Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

DEMAM DENGUE

Oleh :

Dila Ardani (014.06.0026)

Pembimbing : dr. Nurviana Indah Permatasari S,ked

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PUSKESMAS


TANJUNG KARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2020

[Type text] Page 1


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ini.

Tidak lupa juga saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing klinik yang
menjadi tutor atau fasilitator yang membimbing saya selama melaksanakan tugas ini, dan juga
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga saya dapat
menyelesaikannya dengan hasil yang memuaskan bagi saya.

Dalam penyusunan laporan ini saya menyadari bahwa masih banyak kekurangannya
sehingga saya mohon saran dan kritik yang tentunya bersifat membangun dalam
menyempurnakan laporan kasus ini.

Mataram, 2 Agustus 2020

Penyusun

[Type text] Page 2


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.............................................................................................1

KATA PENGANTAR ..........................................................................................2

DAFTAR ISI.........................................................................................................3

BAB I LAPORAN KASUS.................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................8

BAB III KESIMPULAN ....................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................21

[Type text] Page 3


BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. DW
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 33 tahun
Alamat : Kekalik
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan :01 Agustus 2020
Anamnesis : Pada tanggal 01 Agustus 2020

1.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Puskesmas Tanjung Karang dengan keluhan demam sejak 3 hari
yang lalu. Demam tinggi timbul mendadak dirasakan terus menerus dan demam turun
jika minum obat. Selain demam pasien mgeluhkan Keluhan sakit kepala (+), mual (+),
muntah (+) satu kali, badan terasa lemas (+), nyeri otot dan sendi, menggigil (-),
berkeringat (-), batuk pilek (-), nafsu makan dan minum pasien menurun. Keluhan
mimisan dan gusi berdarah disangkal. BAK dan BAB dalam batas normal. Pasien sudah
minum obat parasetamol, namun demam hanya turun sebentar dan naik kembali.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat alergi disangkal. Riwayat keluhan yang sama disangkal. Riwayat sakit
kulit disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.

[Type text] Page 4


Riwayat Penyakit Sosial Ekonomi :
Riwayat tetangga dekat rumah ada yang terkena Demam Berdarah

1.3 PemeriksaanFisik
Status Generalis
Keadaaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
TD : 100/70 mmHg
Suhu : 38,0 ºC
RR : 24 x/menit
Nadi : 89 x/menit

Kepala : Normochepal
Mata : Konjunctiva anemis (- /-), sklera ikterik (- /-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokan : T1-T1, tidak hiperemis
Leher :
Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak membesar,
kaku kuduk (-).
Thoraks :
Bentuk : normochest, retraksi (-)

Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis teraba di SIC IV 2 jari medial LMCS tidak kuat
angkat

Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar

batas kiri atas : SIC II LPSS

[Type text] Page 5


batas kiri bawah : SIC IV 2 jari medial LMCS

batas kanan atas : SIC II LPSD

batas kanan bawah : SIC IV LPSD

Auskultasi : BJ I dan BJ II intensitas normal, reguler, bising (-),


gallop (-).

Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler normal (+/+), Suara tambahan (-/-)

Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada.

Auskultasi : peristaltik (+), bising usus normal.

Perkusi : Timpani, undulasi (-), pekak beralih (-),

Palpasi : Nyeri tekan kuadran epigastrium, hepar dan lien tidak


teraba.

Ekstremitas

Akral dingin Udem

Uji Rumple Leed positif

[Type text] Page 6


1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 14,2 11,2-15,7 g/dl
Lekosit 6800 3900-10.000 /uL
Hematokrit 39,6 34-45 %
Trombosit 70.000 182.000-369.000 /uL

Widal : negatif

1.5 Resume
Pasien datang ke Puskesmas Tanjung Karang dengan keluhan demam sejak 3 hari
yang lalu. Demam tinggi timbul mendadak dirasakan terus menerus dan demam turun
jika minum obat. Selain demam pasien mgeluhkan Keluhan sakit kepala (+), mual (+),
muntah (+) satu kali, badan terasa lemas (+), nyeri otot dan sendi, menggigil (-),
berkeringat (-), batuk pilek (-), nafsu makan dan minum pasien menurun. Keluhan
mimisan dan gusi berdarah disangkal. BAK dan BAB dalam batas normal. Pasien sudah
minum obat parasetamol, namun demam hanya turun sebentar dan naik kembali. Riwayat
tetangga pasien Demam Berdarah (+).
Pemeriksaan fisik didapatkan: Kesadaran compos mentis, tampak lemah, tanda
vital : TD 100/70 mmHg; Nadi = 89 x/menit, reguler, Laju pernafasan= 24 x/menit; S =
38,0 ⁰C. Thorax, pulmo, cor, dan abdomen terdapat nyeri tekan kuadran epigastrium. Uji
Rumple Leed positif Tanpa manifestasi perdarahan atau dehidrasi. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan : trombositopenia (+)

1.6 Diagnosis Kerja


Demam Dengue

[Type text] Page 7


1.7 Diagnosis Banding
Demam Bedarah Dengue
Demam Tifoid
Idiopatik Trombositopenik Purpura (ITP)

1.8 Penatalaksanaan
Medikamentosa
 IVFD RL 20 tpm
 Inj. Ranitidin 50 mg / 12 jam / iv
 Paracetamol 3 x 500mg
 Antasida syr 3 x 1C
Non-medikamentosa

 Edukasi bahwa penyakit yang diderita pasien disebabkan oleh virus yang dibawa
oleh nyamuk
 Edukasi bahwa penyakit tersebut biasanya akan reda setelah 7 hari
 Edukasi mengenai tanda bahaya yaitu nyeri perut yang berat, muntah terus menerus,
sesak, gusi berdarah, atau darah pada muntah dan sarankan segera bawa ke rumah
sakit apabila muncul tanda bahaya
 Pastikan kecukupan cairan
 Sarankan untuk melakukan gerakan 3M
 Kontrol 3 hari ke depan

1.9 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam

[Type text] Page 8


1.10 Pembahasan
Penegakan diagnosis pada pasien ini meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
gambaran secara klinis serta pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan. Kriteria
demam dengue adalah: demam akut 2-7 hari, disertai dengan 2 gejala atau lebih. Dari
anamnesis didapatkan pasien demam tinggi sejak 3 hari sebelum datang ke puskesmas,
kepala dan sendi-sendi terasa sakit, mual muntah. Ada tetangga pasien yang menderita
demam berdarah. Dari pemeriksaan fisik didapatkan demam, Abdomen terdapat nyeri
tekan kuadran epigastrium diakibatkan respon refluks gaster yaitu mual dan muntah
pasien, rumple leed test positif. Hasil laboratorium menunjukkan penurunan jumlah
trombosit dan di konfirmasi dengan hasil laboratorium (penting jika tidak terdapat
perembesan plasma). Dari data anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
didapatkan diagnosa Demam Dengue.
 Analisa Penatalaksanaan Demam Dengue Pada Pasien

Prinsip penatalaksanaan adalah pemberian cairan untuk mengatasi kehilangan

cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan. Jika

masih bisa minum (intake baik) dan tidak ada muntah diberikan minum banyak 1-2

liter/hari, Jenis minuman yang diberikan berupa: air putih, teh manis, sirup, jus buah,

susu, oralit. Pemberian cairan intra-vena (infus) jika: (1) terus-menerus muntah, tidak

mau minum, demam tinggi, dehidrasi; (2) nilai hematokrit cenderung meningkat

pada pemeriksaan berkala. Diberikan antipiretik parasetamol untuk mencegah

timbulnya efek samping pedarahan dan asidosis, pada pasien diberikan terapi cairan

RL 20 tetes/menit, Paracetamol 3 x 500mg, inj Ranitidine bila mual dan muntah

 Analisa Prognosis
Prognosa “bonam” ditetapkan berdasarkan sebagai berikut : prognosis “ad
bonam” karena pasien masuk dengan DF/DHF tanpa manifestasi perdarahan yang
diharapkan dengan pengamatan klinis dan laboratorium dapat ditatalaksana dengan
baik untuk segera diketahui jika terjadi perburukan perjalanan penyakit.

[Type text] Page 9


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) (dengue
hoemorrageic fever) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematoktrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.

2.2 Epidemiologi
Pada tahun 2011 revisi guideline WHO, dengue dibagi menjadi demam
dengue, demam berdarah dengue, demam berdarah dengue tanpa syok atau dengan
syok dan expanded dengue syndrome (EDS). Manifestasi yang tidak lazim adalah
spektrum yang luas dari infeksi dengue yang mempengaruhi berbagai sistem organ;
kardiovaskular, gastrointestinal, hepar, sistem saraf, paru-paru dan sistem renal.
Kondisi ini dapat terjadi karena mungkin terkait dengan koinfeksi, komorbid,
atau komplikasi dari syok berkepanjangan. Adapun insiden dengue secara global
terbanyak di Asia Tenggara dan Pasifik Barat yang merupakan 75% dari jumlah
global dengue. Di Amerika 64,6% kasus berada di negara-negara Kutub Selatan, 19%
di Ekuador, 12,5% di Amerika Tengah dan Meksiko dan 3,9% di Karibia, namun
untuk insiden EDS secara umum belum dilakukan penelitian lebih lanjut. Di
Indonesia pada tahun 2009, 2010 dan 2011 telah dilaporkan kejadian EDS di Rumah
sakit Dr Soetomo Surabaya dan Rumah Sakit Soerya Sepanjang Sidoarjo. Pada tahun
2009 ada tiga kasus, tahun 2010 ada dua kasus dan tahun 2011 ada dua kasus dengue
dengan manifestasi yang tidak biasa. Beberapa faktor mempengaruhi situasi ini
seperti pemanasan global, peningkatan urbanisasi yang menyebabkan kesadaran

[Type text] Page 10


tentang sanitasi lingkungan yang baik. Jumlah penderita menunjukkan kecenderungan
meningkat dari tahun ke tahun, dan penyakit ini banyak terjadi di kota-kota yang
padat penduduknya. Akan tetapi dalam tahun-tahun terakhir ini, penyakit ini juga
berjangkit di daerah pedesaan.

2.3 Etiologi
Penyebab penyakit demam berdarah dangue pada seseorang adalah virus
dangue termasuk family flaviviridae genus Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe,
yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Ke empat serotip ini ada di Indonesia,
dan dilaporkan bahwa serotip virus DEN-3 sering menimbulkan wabah. 5 Virus DEN
termasuk dalam kelompok virus yang relative labil terhadap suhu dan faKtor
kimiawai lain serta masa viremia yang pendek. Virus DEN virionnya tersusun oleh
genom RNA dikelilingi oleh nukleokapsid, ditutupi oleh suatu selubung dari lipid
yang mengandung 2 protein yaitu selubung protein E dan protein membrane M.

2.4 Patofisiologi
Penelitian patogenesis infeksi virus dengue sampai sekarang merupakan
penelitian yang paling menantang. Hal tersebut disebabkan sejauh ini belum ada suatu
teori yang dapat menerangkan secara tuntas patogenesis infeksi virus dengue. Dua
teori yang kini digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis infeksi virus
dengue yaitu hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection) dan
hipotesis antibody dependent enhancement (ADE). Beberapa hipotesis telah
dibuktikan untuk menjelaskan peningkatan insidens kasus yang berat setelah terjadi
infeksivirus dengan serotipe yang berbeda. Penelitian secara in vitro telah
memperlihatkan bahwa ada cross reactive non neutralizing dari antibodi dengue
berbentuk kompleks virus yang heterologous.6
 Berdasarkan Teori Infeksi Sekunder

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang

mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis virus, akan terjadi kekebalan

terhadap infeksi jenis virus tersebut untuk jangka waktu yang lama. Jadi seseorang

[Type text] Page 11


yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai antibodi

yang dapat menetralisasi virus yang sama (homologous). Tetapi jika orang

tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain maka

terjadi infeksi berat karena pada infeksi selanjutnya antibodi heterologous yang

terbentuk pada infeksi primer tidak dapat menetralisasi virus dengue serotipe lain

(non neutralizing antibody). Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non

neutralisasi, antibodi tersebut bersifat opsonisasi, internalisasi dan mempermudah

makrofag/monosit terinfeksi serta virus bebas bereplikasi di dalam makrofag

bahkan membentuk kompleks yang lebih infeksius sehingga penyakit cenderung

menjadi berat serta berperan dalam patogenesis terjadinya DBD/DSS.

 Berdasarkan Hipotesis antibody dependent enhancement

Hipotesis antibody dependent enhancement (ADE) prinsipnya adalah

suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di

dalam sel mononuklear. Kompleks antibodi dan virus dengue yang

heterologous akan memfasilitasi masuknya virus ke dalam monosit melalui

reseptor Fc, proses ini dikenal sebagai ADE. Monosit yang mengandung virus

menyebar ke berbagai organ dan terjadi viremia. Dasar teori infection

enhancing antibody ialah peran sel fagosit mononuklear dan terbentuknya

antibodi non netralisasi. Sebagai respons terhadap infeksi tersebut, terjadi

sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah dan manifestasi perdarahan sehingga

mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. Disamping kedua hipotesis di

atas masih ada teori lain tentang patogesis DBD yaitu teori mediator, teori

[Type text] Page 12


virulensi virus, teori antigen antibodi, teori apoptosis, dan teori trombosit

endotel. Teori virulensi menurut Russel, 1990, mengatakan bahwa DBD berat

terjadi pada infeksi primer dan bayi usia < 1 tahun, serotipe DEN-3 akan

menimbulkan manifestasi klinis yang berat dan fatal, dan serotipe DEN-2 dapat

menyebabkan syok. Hal-hal diatas menyimpulkan bahwa virulensi virus turut

berperan dalam menimbulkan manifestasi klinis yang berat.

 Berdasarkan Teori Mediator

Teori mediator sekarang ini dipikirkan oleh para ahli karena melanjutkan

teori antibody enhancing. Pasien DBD mempunyai kadar TNF-a, lL-6, IL-i3,

lL-18, dan faktor sitotoksik lebih tinggi dibandingkan pasien DD sedangkan

pada pasien DSS mempunyai kadar IL-4, IL-o, lL-8, dan IL-10 yang tinggi.

Sitokin tersebut sangat berperan meningkatkan permeabilitas vaskular dan

syok selama terinfeksi dengue.

Kompleks virus antibodi yang meliputi sel makrofag akan memproduksi

sitokin TNF-a, lFN-y, lL-Z, lL-6, PAF (platelet activating factor), dan lain-

lain yang selanjutnya menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular,

kerusakan endotel pembuluh darah sehingga terjadi kebocoran cairan plasma

ke dalam jaringan tubuh dan mengakibatkan syok. Kompleks virus-antibodi

juga akan merangsang komplemen yang bersifat vasoaktif dan prokoagulan

sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) Serta

perdarahan. Tingginya kadar pelepasan PAF oleh monosit dengan infeksi

sekunder dapat pula menjelaskan perdarahan pada DBD dan DSS. Jadi

perdarahan pada DBD dapat disebabkan oleh tiga kelainan hemostasis utama

[Type text] Page 13


yaitu vaskulopati, kelainan trombosit, dan penurunan kadar faktor

pembekuan. Pada fase awal demam, perdarahan disebabkan oleh vaskulopati

dan trombositopenia, sedangkan pada fase syok dan syok yang lama,

perdarahan disebabkan oleh trombositopeni diikuti oleh koagulopati terutama

sebagai akibat koagulasi intravaskular rnenyuluruh dan peningkatan

fibrinolisis. Faktor sitotoksis memproduksi sel CD4+T yang akan merangsang

makrofag memproduksi TNF-alpha dan IL-18. Kadar faktor sitotoksik

berhubungan dengan beratnya penyakit. Selama infeksi dengue berat

beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi supresi respons Th1 dan

didapatkan respons Th2 yang lebih dominan. Beberapa laporan menunjukkan

bahwa respons Th2 predominan terjadi pada kasus DBD/SSD.

2.5 Diagnosis

1. Anamnesis
Manifestasi klinis dapat bersifat asimptomatik, demam yang tidak khas, demam
dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue. Pada umumnya pasien
mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari.
Pada waktu ini pasien tidak mengalami demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk
terjadinya renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat
Awal penyakit biasanya terjadi mendadak, disertai gejala prodroma seperti
nyeri kepala, nyeri di berbagai bagian tubuh, anoreksia, menggigil, malaise. Terdapat
pula sindrom trias, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan, dan timbulnya
ruam yang bersifat makulopapular. Ruam muncul pada 6-12 jam sebelum suhu naik
pertama kali, yaitu pada hari ke 3-5 berlangsung 3-4 hari. Ruam terdapat di dada,
tubuh, serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka.
2. Pemeriksaan Fisik
Diawali dengan demam mendadak tinggi, facial flush, muntah, nyeri
kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dan faring hiperemis, nyeri di bawah

[Type text] Page 14


lengkung iga kanan. Gejala penyerta tersebut lebih mencolok pada Demam
Dengue (DD) dibanding Demam Berdarah Dengue (DBD).Hepatomegali dan
kelainan fungsi hati lebih sering ditemukan pada DBD. Pada DBD terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan perembesan plasma,
hipovolemia, dan syok. Perembesan plasma mengakibatkan ekstravasasi cairan ke
dalam rongga pleura dan rongga peritoneal selama 24-48 jam. Perdarahan dapat
berupa peteckie, epitaksis, melena, ataupun hematuria (Pudjiadi, et al., 2010).

Tanda- tanda syok


 Anak gelisah, sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis
 Nafas cepat, nadi teraba lembut kadang-kadang tidak teraba
 Tekanan darah turun, tekanan nadi <10 mmHg
 Akral dingin, capillary refill time menurun
 Diuresis menurun sampai anuria

3. Kriteria diagnosis WHO


Demam Berdarah Dengue berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD
ditegakkan bila semua dibawah ini dipenuhi :
 Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa (tersering epitaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan
dari tempat lain
- Hematemesis atau melena
 Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)
 Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit> 20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis
klamin
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.

[Type text] Page 15


- Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia.

Kriteria Diagnosis Menurut WHO 1999

Sindrom Gejala Klinis Tanda Perdarahan Laboratorium


Demam demam, gejala uji torniquet +/-, trombosit
gangguan pernafasan tanda perdarahan +/- dalam jumlah
ringan, gangguan normal
pencernaan
Hct normal
Demam Dengue demam, sakit kepala, myalgia uji torniquet +/-, trombositopenia
, ruam tanda perdarahan +/- Hct normal
Demam
Berdarah
Dengue
I demam, gejala gangguan uji torniquet +, trombositopenia
pernafasan dan tanda perdarahan - Hct meningkat
pencernaan
II demam, gejala gangguan uji torniquet +, trombositopenia
pernafasan dan tanda perdarahan + Hct meningkat
pencernaan
Sindrom Syok
Dengue
III gejala derajat I atau II uji torniquet +/-, trombositopenia
, akral dingin, kulit lembab, tanda perdarahan +/- Hct meningkat
hepatomegali, hipotensi,
tekanan nadi ≤ 20 mmHg
IV gejala grade derajat III, tekanan uji torniquet -, trombositopenia
darah tidak terukur tanda perdarahan +/- Hct meningkat
(WHO, 1999)

 Demam Dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut:
- Nyeri kepala
- Nyeri retro-orbital
- Mialgia/artralgia

[Type text] Page 16


- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan (uji bendung DBD positif atau petekie)
- Leukopenia (leuko <5000)
- Trombosit (<150.000)
- Hematocrit naik (5-10%)
Dan pemeriksaan serologi dengue positif; atau ditemukan pasien DD/DBD yang
sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

4. Pemeriksaan Penunjang
 Leukosit: dapat normal atau menurun.
 Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke- 3-8
 Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan peningkatan hematokrit ≥ 20% dari
hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam
 Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
 Protein/abumin: dapat terjadi hipoproteinemia
 SGOT/SGPT: dapat meningkat
 Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
 Elektrolit: parameter pemantauan pemberian cairan
 Golongan darah dan cross match: bila akan diberikan transfusi atau komponen darah
 Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgG dan IgM terhadap dengue. IgM terdeteksi
mulai hari ke- 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari.
Sedangkan IgG, pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder mulai terdeteksi hari ke-2.
 Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatken efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, dapat dijumpai pada kedua hemithoraks.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan.
 USG: dapat digunakan untuk melihat adanya asites dan efusi pleura
(Suhendro, et al., 2006)

[Type text] Page 17


5. Penatalaksanaan
a. Demam dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien
dianjurkan:
 Tirah baring, selama masih demam.
 Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk menurunkan
suhu menjadi < 39°C, dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak
dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat meyebabkan gastritis, perdarahan, atau
asidosis.
 Dianjurkan pemberian cairan danelektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air
putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
 Monitor suhu, jumlah trombosit danhematokrit sampai fase konvalesen. Pada pasien
DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tandapenyembuhan. Meskipun
demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama
2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit
membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat
suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat
tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD
tanpa disertai gejala syok. Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa
nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa
seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut
merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit. Pada
pasien yang tidak mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi
diobservasi (Depkes, 2010).

[Type text] Page 18


(Depkes, 2010)

[Type text] Page 19


(Depkes, 2010)

[Type text] Page 20


b. DBD tanpa syok (derajat I dan II)
Medikamentosa
 Antipiretik dapat dianjurkan, penggunaan paracetamol lebih disarankan dibanding
dengan aspirin.
 Diusahakan untuk tidak memberikan obat-obatan yang tidak diperlukan untuk
mengurangi detoksifiksasi obat dalam hati.
 Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati, apabila terdapat perdarahan salurah
cerna, kortikosteroid tidak boleh diberikan.
 Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.

Suportif
 Mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler
dan perdarahan.
 Kunci keberhasilan adalah kemampuan untuk mengatasi masa peralihan dari fase
demam ke fase syok.
 Cairan itravena diperlukan apabila anak terus menerus muntah,tidak mau minum,
demam tinggi, dehidrasi yang memperberat terjadinya syok, nilai hematokrit
cernderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
(Pudjiadi, 2010)

c. DBD disertai syok (derajat III dan IV)


 Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan ringer laktat 1-20
ml/kgBB secara bolus diberikan dalam waktu 30 menit. Apabila syok belum teratasi
tetap berikan ringer laktat 20 mg/kgBB ditambah koloid 20-30 ml/kgBB/jam,
maksimal 1500/hari.
 Pemberian cairan 10 mg/kgBB/jam diberikan 1-4 jam pasca syok. Volume cairan
diturunkan menjadi 7ml/kgBB/jam, selanjutnya 5ml, dan 3 ml apabila tanda vital dan
diuresis baik.
 Jumlah urin 1 ml/kgBB/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi membaik.
 Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam setelah syok teratasi.
 Oksigen 2-4 L/menit pada DBD syok.

[Type text] Page 21


 Koreksi asidosis metabolic dan elektrolit pada DBD syok.
 Indikasi pemberian darah:
 Terdapat perdarahan secara klinis
 Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap, hematokrit turun
diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah segar 10 ml/kgBB.
 Apabila kadar hematokrit tetap >40 vol% maka berikan darah dalam volume kecil.
 Plasma segar dan beku dan suspensi trombosit berguna untuk koreksi koagulopati
atau koagulasi intravaskular diseminata (KID) pada syok berat yang menimbulkan
perdarahan masif.
 Pemberian transfuse suspense pada KID harus selalu disertai plasma segar (berisi
factor koagulasi yang diperlukan), untuk mencegah perdarahan lebih hebat.

[Type text] Page 22


(Depkes, 2010)

[Type text] Page 23


(Depkes, 2010)

[Type text] Page 24


6. Pemantauan
Tanda vital dan hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai
hasil pengobatan. Hal- hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah:
 Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperature harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih
sering, sampai syok teratasi.
 Kadar hematokrit dipantau setiap 4-6 jam sekali sampai klinis pasien stabil
 Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan mengenai jenis cairan, jumlah, dan
tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.
 Jumlah dan frekuensi diuresis
Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume
intravaskuler telah terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum 1 mg/kgBB sedang
jumlah cairan sudah melebuhi kebutuhan, dan ditandai dengan tanda overload (edema,
pernafasan meningkat,) maka furosemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Tetapi apabila
diuresis tetap belum mencukupi, maka pemberian dopamin dapat dipertimbangkan.
Pemantauan kadar ureum dan kreatinin juga perlu dilakukan.(Depkes, 2010)
 Adakah pembesaran hati, tanda perdarahan saluan cerna, tanda ensefalopati
 Kadar hemoglobin, hematokrit, dan trombosit setiap 6-12 jam
 Pada DBD syok, lakukan cross match untuk persiapan transfusi darah bila
diperlukan.

[Type text] Page 25


(Depkes, 2010)

[Type text] Page 26


(Depkes, 2010)

7. Komplikasi
 Ensefalopati dengue
Dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
 Kelainan ginjal
Akibat syok berkepanjangan apat terjadi gagal ginjal akut.
 Edema paru
Akibat overloading cairan.
(Pudjiadi, 2010)
8. Kriteria memulangkan pasien
a. Tampak perbaikan secara klinis
b. Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik

[Type text] Page 27


c. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
d. asidosis)
e. Hematokrit stabil
f. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl
g. Tiga hari setelah syok teratasi
h. Nafsu makan membaik
(Depkes, 2010)

[Type text] Page 28


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kasus Ny. DW, 33 tahun, datand ke puskesmas dengan keluhan demam 3
hari. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
diagnosis dari kasus ini mengarah pada Demam Dengue. Demam dengue (DF) dan
demam berdarah dengue (DBD) (dengue hoemorrageic fever) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri
otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemoragik.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan dari anamnesis didapatkan pasien
demam tinggi sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, kepala dan sendi-sendi terasa
sakit, mual muntah. Ada tetangga pasien yang menderita demam berdarah. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan demam, rumple leed positif, pada pemeriksaan
abdomen nyeri tekan epigastrium. Hasil laboratorium menunjukkan penurunan
jumlah trombosit dan dari hasil laboratorium tidak ada perembesan plasma.
Penanganan hemotoraks pada pasien ini adalah pemberian cairan.

[Type text] Page 29


DAFTAR PUSTAKA

Depkes, 2010. Tata Laksana DBD.


www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf. Diakses
tanggal 15 April 2012.

Hassan R., Alatas H., 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Hal: 614-615.

Pudjiadi A. H., Hegar B., Handryastuti S., Idris N. S., Gandaputra E. P., Harmoniati E. D., 2010.
Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Hal: 141-145.

Soedarmo S. S. P., Garn, H., Hadinegoro S. R. S., 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi
& Penyakit Tropis Edisi Pertama. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 183-184, 367

Suhendro, Nainggolan L., Chen K., Pohan H. T., 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 1710-1711

WHO, 1999. Guidelines For Treatment of Dengue Fever / Dengue Hemorrhagic Fever In Small
Hospitals. New Delhi

Widodo, Djoko, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. Hal: 1752-1753

[Type text] Page 30

Anda mungkin juga menyukai