dijaga agar tetap stabil. Untuk negara tropis seperti Indonesia
tidak diperlukan perlakuan khusus karena suhu ruang normal di Indonesia relatif stabil untuk
produksi biogas dan waktu retensinya berkisar antara 10-30 hari.

Cara membuat biogas dengan mudah dan tepat

Sebelum membuatnya, berikut adalah berbagai macam alat dan bahan untuk membuat biogas.

Peralatan untuk membuat biogas kotoran sapi

Kotoran sapi

Bak penampungan sementara

Digester

Tipe digester yang sering digunakan adalah jenis continous feeding, dimana pengisian bahan
organiknya dikerjakan dengan cara berkelanjutan pada setiap harinya. Digester sendiri sangat
berguna untuk menyimpan gas metana hasil pengolahan bahan organik oleh bakteri.
Plastik penampungan gas

Kompor gas

Bak penampungan kompos

Starter : ragi roti

Langkah pembuatan biogas

Langkah yang pertama adalah Anda harus mencampur kotoran sapi di bak penampungan sementara
dengan menggunakan air hingga terbentuk lumpur dengan perbandingan 1:1. Hal ini berguna agar
menghasilkan biogas. Jika terdapat sampah Anda harus membuangnya, pastikan campuran kotoran
sapi dan air tersebut menjadi seperti lumpur.

Setelah menjadi lumpur, kemudian alirkan ke digester. Pada pengisian pertama pastikan digester
terisi penuh. Lalu masukkan starter sebanyak satu liter dan juga rumen sejumlah 5 karung untuk
kemampuan digester 3.5 hingga 5.0 m2. Setelah digester penuh tutup kran gas agar terjadi proses
fermentasi.

Pada hari ke-1 hingga ke-8 gas yang terbentuk akibat fermentasi tersebut adalah karbon dioksida.
Sedangkan pada hari ke-10 gas metana telah mulai dihasilkan. Ketika komposisi metana sudah
sebesar 54% dan karbon dioksida sebesar 27% maka biogas akan menyala.

Setelah hari ke-14 gas yang terbentuk sudah dapat digunakan untuk menyalakan api pada kompor
gas dan keperluan lainnya. Pastikan Anda selalu mengisi digester dengan lumpur kotoran sapi secara
teratur agar daya yang dihasilkan pun lebih maksimal.

Sedangkan kompos yang keluar dari digester dapat ditampung di bak penampungan kompos.
Kompos cair dapat dimasukkan ke dalam derejent namun jika ingin dikemas dalam karung maka
kompos tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu.

Anda mungkin juga menyukai