Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA:

DIABETES MELITUS DENGAN PENDEKATAN KEDOKTERAN


KELUARGA

DISUSUN OLEH :

Nur Syuhadah Binti Ahmad Khairil Anwar, C014182179


Nurul Shafinaz Izlin Binti Mat Mukti, C014182176
Priska Fistia, C014182135

SUPERVISOR:
dr. Joko Hendarto, DAP&E, M.Biomed, Ph.D
dr. Syamsiah Densi, M.Kes

BAGIAN KEDOKTERAN KOMUNITAS DAN KEDOKTERAN PENCEGAHAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MARET 2020
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA: DIABETES MELITUS DENGAN
PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA

Nur Syuhadah1*, Nurul Shafinaz1*, Priska Fistia1*, Joko Hendarto1*, Syamsiah Densi2*

1) Bagian Kedokteran Keluarga dan Kedokteran Pencegahan

2) Puskesmas Mamajang, Makassar, Sulawesi Selatan

*Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia

ABSTRAK

Diabetes adalah penyakit kronisyang terjadi ketika pankreas tidak memproduksi cukup
insulin atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang
dihasilkannya. Jika penyakit ini tidak ditangani atau tidak terkontrol dari waktu ke waktu
menyebabkan kerusakan serius pada banyak sistem tubuh, terutama saraf dan
pembuluh darah. Studi kasus ini memberikan pengetahuan terhadap pengelolaan
diabetes mellitus tipe 2 dengan pendekatan kedokteran keluarga secara komprehensif
dan holistik. Intervensi dilakukan pada berbagai pihak (mis. anggota keluarga,
komunitas sekitar dan tenaga medis) dan berbagai aspek (seperti gaya hidup, medikasi
dan kontrol penyakit yang dijalani). Kasus ini mendeskripsikan seorang pasien wanita
berusia 54 tahun dengan diabetes. Didapatkan faktor resiko internal yaitu aktivitas fisik
yang kurang serta adanya stres yang dapat mengganggu perawatan kesehatan sehari-
hari pasien. Pasien mendapat pengobatan insulin serta rutin memeriksakan diri di
puskesmas Mamajang. Pasien diberikan edukasi mengenai pola makan yang baik, pola
olahraga, dan pentingnya meminum obat secara rutin dan kontrol gula darah. Dengan
perbaikan persepsi dari penyakit dan dukungan penuh dari keluarga serta komunitas
sekitar, pasien dapat meningkatkan upaya menjalani hidup sehat agar dapat mencapai
target pengelolaan yang ideal.

Kata kunci: diabetes mellitus tipe 2, kedokteran keluarga.


FAMILY MEDICINE CASE REPORT: MANAGEMENT OF DIABETES MELLITUS
USING FAMILY MEDICINE APPROACH

Nur Syuhadah1*, Nurul Shafinaz1*, Priska Fistia1*, Joko Hendarto1*, Syamsiah Densi2*

1) Department of Community Medicine

2) Mamajang Public Health Center, Makassar, South Sulawesi

*Faculty of Medicine Hasanuddin University, Makassar, Indonesia

ABSTRACT

Diabetes is a chronic disease that occurs when the pancreas does not produce enough
insulin or when the body cannot effectively use the insulin it produces. If the disease is
not treated or controlled from time to time it causes a lot of serious damage to body
systems, especially nerves and blood vessels. This case study presents knowledge in
the management of type 2 diabetes mellitus using a comprehensive and holistic family
medicine approach. Interventions are applied on the patient, family members and the
surrounding community, and on multiple aspects such as (lifestyle, medications and
control of disease). This case describes a 54-year-old female patient with diabetes.
Internal risk factors are obtained, namely lack of physical activity and stress that can
affect the patient’s daily health care. Patients receive insulin treatment and have a
routine check-up at the Mamajang health center. Patients are given education about
good diet, exercise patterns, and the importance of taking medication regularly and
controlling blood sugar. With a good perception on the disease, and full-support from the
family and community, the patient would be able to live in a healthy lifestyles, thus
achieving the ideal management targets.

Keyword: type 2 diabetes mellitus, family medicine.


Latar Belakang

Diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak memproduksi
cukup insulin atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang
dihasilkannya.Insulin adalah hormon yang mengatur gula darah.Hiperglikemia, atau
peningkatan gula darah, adalah efek umum dari diabetes yang tidak terkontrol dan dari
waktu ke waktu menyebabkan kerusakan serius pada banyak sistem tubuh, terutama
saraf dan pembuluh darah. (WHO, 2018)

Pada tahun 2019, sekitar 463 juta orang dewasa berusia 20-79 tahun hidup
dengan diabetes dan dijangkakan pada tahun 2045 angka ini akan meningkat menjadi
700 juta.Proporsi orang dengan diabetes tipe 2 meningkat di sebagian besar negara
dan79% orang dewasa dengan diabetes tinggal di negara berpenghasilan rendah dan
menengah (IDF, 2019). Menurut International Diabetes Federation di dalam Diabetes
Atlas, diperkirakan sebanyak 4,2 juta jumlah kematian akibat diabetes dan
komplikasinya terjadi pada tahun 2019. Estimasi prevalensi diabetes pada wanita usia
20-79 tahun sedikit lebih rendah daripada pria (9,0% wanita dan 9,6% pria). Pada tahun
2019, sekitar 17,2 juta lebih banyak pria daripada wanita yang hidup dengan diabetes.
Pengeluaran kesehatan global tahunan untuk diabetes adalah diperkirakan mencapai
USD 760 miliar. Diproyeksikan pengeluaran tersebut akan mencapai USD 825 miliar
pada tahun 2030 dan USD 845 miliar pada 2045. WHO memperkirakan bahwa diabetes
menempati tempat ketujuh penyebab utama kematian di dunia pada tahun 2016 (WHO,
2018). Populasi penyandang diabetes yang semakin tinggi membawa Indonesia
menempati peringkat ke-empat di dunia setelah India, China dan Amerika Serikat
(Haskas Y, 2017).

Di Indonesia, berdasarkan hasil Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi


DM berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur ≥ 15 tahun meningkat 2% dari
tahun 2013. Prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter dan usia ≥ 15 tahun yang
terendah terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu sebesar 0,9%, sedangkan
prevalensi DMtertinggi di Provinsi DKI Jakarta sebesar 3,4%.Penderita DM terbesar
berada pada rentang usia 55-64 tahun dan 65-74 tahun. Selain itu, penderita DM di
Indonesia lebih banyak berjenis kelamin perempuan (1,8%) daripada laki-laki (1,2%).
Kemudian lebih banyak penderita diabetes melitus yang berada di perkotaan (1,9%)
dibandingkan dengan di perdesaan (1,0%). (Kemenkes, 2018)
Berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi Diabetes Melitus di Sulawesi Selatan
sebesar 1,3% dan berada di urutan ke-18 di Indonesia (Kemenkes, 2018). Di kota
Makassar, menurut data Dinas Kesehatan Kota Makassar pada tahun 2015 penyakit
DM menempati peringkat empat dari sepuluh penyebab utama kematian yaitu sebanyak
191 kasus dengan jumlah penderita sebanyak 25,145 jiwa. Angka kejadian penyakit ini
terus mengalami peningkatan yang cukup tajam. Berdasarkan data dari Dinas
Kesehatan Kota Makassar Insiden DM meningkat sekitar 59% dari tahun 2015 ke 2016
(Mutmainna A, 2020; Dahlan N, 2018). Fenomena ini menggambarkan bahwa
pengendalian perilaku DM pada penyandang diabetes khususnya di kota Makassar
belum optimal dilakukan (Haskas Y, 2017).

Pengelolaan DM ditujukan untuk memperlambat atau mencegah komplikasi


dengan cara menerapkan perilaku pengendalian DM secara optimal sedini mungkin.
Sesuai dengan sifat alamiah penyakit DM maka perawatan maupun pengobatannya
harus dilakukan secara berkelanjutan. Dalam perawatan dan pengobatan DM harus
dilakukan usaha untuk membantu penyandang diabetes agar mengetahui kondisi
penyakitnya dan terampil dalam mengatur diri sendiri dan mengelola penyakit yang
dialaminya.Usaha ini dapat dilakukan olehberbagai pihak misalnya anggota keluarga,
komunitas sekitar dan tenaga medis.Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk
membahas penerapan pelayanan dokter keluarga dengan asas patient-centered dan
family approach berdasarkan evidence-based medicine. Faktor risiko, masalah klinis
serta penatalaksanaan penyakit pada pasien dievaluasi menggunakan Mandala of
health.

Deskripsi Kasus

Ibu H adalah seorang ibu rumah tangga berusia 54 tahun dengan diabetes
mellitus tipe 2 sejak 2 tahun yang lalu. Diagnosa ditegakkan ketika pasien tiba-tiba
lemas dan pusing kemudian dibawa ke Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi dengan
hiperglikemia (GDS: 540 mg/dl). Saat itu pasien memiliki keluhan sering kencing
terutama pada malam hari, banyak minum serta nafsu makan yang meningkat. Keluhan
saat ini tidak ada yang signifikan namun pasien kadang mengeluh kesemutan pada
kaki.
Pasien saat ini rutin menggunakan insulin dengan dosis 10 unit (malam hari)
sebagai terapi antidiabetes. Sebelumnya pasien mengonsumsi Metformin 3x500mg
namun diganti dengan insulin sejak 3 bulan terakhir. Setiap bulan pasien rutin
memeriksakan diri atau sekedar cek kadar gula darah di posyandu terdekat atau ke
Puskesmas Mamajang. Pasien sudah 3 kali masuk rumah sakit dengan hiperglikemia.
Riwayat merokok dan riwayat minum alkohol tidak ada. Riwayat penyakit hipertensi,
jantung, alergi maupun asma disangkal. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
ada yaitu ayah pasien yang sudah meninggal juga memiliki riwayat diabetes mellitus
tipe 2. Suami pasien menderita stroke sejak 2 bulan lalu serta memiliki riwayat
hipertensi dan rutin mengonsumsi obat antihipertensi.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, compos


mentis.Status generalis dalam batas normal. Status gizi pasien overweight dengan IMT
25,56 (berat badan 63 kg dan tinggi badan 157 cm). Status lokalis dalam batas normal.
Pemeriksaan laboratorium terakhir menunjukkan kadar gula darah puasa (GDP) normal
(120 mg/dl). Pemeriksaan HbA1c pasien telah dilakukan di Rumah Sakit Khusus
Daerah Dadi namun hasil pemeriksaan tidak diketahui oleh pasien.

Gambar 1. Ibu H penderita Gambar 2. Wawancara


Diabetes Mellitus di Kec. dengan pasien dan anak
Mamajang pasien

Ibu H merupakan anak ke-5 dari 7 bersaudara. Kedua orang tua ibu H telah
meninggal dunia.Pasien memiliki 2 orang anak serta 3 orang cucu. Saat ini pasien
tinggal bersama suaminya yang menderita stroke (Bapak H.M, 55 tahun), satu saudara
laki-laki, satu anak perempuan dan 2 orang cucunya. Alamat rumah terletak di jalan
Harimau No. 86A, di dalam lorong kecil, terdiri dari 1 lantai. Kondisi rumah kurang
bersih, tidak memiliki jendela sehingga sinar matahari langsung tidak dapat masuk ke
dalam rumah dan terasa lembab. Terdapat 3 ruang kamar tidur dengan kondisi lembab
dan kurang bersih, dapur dengan lantai dari tanah dan kurang bersih, 1 kamar mandi
dengan jamban tertutup dan sumber air dari sumur bor.

Gambar 3. Kondisi Rumah Pasien

Kegiatan sehari-hari ibu H selain bekerja sebagai ibu rumah tangga, ibu H sering
jalan-jalan keluar rumah untuk bersosialisasi dengan tetangga. Ibu H saat ini sudah
membatasi konsumsi makanan yang manis dan berlemak. Pasien memiliki jaminan
kesehatan KIS untuk membiayai pengobatannya. Selama ini pasien dan keluarganya
hanya berobat ke puskesmas atau RS bila benar-benar terganggu kesehatannya.
Namun suami pasien (Bapak H.M) yang menderita stroke saat ini menerima pelayanan
Home Care.

Genogram keluarga Ibu H menunjukan Ibu H yang merupakan penderita DM


tinggal seumah dengan suaminya, satu saudara laki-laki, satu anak perempuan dan 3
orang cucunya. Terdapat riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (ayah pasien).
(Gambar 4)
72 tahun 68 tahun 60 tahun 56 tahun Ibu H 50 tahun 45 tahun Bapak H.M
54 tahun 55 tahun

Keterangan:

: Laki-laki
35 tahun 21 tahun

: Perempuan
: Pasien (Ibu H)
: Meninggal
4 tahun
: Bercerai 14 tahun 9 tahun

: Tinggal satu rumah

Gambar 4. Genogram Keluarga Ibu H

Penilaian fungsionalitas keluarga pasien dievaluasi secara subjektif


menggunakan Family APGAR. Hasil Family Apgar Ibu H menunjukkan keluarga yang
sehat atau setiap anggota keluarga saling mendukung satu sama lain (Hasil: 10). (Tabel
1)

Tabel 1. Family APGAR

Sering/ Kadang- Jarang/


No. Pernyataan Selalu kadang Tidak
(2) (1) (0)
1. Saya puas bahwa saya dapat kembali
kepada keluarga saya, bila saya √
menghadapi masalah
2. Saya puas dengan cara-cara keluarga
saya membahas serta membagi masalah √
dengan saya
3. Saya puas bahwa keluarga saya menerima
dan mendukung keinginan saya

melaksanakan kegiatan dan ataupun arah
hidup yang baru
4. Saya puas dengan cara2 keluarga saya
menyatakan rasa kasih sayang dan √
menanggapi emosi
5. Saya puas dengan cara2 keluarga saya

membagi waktu bersama
Diagnostik holistik dapat ditegakkan pada pasien melalui lima aksis. Pada saat
pertama kali didiagnosis DM, pasien mengeluhkan lemas, pusing, sering kencing serta
banyak minum. Pasien merasa khawatir jika suatu saat penyakitnya menjadi kronis,
pasien berharap penyakitnya terkontrol dengan baik dengan berusaha mengontrol
asupan makananny. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, pasien didiagnosa klinis Diabetes mellitus tipe 2 (E10-E11). Ayah pasien
yang telah meninggal dunia diketahui juga menderita penyakit yang sama dengan
pasien yang menunjukkan adanya faktor genetik pada kejadian diabetes mellitus pada
pasien. Kondisi psikologis pasien dapat dipengaruhi oleh karena kekhawatirannya
terhadap kondisi suami yang menderita stroke dan memiliki hipertensi yang membuat
suaminya dependen terhadap pasien. Hal ini menjadi tantangan bagi pasien yang harus
merawat suaminya sehingga dapat menimbulkan kondisi stres yang dapat mengganggu
perawatan kesehatan sehari-hari pasien. Semua obat yang pasien gunakan ditanggung
oleh pemerintah sehingga pasien tidak perlu memikirkan faktor ekonomi untuk
pengobatan. Terapi insulin yang digunakan umumnya diberikan pada pasien dengan
kadar HbA1c>9.0% disertai gejala metabolik seperti yang dikeluhkan oleh pasien.
Lingkungan sosial pasien dengan keluarga dan masyarakat sekitar baik.Skala
fungsional pasien menunjukan pasien tidak terpengaruh buruk oleh kondisi penyakitnya
(skala fungsional derajat 1).

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan pasien


secara komprehensif, digunakan konsep Mandala of Health. (Gambar 5)

BUDAYA

KOMUNITAS
Sering berinteraksi dengan tetangga dan
orang-orangdisekitarlingkungan
Aktivitas fisik kurang

KELUARGA LINGKUNGAN PSIKOSOSIAL & EKONOMI


PERILAKU KESEHATAN Keluarga yang suportifHubungan dengan keluarga dan tetangga baik
Menjaga pola makan yang baik Pasien merasa khawatir jika penyakitnya bertambah berat
Berobat ke puskesmas jika ada keluhan Keadaan ekonomi yang cukup

PELAYANAN KESEHATAN
Asuransi kesehatan (KIS) LINGKUNGAN PEKERJAAN
emeriksaan kesehatan di posyandu atau puskesmas Pasien adalah seorang ibu rumah tangg

FAKTOR BIOLOGI LINGKUNGAN FISIK


54 tahun Ventilasi yang kurang
Keluarga dengan penyakit yang sama (DM Tipe 2) Kebersihan rumah yang kurang

Gambar 5. Mandala of Health

Diskusi
Ibu H didapatkan menderita Diabetes Mellitus pada usia 52 tahun setelah
munculnya keluhan gejala klasik seperti sering haus, sering buang air kecil dan sering
lapar. Diagnosa ditegakkan di RS Umum Dadi dengan melihat gejala klasik yang
dialami pasien serta hasil pemeriksaan GDP ≥126mg/dl. Keluhan lain yang dirasakan
saat ini adalah rasa kram pada kedua tangan dan kaki. Keluhan klasik yang sering
muncul pada penderita DM antara lain poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat
badan yang tidak diketahui penyebabnya. Keluhan lain seperti lemah badan,
kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulva pada
wanita. Kriteria diagnosis diabetes melitus dapat dilihat pada tabel 2 (Perkeni, 2019).
Resiko terjadinya diabetes melitus meningkat dengan bertambahnya usia (>45 tahun),
obesitas dan kurangnya aktivitas fisik serta adanya kecenderungan genetik atau riwayat
keluarga dengan diabetes. Dari kasus didapatkan adanya riwayat keluarga (orang tua
pasien) dengan DM yang dapat mendukung diagnosis DM pada pasien. (American
Diabetes Association, 2019)

Tabel 2. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus

Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL. Puasa adalah


kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dL 2-jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL dengan keluhan
klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization
Program (NGSP)

Pasien saat ini sudah mulai mengatur pola makan dengan baik seperti
menghindari terlalu banyak karbohidrat, sering makan sayur dan buah-buahan serta
pola makan yang teratur. Prinsip pengaturan nutrisi pada penderita DM sama seperti
masyarakat umum yaitu makanan seimbang yang sesuai dengan kebutuhan kalori dan
zat gizi individu. Penting ditekankan kepada penderita mengenai keteraturan jadwal
makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan
obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri. Misalnya, dengan
berat badan 63 kg dan usia 54 tahun, kebutuhan kalori basal ibu H adalah sebanyak
1496 kkal. Asupan karbohidrat yang dianjurkan adalah sekitar 45-60% dari total asupan
energi. Lemak dan protein masing-masing sebanyak 20% dan 15%. (Perkeni, 2019)

Aktifitas fisik yang dilakukan ibu H saat ini adalah minimal seperti mengasuh
cucu dan merawat suami yang sakit dengan bantuan anaknya.Dianjurkan untuk rutin
melakukan latihan jasmani dan menurunkan berat badan. Kegiatan jasmani telah
terbukti membantu dalam mengontrol glukosa darah, mengurangi risiko kardiovaskular,
membantu menurunkan berat badan, meningkatkan kualitas hidup, dan memperbaiki
sensitivitas insulin sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan yang
dianjurkan adalah latihan aerobik secara teratur dengan intensitas sedang seperti jalan
cepat, bersepeda santai, jogging dan berenang. Aktivitas aerobic idealnya dilakukan 3-5
hari seminggu selama sekitar 30-45 menit untuk orang dewasa dengan diabetes tipe 2.
(Jelleyman, 2015; Perkeni, 2019)

Terdapat keluhan kram pada tangan dan kaki penderita sehingga dianjurkan
untuk menjaga kebersihan terutama pada kaki untuk mencegah terjadinya komplikasi
seperti kaki diabetik/ulkus. Penyebab timbulnya kaki diabetik meliputi neuropati,
penyakit arterial, tekanan dan deformitas kaki (Muhartono, Sari I.R.N, 2017). Setiap
pasien dengan diabetes perlu dilakukan pemeriksaan kaki secara komprehensif minimal
setiap satu tahun meliputi inspeksi, perabaan pulsasi arteri dorsalis pedis dan tibialis
posterior, dan pemeriksaan neuropati sensorik (Perkeni, 2019). Perawatan kaki yang
benar adalah dengan sering memeriksakan dan memperhatikan perubahan pada kaki,
menjaga higienitas kaki, memakai sendal dan mencegah luka pada kaki (Boulton,
A.J.M. et al. 2018). Selain itu, pemilihan sepatu yang sesuai dengan ukuran kaki juga
penting karena bisa menyebabkan luka pada pemakaian sepatu yang sempit. Kaki
sebaiknya dibersihkan secara rutin dengan air hangat dan mengeringkan kaki sampai
ke sela-sela jari. (Srimiyati, 2018)

Saat ini pasien menggunakan insulin basal untuk mengontrol glukosa darahnya
dengan dosis 10 unit pada malam hari.GDP terakhir 1 bulan lalu didapatkan 120 mg/dl.
Evaluasi pengobatan dilakukan per 3 bulan di puskesmas dan secara mandiri. Target
pengendalian DM adalah melalui evaluasi kadar glukosa dan HbA1C. Sasaran
pengendalian DM mencakup: glukosa darah preprandial kapiler normal (80-130 mg/dL),
glukosa darah 1-2 jam PP kapiler normal (<180mg/dL), HbA1C<7%. Terapi awal yang
direkomendasikan American Diabetes Association adalah menggunakan metformin dan
intervensi gaya hidup. Jika tidak terkontrol dan terdapat keterbatasan biaya,
direkomendasikan menggunakan sulfonilurea atau thiazolidinediones. Namun jika masih
belum terkontrol, dianjurkan menggunakan insulin basal atau golongan DPP4-i atau
SGLT2-I. (American Diabetes Association, 2019)

Terapi farmakologis diberikan bersamaan dengan pengaturan diet dan gaya


hidup sehat (latihan fisik). Algoritma tatalaksana DM Tipe 2 menurut PERKENI dapat
dilihat pada gambar 6.Pemilihan terapi harus didasarkan pada kebutuhan/kepentingan
penderita DM secara perseorangan serta mempertimbangkan keamanan (hipoglikemia,
pengaruh terhadap jantung, efektivitas, ketersediaan, toleransi pasien dan harga). Ibu H
awalnya diberikan terapi metformin sebelum diganti dengan insulin. Metformin
merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DM tipe 2. Metformin tidak
boleh diberikan pada beberapa keadaan seperti adanya gangguan hati berat, serta
pasien-pasien yang cenderung hipoksemia (misalnya sepsis, PPOK, renjatan, gagal
jantung NYHA fungsional class III-IV) (Perkeni, 2019). Efek utama dari metformin yaitu
menurunkan produksi glukosa hati dan meningkatkan sensitifitas insulin. Penggunaan
insulin sebagai terapi antidiabetes umumnya digunakan bila kadar HbA1c>9.0%,
terdapat penurunan fungsi ginjal serta durasi penyakit setidaknya 5 tahun. Pemeriksaan
HbA1c adalah ukuran untuk menilai status glikemia jangka panjang dan terutama
digunakan untuk mengevaluasi hasil pengobatan diabetes.Insulin sangat baik dalam
mengontrol kadar gula darah namun memiliki resiko tinggi terjadi hipoglikemia. Untuk
mencegah terjadinya hipoglikemia, diperlukan edukasi yang baik tentang dosis dan
penggunaan insulin, tanda dan gejala hipoglikemia serta melakukan pemantauan gula
darah secara teratur. (Gentile S. et al, 2018; Serdar, 2019).
Gambar 6. Algoritma Tatalaksana DM Tipe 2

Kesimpulan

 Penyakit diabetes melitus pada Ibu H (54 tahun) diberikan intervensi sesuai literatur
menggunakan edukasi sebagai sarana yang paling penting agar pasien memahami
penyakitnya secara komprehensif.
 Pasien diberikan edukasi untuk mengenal dengan baik tentang penyakit yang
dihadapi, pemakaian obat yang benar, gaya hidup yang aktif serta cara mencegah
timbulnya komplikasi penyakit.
 Tidak hanya pasien, edukasi turut melibatkan seluruh anggota keluarga dan orang-
orang di lingkungan sekitar untuk memberikan dorongan dan mengawasi bersama
kondisi kesehatan pasien untuk memastikan target pengendalian DM tercapai dan
tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.
Daftar Pustaka

American Diabetes Association. 2019. Classification and Diagnosis of Diabetes


Standars of Medical Care in Diabetes – 2019. Diabetes Care; 42(1): S13-S28.

American Diabetes Association. 2019. Introduction: Standards of Medical Care in


Diabetes – 2019. Diabetes Care; 42(1): S1-S2.

Boulton, A.J.M. et al. 2018. Diagnosis and Management of Diabetic Foot Complications.
American Diabetes Association.

Dahlan, N et al. 2018. Pengaruh Prolanis Terhadap Pengendalian Gula Darah


Terkontrol Pada Penderita DM Di Puskesmas Sudiang Kota Makassar. Prosiding
Seminar Nasional 2018 Sinergitas Multidisiplin Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Vol. 12018: 40

Gentile, S et al. 2018. Five-Year Predictors of Insulin Initation in People with Type 2
Diabetes Under Real Life Conditions. Journal of Diabetes Research: 2018: 1-10

Haskas, Y. 2017. Determinan Perilaku Pengendalian Diabetes Melitus Di Wilayah Kota


Makassar. GLOBAL HEALTH SCIENCE, Vol 2 Issue 2

International Diabetes Federation (IDF). 2019. Diabetes facts and


figures.https://www.idf.org/aboutdiabetes/what-is-diabetes/facts-figures.html
Diakses tanggal 27 Februari 2020.

International Diabetes Federation (IDF). 2019. Diabetes Atlas. 9th Edition. Brussels,
Belgium.

Jelleyman C, et al. 2015. The effects of high-intensity interval training on glucose


regulation and insulin resistance: a metaanalysis. Obes Rev 2015

Kemenkes. 2018. Info Datin Hari Diabetes Sedunia Tahun 2018.


file:///C:/Users/User/Downloads/infodatin-Diabetes-2018.pdf Diakses Tanggal 26
Februari 2020.

Muhartono, Sari I.R.N. 2017. Ulkus Kaki Diabetik Kanan dengan Diabetes Mellitus Tipe
2. J AgromedUnila; 4 (1): 133-139
Mutmainna A. 2020. Pengontrolan Diet Pasien Yang Didiagnosis Dengan Diabetes
Mellitus Sebagai Dasar Program Konseling. Jurnal Kesehatan Window of Health;
3(1)

Perkeni. 2019. Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia. PB Perkeni.

Serdar, M.A. et al. 2019. An Assessment of HbA1c in Diabetes Mellitus and Pre-
diabetes Diagnosis: a Multi-centered Data Mining Study. Applied Biochemistry
and Biotechnology; 190: 44-56

Srimiyati. 2018. Pengetahuan Pencegahan Kaki Diabetik Penderita Diabetes Melitus


Berpengaruh Terhadap Perawatan Kaki, MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu
Kesehatan; 16 (2)

World Health Organisation (WHO). 2018. Diabetes. https://www.who.int/news-room/fact-


sheets/detail/diabetes. Diakses Tanggal 26 Februari 2020.

Yan, L.S. et al. 2017. Hubungan Penerimaan Diri dan Tingkat Stres pada Penderita
Diabetes Melitus. Jurnal Endurance, 2(3): 312-322.

Anda mungkin juga menyukai