Anda di halaman 1dari 15

LAPORANAN PENDAHULUAN

ATRESIA ANI

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Stase Keperawatan Anak

Disusun Oleh:
RENY AYU NISA

NIM:
11194691910052

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MULIA

BANJARMASIN

2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ATRESIA ANI

A. PENGERTIAN
Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna.  Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rektum (Purwanto, 2010).
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran
yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus
yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau
kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum.
( agung hidayat, 2009 ).
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal
anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R, 2010).

B. ANATOMI FISIOLOGI
Pencernaan adalah proses pemecahan molekul-molekul zat makanan dari
yang lebih besar menjadi molekul-molekul yang lebih kecil sehingga dapat
diserap oleh dinding usus halus. Proses pencernaan makanan dibantu oleh HCl,
garam empedu dan berbagai enzim pencernaan yang disekresikan oleh kelenjar
pencernaan. Selain kelenjar pencernaan, proses ini juga memerlukan alat-alat
pencernaan.
Berikut dijelaskan proses pencernaan makanan secara berurutan dari
mulut hingga usus besar:
1. Mulut
Di dalam rongga mulut, makanan dicerna secara mekanik dan kimiawi.
Pencernaan mekanik dibantu beberapa organ yaitu gigi dan lidah. Gigi
berfungsi untuk memotong dan penghalus makanan. Lidah digunakan untuk
mengatur letak makanan dalam mulut, sebagai indra perasa dan mendorong
makan masuk ke kerongkongan. Adanya kelenjar ludah di sekitar mulut
dapat membantu pencernaan secara kimiawi. Kelenjar tersebut
menghasilkan enzim ptialin yang berfungsi memecah amilum menjadi
disakarida.
2. Kerongkongan (Oesophagus)
Organ ini berfungsi menghubungkan mulut dengan lambung (panjang:
sekitar 20 cm). Selama di kerongkongan makanan tidak mengalami proses
pencernaan, karena di kerongkongan hanya terjadi gerak peristable.
3. Lambung (Gaster)
Lambung berbentuk seperti kantung yang terdiri dari fundus, kardiak
dan pilorus. Di organ ini makanan dicerna secara kimiawi dengan bantuan
getah lambung. Sekresi getah lambung dipacu oleh hormon Gastrin.
4. Usus Halus (Intestin)
Saluran usus halus merupakan saluran terpanjang yang terdiri dari
duodenum (usus dua belas jari),  jejunum (usus kosong) dan ileum (usus
penyerapan). Dalam usus duodenum bermuara dua saluran dari pankreas
dan hepar. Hepar akan mengirimkan getah empedu ke duodenum untuk
mengemulsikan lemak. Usus halus juga bisa mensekresi enzim antara lain
erepsinogen dan enterokinase. Enterokinase adalah enzim pengaktif, yang
dapat mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin dan erepsinogen menjadi
erepsin. 
Hasil pencernaan di usus halus akan diserap oleh jonjot usus (villi)
yang ada di illeum dan kemudian diedarkan ke seluruh tubuh. Sebelum
beredar, sari makanan dialirkan dulu ke hepar melalui vena porta hepatica.
Khusus untuk lemak dan vitamin yang larut dalam lemak tidak diangkut
melalui darah tapi melalui pembuluh getah bening.
5. Usus Besar (Colon)
Di dalam colon tidak ada lagi proses pencernaan. Dengan adanya
Escherichia coli, sisa pencernaan akan dibusukkan dan diperoleh vitamin K
dari proses tersebut. Fungsi utama colon adalah mengatur keadaan air sisa
makanan.
6. Rektum
Rektum ini merupakan lanjutan dari kolon sigmoid yang
menghubungkan intestinum mayor dengan anus, panjangnya 12 cm, dimulai
dari pertengahan sakrum sampai kanalis anus.
Rektum terletak dalam rongga pelvis didepan os sarkum dan os
koksigis.
Rektum terdiri atas dua bagian yaitu :
a. Rektum propia : bagian yang melebar disisa sebut ampula rekti, jika terisi
makanan akan timbul hasrat defekasi
b. Rektum analis rekti : sebelah bawah ditutupi oleh serat-serat otot polos
(muskulus spingter ani  internus dan muskulus sfingter ani eksternus).
Kedua otot ini berfungsi pada waktu defekasi. Tunika mukosa rektum
mengandung pembuluh darah, jaringan mukosa dan jaringan otot yang
membentuk lipatan  disebut kolumna rektalis. Bagian bawah terdapat
vene rektalis (hemoroidalis superior dan inferior) yang sering mengalami
pelebaran atau varises yang disebut wasir (ambeyen).
7. Anus
Anus merupakan saluran pencernaan yag berhubungan dengan dunia
luar terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh spingter ani yang terdiri
atas :
a. Spingter ani internus : terletak disebelah dalam bekerja tidak menurut
kehendak
b. Spingter lefatomi : bagian tengaah bekerja tidak menurut kehendak
c. Spingter ani eksternus : sebelah luar bekerja menurut kehendak

Defekasi adalah hasil refleks. Apabila bahan feses masuk kedalam rektum,
dinding rektum akan meregang menimbulkan impuls aferens disalurkan melalui
pleksus mesentrikus sehingga menimbulkan gelombang peristaltik pada kolon
desenden dan kolon sigmoid yang akan mendorong feses ke arah anus. Apabila
gelombang peristaltiik sampai di anus, spfingter ani internus akan menghambat
feses sementara dan sfingter ani eksternus melemas sehingga terjadi defekasii.

C. ETIOLOGI
1. Secara pasti belum diketahui
2. Merupakan anomali gastrointestinal dan genitourynari
Namun ada sumber yang mengatakan kelainan anus bawaan
disebabkan oleh:
a. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang anus.
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani,
karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia
12 minggu atau 3 bulan.
d. Kelainan bawaan , dimana sfingter internal mungkin tidak memadai.
(Betz. Ed 7. 2012)
D. PATOFISIOLOGI
Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat
proses perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus
dan rectum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang
berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genitor urinary dan
struktur anoretal.
Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan
kolon antara 7-10 minggu selama perkembangan janin. Kegagalan tersebut
terjadi karena abnormalitas pada daerah uterus dan vagina, atau juga pada
proses obstruksi. Anus imperforate ini terjadi karena tidak adanya pembukaan
usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak dapat
dikeluarkan.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstuksi dan adanya 'fistula. Obstuksi
ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala
akibatnya Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan
diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir
kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini
biasanya akan terbentuk fistula antara rectum dengan organ sekitarnya. Pada
wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum
(rektovestibuler). Pada laki- laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju
ke vesika urinaria atau ke prostate (rektovesika) pada letak rendah fistula
menuju ke urethra (rektourethralis). (Mediana,2011)
E. PATHWAY
Faktor kongenital dan faktor lain
Yang tidak diketahui / Idiopatik

ATRESIA ANI

Ujung rektum buntu

Ketidakmampuan fekal dikeluarkan

Pre operasi Fekal menjadi menumpuk diatas Dilakukan tindakan operasi

Kurang pengetahuan Obstruksi


Colostomy Terputusnya kontinuitas Pembuatan lubang anus
ttg tindakan Operasi Distensi abdomen jaringan
Perubahan
Respon psikologis Waktu lama tidak terkontrol
Mendorong diafragma Merangsang peningkatan Konsep diri
Pot de entri Merangsang mediator Penutupan anus
Pasien dan keluarga Peristaltik usus HDR mikroorganisme
Complience paru terganggu kimia ( BHSP ) ujung-
cemas Distensi abdomen
ujung saraf bebas
Memudahkan masuknya
Kebutuhan O2 tidak adekuat Penumpukan feses
Pergerakan makanan Mk : Body kuman kedalam tubuh Radix Dorsalis Penumpukan Feses
Mk : Ansietas Pernafasan tdk optimal lambat Image
Proses peradangan Infeksi Impuls / rangsangan
Sesak Rasa penuh diperut Pengeluaran Mk: Gangguan Eliminasi
Medulla spinalis
Thalamus
Peningkatan HCL inter Leukin I Mk : Resiko Alvi
(asam lambung) Infeksi Korteks serebri
Mk: Ketidakefektifan Pola Set point Temperature
Nafas Anoreksia, mual , meningkat Persepsi nyeri Merangsang RAS
muntah
Febris Tidur terjaga
Mk: Nyeri Akut
Muntah berlebihan
Mk : Peningkatan Mk: Gangguan Istirahat
Mk: Ketidakseimbangan
suhu tubuh / Tidur
nutrisai kurang dari
Hipertermi
kebutuhan tubuh Mk : Deficit
Volume Cairan Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma , 2015
F. KLASIFIKASI
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok
besar yaitu
1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus
gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna.Kelompok ini
terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau
rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan
dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara
waktu.
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam
keluar tinja.Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk
menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk
intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3
sub kelompok anatomi yaitu :
a. Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot
puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang
baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung
anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak
ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius –
retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung
buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm. ( Amin Huda &
hardhi Kusuma, 2015 )

Klasifikasi menurut atresia ani menurut Wingspread, yaitu :


1. Laki – laki
a. Kelompok I
1) fistel urin
2) atresia rectum
3) perineum datar
4) fistel tidak ada
5) invertogram: udara > 1 cm dari kulit
Tindakan: kolostomi neonatus; operasi definitif pada usia 4-6 bulan
b. Kelompok II
1) fistel perineum
2) membran anal
3) stenosis anus
4) fistel tidak ada
5) invertogram: udara < dari 1 cm dari kulit
Tindakan: operasi langsung pada neonatus
2. Perempuan
a. Kelompok I
1) Kloaka
2) fistel vagina
3) fistel anovestibuler atau rektovestibuler
4) atresia rectum
5) fistel tidak ada
6) invertogram: udara > 1 cm dari kulit
Tindakan: kolostomi neonatus

Kloaka. Tipe ini merupakan gambaran klasik pada perempuan


dengan malformasi kongenital dengan sebuah orificium perineal.
Genitalia tampak cukup pendek, yang ditemukan tetap dengan kloaka.
b. Kelompok II
1) fistel perineum
2) stenosis anus
3) fistel tidak ada
4) invertogram: udara < 1 cm dari kulit
Tindakan: operasi langsung pada neonates

Fistula fourchette. Malformasi ini adalah pada suatu tempat


pertengahan jalan antara fistula perineal dan fistula vestibular. Fistula ini
mempunyai lapisan mukosa vestibular yang lembab pada bagian
anteriornya, tetapi pada bagian posteriornya kulit perineal kering.

G. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang khas pada klien antresia ani seperti :
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7. Perut kembung. ( Amin Huda & hardhi Kusuma, 2015 )

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada klien dengan atresia ani menurut Aziz Alimul
Hidayat (2010), Suriadi dan Rita Yuliani  ( 2011 ), Fitri Purwanto ( 2009 ) adalah
sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan Medis
a. Therapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan
keparahan defek. Untuk anomaly tinggi dilakukan colostomi beberapa
hari setelah lahir, bedah definitifnya yaitu anoplasti perineal ( prosedur
penarikan perineum abdominal ). Untuk lesi rendah diatasi dengan
menarik kantong rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit anal,
fistula bila ada harus ditutup. Defek membranosa memerlukan tindakan
pembedahan yang minimal yaitu membran tersebut dilubangi dengan
hemostat atau scalpel.
b. Pemberian cairan parenteral seperti KAEN 3B
c. Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk mencegah
infeksi pada pasca operasi.
d. Pemberian vitamin C untuk daya tahan tubuh.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Monitor status hidrasi ( keseimbangan cairan tubuh intake dan output )
dan ukur TTV tiap 3 jam.
b. Lakukan monitor status gizi seperti timbang berat badan, turgor kulit,
bising usus, jumlah asupan parental dan enteral.
c. Lakukan perawatan colostomy, ganti colostomybag bila ada produksi,
jaga kulit tetap kering.
d. Atur posisi tidur bayi kearah letak colostomy.
e. Berikan penjelasan pada keluarga tentang perawatan colostomy dengan
cara membersihkan dengan kapas air hangat kemudian keringkan dan
daerah sekitar ostoma diberi zing zalf, colostomybag diganti segera
setiap ada produksi.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologist
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh
karena massa tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius. (Betz. Ed 7. 2012)

J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
1. Obstruksi
2. Perforasi
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
4. Komplikasi jangka panjang.
a. Eversi mukosa anal
b. Stenosis
5. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
6. Inkontinensia (akibat stenosis awal )
7. Prolaps mukosa anorektal.
8. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
9. Sepsis. (Wong, Whaley.2011)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
ATRESIA ANI

A. PENGKAJIAN
1. Biodata klien
2. Riwayat keperawatan
a. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan masa lalu
3. Riwayat tumbuh kembang
a. BB lahir abnormal
b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang
pernah mengalami trauma saat sakit
c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
4. Pola nutrisi – Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien
dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin
terganggu oleh mual dan munta dampak dari anestesi.
5. Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru
maka tubuh dibersihkan dari bahan – bahan yang melebihi kebutuhan dan
dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang
pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi
6. Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan
otot.
7. Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman,
daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
8. Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri
pada luka inisisi.
9. Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body
comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka
jahitan operasi
10. Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan
sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan
kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
11. Pola Reproduktif dan Sexual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi
12. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi, Adanya faktor stress lama, efek
hospitalisasi, masalah keuangan
13. Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan
agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini
diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap
klien dalam upaya pelaksanaan ibadah.
14. Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah
anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi,
termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada
auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah
bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina. (Mediana,2011)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah.
2. Deficit volume cairan berhubungan dengan muntah berlebihan.
3. Peningkatan suhu tubuh / Hipertermi berhubungan dengan proses
peradangan, pengeluaran inter Leukin I.
4. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan sesak, distensi abdomen
(Amin Huda & hardhi Kusuma, 2015 )

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
NOC NIC
Keperawatan
Ketidakseimbangan Tujuan : Setelah 1. Kaji KU pasien
nutrisi kurang dari dilakukan tindakan 2. Timbang berat badan
kebutuhan tubuh keperawatan selama pasien
berhubungan dengan 3x24 jam diharapkan 3. Catat frekuensi mual,
anoreksia, mual, pasien tidak terjadi muntah pasien
muntah. kekurangan nutrisi 4. Catat masukan nutrisi
pasien
Kriteria Hasil : 5. Beri motivasi pasien
1. Pasien tidak untuk meningkatkan
mengalami penurunan asupan nutrisi
berat badan 6. Kolaborasi dengan
2. Turgor pasien baik ahli gizi dalam
3. Pasien tidak mual, pengaturan menu
muntah
4. Nafsu makan
bertambah

Deficit volume cairan Tujuan : Setelah 1. Monitor intake –


berhubungan dengan dilakukan tindakan output cairan
muntah berlebihan. keperawatan selama 2. Monitor status hidrasi
3x24 jam diharapkan (kelembapan
kebutuhan volume cairan membran mukosa,
pasien terpenuhi nadi adekuat)
3. Lakukan pemasangan
Kriteria Hasil : infus dan berikan
1. Output urin 1-2 cairan IV
ml/kg/jam,  4. Pantau TTV
2. Capillary refill 3-5 5. Dorong keluarga
detik,  untuk membantu
3. Turgor kulit baik, pasien makan.
membrane mukosa
lembab
4. Pengeluaran feses
terkontrol

Peningkatan suhu Tujuan : Setelah 1. Pantau tanda-tanda


tubuh / Hipertermi dilakukan tindakan vital terutama suhu
berhubungan dengan keperawatan selama 3 2. Air (1500-2000 cc/hari)
proses peradangan, jam diharapkan suhu Beri pasien banyak
pengeluaran inter tubuh tidak panas lagi minum
Leukin I. 3. Beri pasien kompres
Kriteria Hasil : air hangat atau air
1. Suhu tubuh dalam dingin
rentang normal (36,5- 4. Beri selimut pendingin
37,50C) 5. Pantau suhu
2. Nadi dan RR dalam lingkungan
rentang normal 6. Kolaborasi dalam
3. Tidak ada perubahan pemberian obat
warna kulit dan tidak antipiretik dan
pusing antibiotik

Ketidakefektifan Pola Tujuan : Setelah dilakukan 1. Kaji


Nafas berhubungan tindakan keperawatan frekuensi kedalaman
dengan sesak, selama 3x24 jam pernafasan dan
distensi abdomen. diharapkan pola nafas ekspansi dada. Catat
kembali efektif. upaya pernafasan
termasuk penggunaan
Kriteria Hasil : otot bantu
1. Pola nafas efektif, pernafasan /
bunyi nafas normal pelebaran nasal.
atau bersih. 2. Auskultasi
2. TTV dalam batas bunyi nafas dan catat
normal adanya bunyi nafas
3. batuk berkurang, seperti krekels,
ekspansi paru wheezing.
mengembang. 3. Tinggikan
kepala dan bantu
mengubah posisi.
4. Observasi
pola batuk dan
karakter sekret.
5. Dorong/ba
ntu pasien dalam
nafas dan latihan
batuk.
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Nanda NIC-NOC. Jogjakarta :
Penerbit Mediaction

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2012. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.


Edisike-3. Jakarta : EGC.

Hidayat,Agung . 2009. http//Askep Atresia Ani Pada Anak « Hidayat2's


Blog.com  yang diakses pada tanggal 12 April 2016 pada pukul 15.20

Hidayat, A. Azis Alimul . (2010) . Pengantar Ilmu Anak buku 2. Editor Dr Dripa
Sjabana

Suriadi & Rita Yuliani, 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak edisi 2. Jakarta :


Penebar swadaya.

Wong, Donna L. 2011. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Monica Ester (Alih


Bahasa). Sri Kurnianianingsih (ed),. edisi ke-4. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai