Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat ditandai
adanya rasa nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang
terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut spinal maupun ganglion
serabut saraf sensorik dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan
reaktivasi virus varisela zoster dari infeksi endogen yang menetap dalam
bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus (Handoko.2011).
Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa
prevalensi musiman. Terjadinya herpes zoster tidak tergantung pada
prevalensi varisela, dan tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa herpes
zoster dapat diperoleh oleh kontak dengan orang lain dengan varisela atau
herpes. Sebaliknya, kejadian herpes zoster ditentukan oleh faktor-faktor
yang mempengaruhi hubungan host-virus (Wolff K,at al.2008). Salah satu
faktor risiko yang kuat adalah usia lebih tua. Ada peningkatan insidens
dari zoster pada anak – anak normal yang terkena chicken pox ketika
berusia kurang dari 2 tahun (Mandal BK, dkk.2008).
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada
perbedaan angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat
dengan peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per
tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus
berusia di bawah 20 tahun. Pasien dengan herpes zoster kurang menular
dibandingkan pasien dengan varisela. Virus dapat diisolasi dari vesikel dan
pustula pada herpes zoster tanpa komplikasi sampai 7 hari setelah
munculnya ruam, dan untuk waktu yang lebih lama pada individu
immunocompromised.

Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus,


komplikasi yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa
rasa nyeri yang persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi

1
pada usia di bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di
atas 60 tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau
lewat aliran darah sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat
terjadi oleh karena defek imunologi karena keganasan atau pengobatan
imunosupresi (Wolff K,et al.2008).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Herpes Zoster


Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Herpes zoster
merupakan radang kulit akut dan setempat ditandai adanya rasa nyeri
radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada
dermatom yang dipersarafi serabut spinal maupun ganglion serabut saraf
sensorik dari nervus kranialis. Virus ini tidak hilang tuntas dari tubuh setelah
infeksi primernya dalam bentuk varisela melainkan dorman pada sel ganglion
dorsalis sistem saraf sensoris yang kemudian pada saat tertentu mengalami
reaktivasi dan bermanifestasi sebagai herpes zoster ( Handoko.2011)
Herpes zoster juga dikenal sebagai zona, yaitu penyakit virus yang
ditandai dengan ruam kulit yang nyeri dengan gelembung berisi cairan di daerah
yang terbatas pada satu sisi tubuh. Infeksi awal dengan virus varicella zoster
(VZV) menyebabkan ]penyakit akut (jangka pendek) yaitu cacar air yang
umumnya terjadi pada anak-anak dan orang muda. Setelah episode cacar air
sembuh, virus ini tidak hilang seluruhnya dari tubuh tetapi dapat menyebabkan
penyakit herpes zoster yaitu penyakit dengan gejala yang sangat berbeda
beberapa tahun setelah infeksi awal. Meskipun memiliki kesamaan nama, herpes
zoster bukan penyakit yang sama seperti herpes simplek, walaupun demikian,
keduanya yaitu virus varicella zoster dan herpes simplek virus yang memiliki
subfamily virus yang sama (Alphaherpesvirinae) (Handoko.2011)

2.2. Epidemiologi Herpes Zoster


Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa
prevalensi musiman. Terjadinya herpes zoster tidak tergantung pada
prevalensi varisela, dan tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa herpes
zoster dapat diperoleh oleh kontak dengan orang lain dengan varisela atau

3
herpes. Sebaliknya, kejadian herpes zoster ditentukan oleh faktor-faktor
yang mempengaruhi hubungan host-virus (Wolff K,et al.2008).
Salah satu faktor risiko yang kuat adalah usia lebih tua. Insiden
terjadinya herpes zoster 1,5 sampai 3, 0 per 1.000 orang per tahun dalam
segala usia dan 7 sampai 11 per 1000 orang per tahun pada usia lebih dari
60 tahun pada penelitian di Eropa dan Amerika Utara. Diperkirakan bahwa
ada lebih dari satu juta kasus baru herpes zoster di Amerika setiap tahun,
lebih dari setengahnya terjadi pada orang dengan usia 60 tahun atau lebih.
Ada peningkatan insidens dari zoster pada anak – anak normal yang
terkena chicken pox ketika berusia kurang dari 2 tahun. Faktor resiko
utama adalah disfungsi imun selular. Pasien imunosupresif memiliki
resiko 20 sampai 100 kali lebih besar dari herpes zoster daripada individu
imunokompeten pada usia yang sama. Immunosupresif kondisi yang
berhubungan dengan risiko tinggi dari herpes zoster termasuk “human
immunodeficiency virus” (HIV), transplantasi sumsum tulang, leukimia
dan limfoma, penggunaan kemoterapi pada kanker, dan penggunaan
kortikosteroid. Herpes zoster adalah infeksi oportunistik terkemuka dan
awal pada orang yang terinfeksi dengan HIV, dimana awalnya sering
ditandai dengan defisiensi imun. Zoster mungkin merupakan tanda paling
awal dari perkembangan penyakit AIDS pada individual dengan resiko
tinggi. Dengan demikian, infeksi HIV harus dipertimbangkan pada
individu yang terkena herpes zoster (Mandal BK, dkk.2008).
Faktor lain melaporkan meningkatnya resiko herpes zoster
termasuk jenis kelamin perempuan, trauma fisik pada dermatom yang
terkena, gen interleukin 10 polimorfisme, dan ras hitam, tapi konfirmasi
diperlukan. Paparan dari anak dan kontak dengan kasus varisela telah
dilaporkan untuk memberikan perlindungan terhadap penyakit herpes
zoster. Episode kedua dari herpes zoster jarang terjadi pada orang
imunokompeten, dan serangan ketiga sangat jarang. Orang yang menderita
lebih dari satu episode mungkin immunocompromised. Pasien
imunokompeten menderita beberapa episode seperti penyakit herpes zoster

4
yang mungkin menderita infeksi virus herpes simpleks zosteriform (HSV)
yang berulang (Habif, T.P. 2011)
Pasien dengan herpes zoster kurang menular dibandingkan pasien
dengan varisela. Virus dapat diisolasi dari vesikel dan pustula pada herpes
zoster tanpa komplikasi sampai 7 hari setelah munculnya ruam, dan untuk
waktu yang lebih lama pada individu immunocompromised. Pasien
dengan zoster tanpa komplikasi dermatomal muncul untuk menyebarkan
infeksi melalui kontak langsung dengan lesi mereka. Pasien dengan herpes
zoster dapat disebarluaskan, di samping itu, menularkan infeksi pada
aerosol, sehingga tindakan pencegahan udara, serta pencegahan kontak
diperlukan untuk pasien tersebut. (Habif, T.P. 2011)

2.3. Etiologi Herpes Zoster

Varicella Zoster Virus (VZV) adalah penyebab diantara varicella


(Cacar air) dan zoster (Shingles). Tiga genotype dari α- herpesvirus telah
diidentifikasi dan terbukti memiliki variasi geografis. Mikroorganisme
penyebab pada kasus ini adalah Varicella Zoster Virus (Varicella Zoster
Virus) (Burns,dkk.2010)

2.4. Patogenesis
Selama perjalanan dari varicel, VZV lewat melaui lesi dikulit dan
permukaan mukosa ke ujun saraf sensorik dan diangkut secara sentripetal
sampai serabut saraf sensorik ke ganglia sensoris. Di ganglia, virus
membentuk infeksi laten yang bertahan untuk hidup. Herpes zoster terjadi
paling sering pada dermatom dimana ruam varisela terbanyak yang
diinervasi oleh saraf oftalmikus dari ganglia sensoris trigeminal dari T1 ke
L2. (wolff, et al.2008)
Varisela sangat menular dan biasanya menyebar melalui droplet
respiratori. VVZ bereplikasi dan menyebar ke seluruh tubuh selama
kurang lebih 2 minggu sebelum perkembangan kulit yang erupsi. Pasien

5
infeksius sampai semua lesi dari kulit menjadi krusta Selama terjadi kulit
yang erupsi, VVZ menyebar dan menyerang saraf secara retrograde untuk
melibatkan ganglion akar dorsalis di mana ia menjadi laten. Virus berjalan
sepanjang saraf sensorik ke area kulit yang dipersarafinya dan
menimbulkan vesikel dengan cara yang sama dengan cacar air. Zoster
terjadi dari reaktivasi dan replikasi VVZ pada ganglion akar dorsal saraf
sensorik. Latensi adalah tanda utama virus Varisela zoster dan tidak
diragukan lagi peranannya dalam patogenitas. Sifat latensi ini menandakan
virus dapat bertahan seumur hidup hospes dan pada suatu saat masuk
dalam fase reaktivasi yang mampu sebagai media transmisi penularan
kepada seseorang yang rentan. Reaktivasi mungkin karena stres, sakit
immunosupresi, atau mungkin terjadi secara spontan. (Schalock.C.P,2011).
Virus kemudian menyebar ke saraf sensorik menyebabkan gejala
prodormal dan erupsi kutaneus dengan karakteristik yang dermatomal.
Infeksi primer VVZ memicu imunitas humoral dan seluler, namun dalam
mempertahankan latensi, imunitas seluler lebih penting pada herpes zoster.
Keadaan ini terbukti dengan insidensi herpes zoster meningkat pada pasien
HIV dengan jumlah CD4 menurun, dibandingkan dengan orang normal
(Daili SF.2013)

Gambar. 1

6
Gambar. 2

Penyebab reaktivasi tidak diketahui pasti tetapi biasanya muncul pada


keadaan imunosupresi. Insidensi herpes zoster berhubungan dengan
menurunnya imunitas terhadap VZV spesifik. Pada masa reaktivasi virus
bereplikasi kemudian merusak dan terjadi peradangan ganglion sensoris.
Virus menyebar ke sumsum tulang belakang dan batang otak, dari saraf
sensoris menuju kulit dan menimbulkan erupsi kulit vesikuler yang khas.
Pada daerah dengan lesi terbanyak mengalami keadaan laten dan merupakan
daerah terbesar kemungkinannya mengalami herpes zoster. (Daili SF.2013)

Selama proses varisela berlangsung, VZV lewat dari lesi pada kulit dan
permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik menular dan dikirim secara
sentripetal, naik ke serabut sensoris ke ganglia sensoris. Di ganglion, virus
membentuk infeksi laten yang menetap selama kehidupan. Herpes zoster
terjadi paling sering pada dermatom dimana ruam dari varisela mencapai
densitas tertinggi yang diinervasi oleh bagian (oftalmik) pertama dari saraf
trigeminal ganglion sensoris dan tulang belakang dari T1 sampai L2.
(Wolff K,et al.2008)

Depresi imunitas selular akibat usia lanjut, penyakit, atau obat-obatan


mempermudah reaktivasi. Herpes zoster pada anak kecil sehat mungkin
berhubungan dengan perkembangan imunitas selular yang kurang efisien

7
pada saat terjadi infeksi VZV primer baik in utero maupun pascalahir
(Mandal BK, dkk.2008).

Gambar. 3

2.5. Manifestasi Klinis


Varisela biasanya dimulai dengan demam prodromal virus, nyeri
otot, dan kelelahan selama 1 sampai 2 hari sebelum erupsi kulit. Inisial lesi
kutaneus sangat gatal, makula dan papula eritematosa pruritus yang
dimulai pada wajah dan menyebar ke bawah. Papula ini kemudian
berkembang cepat menjadi vesikel kecil yang dikelilingi oleh halo
eritematosa, yang dikenal sebagai “tetesan embun pada kelopak mawar”
( “dew drop on rose petal” ). Setelah vesikel matang, pecah membentuk
krusta. Lesi pada beberapa tahapan evolusi merupakan karakteristik dari
varisela. (Habif, T.P. 2011)
Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit
yang sangat dan pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan
karakteristik erupsi kulit dari vesikel berkelompok pada dasar yang
eritematosa.
Gejala prodormal biasanya nyeri, disestesia, parestesia, nyeri tekan
intermiten atau terus menerus, nyeri dapat dangkal atau dalam terlokalisir,
beberapa dermatom atau difus. Nyeri prodormal tidak lazim terjadi pada
penderita imunokompeten kurang dari usia 30 tahun, tetapi muncul pada

8
penderita mayoritas diatas usia 60 tahun. Nyeri prodormal : lamanya kira –
kira 2 – 3 hari, namun dapat lebih lama. (Daili SF.2013)
Gejala lain dapat berupa rasa terbakar dangkal, malaise, demam,
nyeri kepala, dan limfadenopati, gatal, tingling. Lebih dari 80% pasien
biasanya diawali dengan prodormal, gejala tersebut umumnya berlangsung
beberapa hari sampai 3 minggu sebelum muncul lesi kulit.
Nyeri preeruptif dari herpes zoster (preherpetic neuralgia) dapat
menstimulasi migrain, nyeri pleura, infark miokardial, ulkus duodenum,
kolesistitis, kolik renal dan bilier, apendisitis, prolaps diskus intervertebral,
atau glaucoma dini, dan mungkin mengacu pada intervensi misdiagnosis
yang serius. Lesi kulit yang paling sering dijumpai adalah vesikel dengan
eritema di sekitarnya herpetiformis berkelompok dengan distribusi
segmental unilateral. Erupsi diawali dengan plak eritematosa terlokalisir
atau difus kemudian makulopapuler muncul secara dermatomal.
(James, W.D.2011)
Lesi baru timbul selama 3-5 hari. Bentuk vesikel dalam waktu 12
sampai 24 jam dan berubah menjadi pustule pada hari ketiga. Pecahnya
vesikel serta pemisahan terjadi dalam 2 – 4 minggu. Krusta yang
mongering pada 7 sampai 10 hari. Pada umumnya krusta bertahan dari 2
sampai 3 minggu. Pada orang yang normal, lesi – lesi baru bermunculan
pada 1 sampai 4 hari ( biasanya sampai selama 7 hari). Rash lebih berat
dan bertahan lama pada orang yang lebih tua., dan lebih ringan dan
berdurasi pendek pada anak – anak.
Dermatom yang terlibat : biasanya tunggal dermatom
dorsolumbal merupakan lokasi yang paling sering terlibat (50%), diikuti
oleh trigeminal oftalmika, kemudian servikal dan sakral. Ekstremitas
merupakan lokasi yang paling jarang terkena. Keterlibatan saraf kranial ke
5 berhubungan dengan kornea. Pasien seperti ini harus dievaluasi oleh
optalmologi. Varian lain adalah herpes zoster yang melibatkan telinga atau
mangkuk konkhal – sindrom Ramsay-Hunt. Sindrom ini harus
dipertimbangkan pada pasien dengan kelumpuhan nervus fasialis,

9
hilangnya rasa pengecapan, dan mulut kering dan sebagai tambahan lesi
zosteriform di telinga. Secara klasik, erupsi terlokalisir ke dermatom
tunggal, namun keterlibatan dermatom yang berdekatan dapat terjadi,
seperti lesi meluas dalam kasus zoster-diseminata. Zoster bilateral jarang
terjadi, dan harus meningkatkan kecurigaan pada imunodefisiensi seperti
HIV / AIDS. (Schalock C.P.2011)

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-5 Hari ke-6

2.6 Diagnosis Herpes Zoster


Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa
neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan
kulit. Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal
seperti demam, pusing dan malaise. Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa
eritema kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat
membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih,
setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika
absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta. (Schalock.C.P,2011).
Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan
penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis,
apendisitis, kolik renal, dan sebagainya. Namun bila erupsi sudah terlihat,
diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster
terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral,
dan mengenai satu dermatom. Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes
Tzanck membantu menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti
banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan
mikroskop elektron, serta tes serologik. Pada pemeriksaan histopatologi
ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf,
proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi bungkus

10
ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen
virus herpes zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi. (Mandal BK,
dkk.2008).
Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan
diagnosis. Akan tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan
penunjang antara lain:
1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan
mikroskop elektron.
2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen
3. Test serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik

2.7 Diagnosis Banding Herpes Zoster


Herpes simpleks Definisi : penyakit akut yang ditandai dengan timbulnya
vesikula yang berkelompok diatas dasar eritema,
berulang, mengenai permukaan mukokutaneus.
Etiologi : Disebabkan oleh virus herpes simplex
Gejala klinis : lesi primer didahului gejala prodromal
berupa rasa panas (terbakar) dan gatal. Setelah timbul
lesi dapat terjadi demam, malaise dan nyeri otot.
Predileksi : mukosa
Status dermatologi :
Berupa vesikel yang mudah pecah, erosi, ulcus dangkal
bergerombolan di atas dasar eritema dan disertai rasa
nyeri. Predileksi pada wanita antara lain labium mayor,
labium minor, klitoris, vagina, serviks dan anus. Pada
laki-laki antara lain di batang penis, glans penis dan
anus .ekstragenital yaitu hidung, bibir, lidah, palatum,
dan faring (Abdullah,dkk.2009)

11
Gambar. 4 Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffel DJ. 2008. Varicella and Herpes Zoster. In : Fitzpatrick.
Dermatology in General Medicine. 7 thed. New York
Varisela Definisi : vesikula yang tersebar, terutama menyerang
anak-anak, bersifat mudah menular
Etiologi : varus varisela zoster
Predileksi : paling banyak di badan, kemudian dimuka,
kepala dan ekstremitas
Gejala klinis : pada stadium prodromal timbul banyak
macula atau papul yang cepat berubah menjadi vesikula,
yang uur dari lesi tersebut tidak sama. Kulit lesi
eritematus. Pada anamnesis ada kontak dengan
penderita varisela atau herpes zoster. Khas pada infeksi
virus pada vesikula ada bentukan umbilikasi (delle)
yaitu vesikula yang ditengahnya cekung kedalam.
Distribusinya bersifat sentripental.

Gambar.5 Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffel DJ. 2008. Varicella and Herpes Zoster. In : Fitzpatrick.
Dermatology in General Medicine. 7 thed. New York
Dermatitis kontak definisi : dermatitis yang disebabkan terpaparnya kulit
alergi dengan bahan yang brsifat sebagai alergen. Disini ada
riwayat alergi dan merupakan paparan ulang.

12
Predileksi : seluruh tubuh
Status dermatologis : dapat akut, subakut dan kronis.
Lesi akut berupa lesi polimorf yaitu tampak macula
yang eritematus, batas tidak jelas pada efloresensidan
diatas macula yang eritematus tedapat papul, veikel,
bula yang bila pecahmenjadi lesi eksudatif.
(Abdullah,dkk.2009)

Gambar.6
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ.
2008. Varicella and Herpes Zoster. In : Fitzpatrick. Dermatology in
General Medicine. 7 thed. New York
Pada laporan kasus ini dapat didiagnosis banding dengan varisela, herpes
simplex dan dermatitis kontak alergika. Dari ketiga diagnosis banding diatas
meiliki gejala klinis dan efloresensi kulit hamper sama berupa eritema, adanya
vesikel maupun papul akan tetapi pada herpes zoster efluresesnsi kulit terbatas
pada daerah dermatom yang unilateral.

2.8 Penatalaksanaan
Umum
1. Analgetika : metampiron sehari 4 x 1 tablet
2. Bila ada infeksi sekunder :
a. Erythromycin 250-500 g sehari 3 x 1 tablet
b. Dicloxacillin 125-250 mg sehari 3 x 1 tablet
3. Lokal
a. Bila basah : kompres larutan garam faali
b. Bila erosi : salep sodium fusidate
c. Bila kering : bedak salycil 2%

13
Khusus

1. Acyclovir
Dosis dewasa : 800 mg sehari 5 kali selaa 7-10 hari
Anak : 20 mg/kgBB sampai 800 mg sehari 4 kali
Acyclovir tidak dapat menghilangkan neuralgia pasca hepatic.
2. Neuralgia pasca hepatic
a. Aspirin : 500 mg sehari 3 kali
b. Anti – depresan trisiklik : amitriptyline 50-100 mg/hari
Hari pertama : 1 tablet (25mg)
Hari kedua : sehari 2 x 1 tablet
Hari ketiga : sehari 3 x 1 tablet
c. Carbamazepine : 200 mg sehari 1-2 kali (untuk tergeminal
neuralgia)
3. Pada herpes zoster optalikus perlu konsul ke spesialis ata atau dapat
diberikan :
a. Asiklovir salep mata 5 kali/4 jam
b. Dan juga ofloxasin/siploxasin obat tetes mata
Hari 1 dan 2 : 1 tetes/2-4 jam
Hari 3-7 : tetes 4x/hari. (Barakbah,et al.2007)

2.9 Komplikasi
1. Neuralgia paska hepatic
Nyeri merupakan komplikasi tersering herpes zoster yang
membuat pasien menderita. Pada fase akut, nyeri biasanya
berkurang dalam beberapa minggu. Jika nyerinya masih menetap
lebih dari 3 bulan setelah hilangnya ruam zoster, maka diduga
pasien mengalami komplikasi neuralgia pasca herpes (NPH). Nyeri
ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-
tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi dalam kehidupan sehari-
hari. Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang menderita herpes
zoster di atas usia 40 tahun, ruam yang meluas, dan intensitas nyeri

14
akut yang lebih berat merupakan indikator meningkatnya risiko
terjadinya NPH. (Abdullah,dkk.2009)

2. Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasa tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi iunitas, infeksi
H.I.V , keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi.
Vesikel sering menjadi ulkus dengan jaringan nekrotik
(Djuanda,et al.2011)
3. Ramsay hunt syndrom
paralisa wajah akut yang disertai dengan vesikel-vesikel virus
herpes zoster pada kulit telinga, liang telinga ataupun keduanya,
diakibakan oleh gangguan nervus fasialis dan nervus optikus,
sehingga memberikan gejala paralisa otot muka ( paralisa bell ),
kelainan kulit yang sesuai denga tingkat persarafan, tinnitus,
vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea juga tedapat
gangguan pengecapan. Herpes zoster ini terjadi bila mengenai
ganglion genikulatum. (Abdullah,dkk.2009)
4. Paralisis motoric
Paralisis motorik terdapat pada 1-5% kasus, yang terjadi
akibat penjalaran virus secara per kontinuitatum dari ganglion
sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis biasanya timbul
dalam 2 minggu sejak awitan munculnya lesi. Berbagai paralisis
dapat terjadi, misalnya di muka, diafragma, batang tubuh,
ekstremitas, vesika urinaria, dan anus. Umumnya akan sembuh
spontan. Infeksi juga dapat menjalar ke organ dalam, misalnya paru,
hepar, dan otak. Herpes Zoster merupakan penyakit kulit yang
adalah virus. diperlukan imunitas yang baik untuk mempercepat
penyembuhan. Adapun obat-obatan yang diberikan, bertujuan untuk
Mengatasi infeksi virus akut, Mengatasi nyeri akut yang

15
ditimbulkan oleh virus herpes zoster , Mencegah timbulnya
neuralgia pasca herpetic (Djuanda,et al.2011)

2.10 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam

BAB III
LAPORAN KASUS

16
3.1. Identitas Pasien
Nama pasien : NW
Umur : 70 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Klungkung
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Tanggal Pemeriksaan : 04 Maret 2020

3.2. Anamnesis
a. Keluhan utama :
Nyeri pada paha kanan

b. Riwayat penyakit sekarang

Pasien laki-laki, berusia 70 tahun, datang ke poli kulit dan kelamin


RSUD Klungkung dengan keluhan nyeri pada paha sebelah kanan bagian
depan sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengatakan keluhan nyeri muncul
disertai dengan perubahan warna kulit berupa kemerahan dan muncul
gelembung. Pada awalnya rasa nyeri yang pasien rasakan hanya sedikit
dan bisa sembuh sendiri sehingga pasien tidak datang berobat ke dokter.

Namun semakin lama rasa nyeri semakin memberat, nyeri seperti


di tusuk dan panas seperti di bakar. sehingga pasien memutuskan berobat
ke dokter. Rasa sakit yang dirasakan pasien terasa membaik jika pasien
istirahat dan bertambah berat jika pasien beraktivitas.

Pada awalnya sebelum pasien mengalami nyeri pada daerah paha,


pasien sempat demam yang tidak terlalu tinggi, panas dan sedikit gatal

17
pada daerah paha kemudian kemerahan pada kulit disertai munculnya
gelembung yang berisi cairan. Sebelumnya pasien mengaku pernah
mengalami sakit cacar air yang menyerupai penyakit sekarang

c. Riwayat penyakit dahulu


Pasien mengaku sebelumnya pernah mengalami keluhan serupa,.
Pasien mengatakan bahwa dirinya memilki penyakit jantung. Riwayat
diabetes mellitus, asma, kelainan ginjal disangkal pasien.

d. Riwayat penyakit keluarga


Pasien mengaku tidak ada keluarga yang menderita hal yang sama.
Riwayat penyakit jantung, asma dan kencing manis pada keluarga
disangkal.
e. Riwayat pengobatan
Riwayat menggunakan obat jangka panjang
f. Riwayat alergi
Pasien menyangkal adanya alergi terhadap jenis makanan atau obat-obatan
tertentu

g. Riwayat Pribadi dan Sosial

Pasien tidak bekerja dan sekarang tinggal bersama anaknya.

3.3. Pemeriksaan Fisik


1. Status Generalis
 Keadaan Umum : Baik, tampak sakit ringan
 Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
 Tanda Vital :
- Tekanan darah : 130/70 mmHG
- Nadi : 80x/menit
- Suhu : 36,7o C
- Respirasi : 18x/menit

18
 Kepala : Bentuk normocephali
- Kulit kepala : Kelainan kulit (-)
- Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
- Hidung : Tidak ada septum deviasi, sekret (-)
- Mulut : Bibir sianosis (-), karies gigi (-), tonsil T1-T1
tenang, faring tidak hiperemis
- Telinga : Normal, serumen -/-
 Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB dan tiroid
 Thorax :
- Inspeksi : Bentuk simetris, gerak napak simetris
- Palpasi : Vokal fremitus sama kuat kanan dan kiri
- Perkusi : Sonor di semua lapang paru
- Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-,
bunyi jantung I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
 Abdomen :
- Inspeksi : Datar
- Palpasi : Supel, hepar & lien tidak teraba, nyeri tekan(-)
- Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen
- Auskultasi : Bising usus (+)
 Genitalia : Dalam batas normal
 Ekstremitas :
- Superior : Oedem (-), deformitas (-), kelainan sendi (-),
kelainan kulit (-), kelainan kuku : pitting nail (-), onikolisis (-),
diskolorasi (-)
- Inferior : Oedem (-), deformitas (-), kelainan sendi (-),
kelainan kulit (+), kelainan kuku : pitting nail (-), onikolisis (-),
diskolorasi (-)

2. Status Dermatologi
 Ad Regio : Femoris dextra posterior
 Lesi : Multiple, diskret, lentikuler
 Efloresensi : tampak macula eritematosus, dengan vesikel
bergerombolan dan papul ukuran miliar

19
 Foto klinis :

Gambar 7. Makula eritematus disertai vesikel bergerombolan pada region femoris


dextra anterior setinggi dermatom L2-L3.

3.4. Pemeriksaan Laboratorium


Tidak dilakukan (Usulan Tzank Test)
3.5. Resume
Pasien laki-laki berusia 70 tahun datang dengan keluhan nyeri disertai
adanya gelembung-gelembung pada daerah paha bagian depan sebelah kanan
sejak 4 hari yang lalu. Pada awalnya nyeri yang dirasakan minimal, namun
seiring berjalannya waktu keluhan nyeri semakin lama rasa nyeri semakin
memberat, nyeri seperti di tusuk dan panas seperti di bakar. Pada pemeriksaan
dermatologis didapatkan gambaran vesikel yang berkelompok lalu terdapat
eritematous.

3.6. Diagnosis kerja


Herpes zoster pada region femoris dextra anterior

20
3.7. Diagnosis Banding
1. Dermatitis kontak
2. Dermatitis Venenata
3. Varisela

3.8. Usulan Pemeriksaan


1. Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction)
2. Periksaan direct imunofluorecent antigen-staining

3.9. Penatalaksanaan
Medikamentosa
1. Topikal
Salisil talk 2%
2. Oral
Antiviral : Asiklovir 5 x 800 mg / hari selama 7 hari
Analgetik : Asam Mefenamat 3 x 500 mg
Roborantia : Vit. Complex 3 x 1
3. KIE
- Kontrol kepoliklinik 7 hari lagi dan minum obat teratur. Gunakan bedak
sesuai anjuran dokter secara teratur dan tidak menghentikan pengobatan
tanpa seizin dokter.
- Menjaga higine perorangan dan hindari menggaruk-garuk diarea lesi.

3.10. Prognosis
1. Quo ad vitam : bonam
2. Quo ad functionam : bonam
3. Quo ad sanationam : bonam

3.11 Follow Up

21
Tanggal Subject Object Assasment Planing

07/maret/202  Pasien  Regio femoris Herpes asiklovir 5 x


0 mengeluhka dextra: zoster 800 mg (selama
n nyeri - Tampak 2 hari)
berkurang macula asam
dari eritema mefenamat 3 x
sebelumnya. minimal 500 mg
dan vesicel gentamicyn
sudah cream 2 x 1
mulai vit B comp 3x1
pecah.

- Gambar.8. Hasil follow up setelah diberikan pengobatan selama 1 minggu. Tampak macula
eritema minimal dan vesicel sudah mulai pecah.

BAB IV
PENUTUP

22
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien
mengeluarkan rasa nyeri disertai panas pada bokong dan paha belakang.
Setelah dilakukan peeriksaan fisik tampak macula eritema disertai vesikel
berkelompok yang terbatas pada dermatom L3. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa herpes zoster memiliki tanda dan gejala diatas, untuk itu pada
laporan kasus ini didiagnosis sebagai herpes zoster.
Pada kasus ini diberikan obat asiklovir 5 x 800 mg, asam mefenamat
3 x 500 mg, vit B coplex 3 x 1 tab dan bedak salisilat 2 x sehari. Setelah
diberikan terapi pada pasien diminta kontrol 7 hari keudian untuk melihat
hasilnya.Setelah diberikan terapi diatas pasien merasakan keluhan
berkurang, keluhan seperti nyeri aupun terasa panas minimal dan
gelembung pada bokong maupun paha mulai pecah dan terkelupas. Hal ini
menunjukkan respon baik.Tidak adanya komplikasi yang menyertai pada
penyakit ini menunjukkan bahwa prognosis pada pasien ini baik.

23
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. Benny, kurniawan. Ovaldo, dr, SpKK, 2009, Dermatologi


pengetahuan dasar dan kasus di Rumah Sakit, Surabaya : Pusat
Penerbitan dan Pencetakan Universitas Surabaya Hal : 86-90

Burns, Tony, Breathnach, Cox, et al, 2010. Rook’s textbook of Dermatology


Eight Edition Vol 1

Daili, S. F. et al., 2013. Pedoman Tata Laksana Sifilis Untuk Penegndalian Sifilis
di Fasiltas Pelayanan Dasar. 1 ed. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Handoko, Ronny P. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi Keenam


.Jakarta: FKUI

Habif, T.P. 2011. Viral Infection. In : Skin Disease Diagnosis and Treatment. 3rd
ed. Philadelphia : Elseiver Saunders.

James, W.D. Viral Diseases. 2011. In : Andrew’s Disease of the Skin Clinical
Dermatology. 11th ed. USA : Elseiver Saunder.

Mandal BK, dkk. 2008. Lecture Notes :Penyakit Infeksi.6th ed. Jakarta : Erlangga
Medical Series. : 115 – 119

Schalock C.P, Hsu T.S, Arndt, K.A. 2011. Viral Infection of the Skin. In :
Lippincott’s Primary Care Dermatology. Philadelphia : Walter Kluwer
Health. .p

Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. 2008.
Varicella and Herpes Zoster. In : Fitzpatrick. Dermatology in General
Medicine. 7 thed. New York : McGraw Hill Company..p. 1885-1898.

24

Anda mungkin juga menyukai