Anda di halaman 1dari 25

28 Januari 2019

GEOLISTRIK PERUMAHAN MR. YUSUF

LEMBAGA BANTUAN TEKNIK | AW EFENDI


BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Amblesan sebagai salah satu jenis longsoran merupakan gerakan ke bawah di
permukaan bumi dari suatu titik sehingga elevasi muka tanahnya berkurang atau menjadi
lebih rendah dari semula. Terjadinya amblesan disebabkan oleh beberapa faktor yang
bersifat aktif maupun pasif dimana faktor-faktor tersebut didominasi oleh faktor geologi,
geomorfologi, geohodrologi dan pembebanan.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menginvestigasi amblesan adalah
metode geolistrik. Metode ini merupakan salah satu meotde eksplorasi geofisika yang
dapat memberikan gambaran (peta) tentang suatu lapisan atau formasi batuan dan
kedalaman lapisan batuan berdasarkan sifat kelistrikan batuan. Dalam kaitannya dengan
amblesan, metode geolistrik dapat memberikan gambaran tentang amblesan sebagai zona
lemah dengan sifat-sifat kelistrikan berupa tahanan jenis dan chargeability tertentu.

1.2 Tujuan Pengukuran Geolistrik


Tujuan dari pengukuran geolistrik dalam investigasi amblesan adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui gambaran (peta) satuan lapisan batuan dalam tampilan 2-D (dua
dimensi).
2. Untuk mengetahui gambaran (peta) tentang indikasi keberadaan satuan lapisan
batuan sebagai zona lemah (amblesan) dalam tampilan 2-D (dua dimensi).

1.3 Manfaat Pengukuran Geolistrik


Dalam proses investigasi amblesan, metode geolistrik dapat diposisikan kedalam
tahap investigasi pendahuluan setelah studi literature dan peninjauan geologi. Pengukuran
geolistrik dapat dimanfaatkan untuk menyelidiki satuan lapisan batuan yang
mengindikasikan zona lemah (amblesan) sepanjang lintasan pengukuran.
Dengan demikian pengukuran geolistrik dapat memberikan gambaran tentang satuan
lapisan batuan zona lemah dalam cakupan yang lebih luas.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sifat Listrik Zona Lemah


Lapisan batuan yang menjadi zona lemah umumnya terjadi karena adanya kandungan
air yang mengisi lapisan batuan. Keterdapatan air dalam suatu lapisan batuan sangat
mempengaruhi sifat kelistrikan dari batuan sangat mempengaruhi sifat kelistrikan dari
batuan tersebut. Adanya unsur-unsur utama tersebut terdiri dari ion-ion yang terkandung
dalam air menunjukkan air bersifat konduktif (mudah menghanntarkan arus listrik).
Dengan demikian apabila suatau lapisan batuan yang mengandung air
dialiri arus listrik, maka ion-ion yang terkandung di dalamnya saling
berinteraksi sehingga memungkinkan untuk mengalirkan arus listrik. Arus listrik yang
mengalir akan mengalami hambatan yang menunjukkan sifat tahanan jenis
(resistivitas) batuan serta mengalami proses peluruhan potensial dalam waktu
tertentu saat arus dilepaskan yang menunjukkan chargeability batuan. Umumnya
zona lemah (amblesan) yang diasumsikan sebagai lapisan batuan terkandung air
memiliki nilai resistivitas rendah (< 50 ohm.m) dan chargeability rendah (0-20
msec).

2.2 Metode Geolistrik


2.2.1 Dasar Kelistrikan

Gambar 2.1 Medium penghantar listrik dengan panjang r dan luas penampang A

Jika sebuah medium penghantar dialiri arus listrik I dengan potensial listrik V
(gambar 2.1), maka besarnya hambatan listrik R dari medium tersebut adalah :
V
R
I …………………...(1)
Hubungan antara kuat arus listrik, potensial listrik dan hambatan listrik seperti
yang dijelaskan pada persamaan (1) disebut sebagai Hukum Ohm. Arus listrik
yang mengalir terjadi karena adanya gerak muatan listrik negatif (elektron) pada
medium. Arus listrik yang mengalir memiliki kerapatan tertentu dalam luasan A
Metode geofisika yang secara luas banyak dilakukan dalam eksplorasi adalah metode
seismik, magnetik, gaya berat, tahanan jenis listrik dan elektromagnetik. Metode geolistrik
merupakan salah satu metode eksplorasi geofisika yang dapat diterapkan untuk
mempelajari karakteristik suatu sistem geothermal, penentuan lithologi lapisan batuan,
posisi reservoar, pola aliran serta sebaran fluida geothermal di bawah permukaan bumi.
Penggunaan geolistrik pertama kali dilakukan oleh Conrad Schlumberger pada tahun 1912.
Geolistrik merupakan salah satu metoda geofisika untuk mengetahui perubahan tahanan
jenis lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan arus listrik DC
(Direct Current) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini
menggunakan 2 buah elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan
jarak tertentu.

Metode geolistrik ini digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah
permukaan, untuk mengetahui kemungkinan adanya lapisan akifer yaitu lapisan batuan
yang merupakan lapisan pembawa air. Umumnya yang dicari adalah confined aquifer yaitu
lapisan akifer yang diapit oleh lapisan batuan kedap air (misalnya lapisan lempung) pada
bagian bawah dan bagian atas. Confined akifer ini mempunyai recharge yang relatif jauh,
sehingga ketersediaan air tanah di bawah titik bor tidak terpengaruh oleh perubahan cuaca
setempat.

Geolistrik ini bisa untuk mendeteksi adanya lapisan tambang yang mempunyai kontras
resistivitas dengan lapisan batuan pada bagian atas dan bawahnya. Bisa juga untuk
mengetahui perkiraan kedalaman bedrock untuk fondasi bangunan. Metoda geolistrik juga
bisa untuk menduga adanya panas bumi (geothermal) di bawah permukaan. Hanya saja
metoda ini merupakan salah satu metoda bantu dari metoda geofisika yang lain untuk
mengetahui secara pasti keberadaan sumber panas bumi di bawah permukaan.

Prinsip dasar metode ini adalah menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi
menggunakan dua buah elektroda arus, kemudian mengukur beda potensial melalui dua
buah elektroda lainnya di permukaan bumi. Arus listrik yang di-injeksikan akan mengalir
melalui lapisan batuan di bawah permukaan, dan menghasilkan data beda potensial yang
harganya bergantung pada tahanan jenis (resistivity) dari batuan yang dilaluinya. Fenomana
inilah yang dimanfaatkan untuk mengetahui dan menentukan jenis batuan termasuk fluida
apa saja yang ada di bawah permukaan.

Pemanfaatan metode geolistrik tahanan jenis telah banyak digunakan untuk


pengamatan lapisan geologi dangkal. Kemampuan metode geolistrik sangat ditunjang
keadaan bawah permukaan yang tersusun oleh lapisan-lapisan dengan tahanan jenis
berbeda. Adanya variasi tahanan jenis lapisan, dapat diamati dengan menginjeksikan arus
listrik ke dalam bumi dan mencatat tahanan jenis pada titik-titik pengamatan di permukaan
bumi. Dengan mengubah-ubah jarak elektroda sesuai dengan konfigurasi tertentu, maka
dapat diinterpretasi perubahan tahanan jenis secara vertikal dan horizontal.

Penyelidikan geolistrik ini terdiri atas dua jenis kegiatan yaitu pemetaan tahanan jenis
(Mapping) dan pendugaan tahanan jenis (Sounding). Hasil pengukuran mapping akan
berupa peta-peta tahanan jenis semu untuk berbagai bentangan elektroda arus, sedangkan
pengukuran sounding akan berupa profil-profil nilai tahanan jenis sebenarnya.

2.3 GEOLISTRIK
2.3.1 Metode Geolistrik
Penggunaan geolistrik pertama kali dilakukan oleh Conrad Schlumberger pada tahun
1912. Geolistrik merupakan salah satu metoda geofisika untuk mengetahui perubahan
tahanan jenis lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan arus
listrik DC (‘Direct Current’) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus
listrik ini menggunakan 2 buah ‘Elektroda Arus’ A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah
dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak elektroda AB akan menyebabkan aliran arus
listrik bisa menembus lapisan batuan lebih dalam.

Dengan adanya aliran arus listrik tersebut maka akan menimbulkan tegangan listrik di
dalam tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan tanah diukur dengan penggunakan
multimeter yang terhubung melalui 2 buah ‘Elektroda Tegangan’ M dan N yang jaraknya
lebih pendek dari pada jarak elektroda AB. Bila posisi jarak elektroda AB diubah menjadi
lebih besar maka tegangan listrik yang terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai
dengan informasi jenis batuan yang ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih
besar.
Dengan asumsi bahwa kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh arus listrik
ini sama dengan separuh dari jarak AB yang biasa disebut AB/2 (bila digunakan arus listrik
DC murni), maka diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran arus listrik ini berbentuk setengah
bola dengan jari-jari AB/2.

2.3.2 Cara Kerja Metode Geolistrik

Umumnya metoda geolistrik yang sering digunakan adalah yang menggunakan 4 buah
elektroda yang terletak dalamsatu garis lurus serta simetris terhadap titik tengah, yaitu 2
buah elektroda arus (AB) di bagian luar dan 2 buah elektroda ntegangan (MN) di bagian
dalam.

Kombinasi dari jarak AB/2, jarak MN/2, besarnya arus listrik yang dialirkan serta
tegangan listrik yang terjadi akan didapat suatu harga tahanan jenis semu (‘Apparent
Resistivity’). Disebut tahanan jenis semu karena tahanan jenis yang terhitung tersebut
merupakan gabungan dari banyak lapisan batuan di bawah permukaan yang dilalui arus
listrik.

Bila satu set hasil pengukuran tahanan jenis semu dari jarak AB terpendek sampai yang
terpanjang tersebut digambarkan pada grafik logaritma ganda dengan jarak AB/2 sebagai
sumbu-X dan tahanan jenis semu sebagai sumbu Y, maka akan didapat suatu bentuk kurva
data geolistrik. Dari kurva data tersebut bisa dihitung dan diduga sifat lapisan batuan di
bawah permukaan.

2.3.3 Kegunaan Geolistrik


Mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan sampai kedalaman sekitar
300 m sangat berguna untuk mengetahui kemungkinan adanya lapisan akifer yaitu lapisan
batuan yang merupakan lapisan pembawa air. Umumnya yang dicari adalah ‘confined
aquifer’ yaitu lapisan akifer yang diapit oleh lapisan batuan kedap air (misalnya lapisan
lempung) pada bagian bawah dan bagian atas. ‘Confined’ akifer ini mempunyai ‘recharge’
yang relatif jauh, sehingga ketersediaan air tanah di bawah titik bor tidak terpengaruh oleh
perubahan cuaca setempat.

Geolistrik ini bisa untuk mendeteksi adanya lapisan tambang yang mempunyai kontras
resistivitas dengan lapisan batuan pada bagian atas dan bawahnya. Bisa juga untuk
mengetahui perkiraan kedalaman ‘bedrock’ untuk fondasi bangunan.

Metode geolistrik juga bisa untuk menduga adanya panas bumi (geotermal) di bawah
permukaan. Hanya saja metoda ini merupakan salah satu metoda bantu dari metoda
geofisika yang lain untuk mengetahui secara pasti keberadaan sumber panas bumi di bawah
permukaan.

2.3.4 Konfigurasi
Metode geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang ke 4 buah
elektrodanya terletak dalam satu garis lurus dengan posisi elektroda AB dan MN yang
simetris terhadap titik pusat pada kedua sisi yaitu konfigurasi Wenner dan Schlumberger.
Setiap konfigurasi mempunyai metoda perhitungan tersendiri untuk mengetahui nilai
ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan. Metoda geolistrik konfigurasi
Schlumberger merupakan metoda favorit yang banyak digunakan untuk mengetahui
karakteristik lapisan batuan bawah permukaan dengan biaya survei yang relatif murah.

Umumnya lapisan batuan tidak mempunyai sifat homogen sempurna, seperti yang
dipersyaratkan pada pengukuran geolistrik. Untuk posisi lapisan batuan yang terletak dekat
dengan permukaan tanah akan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran tegangan
dan ini akan membuat data geolistrik menjadi menyimpang dari nilai sebenarnya. Yang
dapat mempengaruhi homogenitas lapisan batuan adalah fragmen batuan lain yang
menyisip pada lapisan, faktor ketidakseragaman dari pelapukan batuan induk, material yang
terkandung pada jalan, genangan air setempat, perpipaan dari bahan logam yang bisa
menghantar arus listrik, pagar kawat yang terhubung ke tanah dsbnya.

‘Spontaneous Potential’ yaitu tegangan listrik alami yang umumnya terdapat pada
lapisan batuan disebabkan oleh adanya larutan penghantar yang secara kimiawi
menimbulkan perbedaan tegangan pada mineral-mineral dari lapisan batuan yang berbeda
juga akan menyebabkan ketidak-homogenan lapisan batuan. Perbedaan tegangan listrik ini
umumnya relatif kecil, tetapi bila digunakan konfigurasi Schlumberger dengan jarak
elektroda AB yang panjang dan jarak MN yang relatif pendek, maka ada kemungkinan
tegangan listrik alami tersebut ikut menyumbang pada hasil pengukuran tegangan listrik
pada elektroda MN, sehingga data yang terukur menjadi kurang benar.

Untuk mengatasi adanya tegangan listrik alami ini hendaknya sebelum dilakukan
pengaliran arus listrik, multimeter diset pada tegangan listrik alami tersebut dan kedudukan
awal dari multimeter dibuat menjadi nol. Dengan demikian alat ukur multimeter akan
menunjukkan tegangan listrik yang benar-benar diakibatkan oleh pengiriman arus pada
elektroda AB. Multimeter yang mempunyai fasilitas seperti ini hanya terdapat pada
multimeter dengan akurasi tinggi.

Konfigurasi Wenner

Konfigurasi Wenner

Keunggulan dari konfigurasi Wenner ini adalah ketelitian pembacaan tegangan pada
elektroda MN lebih baik dengan angka yang relatif besar karena elektroda MN yang relatif
dekat dengan elektroda AB. Disini bisa digunakan alat ukur multimeter dengan impedansi
yang relatif lebih kecil.

Sedangkan kelemahannya adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas batuan di dekat


permukaan yang bisa berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Data yang didapat dari cara
konfigurasi Wenner, sangat sulit untuk menghilangkan factor non homogenitas batuan,
sehingga hasil perhitungan menjadi kurang akurat.
Konfigurasi Schlumberger
Pada konfigurasi Schlumberger idealnya jarak MN dibuat sekecil-kecilnya, sehingga
jarak MN secara teoritis tidak berubah. Tetapi karena keterbatasan kepekaan alat ukur,
maka ketika jarak AB sudah relatif besar maka jarak MN hendaknya dirubah. Perubahan
jarak MN hendaknya tidak lebih besar dari 1/5 jarak AB.

Konfigurasi Schlumberger

Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger ini adalah pembacaan tegangan pada


elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh, sehingga
diperlukan alat ukur multimeter yang mempunyai karakteristik ‘high impedance’ dengan
akurasi tinggi yaitu yang bisa mendisplay tegangan minimal 4 digit atau 2 digit di belakang
koma. Atau dengan cara lain diperlukan peralatan pengirim arus yang mempunyai tegangan
listrik DC yang sangat tinggi.

Sedangkan keunggulan konfigurasi Schlumberger ini adalah kemampuan untuk


mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan
membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2.

Agar pembacaan tegangan pada elektroda MN bisa dipercaya, maka ketika jarak AB
relatif besar hendaknya jarak elektroda MN juga diperbesar. Pertimbangan perubahan jarak
elektroda MN terhadap jarak elektroda AB yaitu ketika pembacaan tegangan listrik pada
multimeter sudah demikian kecil, misalnya 1.0 milliVolt.

Umumnya perubahan jarak MN bisa dilakukan bila telah tercapai perbandingan antara
jarak MN berbanding jarak AB = 1 : 20. Perbandingan yang lebih kecil misalnya 1 : 50 bisa
dilakukan bila mempunyai alat utama pengirim arus yang mempunyai keluaran tegangan
listrik DC sangat besar, katakanlah 1000 Volt atau lebih, sehingga beda tegangan yang
terukur pada elektroda MN tidak lebih kecil dari 1.0 milliVolt.
Parameter yang diukur :
1. Jarak antara stasiun dengan elektroda-elektroda (AB/2 dan MN/2)
2. Arus (I)
3. Beda Potensial (∆ V)
Parameter yang dihitung :

1. Tahanan jenis (R)


2. Faktor geometrik (K)
3. Tahanan jenis semu (ρ )
Cara intepretasi Schlumberger adalah dengan metode penyamaan kuva
(kurva matching). Ada 3 (tiga) macam kurva yang perlu diperhatikan dalam
intepretasi Schlumberger dengan metode penyamaan kurva, yaitu :
 Kurva Baku
 Kurva Bantu, terdiri dari tipe H, A, K dan Q
 Kurva Lapangan
Untuk mengetahui jenis kurva bantu yang akan dipakai, perlu diketahui bentuk umum
masing-masing kurva lapangannya.

 Kurva bantu H, menunjukan harga ρ minimum dan adanya variasi 3 lapisan dengan
ρ1 > ρ2 < ρ3.
 Kurva bantu A, menunjukkan pertambahan harga ρ dan variasi lapisan dengan ρ1 <
ρ2 < ρ3.
 Kurva bantu, K menunjukan harga ρ maksimum dan variasi lapisan dengan ρ1 < ρ2 >
ρ3.
 Kurva bantu Q, menunjukan penurunan harga ρ yang seragam : ρ1 > ρ2 > ρ3
Kurva-Kurva Bantu Dalam Metode Penyamaan Kurva Schlumberger

Alat-alat yang digunakan : kertas kalkir/mika plastik, kertas double log, marker OHP.
 Plot nilai AB/2 vs ρ pada mika plastik diatas double log. AB/2 sebagai absis dan ρ
sebagai ordinat.
 Buat kurva lapangan dari titik-titik tersebut secara smooth (tidak selalu harus melalui
titik-titik tersebut, untuk itu perlu dilihat penyebaran titik-titiknya secara keseluruhan).
 Pilih kurva Bantu apa saja yang sesuai dengan setiap bentukan kurva lapangan.
 Letakkan kurva lapangan diatas kurva baku, cari nilai P1 merupakan kedudukan :
 d1’,ρ1’ (kedalaman terukur, tahanan jenis terukur)
 d1’ = kedalaman lapisan perama = sebagai absis
 ρ1 = tahanan jenis lapisan pertama = sebagai ordinat
 Pindahlah kurva lapangan dan letakkan diatas tipe kurva Bantu pertama yang telah
ditentukan. Tarik garis putus-putus sesuai dengan harga ρ1/ρ2 pada kurva Bantu tersebut.
Garis putus-putus sebagai kurva Bantu ini merupakan tempat kedudukan P2.
 Kembalikan kurva lapangan diatas kurva baku, geser kurva lapangan berikutnya
sedemikian sehingga kurva baku pertama melalui pusat kurva baku. Tentukan nilai
ρ3/ρ2 serta plot titik P2. (catatan : posisi sumbu-sumbunya harus sejajar dengan sumbu-
sumbu pada kurva Bantu)
 Dari P2 dapat ditentukan d2’, ρ2’
 Titik pusat P3, koordinat d3’, ρ3’ dan nilai kurva Bantu selanjutnya dapat dicari dengan
jalan yang sama.

2.3.5 Koreksi Kedalaman


Untuk titik-titik pusat (Pn) yang terletak pada kurva bantu tipe H, tidak perlu dikoreksi.
Titik P pada kurva Bantu tipe A, K dan Q perlu dikoreksi.
Titik P1 apapun kurvanya tidak perlu dikoreksi.

Contoh Kurva Bantu

Titik P1, tidak perlu dikoreksi


Titik P2, tidak perlu dikoreksi karena terletakpada kurva Bantu tipe H
Titik P3 dan P4, perlu dikoreks nilai d (kedalaman), karena terletak pada kurva Bantu selain
tipe H.
Cara Koreksi Kedalaman
Untuk titik P3 :
Letakkan/impitkan kembali mika plastik diatas kurva Bantu tipe A (dengan nilai ρ4/ρ3 = 10)
dengan pusat P2. baca nilai koreksi (sebagai n) tepat pada titik P3 (nilai absis dari kurva
Bantu tersebut ditandai dengan garis putus-putus). Kemudian dapat dicari ketebalan lapisan
ke-3 dengan rumus :
H3 = n.d2
Sehingga kedalaman lapisan ke-3 dapat dihitung dengan rumus:

D3 = h3 + d2
Demikian juga untuk titik P4, dan seterusnya.
Jadi, dari hasil penyamaan kurva (curve matching) akan diperoleh data sebagai berikut :
1. Koordinat Pn = (dn’, ρn)
2. Kn = ρn+1/ρn
3. Jenis Kurva Bantu
4. Nilai Koreksi Kedalaman (n)
Setelah diperoleh nilai-nilai ρ dan d, kemudian dibuat penampang tegaknya (berupa
kolom) sesuai harga d-nya (menggunakan skala). Selanjutnya dilakukan pendugaan unt
interpretasi litologi penyusun pada masing-masing lapisan berdasarkan nilai ρ.

Penafsiran litologi ini akan semakin mendekati kebenaran apabila kita memiliki data
bawah permukaan seperti data dari sumur. Jika tidak ada sumur, maka kita sebaiknya
mengetahui geologi regional daerah penelitian tersebut atau data yang diperoleh dari
pengamatan geologi daerah sekitar (untuk mengetahui variasi litologi).

Tabel Nilai Resistivitas


Rock Resitivitas

Common rocks Common rocks


Topsoil 50–100

Loose sand 500–5000

Gravel 100–600

Clay 1–100

Weathered bedrock 100–1000

Sandstone 200–8000
Limestone 500–10 000

Greenstone 500–200 000

Gabbro 100–500 000

Granite 200–100 000

Basalt 200–100 000

Graphitic schist 10–500

Slates 500–500 000

Quartzite 500–800 000

Ore minerals Ore mineral


Pyrite (ores)
0.01–100
Pyrrhotite
0.001–0.01
Chalcopyrite
0.005–0.1
Galena
0.001–100
Sphalerite
0.01–1 000 000
Magnetite
0.01–1000
Cassiterite
0.001–10 000
Hematite
1000–1 000 000
Resistivities of common rocks and ore minerals (ohm-metres) Milsom After Palacky, 1987
BAB III METODELOGI
3.1 Rancangan Pengukuran Geolistrik
Pengukuran Topografi
Lintasan dan Pengaturan
Spasi

Pengukuran nilai potensial,


kuat arus & potensial
sekunder listrik lapisan
batuan

Perhitungan nilai
resistivitas semu &
chargeability lapisan
batuan

Pemrosesan data dengan


software Res2dinv
(Permodelan Inversi)

Analisis Data:
1. Estimasi Lapisan Batuan
2. Estimasi Indikasi
Keberadaan Zona Lemah
(Amblesan)

Gambar 3.1 Diagram rancangan pengukuran


Pengukuran nilai-nilai variabel geolistrik lapisan batuan dilakukan dengan
metode geolistrik konfigurasi schlumberger menggunakan alat geolistrik RESISTENZA,
RESISTIVITY METER, TYPE GLIV-100. RESISTENZA, RESISTIVITY METER, TYPE GLIV-100
merupakan alat ukur multichannel yang dilengkapi dengan 48 elektroda.
Pengukuran dilakukan di setiap titik sounding dengan spasi antar elektroda
potensial tetap dan spasi antar elektroda potensial-arus na. Spasia terkecil
adalah 3 meter yang diperbesar maximum n kali faktor pembesaran pada setiap
line.
Setelah hasil pengukuran (potensial dan kuat arus listrik batuan) diperoleh,
maka dapat dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai resistivitas semu dan
chargeability untuk tiap garis pengukuran dengan persamaan (25) dan (26).
Kemudian, nilai resistivitas semu hasil perhitungan diproses menggunakan program
res2dinv untuk mendapatkan gambaran (peta) tentang lapisan batuan dalam
tampilan 2-D (dua dimensi).

3.2 Variabel Pengukuran Geolistrik


Variabel yang digunakan dalam pengukuran ini terdiri dari:
1. Kuat arus listrik (I)
2. Potensial listrik Primer (VC)
3. Potensial listrik Sekunder (VS)
4. Faktor geometri (K)
5. Domain Waktu (t1 & t2)
6. Profil topografi (elevasi) dari garis pengukuran.
3.3 Tim Pengukuran Geolistrik
Tim pengukuran geolistrik terdiri dari:
1. 1 orang Analist
2. 1 orang Operator Geolistrik
3. 1 orang Operator Total Station
4. 4 orang Pengatur Elektroda
3.4 Teknik Pengambilan Data
3.4.1 Peralatan
Alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut.
1. Total Station
2. Global Position System (GPS)
3. Kompas-Klinometer
4. Meteran
5. Resistivity meter (multichannel)
6. Sumber arus DC (accu) 12 V 35 A
7. 48 elektroda (stain lees steel)
8. 2 roll kabel penghubung elektroda (multicore)

(a) Geoelectrical metter (b) Total station

Gambar 3.2 Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran geolistrik

3.4.2 Prinsip Kerja Alat


Pada dasarnya alat ukur resistivity meter terdiri dari dua bagian utama, yaitu:
1 Bagian Komutator yang berfungsi untuk mengubah arus searah (DC)
menjadi arus bolak-balik (AC) yang kemudian diinjeksikan ke dalam bumi.
2 Bagian Potensiometer yang berfungsi untuk mengukur besar potensial.

3.4.3 Prosedur Pengukuran Geolistrik


Prosedur pengukuran geolistrik adalah sebagai berikut:
1 Profil topografi masing-masing line sepanjang 141 meter diukur kemudian
data tersebut digunakan untuk mengatur spasi elektroda per 3 meter.
2 Setiap line dibagi menjadi 45 titik sounding dengan spasi 3 meter antar
titik sounding.
3 Setelah spasi telah diatur, elektroda diletakkan pada 48 titik spasi
elektroda kemudian dihubungkan ke alat ukur geolistrik
RESISTENZA, RESISTIVITY METER, TYPE GLIV-100 menggunakan
kabel penghubung (multicore) seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.3.

Gambar 3.3 Skema susunan alat ukur dan


elektroda

4 Setelah tersusun, alat ukur dihidupkan dengan menekan tombol


power. Konfigurasi schlumberger dipilih dan spasi elektroda 3 meter diisi
pada alat ukur kemudian arus listrik diinjeksikan.
5 Nilai kuat arus (I), beda potensial (ΔV), peluruhan potensial (Vs) dan domain
waktu (t) datum poin pertama sampai terakhir diukur dan direkam
secara otomatis oleh alat ukur (gambar 3.4).

Gambar 3.4 Sebaran datum point pada setiap line


6 Setelah data-data pada poin 5 diperoleh, nilai resistivitas semu (ρa)
dan chargeability semu (ma) dihitung dan disimpan secara otomatis oleh alat
ukur.
7 Semua data ukur dan data hitung disimpan pada memori alat sesuai
dengan nama line.
8 Setelah 4 line diukur, dihitung dan disimpan berdasarkan prosedur 3-7, selanjutnya
data diambil untuk diolah. Dari 45 titik sounding pada setiap line tersebut didapatkan
sebaran datum point sebanyak 650 seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.4.

3.5 Teknik Analisis Data


3.5.1 Permodelan Inversi
Teknik analisis data yang digunakan dalam pengukuran ini adalah pemodelan
inversi. Untuk memperoleh gambaran (peta) formasi lapisan batuan dan nilai-nilai
resistivitas tiap lapisan, pemodelan inversi dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut.
1. Nilai-nilai resistivitas semu (ρa) dan chargeability (ma) lapisan batuan diformat
pada program notpad sebagai
berikut. Nama lintasan
Spasi elektroda terkecil 2 ; tipe konfigurasi (schlumberger = 7)
Jumlah data resistivitas semu (ρa) dan chargeability semu (ma)
1 ; tipe lokasi-x untuk titik-titik datum (1 untuk titik tengah)
1 ; untuk data resistivitas dan polarisasi terimbas
chargeability; jenis data polarisasi terinduksi
msec ; satuan data chargeability t1, t2 ; domain waktu
Lokasi-x, spasi elektroda (a), faktor pembesaran (n), nilai resitivitas semu
(ρa), nilai chargeability semu (ma)
1; untuk data profil topografi
Jumlah data profil topografi
Jarak horizontal, elevasi
1; mengakhiri data profil topografi
0 ; ( 4 nol terakhir untuk mengakhiri format data)
0
0
0
kemudian disimpan dengan file yang berekstensi dat ( .dat)
2. Setelah data diformat dan disimpan, file dibuka pada program res2dinv.
3. Permodelan inversi dijalankan untuk mendapatkan gambaran (peta) formasi lapisan
batuan 2-D (dua dimensi) dan nilai-nilai resistivitas (ρ) serta chargeability (ma) tiap
lapisan batuan, dapat dilakukan analisis untuk menentukan jenis lapisan batuan
serta menentukan indikasi keberadaan akuifer.

3.5.2 Analisis Lapisan Batuan Sebagai Zona Lemah


Teknik analisa data yang digunakan untuk memperkirakan zona lemah adalah
sebagai berikut.
1 Mengkonfirmasikan jenis lapisan batuan hasil pengolahan dengan data
geologi hasil studi literatur dan peninjauan lapangan. Hal ini
dimaksudkan agar interpretasi jenis lapisan tidak menyimpang dari formasi
batuan berdasarkan tinjauan geologi.
2 Melakukan pencocokan nilai resistivitas tabel dengan nilai resistivitas tiap
lapisan.
Jika dalam analisis ini ditemukan adanya indikasi zona lemah (amblesan), maka
dapat dilakukan analisis lebih lanjut untuk memperkirakan kedalamannya.
BAB IV HASIL DAN ANALISIS
4.1 Hasil
4.1.1 Hasil Pengukuran Data
4.1.1.1 Hasil Pengukuran Profil Topografi
Tahap pertama yang dilakukan dalam eksplorasi setelah penentuan lokasi
pengambilan data adalah pengukuran profil topografi sepanjang garis pengukuran
dan pengaturan spasi elektroda. Pengukuran profil topografi dilakukan pada
lintasan sepanjang 80 dan 95 meter menggunakan alat ukur. Koordinat titik lintasan
geolistrik adalah S 1 ° 13’ 29.96” ; T 116 ° 50’ 35.24”
4.1.1.2 Hasil Pengukuran Geolistrik
Tahap kedua yang dilakukan dalam penelitian adalah pengukuran dan
perhitungan data geolistrik. Pengukuran geolistrik meliputi pengukuran nilai kuat
arus listrik (I), beda potensial listrik ( V) dan nilai peluruhan beda potensial ( Vs)
dalam waktu (t) tertentu menggunakan konfigurasi wenner-schlumberger. Untuk
setiap lintasan diperoleh data masing-masing dari setiap variabel tersebut
sebanyak 51 data (Data terlampir). Berdasarkan data setiap variabel tersebut
diatas maka dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai-nilai resistivitas semu
(ρas) dan chargeability semu (ma) lapisan batuan. Adapun alat geolistrik yang
digunakan secara otomatis menghitung dan menyimpan nilai resistivitas semu
(ρas) berdasarkan persamaan (25) dan chargeability (m) berdasarkan persamaan
(26).

4.2 Analisis Data


4.2.1 Permodelan Inversi
Nilai-nilai resistivitas semu (ρas) dan chargeability semu (ma) lapisan batuan
disusun berdasarkan format data pada program notpad. Format data
tersebut dibuka dan diolah menggunakan program res2dinv dengan metode
pemodelan inversi. Hasil dari pemodelan inversi setiap lintasan berupa
gambaran sebaran nilai-nilai resistivitas (ρ) dan chargeability (m) lapisan batuan
dalam tampilan dua dimensi (2-D) sebagai berikut.
Berdasarkan hasil pemodelan inversi didapatkan sebaran nilai resistivitas dan
chargeability
Analisis Zona Lemah (Amblesan) Lintasan I

Berdasarkansifat kelistrikan, zona lemah (amblesan) memiliki nilai resistivitas


rendah (< 10 Ω.m) dan chargeability rendah (0-20 msec). Dengan demikian
diperoleh hasil analisis zona lemah (amblesan) pada setiap lintasan 1 terdapat
tanah lemah/genangan air/lumpur (salty) pada daerah lintasan titik bentang 0-4
kedalaman 0 hingga 2,55 m . Pada lintasan titik bentang 27-32 pada kedalaman
2,55-4,98 m.
Berdasarkansifat kelistrikan, zona batuan atau tanah keras memiliki nilai resistivitas
besar (> 137 Ω.m). Dengan demikian diperoleh hasil analisis zona batuan atau
tanah keras pada lintasan 1 terdapat tanah Gravel hingga berindikasi Sandstone pada
daerah lintasan titik bentang 11-20 kedalaman 2,55 hingga 6,37 m dan berindikasi
lebih dalam. Dan terdapat tanah Clay pada lintasan titik bentang 6,00-8,00 pada
kedalaman 0,00-1,50 m. Pada lintasan titik bentang 6,00-23,00 pada kedalaman
2,55-6,37. Pada lintasan titik bentang 24,00-26,00 pada kedalaman 0,00-3,70.
Analisis Zona Lemah (Amblesan) Lintasan II

Berdasarkan sifat kelistrikan zona lemah (amblesan) memiliki nilai resistivitas


rendah (<10 Ωm) dan chargeability rendah (0-20 msec). Dengan demikian diperoleh hasil
analisis zona lemah (amblesan) pada setiap lintasan 2 terdapat tanah lemah/genangan
air/lumpur (salty) pada daerah lintasan titik bentang 3-5 kedalaman 0,00 hingga 1,50 m.
Pada lintasan titik bentang 8-12 pada kedalaman 0,00 – 1,50 m. pada daerah lintasan titik
bentang 20,0-22,0 kedalaman 0,00 hingga 2,55 m.
Berdasarkansifat kelistrikan, zona batuan atau tanah keras memiliki nilai resistivitas
besar (> 1570 Ω.m). Dengan demikian diperoleh hasil analisis zona batuan atau
tanah keras pada lintasan 2 terdapat tanah Limestone hingga berindikasi Greenstone
pada daerah lintasan titik bentang 8-15 kedalaman 3,70 hingga 4,98 m dan
berindikasi lebih dalam. Dan terdapat tanah Clay pada lintasan titik bentang 6,00-
17,00 pada kedalaman 2,55-3,70 m.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa:
1. Pada lintasan 1 terdapat tanah lemah/genangan air/lumpur (salty) pada
daerah lintasan titik bentang 0-4 kedalaman 0 hingga 2,55 m . Pada lintasan
titik bentang 27-32 pada kedalaman 2,55-4,98 m.
2. Pada lintasan 1 terdapat tanah Gravel hingga berindikasi Sandstone pada
daerah lintasan titik bentang 11-20 kedalaman 2,55 hingga 6,37 m dan
berindikasi lebih dalam. Dan terdapat tanah Clay pada lintasan titik bentang
6,00-8,00 pada kedalaman 0,00-1,50 m. Pada lintasan titik bentang 6,00-
23,00 pada kedalaman 2,55-6,37. Pada lintasan titik bentang 24,00-26,00
pada kedalaman 0,00-3,70
3. Pada lintasan 2 terdapat tanah lemah/genangan air/lumpur (salty) pada daerah
lintasan titik bentang 3-5 kedalaman 0,00 hingga 1,50 m. Pada lintasan titik bentang
8-12 pada kedalaman 0,00 – 1,50 m. pada daerah lintasan titik bentang 20,0-22,0
kedalaman 0,00 hingga 2,55 m.
4. Pada lintasan 2 terdapat tanah Limestone hingga berindikasi Greenstone pada
daerah lintasan titik bentang 8-15 kedalaman 3,70 hingga 4,98 m dan
berindikasi lebih dalam. Dan terdapat tanah Clay pada lintasan titik bentang
6,00-17,00 pada kedalaman 2,55-3,70 m.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan untuk Perkuatan
pada bagian tanah yang mengalami penurunan.

Anda mungkin juga menyukai