Anda di halaman 1dari 29

1.

Epilepsi

Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for
epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang ditandai
oleh adanya factor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik,perubahan
neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi social yang diakibatkannya.

Epidemiologi
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi.
Sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsy lebih
tinggi di negara berkembang.Insiden epilepsy di negara maju ditemukan sekitar
50/100.000.sementara di Negara berkembang mencapai 100/100.000.

Di Negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan pengobatan


apapun.Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan perempuan.
Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun dan usia lanjut di atas 65 tahun.

Etiologi
Ditinjau dari penyebab, epilepsy dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: (7)
 Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi ±50% dari penderita epilepsi
anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetic, awitan biasanya pada usia >3tahun.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan alat-alat diagnostic yang canggih
kelompok ini semakin sedikit.
 Epilepsi simptomatik : disebabkan oleh kelainan / lesi pada susunan saraf pusat. Misalnya
: post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan metabolic, malformasi
otak kongenital, asphyxia neonatorum, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak,
toksik serta kelainan neurodegenerative.
 Epilepsy kriptogenik : dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui,
termasuk disini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsy mioklonik.
1.6 Gejala
 Kejang parsial simplek 
Serangan dimana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala berupa “déjà
vu” : perasaan dimana pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya.
 Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat di jelaskan.
 Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian tubuh
tertentu.
 Gerakan yang tidak dapat di kontrol pada bagian tubuh tertentu
 Halusinasi  
• Kejang parsial (psikomotor) kompleks
Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahanlebih
lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan mengingat waktu
serangan. Gejalanya meliputi:
- gerakan seperti mencucur atau mengunyah
- melakukan gerakan yang sama berulang – ulang atau memainkan pakaiannya
- melakukn gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling dalam keadaan
seperti sedang bingung
- gerakan menendang atau meninju yang berulang – ulang
- berbicara tidak jelas seperti menggumam
•Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal).
Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahaptonik
atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya
mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura. Aura
merupakan perasaan yang dialami sebelum serangan dapat berupa : merasa sakit perut , baal,
kunang – kunang , telinga berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat : kehilangan
kesadaran, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa
alasan yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik : terjadi
kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar tidak
dapat di kontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih
ataupun ingin tidur setelah serangan semacam ini.
1.8
Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah mengupayakan penyandang epilepsi dapat hidup
normal dan tercapai kualitas hidup optimal . Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut
antara lain menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping
ataupun dengan efek samping seminimal mungkin serta menurunkan angka kesakitan dan
kematian.(10-13) Terapi pada epilepsi dapat berupa terapi farmakologi dan nonfarmakologi.
PRINSIP TERAPI FARMAKOLOGI (11-17)
OAE diberikan bila :
o Diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun.
Selain itu pasien dan keluarganya harus terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai tujuan
pengobatan dan efek samping dari pengobatan tersebut.
o Penyandang dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan.
o Penyandang dan/ atau keluarga telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping yang timbul
dari OAE.
o Bangkitan terjadi berulang walaupun factor pencetus sudah dihindari (misalnya: alcohol, kurang
tidur, stress, dll)
 Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis bangkitan
(Tabel 1) dan jenis sindrom epilepsi (Tabel 2).
 Pemberian obat dimulai dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif
tercapai atau timbul efek samping (Tabel 3).
 Kadar obat dalam plasma ditentukan bila:
o Bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif
o Diduga ada perubahan farmakokinetik OAE (disebabkan oleh kehamilan, penyakit hati,
penyakit ginjal, gangguan absorpsi OAE)
o Diduga penyandang tidak patuh pada pengobatan
o Setelah penggantian dosis/regimen OAE
o Untuk melihat interaksi antara OAE atau obat lain.
 Bila dengan penggunaan OAE pertama dosis maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan, maka
diganti dengan OAE kedua. Caranya bila OAE telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama
diturunkan bertahap (tapering off). Bila terjadi bangkitan saat penurunan OAE pertama maka
kedua OAE tetap diberikan. Bila responsyang didapat buruk, kedua OAE hareus diganti dengan
OAE yan g lain. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan bila terdapat respons dengan OAE
kedua, tetapi respons tetap suboptimal walaupun pergunaan kedua OAE pertama sudah maksimal.
(17)

 OAE kedua harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan OAE pertama
 Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila kemungkinan
kekambuhan tinggi, yaitu bila: (18,19)
o Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG
o Pada pemeriksaan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi dengan bangkitan;
misalnya meningioma, neoplasma otak, AVM, abses otak ensafalitis herpes.
o Pada pemeriksaan neurologis dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan
otak
o Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)
o Riwayat bangkitan simtomatis
o Terdapat sindrom epilepsi yang berisiko kekambuhan tinggi seperti JME (Juvenile
Myoclonic Epilepsi)
o Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran stroke, infeksi SSP
o Bangkitan pertama berupa status epileptikus
 Efek samping OAE perlu diperhatikan (Tabel 4.4), demikian pula halnya dengan profil
farmakologis tiap OAE (Table 4.5) dan interaksi farmnakokinetik antar-OAE
 Strategi untuk menceghah efek samping:
o Pilih OAE yang paling cocok untuk karakteristik penyandang
o Gunakan titrasi dengan dosis terkecil dan rumatan terkecil mengacu pada sindrom epilepsi
dan karakteristik penyandang.
Prognosis
Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi faktor
penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada umumnya prognosis
epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan dapat dicegah
dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada suatu waktu akan dapat berhenti minum
obat. Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum maupun serangan lena
atau melamun atau absence mempunyai prognosis terbaik. Sebaliknya epilepsi yang
serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang disertai kelainan neurologik dan
atau retardasi mental mempunyai prognosis relatif jelek.
2. Kejang Demam
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu badan ini
disebabkan oleh kelainan ekstrakranial (Lumbantobing, 1995).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai
>380C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang
demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun

ETIOLOGI
Menurut Randle John (1999) kejang demam dapat disebabkan oleh:
a.       Demam tinggi. Demam dapat disebabkan oleh karena tonsilitis, faringitis, otitis media,
gastroentritis, bronkitis, bronchopneumonia, morbili, varisela,demam berdarah, dan lain-lain.
b.      Efek produk toksik dari mikroorganisme (kuman dan otak) terhadap otak.
c.       Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.
d.      Perubahan cairan dan elektrolit.
e.        Faktor predispisisi kejang deman, antara lain:
  Riwayat keluarga dengan kejang biasanya positif, mencapai 60% kasus. Diturunkan secara
dominan, tapi gejala yang muncul tidak lengkap.
  Angka kejadian adanya latar belakang kelainan masa pre-natal dan perinatal tinggi
  Angka kejadian adanya kelainan neurologis minor sebelumnya juga tinggi, tapi kelainan
neurologis berat biasanya jarang terjadi.
Penyebab kejang demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar anak, tingginya suhu
tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi faktor pencetus serangan kejang demam.
Biasanya suhu demam lebih dari 38°C dan terjadi saat suhu tubuh naik dan bukan pada saat
setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama. (Dona L.Wong, 2008).
Penyebab kejang mencakup faktor-faktor perinatal, malformasi otak kogenital, faktor genetik,
penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabolisme, trauma,
neuplasma toksin, sirkulasi, dan penyakit degeneratif sususnan syaraf. Kejang disebut ideopatik
bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.(Cecily L. Betz dan A.sowden, 2002)
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain; infeksi yang mengenai jaringan
ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis, media akut, bronkitis.

KLASIFIKASI KEJANG DEMAM


Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat
diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu; kejang parsial sederhana dan kejang parsial kompleks.
  Kejang parsial sederhana
Kesadaran tidak terganggu dapat mencakup satu atau dua hal sebagai berikut;
1.      Tanda-tanda motoris; kedutan pada wajah, tangan atau salah satu sisi tubuh; umumnya
gerakan setiap kejang sama
2.      Tanda atau gejala otonomik; muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
3.      Gejala sematosensoris atau sensoris khusus; mendengar musik, merasa seakan jatuh dari
udara, parestesia.
4.      Gejala psikik; dejavu, rasa takut, visi panoramik.
  Kejang parsial kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks. Dapat
mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik; mengecap0ecapkan bibir, mengunyah, gerakan
mencongkel yang berulang-ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa
otomatisme tatapan terpaku.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kejang demam adalah
meliputi:
1.      Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal tidak dapat
digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang
dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam
yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi.
2.      Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama pada
pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis
tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan
dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3.      Darah
  Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200 mq/dl)
  BUN :  Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik
akibat dari pemberian obat.
  Elektrolit           :           K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4.      Cairan Cerebo Spinal   : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
5.      Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6.      Tansiluminasi    : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di
bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
PENAKTALAKSANAAN MEDIS
1.       Pengobatan
a.       Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang diberikan melalui
interavena atau indra vectal.
        Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
        Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20 menit.
b.      Turunkan panas
        Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
        Kompres air PAM / Os
c.       Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter
melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga
gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama. 
d.      Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan profilaksis terus
menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis intermitten diberikan diazepim secara
oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
e.       Penanganan sportif
        Bebaskan jalan napas
        Beri zat asam
        Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
        Pertahankan tekanan darah
2.       Pencegahan
a.       Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam dan
antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai d emam.
b.      Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :
–  Fero : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
barbital : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
–  Fenitorri : (indikasi khusus)
– 
Klonazepam
3. Tumor Otak
 Definisi
Tumor otak dibagi menjadi dua :
1. Tumor otak benigna
Pertumbuhan jaringan otak secara abnormal, tapi tidak ganas
2. Tumor otak maligna
Pertumbuhan jaringan abnormal yang berpotensi ganas yang dapat menyusup atau
menyebar di jaringan sekitarnya maupun bermetastasis ke jaringan yang jauh melalui
aliran darah.
Tumor otak berasal dari jaringan neuronal, jaringan otak penyokong, sistem
retikuloendotelial, lapisan otak, dan jaringan perkembangan residual, atau dapat
bermetastasis dari karsinoma sistemik (Price & Wilson, 2006).
Tumor otak memiliki banyak klasifikasi. Di bawah ini adalah klasifikasi tumor otak
berdasarkan gambaran histopatologis (Japardi, 2002):
Sedangkan klasifikasi berdasarkan prediksi dan topografi dapat dilihat pada table berikut
(Japardi, 2002):

 Etiologi
Tumor otak masih belum diketahui penyebab pastinya, namun banyak yang berpendapat
bahwa ada unsure genetic yang terlibat. Seperti penelitian dalam komponen genetic tumor
otak telah mulai menunjukkan hasil yang menjanjikan, penemuan mutasi gen TP53 (sindrom
Li-Fraumeni), P16 (sindrom melanoma-glioma), dan MMAC1 (termutasi pada berbagai
kanker lanjut) (Price & Wilson, 2006).
 Epidemiologi
Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh tubuh
dengan frekwensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam kanalis spinalis. Di
Amerika di dapat 35.000 kasus baru dari tumor otak setiap tahun, sedang menurut Bertelone,
tumor primer susunan saraf pusat dijumpai 10% dari seluruh penyakit neurologi yang
ditemukan di Rumah Sakit Umum. Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat
belum dilaporkan.Insiden tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade 1, sedang pada
dewasa pada usia 30-70 dengan pundak usia 40-65 tahun (Japardi, 2002).
 Patofisiologi
Gangguan neurologic pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua factor yaitu
gangguan fokal akibat tumor dan kenaikan tekanan intracranial (Price & Wilson, 2006).
Gangguan fokal terjadi apabila terjadi penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau
invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neural. Tentu saja disfungsi
terbesar terjadi pada tumor infiltrate yang tumbuh paling cepat yaitu glioblastoma
multiforme. Perubahan suplai darah akibat tekanan tumor yang bertumbuh menyebabkan
nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai
hilangnya fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan
serebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai menifestasi perubahan kepekaan neuron
dihubungkan dengan kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke jaringan otak.
Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga
memperberat gangguan neurologis fokal (Price & Wilson, 2006).
Peningkatan ICP dapat disebabkan oleh beberapa factor : bertambahnya massa dalam
tengkorak, terbentuknya edema sekitar otak, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa kerana tumor akan mendesak ruang
yang relative tetap pada ruangan tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan edema
dalam jaringan otak sekitarnya. Mekanisme belum begitu dipahami, tetapi diduga
disebabkan oleh selisih osmotic yang menyebabkan penyerapan cairan tumor. Beberapa
tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema akibat kerusakan sawar
darah otak, semuanya menimbulkan peningkatan volume intracranial dan ICP. Obstruksi
sirkulasi CSF dari ventrikel lateralis ke ruangan subarachnoid menimbulkan hidrosefalus
(Price & Wilson, 2006).
 Manifestasi Klinis
Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdiagnosa secara dini, karena pada awalnya
menunjukkan berbagai gejala yang menyesatkan dan meragukan tapi umumnya berjalan
progresif (Japardi, 2002).
Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa (Japardi, 2002):
 Gejala serebral umum, nyeri kepala, kejang
Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang dapat
dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung, emosi, labil,
pelupa, perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan spontanitas,
mungkin diketemukan ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan progresif dan dapat
dijumpai pada 2/3 kasus
Nyeri Kepala
Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala awal tumor
otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut diketemukan 70% kasus. Sifat nyeri
kepala bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan berdenyut, umumnya
bertambah berat pada malam hari dan pada saat bangun tidur pagi serta pada keadaan
dimana terjadi peninggian tekanan tinggi intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan
psikomotor asthenia perlu dicurigai tumor otak.
Muntah
Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai
pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektif dan tak disertai
dengan mual.
Kejang
Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan
lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang
adalah tumor otak.
Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:
o Bagkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
o Mengalami post iktal paralisis
o Mengalami status epilepsi
o Resisten terhadap obat-obat epilepsi
o Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
o Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasen dengan
astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada glioblastoma.

 Gejala tekanan tinggi intracranial


Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari
dan malam hari, muntah proyektil dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan
diketemukan papil udem. Keadaan ini perlu tindakan segera karena setiap saat dapat
timbul ancaman herniasi. Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya
N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor yang sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-
gejala fokal maupun lateralisasi adalah meduloblatoma, spendimoma dari ventrikel III,
haemangioblastoma serebelum dan craniopharingioma.

 Gejala tumor otak yang spesifik


o Lobus frontal
• Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
• Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese
• kontra lateral, kejang fokal
• Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
• Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy
• Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
o Lobus parietal
• Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi homonym
• Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus
angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s
o Lobus temporal
• Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului
dengan aura atau halusinasi
• Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese
• Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala
choreoathetosis, parkinsonism.
o Lobus oksipital
• Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan
• Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang
menjadi hemianopsia, objeckagnosia
o Tumor di ventrikel ke III
Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan
obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial
mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan
kesadaran
o Tumor di cerebello pontin angie
• Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
• Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa
gangguan fungsi pendengaran
• Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin
angel
o Tumor Hipotalamus
• Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
• Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan perkembangan
seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit,
bangkitan
o Tumor di cerebelum
• Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat terjadi
disertai dengan papil udem
• Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme dari
otot-otot servikal
o Tumor fosa posterior
Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan
nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma

 Penegakkan Diagnosis
Diagnosa tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Dengan pemeriksaan klinis
kadang sulit menegakkan diagnosa tumor otak apalagi membedakan yang benigna dan yang
maligna, karena gejala klinis yang ditemukan tergantung dari lokasi tumor, kecepatan
pertumbuhan masa tumor dan cepatnya timbul gejala tekanan tinggi intrakranial serta efek
dari masa tumor kejaringan otak yang dapat menyebabkan kompresi, infasi dan destruksi
dari jaringan otak. Walaupun demikian ada bebrapa jenis tumor yang mempunyai predileksi
lokasi sehingga memberikan gejala yang spesifik dari tumor otak. Dengan pemeriksaan
radiologi dan patologi anatomi hampir pasti dapat dibedakan tumor benigna dan maligna
(Japardi, 2002).
Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang spesifik untuk
memperkuat diagnosa dan mengetahui letak tumor (Japardi, 2002).
# Elektroensefalografi (EEG)
# Foto polos kepala
# Arteriografi
# Computerized Tomografi (CT Scan)
# Magnetic Resonance Imaging (MRI)

GAMBARAN CT SCAN TUMOR OTAK BENIGNA


CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasen yang diduga
menderita tumor otak. Sensitifitas CT Scan untuk mendeteksi tumor yang berpenampang
kurang dari 1 cm dan terletak pada basis kranil. Gambaran CT Scan pada tumor otak,
umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa yang mendorong struktur otak
disekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi jaringan udem yang terlihat jelas karena
densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan
dengan jaringan sekitarnya karena sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis tumor akan
terlihat lebih nyata bila pada waktu pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian zat
kontras (Japardi, 2002).
Penilaian CT Scan pada tumor otak:
o Tanda proses desak ruang:
• Pendorongan struktur garis tengah itak
• Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel
o Kelainan densitas pada lesi: hipodens, hiperdens atau kombinasi, kalsifikasi,
perdarahan
o Udem perifokal

1. Meningioma
• Merupakan tumor jinak susunan saraf pusat yang berasal dari sel-sel pembentuk
lapisan luar membrana arakhnoidal (arakhnoid cap cels), oleh sebab itu dapat
dijumpai sepanjang durameter
• Insidennya sekitar 15% dari seluruh tumor otak
• Lokasinya ektra aksial dan berkapsul
Gambaran CT Scan:
• Tanpa kontras gambaran meninioma 75% hiperdens dan 14,4% isodens
• Gambaran spesifik dari meninioma berupa enchancement dari tumor dengan
pemberian kontras. Meninioma tampak sebagai masa yang homogen dengan
densitas tinggi, tepi bulat dan tegas.
• Dapat terlihat juga adanya hiperostosis kranialis, destruksi tulang, udem otak yang
terjadi sekitar tumor, dan adanya dilatasi ventrikel.

2. Adenoma Dituitari/Adenoma Hipofise


• Hampir semua tumor hipofise berasal dari sel endokrin hipofise, sehingga tumor
hipofise dikenal sebagai adenoma hipofise
• Insidennya diperkirakan 5-10% dari tumor otak
• Berupa masa intraseler dengan sekresi, masa intraseler non sekresi atau masa
dengan pembesaran ekstra seler
• Kharakteristik dari adenoma hipofise adanya endokrinopati dan penekanan tumor
pada jaringan sekitarnya, menyebabkan penekanan khiasma optikus
• Biasanya pada usia 30-40 tahun
• Tumor biasanya solid, dan bila terdapat pembentukan kista, nekrosis atau
perdarahan menunjukkan degenerasi keganasan.
Gambaran CT Scan:
• Terdapat gambaran hipodens yang berlokasi sekitar sella tursika, yang melebar
dalam lingkungan konveks keatas dari kelenjar hipofisis
• Pada makroadenoma, terlokasi secara sentral dan simetris pada sisterna supraseller
dengan gambaran agak hiperdens, dengan kontras menunjukkan enchanchement
• Bila adenoma kistik memperlihatkan gambaran hipoden dengan enchancement
cincin sekitarnya
• Adanya perdarahan pada adenoma menunjukkan gambaran hiperdens yang bulat
dan irreguler
3. Kraniopharingioma
• Tumor ini berasal dari sisa jaringan embrional, dan 50% usia pasien kurang dari 20
tahun
• Insidennya kira-kira 2,5-4% dari tumor otak
• Secara patologi gambarannya bervariasi dari solid, kistik dan kalsifikasi
• Lokalisasi biasanya di supraseller dengan obstruksi dari foramen intraventrikular
yang menyebabkan hidrosefalus. Dapat pula tumbuh pada ventrikel III
Gambaran CT Scan:
• Memperlihatkan densitas iso, hipo, dan hiperdens yang heterogen dan mempunyai
tepi yang ireguler, dengan kontras terdapat enhanchement pada bagian tepi
(Peripheral rim) atau bentuk cincin dengan density yang Heterogen
• Pada kraniofaringioma yang kistik dan memperlihatkan lesi hipodens yang bulat
dengan enchancement cincin perifer, perlu di differesiasi diagnosa:
# Adenoma pituitary
# Meninioma juxtaseller
# Glioma pada khiasma optikus
4. Pilocytic Astrositoma
• Merupakan jenis astrositoma dengan grade rendah (grade 1)
• Sering didapat pada usia muda (9-10 tahun), dan sering diketemukan di daerah
ventrikel atau serebelum dan jarang pada sereberum
• Insidennya diperkirakan 4% dari tumor intrakranial dan 8% dari glioma
Secara CT Scan:
Menunjukkan gambaran hipodens bentuk tak teratur dan tepi tak rata. Pada jenis lain
mungkin diketemukan kista. Kalsifikasi didapat 8-10% dan efek dari masa 50% kasus.
Enchanchement pada 50% kasus, biasanya tak merata
5. Akuistik Neurinoma
• Berasal dari sel-sel selubung neurilemmal cabang vestibuler N.VIII, dekat ganglion
dalam kanalis akustikus internus. Insiden pada usia 40-60 tahun
• Insidennya 5-10% dari tumor intrakranial
• Tumor ini sering ditemukan pada sudut serebelloponting, sifatnya unilateral dan
pada 5-8% bilateral dan biasanya merupakan bagian dari penyakit
neurofibromatosis
• Tumbuhnya lambat sehingga gejala berjalan berbulan/bertahun-tahun sebelum
diagnosa ditegakkan
• Merupakan tumor jinak dan gejala yang ditimbulkan karena penekanan pada
struktur sekitarnya berupa penekanan N.VIII, N.VII, N.V, serebelum, penekanan
dan distorsi dari batang otak, terjadi sumbatan pada aquaduktus silvii menyebabkan
hidrosefalus dan herniasi tonsil serebelum ke foremen magnum
Gambaran CT Scan:
• Tanpa kontras menunjukkan gambaran isodens atau hipodens, mingkin terdapat
gambaran kistik
• Dengan kontras menunjukkan enhanchement yang homogen kadang-kadang
membentuk cincin
• Bila tumor besar, ventrikel IV terdorong dan terdapat hidrosefalus

 Penatalaksanaan
Pengobatan tumor otak sesuai dengan lokasi dan jenisnya. Jika memungkinkan, maka akan
dilakukan pengobatan bedah. Pengobatan bedah pada tumor otak terutama berkisar di sekitar
reseksi bedah, kemoterapi, dan terapi radiasi. Semakin berkembangnya teknik pembedahan,
penemuan laser, dan alat-alat yang dibantu computer memungkinkan reseksi tepat pada
pasien tumor otak yang dapat dicapai. Reseksi bedah tetap merupakan terapi utama karena
dapat membunuh dan membuang sel tumor. Selain itu, reseksi bedah memungkinkan pasien
kembali berfungsi aktif selama menjalani terapi tambahan (Price & Wilson, 2006).
Pengobatan radiasi pada 20 hingga 30 tahun yang lalu adalah radiasi otak seluruhnya,
sekarang kemajuan teknik radioterapi memungkinkan terapi radiasi yang lebih tepat.
Kemoterapi dilakukan dalam berbagai cara, termasuk secara sistemik, intra arterial, atau
dengan memasukkan polimer yang membawa agen kemoterapi secara langsung ke jaringan
tumor. Masalah utama dengan komplikasi depresi sumsum tulang, paru, hepar tetap
merupakan factor penyulit utama dalam kemoterapi. Sawar darah otak juga mempersulit
pemberian agen kemoterapi (Price & Wilson, 2006).
 Prognosis
Meskipun diobati, hanya sekitar 25% pasien tumor otak yang bertahan hidup setelah dua
tahun.
Prognosis yang lebih baik ditemukan pada astrositoma dan oligodendroglioma, dimana
kanker biasanya tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun setelah pengobatan.
Sekitar 50% penderita meduloblastoma yang diobati bertahan hidup lebih dari 5 tahun.
Pengobatan untuk kanker otak lebih efektif dilakukan pada (Japardi, 2002):
- Penderita yang berusia < 45 tahun
- Penderita astrositoma anaplastik
- Penderita yang sebagian atau hamper seluruh tumornya telah diangkat melalui
pembedahan.
4.Tekanan Intra Kranial (TIK)
1.1 Definisi
Tekanan Intrakranial (TIK) adalah tekanan atau hubungan volume di antara kranium dan
isi kubah kranium. Volume kranium terdiri atas darah, jaringan otak, dan cairan
serebrospinal (CSS). Peningkatan tekanan intrakranial ini merupakan peningkatan CSS lebih
dari 15 mmHg. Faktor yang mempengaruhi kemampuan tubuh untuk dapat menstabilkan
tekanan intrakranial adalah tekanan darah sistemik, ventilasi dan oksigen, jumlah metabolik
dan kebutuhan oksigen (demam, aktivitas, perubahan), vasospasme area serebral, dan
saturasi oksigen serta hematrokit.
Ketidakmampuan mengatur dan menstabilkan tekanan intrakranial diakibatkan oleh
peningkatan TIK, sebagai akibat dari trauma kepala, edema serebral, abses dan infeksi, lesi,
serta bedah intrakranial. Peningkatan tekanan intrakranial memerlukan penanganan darurat
dan terapi. Tekanan intrakranial dapat dimonitor dengan kateter intraventrikular,
pemasangan skew subarakhoid, dan merekam tekanan epidural dengan alat.
Perdarahan intrakranial adalah perdarahan yang tiba-tiba dalam jaringan otak merupakan
bentuk yang menghancurkan pada stroke hemoragik dan dapat terjadi pada semua umur dan
juga akibat trauma kepala seperti kapitis,tumor otak dan lain-lain. (Suzanne CSmeltzer,,
2002)
1.2 Etiologi
Pada peningkatan tekanan intrakranial yang sering ditemui dan dipantau adalah pada
cedera kepala, dimana pada mekanisme tersebut menyebabkan perubahan volume
intrakranial. Kasus seperti Hematoma traumatik dapat terkumpul dalam intraserebral, ruang
subarakhnoid, ruang subdural, atau ekstradural, menciptakan tekanan gradien dalam
tengkorak dan mengakibatkan pergeseran otak. Penambahan volume ekstra dalam bentuk air
pada dasarnya terjadi pada kasus edema serebral baik sitotoksik (karena kegagalan pompa
membran sel) atau vasogenik (karena cedera pembuluh darah). Perubahan CBV
menyebabkan gangguan autoregulasi aliran darah otak (Cerebral Blood Flow/CBF) dan
metabolisme yang dapat menyebabkan kongesti vaskular (hiperemi), namun umumnya
peningkatan tekanan intrakranial lebih besar jika dibanding peningkatan tekanan intrakranial
setelah cedera kepala pada orang dewasa.

Etiologi dari TIK

1. Volume intrakranial yang meninggi


a) Tumor serebri
b) Abses
c) Hematoma ekstraserebral
d) Trauma
e) Acute brain swelling
f) Pendarahan
g) Infark yang luas
2. Dari faktor pembuluh darah, meningkatnya tekanan vena yang diakibatkan kegagalan
jantung atau karena obstruksi mediastinal superior, bahkan tidak hanya terjadi
peninggian volume darah vena di piameter dan sinus duramater, juga terjadi gangguan
absorpsi cairan serebrospinalis.
3. Obstruksi pada aliran dan pada absorpsi dari cairan serebrospinalis, maka dapat terjadi
hidrosefalus.
4. Peningkatan produksi CSF dapat terjadi pada meningitis, subarachnoid hemoragik,
atau tumor pleksus choroid
1.3 Patofisiologi atau patologi
Ruang intrakranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya
dengan unsur yang tidak dapat ditekan otak (1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml),
dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama ini
mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikan tekanan
intrakranial. Apabila massa intrakranial mulai mengalami peningkatan, kompensasi awal
yang terjadi yaitu pemindahan cairan serebrospinal ke kanal spinal. Kemampuan otak
beradaptasi terhadap meningkatnya tekanan tanpa peningkatan TIK dinamakan dengan
compliance. Perpindahan cairan serebrospinal keluar dari kranial adalah mekanisme
kompensasi pertama dan utama, namun lengkung kranial dapat mengakomodasi peningkatan
volume intrakranial hanya pada satu titik. Ketika compliance otak berlebihan, TIK
mengalami peningkatan sehingga timbul gejala klinis dan usaha kompensasi lain untuk
mengurangi tekananpun dimulai (Black&Hawks, 2005).
Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak. Ketika volume darah
diturunkan hingga 40%, jaringan otak menjadi asidosis. Ketika 60% darah otak hilang,
gambaran EEG mulai berubah. Kompensasi ini mengubah metabolisme otak, sering
mengarah pada hipoksia jaringan otak dan iskemia (Black&Hawks, 2005). Kompensasi
tahap akhir dan paling berbahaya adalah pemindahan jaringan otak melintasi tentorium
dibawah falx serebri, atau melalui foramen magnum ke dalam kanal spinal. Proses ini
dinamakan herniasi dan sering menimbulkan kematian dari kompresi batang otak. Otak
disokong dalam berbagai kompartemen intrakranial. Kompartemen supratentorial berisi
semua jaringan otak mulai dari atas otak tengah ke bawah. Bagian ini terbagi menjadi dua
yaitu kiri dan kanan yang dipisahkan oleh falx serebri sedangkan supratentorial dan
infratentorial (berisi batang otak dan serebellum) oleh tentorium serebri. Otak dapat
bergerak dalam semua kompartemen itu. Tekanan yang meningkat pada satu kompartemen
akan mempengaruhi area sekeliling yang tekanannya lebih rendah (Black&Hawks, 2005).
Autoregulasi juga merupakan bentuk kompensasi berupa perubahan diameter pembuluh
darah intrakranial dalam mepertahankan aliran darah selama perubahan tekana perfusi
serebral. Autoregulasi hilang dengan meningkatnya TIK. Peningkatan volume otak sedikit
saja dapat menyebabkan kenaikan TIK yang drastis dan memerlukan waktu yang lebih lama
untuk kembali ke batas normal (Black&Hawks, 2005).
Edema otak (mungkin penyebab tersering peningkatan tekanan intrakranial) yang
disebabkan oleh banyak hal (termasuk peningkatan cairan intrasel, hipoksia, iskemia otak,
meningitis, dan cedera). Pada dasarnya efeknya sama tanpa melihat factor penyebabnya.
Tekanan intrakranial pada umumnya meningkat secara bertahap. Setelah cedera kepala,
edema terjadi dalam 36 hingga 48 jam hingga mencapai maksimum.
Peningkatan tekanan intrakranial hingga 33 mmHg (450 mmH2O) menurunkan secara
bermakna aliran darah ke otak (cerebral blood flow, CBF). Iskemia yang terjadi merangsang
pusat vasomotor, dan tekanan darah sistemik meningkat. Rangsangan pada pusat inhibisi
jantung mengakibatkan bradikardia dan pernapasan menjadi lebih lambat. Mekanisme
kompensasi ini dikenal sebagai reflek cushing, membantu mempertahankan aliran darah
otak. (akan tetapi, menurunnya pernapasan mengakibatkan retensi CO2 dan mengakibatkan
vasodilatasi otak yang membantu menaikan tekanan intracranial). Tekanan darah sistemik
akan terus meningkat sebanding dengan peningkatan tekanan intrakranial, walaupun
akhirnya dicapai suatu titik ketika tekanan intrakranial melebihi tekanan arteria dan sirkulasi
otak berhenti yang mengakibatkan kematian otak. Pada umumnya, kejadian ini didahului
oleh tekanan darah arteria yang cepat menurun. Siklus deficit neurologik progresif yang
menyertai kontusio dan edema otak (atau setiap lesi massa intracranial yang membesar).
Peningkatan tekanan pada jaringan akhirnya meningkatkan tekanan intrakranial, yang pada
gilirannya akan menurunkan CBF, iskemia, hipoksia, asidosis (penurunan pH dan
peningkatan PaCO2), dan kerusakan BBB (Blood Brain Barrier) lebih lanjut. Siklus ini akan
terus berlanjut sehingga terjadi kematian sel dan bertambahnya edema secara progresif
kecuali bila dilakukan intervensi.
Manifestasi Klinis
a. Nyeri Kepala (Gilroy J, Youman JR)

Nyeri kepala pada tumor otak ini sering ditemukan pada orang dewasa dibandingkan
pada anak-anak. Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu bangun tidur, karena selama tidur
PCO2 arteril serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan dari serebral blood
flow dan dengan demikian semakin mempertinggi tekanan intra kranium. Terjadi lonjakan
tekanan intra kranium sejenak ketika batuk, mengejan dan akan semakin memperberat nyeri
kepala. Pada anak dengan usia dibawah 10-12 tahun, nyeri kepala dapat hilang sementara
dan biasanya nyeri kepala terasa di daerah bifrontal serta jarang di daerah yang sesuai
dengan lokasi tumor. Pada tumor di daerah fossa posterior, nyeri kepala terasa dibagian
belakang dan leher.

b. Muntah

Sering terjadi pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak danbiasanya disertai dengan
nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat tumor di fossa posterior. Muntah tersebut dapat
bersifat proyektil atau tidak dan sering tidak disertai dengan perasaan mual serta dapat
hilang untuk sementara waktu.

c. Kejang
Umumnya dijumpai pada 20-50% kasus tumor otak, dan merupakan gejala permulaan
pada lesi supratentorial pada anak sebanyak15%. Pertumbuhan tumor sendiri mempengaruhi
frekuensi kejang yang terus meningkat. Pada tumor di fossa posterior kejang hanya terlihat
pada stadium yang lebih lanjut. Schmidt dan Wilder (1968) mengemukakan bahwa gejala
kejang lebih sering terjadi pada tumor yang letaknya dekat korteks serebri dan jarang
ditemukan jika tumor terletak dibagian yang lebih dalam dari himisfer, batang otak dan
difossa posterior.

d. Edema papil

Tekanan tinggi intrakranial akan menyebabkan oklusivena sentralis retina, sehingga


terjadilah edem papil. Barley dkk mengemukakan bahwa papil edema ditemukan pada 80%
anak dengan tumor otak.

Gejala lain yang ditemukan:

a. Apabila peningkatan tekanan intra kranial berlanjut dan progresif berhubungan dengan
penggeseran jaringan otak maka akan terjadi sindroma herniasi dan tanda-tanda umum
Cushing’s triad (hipertensi, bradikardi, respirasi ireguler) muncul. Pola nafas akan dapat
membantu melokalisasi level cedera.
b. Kelainan atau gangguan neurologis seperti didapatkan gejala perubahan tingkat kesadaran;
gelisah, iritabilitas, letargi; dan penurunan fungsi motorik. Gejala neurologis fokal, dapat
ditemukan sesuai dengan lokalisasi
tumor:
a) Tumor lobus frontalis

Karakteristik dari tumor lobus frontalis adalah ditemukannya gangguan fungsi


intelektual. Ada 2 tipe perubahan kepribadian:

1) apatis dan masa bodoh

2) euforia
Tetapi lebih sering ditemukan adalah gabungan dari kedua tipe tersebut. Bila masa
tumor menekan jaras motorik maka akan menyebabkan hemiplegic kontralateral.
Tumor pada lobus yang dominan akan menyebabkan afasiamotorik dan disartri.

b) Tumor lobus parietalis

Tumor pada lobus parietalis dapat menyebabkan bangkitan kejang umum atau fokal,
hemianopsia homonim, dan apraksia. Bila tumor terletak pada lobus yang dominan
dapat menyebabkan afasia sensorik atau afasia sensorik motorik, agrafia dan finger
agnosia.

c) Tumor lobus temporalis

Tumor yang letaknya dibagian dalam lobus temporalis dapat menyebabkan


hemianopsia kontra lateral, bangkitan psikomotor atau bangkitan kejang yang
didahului oleh auraol faktorius, atau halusinasi visual dari bayangan yang kompleks.
Tumor yang letaknya pada permukaan lobus dominan dapat menyebabkan afasia
sensorik motorik atau disfasia.

d) Tumor lobus oksipitalis

Tumor lobus oksipitalis umumnya dapat menyebabkan kelainan lapangan pandang


kuadrantik yang kontralateral atau hemianopsia dimana makula masih baik. Dapat
terjadi bangkitan kejang yang didahului oleh auraberupa kilatan sinar yang tidak
berbentuk.

e) Tumor fossa posterior

Tumor pada ventrikel IV dan serebelum akan menggangu sirkulasi cairan


serebrospinalis sehingga memperlihatkan gejala tekanan tinggi intrakranial. Keluhan
nyeri kepala, muntah dan papil edem akan terlihat secara akut, sedangkan tanda-tanda
lain dari serebelum akan mengikuti kemudian.

1.4 Pemeriksaan Penunjang


a. Computerized Tomography / CT SCAN
CT Scan merupakan pemeriksaan yang aman dan tidak invasif serta mempunyai
ketepatan yang tinggi. Tujuan utama penggunaan ct scan adalah mendeteksi perdarahan
intra cranial, lesi yang memenuhi rongga otak (space occupying lesions/ SOL), edema
serebral dan adanya perubahan struktur otak.

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI dapat mendeteksi tumor dengan jelas dimana dapat dibedakan antara tumor dan
jaringan sekitarnya. MRI dapat mendeteksi kelainan jaringan sebelum terjadinya kelainan
morfologi.

c. Cerebral angiography

Tindakan angiography ini dilaksanakan dengan memasukan kateter ke dalam


pembuluh darah besar (biasanya melalui arteri femoralis) dan memasukan zat kontras
setelah kateter mencapai arteri karotis. Tindakan ini berguna untuk mendeteksi adanya
penyempitan ataupun sumbatan pada pembuluh darah pada daerah cerebral.

1.5 Penatalaksanaan Medis

a. Tujuan utama dari penatalaksanaan peningkatan TIK adalah :

1. Menjamin pasokan oksigen dan nutrisi serebral yang adekuat dengan cara memelihara
TPO dan oksigenasi anteriol dan menghindari hipoglikemi serta hiperglikemi.
2. Mencegah terjadinya peningkatan metabolisme otak.

Hal-hal yang perlu dilakukan sehubungan dengan tujuan di atas adalah :

1. Hindari faktor pencetus TIK seperti kejang, demam, nyari, penggunaan SSP
(ketakamin, hiperkapnea dan hipotensi), batuk muntah, atau mengejan, hipotensi atau
hipertensi, hopoglikemia atau hiperglikemia dan hiponatremia.
2. Menghilangkan penyebab primer misalnya evakuasi massa intrakranial, operasi pintas
untuk hidrosefalus, atasi edema serebral dan dilatasi serebrovaskuler.
3. Menurunkan tekanan intrakranial dengan cara memposisikan kepala lebih tinggi dan
dengan memberikan obat antara lain ; glukokortikoid, diuretika, pembatasan cairan,
barbiturat, lidokain, drainasse likuor, operasi dekompresi dan hipotermia.

b. Manitol

Manitol bertujuan untuk menurunkan TIK karena manitol bekerja pada bagian sawar
darah otak yang relatif dapat mengurangi volume intrakranial. Pada kaus TTIK yang gawat
diberikan manitol per infus dengan dosis 0,50-1,50 g/kg BB diberikan dengan di guyur, dan
kemudian dilanjutkan dengan dosis 0,25-0,50 g/kg BB setiap 4-6 jam untuk memelihara TIK
tetap aman dengan syarat osmolaritas serum tidak melebihi 320 mOsm. Ada beberapa hal
ang harus diwaspadai dalam penggunaan manitor antara lain :

1. Vasodilatasi sistemik dan serebral apabila diberikan dosis besar


2. Hipovolemia intravaskuler
3. Gangguan elektrolit serum
4. Hiperosmotik
5. TTIK berulang (rebound phenomenon) pada penghentian pemberian mendadak
6. Eksaserbasi perdarahan inrakranial yang aktif
7. Dalam dosis tinggi dapat beresiko hipovolemi, hemokonsentrasi, hiperglikemi,
hiperglikemia, asidosis metabolik dan gagal ginjal.

c. Hiperventilasi

Hiperventilasi diberikan dengan sasaran tercapainya PaCO2 25-35 mmHg. Tindakan ini
dapat dengan cepat menurunkan aliran dan volume darah serebral dan juga menurunkan CSS
sehingga dengan cepat dapat menurunkan TIK. Hiperventilasi sangat efektif diberikan pada
pasien yang terpasang ETT. Pasien yang diberikan hiperventilasi aliran darahnya akan
kembali normal dalam waktu 1-2 jam. Hal hal yang perlu diwaspadai antara lain :

1. Komplikaasi dari intubasi endotrakheal lama


2. Hipotensi
3. TTIK paradoksal akibat peningkatan vena serebral
4. Alkalosis
5. Penurunan aliran darah serebral
6. Afinitas hemoglobin meningkat
7. Asidosis likuor paradoksal dengan peningkatan aliran darah serebral
8. Turunnya nilai ambang kejang

d. Krtikosteroid

Kortikosteroid bertujuan mennurunkan edema vasogenik terutama edema yang


disebabkan oleh tumor dengan begitu TIK juga turun. Diberikan deksametason 4-20 mg
intravena setiap 6 jam. Pengguan kortikosteroid dalam kasus trauma masih kontroversial.
Beberapa efek yang dapat timbul antara lain; penurunan sistem kekebalan, supresi adrenal,
hiperglikemi, hipokalemi, alkalosis metabolik, retensi cairan, penyembuhan luka yang
terlambat, psikosis, miopatia, ulserasi lambung, dan hipertensi.

e. Furosemida

Diberikan 10-20 mg intravena dan obat diuretika lainnya bertujuan untuk mengurangi
edema dan produksi CSS, diuretika hanya efektif untuk TTIK yang akut. Efek samping yang
timbul antaralain ; hipovolemi, azotemia, alkalosis metabolik, abnormalitas elektrolit,
netrotoksik, dan ontotoksik.

f. Posisi kepala

Posisi kepala elevesi 30-45 derajat (posisi semi fowler) untuk melancarkan drainase
vena serebral tetapi ADO masih relatif tetap.

g. Retriksi cairan

Pembatan cairan bertujuan untuk menurunkan kesuluruhan cairan tubuh dan


mempertahankan osmolalitas serum yang tinggi. Dapat diberikan melalui intravena separuh
sampai dua per tiga kebutuhan yang biasanya.

h. Barbiturat

Barbiturat dapat menurunkan aliran darah otak, menurunkan metabolisme otak, dan
menegah aktifitas kejang. Pada keadaan akut diberikan 1-4 mg/kg BB atau metoheksitalyang
diberikan secara bolusintravena dan selanjutnya diberikan berulang khusunya pada pasien
yang terpasang intubasi.

Efek yang dapat timbul adalah turunnya kesadaran sehingga keadaan neurologisnya
terganggu, depresi nafas dan hipotensi, gangguan pencernaan, depresi termoregulasi.

i. Lidokain

Diberikan 0,5-1,5 mg/kk BB intravena dapat menurunkan TIK melalui penurunan


metabolisme dan penurunan aliran darah otak. Pada dosis tinggi dapat menibulkan kejang.
Penggunaan lidokain ditujukkan pada pasien akut dengan hemidinamik dan beresiko tinggi
diberikan barbiturat.

j. Drainase Likuor

Ditujukkan pada kasus hidrosefalus dengan TTIK akut yang tidak memberikan respons
terhadap modalitas terapi lain.

k. Operasi Dekompresi

Merupakan operasi membuka tulang kepala dan durameter, sehingga TIK juga kan
turun, terjadi dekompresi dan menciptakan perfusi serebral yang adekuat. Alternatif lain
adalah tindakan operasi reseksi jaringan otak yang mengalami edema (dekompresi internal)
yang dimana dalam hal ini tulang kepala dapat ditutup kembali. Operasi dekompresi
ditujukkan khusus kepada pasien yang tidak berespns terhadap terapi lain.

Anda mungkin juga menyukai