Anda di halaman 1dari 7

TIKA AMELYA YOFA

1910723007
TEORI SASTRA
SASTRA INDONESIA A

1. Jelaskan pendapat Plato tentang seni/sastra. Mengapa Aristoteles


menolak pendapat itu. Apa alasannya?

a. Pandangan Plato Mengenai Seni Dan Satra

Pandangan Plato mengenai mimesis sangat dipengaruhi oleh pandangannya


mengenai konsep Idea-idea yang kemudian mempengaruhi bagaimana pandangannya
mengenai seni.

Plato menganggap Idea yang dimiliki manusia terhadap suatu hal merupakan
sesuatu yang sempurna dan tidak dapat berubah. Idea merupakan dunia ideal yang
terdapat pada manusia. Idea oleh manusia hanya dapat diketahui melalui rasio,tidak
mungkin untuk dilihat atau disentuh dengan panca indra. Idea bagi Plato adalah hal yang
tetap atau tidak dapat berubah,  misalnya idea mengenai bentuk segitiga, ia hanya satu
tetapi dapat ditransformasikan dalam bentuk segitiga yang terbuat dari kayu dengan
jumlah lebih dari satu . Idea mengenai segitiga tersebut tidak dapat berubah, tetapi
segitiga yang terbuat dari kayu bisa berubah (Bertnens1979:13).

Berdasarkan pandangan Plato mengenai konsep Idea tersebut, Plato sangat


memandang rendah seniman dan penyair dalam bukunya yang berjudul Republic bagian
kesepuluh. Bahkan ia mengusir seniman dan sastrawan dari negerinya. Karena
menganggap seniman dan sastrawan tidak berguna bagi Athena, mereka dianggap hanya
akan meninggikan nafsu dan emosi saja. Pandangan tersebut muncul karena mimesis
yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan hanya akan menghasilkan khayalan tentang
kenyataan dan tetap jauh dari ‘kebenaran’. Seluruh barang yang dihasilkan manusia
menurut Plato hanya merupakan copy dari Idea, sehingga barang tersebut tidak akan
pernah sesempurna bentuk aslinya (dalam Idea-Idea mengenai barang tersebut).
Sekalipun begitu bagi Plato seorang tukang lebih mulia dari pada seniman atau penyair.
Seorang tukang yang membuat kursi, meja, lemari dan lain sebagainya mampu
menghadirkan Idea ke dalam bentuk yang dapat disentuh panca indra. Sedangkan penyair
dan seniman hanya menjiplak kenyataan yang dapat disentuh panca indra (seperti yang
dihasilkan tukang), mereka oleh Plato hanya dianggap menjiplak dari jiplakan
(Luxemberg:16).
Menurut Plato mimesis hanya terikat pada ide pendekatan. Tidak pernah
menghasilkan kopi sungguhan, mimesis hanya mampu menyarankan tataran yang lebih
tinggi. Mimesis yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan tidak mungkin mengacu
secara langsung terhadap dunia ideal.  (Teew.1984:220). Hal itu disebabkan pandangan
Plato bahwa seni dan sastra hanya mengacu kepada sesuatu yang ada secara faktual
seperti yang telah disebutkan di muka. Bahkan seperti yang telah dijelaskan di muka,
Plato mengatakan bila seni hanya menimbulkan nafsu karena cenderung menghimbau
emosi, bukan rasio (Teew. 1984:221)

b. Pandangan Aristoteles Mengenai Seni Dan Sastra

Aristoteles adalah seorang pelopor penentangan pandangan Plato tentang


mimesis, yang berarti juga menentang pandangan rendah Plato terhadap seni. Apabila
Plato beranggapan bahwa seni hanya merendahkan manusia karena menghimbau nafsu
dan emosi, Aristoteles justru menganggap seni sebagai sesuatu yang bisa meninggikan
akal budi. Teew (1984: 221) mengatakan bila Aristoteles memandang seni
sebai katharsis, penyucian terhadap jiwa. Karya seni oleh Aristoteles dianggap
menimbulkan kekhawatiran dan rasa khas kasihan yang dapat membebaskan dari nafsu
rendah penikmatnya.

 Aristoteles menganggap seniman dan sastrawan yang melakukan mimesis tidak


semata-mata menjiplak kenyataan, melainkan sebuah proses kreatif untuk menghasilkan
kebaruan. Seniman dan sastrawan menghasilkan suatu bentuk baru dari kenyataan
indrawi yang diperolehnya. Dalam bukunya yang
berjudul Poetica (via Luxemberg.1989:17), Aristoteles mengemukakakan bahwa sastra
bukan copy (sebagaimana uraian Plato) melainkan suatu ungkapan mengenai
“universalia” (konsep-konsep umum). Dari kenyataan yang menampakkan diri kacau
balau seorang seniman atau penyair memelih beberapa unsur untuk kemudian diciptakan
kembali menjadi ‘kodrat manusia yang abadi’, kebenaran yang universal. Itulah yang
membuat Aristoteles dengan keras berpendapat bahwa seniman dan sastrawan jauh lebih
tingi dari tukang kayu dan tukang-tukang lainnya.

Pandangan positif Aristoteles terhadap seni dan mimesis dipengaruhi oleh


pemikirannya terhadap ‘ada’ dan Idea-Idea. Aristoteles menganggap Idea-idea manusia
bukan sebagai kenyataan. Jika Plato beranggapan bahwa hanya idea-lah yang tidak dapat
berubah, Aristoteles justru mengatakan bahwa yang tidak dapat berubah (tetap) adalah
benda-benda jasmani itu sendiri. Benda jasmani oleh Aristoteles diklasifikasikan ke
dalam dua kategori, bentuk dan kategori. Bentuk adalah wujud suatu hal sedangkan
materi adalah bahan untuk membuat bentuk tersebut, dengan kata lain bentuk dan meteri
adalah suatu kesatuan (Bertens.1979: 13).
c. Kesimpulan

Pandangan Plato tentang karya seni dipengaruhi oleh pandangannya tentang ide.
Sikapnya terhadap karya seni sangat jelas dalam bukunya Politeia (Republik). Plato
memandang negatif karya seni. Ia menilai karya seni sebagai mimesis mimesos. Menurut
Plato, karya seni hanyalah tiruan dari realita yang ada. Realita yang ada adalah tiruan
(mimesis) dari yang asli. Yang asli itu adalah yang terdapat dalam ide. Ide jauh lebih
unggul, lebih baik, dan lebih indah daripada yang nyata ini. sedangkan aristoteles
memandang sebaliknya bahwa seniman dan sastrawan yang melakukan mimesis tidak
semata-mata menjiplak kenyataan, melainkan sebuah proses kreatif untuk menghasilkan
kebaruan. Seniman dan sastrawan menghasilkan suatu bentuk baru dari kenyataan
indrawi

2. Jelaskan Pula Teori Aristoteles "Poetika" Mengenai Struktur Karya Sastra

Teori Aristoteles mengenai struktur karya sastra

Aristoteles dalam bukunya yang berjudul poetika, yang yang ditulisnya sekitar
tahun 340 SM di Athena meletakkan dasar yang sangat kuat untuk menggangap karya
sastra sebagai struktur yang otonom. Masalah karya sastra dibicarakannya dalam rangka
pembahasan tragedi. Menurut pandangan Aristoteles dalam tragedi action, tindakan,
bukan character, watak, yang terpenting. Efek tragedi dihasilkan oleh oleh aksi plotnya,
dan untuk menghasilkan efek yang baik harus mempunyai keseluruhan, wholeness; untuk
itu harus dipenuhi empat syarat dalam terjemahan bahasa inggris disebut order,
amplitude, atau complexity, unity and connection atau coherence.

a. Struktur Karya Sastera dan Lingkaran Hermeneutik

Hermeneutik adalah ilmu atau keahlian menginterprestasi karya sastra dan


ungkapan bahasa dalam arti yang lebih luas menurut maksudnya. Dalam praktek
interprestasi sastra lingkaran itu terpecahkan secara dialektik, bertetangga, dan
lingkarannya yang bersifat spiral: mulai dari interprestasi menyeluruh yang bersifat
sementara kita berusaha untuk menafsirkan anasir-anasir sebaik mungkin; penafsiran
bagian-bagian pada giliranya menyanggupkan kita untuk memperbaiki pemahaman
keseluruhan karya, kemudian interprestasi itulah pula yang memungkinkan kita untuk
memahami secara lebih tepat dan sempurna bagian-bagiannya, dan seterusnya;
sampai pada akhirnya kita mencapai taraf penafsiran di mana diperoleh integrsi
makna total dan bagian yang optimal. Proses interprestasi berdasarkan asumsi atau
konvensi ataupun aksioma bahwa teks yang dibaca mempunyai kesatuan,
keseluruhan, kebulatan makna atau koherensi makna.

b. Kekurangan minat untuk struktur karya sastra pada abad ke sembilan belas

Pendekatan yang diutamakan dalam ilmu sastra pada abad ke-19 itu ialah sejarah
sastar yang juga sering mengabaikan karya sastra sebagai keseluruhan makna: pada
waktu segala bidang ilmu kemanusiaan berorientasi sejarah: bentuk bahasa purbalah
dilacak. Dengan sendirinya ilmu bahasa menjadi cukup atomis, lebih memperhatikan
sejarah unsur-unsur bahsa (bunyi, awalan atau akhiran, etimologi kata
tertentu)daripada bahasa sebagai totalitas. Yang populer dalam abad ke-19 ialah
pendekatan yang melihat sastra pertama-tama sebagai sarana untuk memahami aspek-
aspek kebudayaan yang lebih luas, terutama agama, sejarah atau asdpek
kemasyarakatan.

c. Munculnya minat untuk struktur karya sastra

Di barat dapat dilihat perubahan haluan yang berngsur-angsur dalam ilmu sastra
dalam abad ke-20. pergeseranyang umum dapat lihat dari ilmu-ilmu kemanusiaan ilah
pergeseran dari pendekatan historik atau diakronik ke pendekatan sinkronik, dan
sekaligus dapat disaksikan secara khas pergeseran dari pendekatan sastra sebagai
sarana untuk pengetahuan lain ke arah sastra se bagai bidang kebudayaan yang
otonom. Ferdinand De Saussure yang membawa , perputaran perspektif yang cukup
radikal dari pendekatan diakronik kependekatran sinkronik: penelitian bahasa
menurut pendapat ini harus mendahulukan bahasa segabagai sistem yang sinkronik;
makna dan fungsi unsur-unsurnya hanya dapat da[pat diphami dalam keterkaitannya
dengan unsur-unsur lain
.
d. Aliran formalis di Rusia

Di bidang ilmu sastra penelitian struktural dirintis jalanya oleh kelompok peneliti
rusia 1915-1930. mereka disebut kaum formalis, dengan tokoh utama Jakobson,
Shklovsky, Eichenbaum, Tynjanov dan lain-lain. Kemudian sesudah tahun 1930
dilarang oleh Joseph Stalin karena pendekiatan formalis bertentangan dengan ajaran
marxis.

Pada awalnya para formalis pertama-tama ingin membebaskan ilmu sastra dari
kungkungan ilmu lain, misal psikologi, sejarah atau penelitian kebudayaan. Mereka
mencari ciri khas yang membedakan sastra dari ungkapan bahasa lain: ciri itu disebut
literariness: “the material of poetry is neither images not emotions, buts words…..
Poetry is verbal act (bahan puisi bukanlah imaji atau emosi, melainkan kata-kata…
Puisi adalah tindak bahasa aatau kata). Puisi adalah pemakain bahasa yang sign-
oriented, terarah ke tanda-tanda, bukan ke kenyataan. Jakobson mengatakan “poetry,
which simply an utteranceoriented towards the mode of expression, is governed by
immanent laws (puisi yang sebenarnya hanya merupakan pengutaraan yang terarah ke
ragam ekspresi, dikuasai oleh hukum-hukum imanen). Yang penting menurut kaum
formalis ialah dalam bahasa Rusia Priem, devices, prosede atau sarana-sarana yang
secara distinktif dimanfaatkan oleh penyair di bidang bunyi (rima, irama, aliterasi dan
asonansi), tetapi pula di bidang morfologi, sintaksis dan semantik.

e. Pendekatan struktural dan gerakan otonomi

Teori-teori para formalis diuraikan agak lengkap, sebab teori ini pada prinsipnya
dianut puka, dalam garis utamanya, oleh berbagai aliran ilmu sastra yang dapat dapat
disimpulkan dengan sebutan strukturalis, formalis ataupun gerakan otonomi, jadi
yang meneliti karya sastra dalam otonominya, lepas dari latar belakang sosial,
sejarah, biografik dan lainnya.aliran strukturalis berkembang terus di dunia Slavia
dengan kelompok yang kuat di Praha ( Mukarovsky, voieka, dan laian-lain) kemudian
berkembang lagi dengan nama yang lebih modern, yaitu semiotik, di Rusia dengan
Jurij Lotman sebagai wakil yang terkemuk.di Prancis analis teks sastra menyeluruh
dan struktural sudah berkembang dan umum dilakukan sejak awal abad ini dalam
dunia pendidikan denagan istilah explication de textes.

f. Tentang analisis analisis struktur karya sastra

Analisis struktural bertujuan membongkar dan memaparkan secermat mungkin,


seteliti, semendetil dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir
dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.
Analisis struktural bukanlah penjumlahan anasir-anasir itu, misalanya tidak cukup
didaftarkan semua kasus alitersi, asonansi, riam akhir, rima dalam, inversi sintatik,
metafor dan metonimi dengan segala macam peristilahan yang muluk-muluk, dengan
apa saja. Secara formal dapat diperhatikan dalam sebuah sajak; atau dalam hal roman
pun tidak cukup semacam enumerasi gejala-gejal yang berhubungan dengan aspek
waktu, aspk ruang perwatakan, point of view, sorot balik, dan apa saja. Yang penting
justru sumbangan yang diberikan oleh semua gejala semacam ini pada keseluruhan
makna, dalam ketrkaitan dan keterjalinannya, juga dan justru anatara berbagai
tataran(fonik, morfologis, sitaksis, semantik).

3. Sebutkan tiga gagasan pokok teori strukturalisme otonom dan apa kelemahan teori
ini. Jelaskan!
Strukturalisme otonom memusatkan pada perhatiannya pada otonomi sastra sebagai
karya fiksi. Artinya menyerahkan pemberian makna karya sastra tersebut terhadap
eksistensi karya sastra itu sendiri tanpa mengaitkan unsur yang adas di luar struktur
signifikasinya.
Strukturalisme berpendapat bahwa untuk menanggapi karya sastra secara objektif
haruslah berdasarkan teks karya sendiri (Sayuti, 2001: 66-69). Pengkajian terhadapnya
hendaknya diarahkan pada bagian-bagian karya yang menyangga keseluruhan, dan
sebaliknya bahwa keseluruhan itu merupakan bagian-bagian. Pandangan ini merupakan
reaksi dari pandangan mimesis dan romantik yang menekankan karya sebagai tiruan
objek-objek di luarnya, dan oleh karena itu, penilaian lebih menekankan pada aspek
ekspresifitas. Maksudnya, lebih menekankan pada biografi pengarang dan sejarah karya
sastra.
Terdapat tiga gagasan pokok yang termuat dalam teori struktur

Pertama
Gagasan keseluruhan (wholeness) yang dapat diartikan sebagai bagian-bagian
atau analisirnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan
baik keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya.

Kedua

Gagasan transformasi (transformation), yaitu sebuah struktur menyanggupi


prosedur transformasi yang terus-menerus sehingga memungkinkan pembentukan bahan-
bahan baru.

Ketiga

Gagasan mandiri (self regulation), yaitu tidak memerlukan hal-hal yang berasal
dari luar dirinya untuk mempertahankan transformasinya.

Suatu konsep dasar yang menjadi ciri khas teori struktural adalah adanya
anggapan bahwa di dalam dirinya sendiri karya sastra merupakan suatu struktur yang
otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur
pembangunnya yang saling berjalinan (Pradopo dalam Suwondo, 2001: 55). Pendapat ini
mengisyaratkan bahwa untuk memahami makna, karya sastra harus terlepas dari latar
belakang sejarah,niat penulis, dan lepas dari efek pembacanya.

Strukturalisme adalah cara berfikir tentang dunia yang dikaitkan dengan persepsi
dan deskripsi struktur (Hawks dalam Suwondo, 2001: 55-56). Pada hakikatnya dunia ini
lebih tersusun dari hubungan-hubungan daripada benda-bendanya. Dalam kesatuan
hubungan tersebut, setiap unsur atau analisirnya tidak memiliki maknanya sendiri-sendiri,
kecuali hubungan dengan analisir lain sesuai dengan posisinya di dalam struktur.
Dalam perkembangannya pendekatan ini dirasa kurang valid dalam pemberian
makna terhadap karya sastra. Apabila sastra hanya dipahami dari unsur intrinsiknya saja,
maka karya sastra dianggap lepas dari konteks sosialnya. Padahal pada hakikatnya sastra
selalu berkaitan dengan masyarakat dan sejarah yang melingkupi penciptaan karya
tersebut. Oleh karena itu pendapat kaum strukturalisme murni/ otonom banyak mendapat
kritikan oleh penganut strukturalisme genetik.

Kelemahannya

1. Karya sastera tidak dapat dilepaskan dari unsur-unsur yang berada di luar teksnya
karana karya sastera bukanlah sesuatu yang bersifat otonom iaitu keadaan lepas dari
lingkungan sosialnya dan objektif.
2. tidak berusaha menemukan pengarang dan latar belakang karya sastera.

Strukturalisme mengabaikan adanya pengarang sebagai pemberi makna dan


pencetus idea. Menurut A. Teeuw dalam bukunya yang berjudul Sastra dan Ilmu
Sastra menyatakan bahwa analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan
memaparkan unsur-unsur dalam teks secara keseluruhan agar mendapatkan makna
yang menyeluruh. (1991:135) Berdasarkan pernyataan tersebut, strukturalisme
merungkai satu per satu unsur-unsur yang membangunkan karya sastera tersebut.
Unsur-unsur tersebut kemudian dihubungkan sehingga memperoleh makna yang
jelas. Strukturalisme tidak memandang pengarang dan pembaca sebagai pemberi
makna sebuah karya sastera. Malah, menurut strukturalisme, karya sastra bukan
merupakan ungkapan batin seorang pengarang atau suatu bentuk penerimaan
pembaca. Karya sastra merupakan satu struktur yang bermakna yang membangun
dirinya sendiri dengan mengabaikan pengarang sebagai pemberi makna. cara makna
yang ingin disampaikan oleh pengarang lebih penting daripada apa yang ingin
disampaikan. Pendekatan ini menganggap pengarang tidak berkuasa menentukan
mesej yang disampaikan oleh karyanya kerana kuasa pemaknaan terletak pada sistem
universal.

Anda mungkin juga menyukai