DIAPER RASH
Ukhtul Izzah,M.Kep.
Disusun Oleh :
Banyuwangi
2020
Diaper Rash
1. Definisi
Diaper rash atau biasa disebut dengan diaper/napkin dermatitis adalah dermatitis
yang umum terjadi pada area popok pada kulit bayi. Prevalensi tertinggi terjadi antara
usia 6 hingga 12 bulan. Dermatitis popok juga dapat ditemukan pada orang dewasa
dengan inkontinensia urin atau feses.
Dermatitis popok adalah salah satu dari kondisi kulit yang dapat ditemukan pada
bayi dan anak, tercatat sekitar 1 juta pasien rawat jalan setiap tahun. Dengan adanya
popok yang memiliki daya serap tinggi dan sekali pakai dalam dekade terakhir,
insidensi dari bentuk berat dari dermatitis popok ini berkurang.
2. Etiologi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan diaper rash yaitu
maserasi air, gesekan, urin, feses, perawatan kulit yang salah, mikroorganisme,
antibiotik dan diare.
a. Maserasi dengan air
Stratum korneum bertanggung jawab sebagai barrier air dari epidermis,
stratum korneum berisi sel-sel yang terus menerus terkelupas dan akan diperbarui
selama 12-24 hari. Matriks ekstraseluler yang bersifat hidrofobik bertindak sebagai
penghalang air, mencegah hilangnya air dari tubuh, dan masuknya air ke delam.
Sementara sel-sel hidrofilik dari stratum korneum menyediakan perlindungan
mekanis dari lingkungan eksternal secara berlapis. Keadaan basah yang berlebihan
memiliki beberapa efek terhadap stratum korneum. Pertama, hal ini membuat
permukaan kulit lebih rapuh dan lebih sensitif terhadap gesekan. Kedua, hal ini
mengganggu fungsi penghalang (barrier) yang memungkinkan peningkatan
permeasi zat iritasi ke dalam lapisan sensitif di bawah stratum korneum, dan
menyebabkan lapisan ini terpapar akan udara kering dan mikroorganisme yang
berbahaya dari luar.
b. Gesekan
Gesekan antara kulit dan popok merupakan faktor penting terjadinya diaper
rash, hal ini dilihat dari frekuensi predileksi terjadinya erupsi yaitu bagian
permukaan dalam paha, permukaan cembung genitalia, pantat dan pinggang.
Gesekan mampu menembus startum korneum dengan adanya maserasi.
c. Urine
Normalnya bayi yang baru lahir buang air lebih dari 20 kali dalam 24 jam.
Frekuensi akan berkurang menjadi rata-rata tujuh kali dalam 24 jam pada usia 12
bulan. Selama bertahun-tahun amonia diyakini yang diproduksi oleh bakteri dari
urea dalam urin bayi, adalah penyebab utama iritasi diaper rash namun hal ini tidak
terbukti.
d. Feses
Feses pada bayi mengandung substansial jumlah protease dan lipase pankreas
yang diproduksi dalam usus oleh berbagai bakteri. Efek iritasi dari enzim tersebut
dapat meningkat oleh banyak faktor, terutama pH tinggi. Salah satu faktor yang
telah terbukti mempengaruhi pH feses adalah makanan bayi, pH yang lebih tinggi
ditemukan dalam susu formula bayi sapi. Enzim urease diproduksi oleh berbagai
bakteri feses, dan memiliki efek meningkatkan pH bila dicampur dengan air
kencing. peningkatan pH meningkatkan aktivitas lipase feses dan protease.
e. Perawatan kulit yang salah
Penggunaan sabun cair dan bedak pada area popok bayi yang mengandung
bahan kimia iritan dapat memicu terjadinya dermatitis kontak iritan primer.
f. Antibiotik
Penggunaan antibiotik spektrum luas pada bayi untuk kondisi seperti otitis
media dan infeksi saluran pernafasan telah terbukti menyebabkan peningkatan
insiden iritan dermatitis popok.
g. Diare
Produksi tinja cair berhubungan dengan pemendekan waktu transit di usus, dan
feses tersebut mengandung jumlah yang lebih besar dari sisa-sisa enzim pencernan.
4.Patofisiologi
Telah menjadi kesepakatan para ahli bahwa diaper rash adalah gambaran suatu
dermatitis kontak iritan,atau dikenal dengan istilah dermatitis popok iritan primer
(DPIP). Penggunaan popok berhubungan dengan peningkatan yang signifikan pada
hhidrasi dan ph kulit. Kedua faktor tersebut adalah hal penting untuk kesehatan kulit
pada daerah popok. Urine dan feses berperan penting pada peningkatan hidrasi dan ph
kulit.
Pada keadaan hidrasi yang berlebihan, permeabilitas kulit akan meningkat
terhadap iritan, meningkatnya koefisien gesekan sehingga mudah terjadi abrasi, dan
merupakan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme sehingga mudah
terjadi infeksi. Pada ph kulit yang lebih tinggi, enzim feses yang dihasilkan oleh bakteri
pada saluran cerna dapat mengiritasi kulit secara langsung dan dapat meningkatkan
kepekaan kulit terhadap bahan iritan lainnya. Superhydration urease enzyme yang
terdapat pada stratum korneum melepaskan ammoniak dari bakteri kutaneus. Urease
mempunyai efek iritasi yang ringan pada kulit yang tidak intak. Lipase dan protease
pada feses yang bercampur dengan urin akan menghasilkan lebih banyak ammoniak dan
meningkatkan ph kulit.
Ammoniak bukan merupakan suatu bahan iritan yang turut berperan dalam
patogenesisdiaper rash. Pada observasi klinis menunjukkan bayi dengan diaper rash
tidak tercium aroma ammoniak yang kuat. Feses bayi yang diberikan ASI mempunyai
ph yang rendah dan tidak rentan terkena diaper rash. Gesekan akibat gerakan
menyebabkan kulit terluka dan mudah terjadi iritasi sehingga resiko terjadinya inflamasi
meningkat.
Infeksi sekunder akibat dari mikroorganisme seperti candida albicans sering
timbul setelah 72 jam terjadinya diaper rash. Candida albicans adalah mikroorganisme
tersering yang dijumpai pada daerah popok dari 41%-85% bayi yang mengalami diaper
rash.
5. Manifestasi Klinis
Gejalanya antara lain :
a. Iritasi pada kulit yang terkena muncul sebagai crytaema.
b. Crupsi pada daerah kontak yang menonjol, seperti pantat, alat kemaluan, perut
bawah paha atas.
c. Keadaan lebih parah terdapat : crythamatosa.
d. Kulit kemerahan dan lecet. Kulit pada lipatan kaki lecet dan berbau tajam.
e. Awal ruam biasanya timbul di daerah kelamin, bukan di dubur.
f. Beruntutan di daerah kelamin, pantat, dan pangkal paha.
g. Timbul lepuh-lepuh di seluruh daerah popok.
h. Bila penyakit telah berlangsung lebih dari 3 hari, daerah tersebut sering
terkolonisasi (ditumbuhi) oleh jamur, terutama jenis Candida Albicans, sehingga
kelainan kulit bertambah merah dan basah.
i. Mudah terjadinya infeksi kuman, biasanya staphylococcus aureus atau
Sreptococcus beta hemolyticus sehingga kulit menjadi lebih bengkak, serta di
dapatkan nanah dan keropeng.
j. Bayi menjadi rewel karena rasa nyeri.
6.Komplikasi
Adanya maserasi dan abrasi kulit yang tertutup popok, menyebabkan ulserasi kulit
dan infeksi sekunder oleh Candida albicans dapat terjadi. Reaksi psoriasis mengarah ke suatu
psoriaticlike erupsi papul dan plak setelah terapi awal infeksi kandida yang mengenai
anggota tubuh dan biasanya ekstremitas, terjadi beberapa hari setelah terapi antifungi
dimulai. Komplikasi dari diaper rash yaitu ulkus punch-out atau erosi dengan tepi
meninggi (Jacquet erosive dieper dermatitis), papul dan nodul pseudoverucous dan plak
dan nodul violaceous (granuloma gluteale infantum). Pada jacquet erosive diaper dermatitis
memberikan gambaran eritema, berlapis, terdapat fisura dan area erosi pada kulityang
kontak dengan popok.
Granuloma gluteal infantum merupakan penyakit yang tidak biasa dengan ciri nodul
merah keunguan dengan ukuran yang berbeda-beda (0.5-0.3 cm) timbul pada area popok pada
bayi umur 2-9 bulan. Pada pemeriksaan biopsi didapatkan infiltrat limfosit, sel plasma,
netrofil, dan eosinofil.
7.Pemeriksaan Penunjang
Keadaan diaper rashumumnya dapat didiagnosis secara klinis, pemeriksaan
penunjang memiliki beberapa keterbatasan dan kekurangan dalam mendiagnosis
dermatitis ini. Namun pemeriksaan penunjang kadang kala digunakan untuk eliminasi
diagnosa banding lainnya
a. Tes Rutin :
Hitung darah lengkap dapat membantu terutama jika ada demam atau
diduga infeksi sekunder.Jika hasil tes ditemukan anemia menandakan keadaan
berkaitan dengan hepatosplenomegali dengan kemungkinan diagnosis Histiositosis
sel Langerhans atau sifilis kongenital. Jika dicurigai sifilis kongenital, serologi yang
relevan harus dikirim bidang pemeriksaan mikroskopis gelap untuk spirochetes dari
setiap kerokan lesi bulosa yang dapat dilakukan.
1) Kultur dari lesi yang mengering serta infeksi yang sudah jelas diindikasikan
untuk tes sensitifitas antibiotik.
2) Pewarnaan Gram atau kultur bula karakteristik impetigo untuk S. aureus dapat
digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis ini. Kultur rutin menunjukkan
infeksi polimikrobial (misalnya, streptokokus, Enterobacteriaceae, dan
anaerob) dalam hampir satu setengah dari kasus.
3) Kerokan Kalium hidroksida (KOH) dari lesi pustul dapat menunjukkan
pseudohyphae dalam kasus dugaan kandidiasis.
4) Jika ditemukan tungau dapat didiagnosa skabies.
b. Tes lain :
1) Tingkat Serum zinc kurang dari 50 mcg/dL dapat mendiagnosa enteropathica
acrodermatitis.
2) Biopsi kulit dapat dilakukan untuk membantu membedakan granuloma gluteal
infantum dari proses granulomatosa dan neoplastik. Histopatologi: granuloma
gluteal infantum nampak infiltrasi inflamasi yang terdiri dari neutrofil, limfosit,
histiosit, sel plasma, sel raksasa kadang-kadang, dan eosinofil, kadang-kadang
dengan peningkatan jumlah kapiler. Pemeriksaan granuloma gluteal
menggunakan mikroskop elektron mengungkapkan 3 jenis sel raksasa: di tipe
pertama, sel-sel ini secara luas terjadi pembesaran retikulum endoplasma; jenis
kedua, sel-sel memfagositosis eritrosit; dan dalam jenis ketiga, sel-sel memiliki
vesikula dan butiran dan mirip dengan histiosit.
8.Penatalaksanaan medis
a. Non Medikamentosa
1) Popok harus dibiarkan terbuka sesering mungkin ketika bayi tidur, untuk
pengeringan kulit.
2) Direkomendasikan untuk membersihkan kulit dengan air bersih, dan hindari
gesekan atau digosok.
3) Popok harus digantisesering mungkin dan secepatnya setelah buang air
4) Edukasi orang tua dan pengasuh. Tujuan utama penatalaksanaan diaper rash
adalah mengurangi kelembaban, karena yang paling penting adalah
keberhasilan yang baik dan menjaga daerah popok agar tetap bersih dan kering
dengan mengganti popok secara teratur dan menggunakan popok sekali pakai
seperti popok golongan sintesis yang mengurangi kontak kulit dengan urin.
b. Medikamentosa
Kelembaban Lama
Maserasi Kulit
3.Diagnosa
1) Gangguan rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit
2) Kerusakan integritas kulit b/d adanya ruam pada kulit
3) Resiko infeksi
4.Intervensi.
Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Gangguan rasa Status kenyamanan Manajemen pruritus
fisik terpenuhi Tentukan penyebab dari
nyaman b/d gejala dengan kriteria hasil:
terjadinya pruritus
terkait penyakit Control Lakukan pemeriksaan
terhadap fisik untuk
gejala mengidentifikasi
Tidak ada terjadinya kerusakan
gatal kulit
Nyeri Berikan kompres dingin
berkurang untuk meringankan
atau hilang iritasi
Berikan krim atau losion
yang mengandung obat
sesuai dengan
kebutuhan
Manajemen nyeri
Lakukan pengkajian
nyeri komprehensif yang
meliputI lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi,kualitas dan
intensitas nyeri serta
faktor pencetus.
Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
Berikan informasi
kepada keluarga
mengenai nyeri
Kurangi faktor yang
dapat mencetuskan atau
meningkatkan nyeri
Pilih dan
implementasikan
tindakan farmakologi
dan nonfarmakologi
untuk memfasilitasi
penurunan nyeri
2. Kerusakan integritas Integritas jaringan Pengecekan kulit
kulit dan membran Periksa kulit dan selaput
kulit b/d adanya ruam mukosa tidak lendir terkait dengan
terganggu dengan adanya
kriteria hasil: kemerahan,kehangatan
Integritas ekstrem, edema
kulit tidak Monitor warna dan
terganggu suhu kulit
Tidak ada lesi Lakukakan langkah –
pada kulit langkah untuk
mencegah kerusakan
lebih lanjut
Perawatan kulit pengobatan
topical
Periksa kulit setiap hari
Berikan pembersih
topical pada daerah
yang terkena dengan
tepat
Dewi Vivian N. L., S. ST, M. Kes (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak
Balita. Salemba, Jakarta: Medika.
Sumber: https://muslimah.or.id/4831-diaper-rash-ruam-popok.html Clasification
2015-2017. Jakarta: EGC
Herman, T. Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan definisi dan klasifikasi 2015-2017 ed. 10,
Jakarta :EGC