Anda di halaman 1dari 8

BAHAN AJAR ALTERNATIF BERBASIS BIOGRAFI

Grace Leksana
Institut Sejarah Sosial Indonesia

Abstrak. Pengembangan bahan ajar alternatif berbasis biografi perlu dikembangkan karena dua
alasan. Pertama pijakan filosofis keilmuan dan yang kedua teknik pendidikan. Kedua hal ini
bermuara pada kebosanan siswa yang disebabkan karena pengulangan materi pelajaran. Mereka
memiliki pengetahuan melebihi apa yang ada dalam buku teks. Bahan ajar yang dikembangkan
tidak serta merta memindahkan historiografi atau ringkasan historiografi dalam bahan ajar. Akan
tetapi, para pengembang perlu melakukan refleksi sebelum menuangkan materi dalam bahan ajar.
Hal ini dilakukan agar mendorong siswa dapat berpikir secara kritis. Tantangan yang dihadapi
seperti proses pengembangan yang membutuhkan waktu lama dan tampilan bahan ajar perlu
dijadikan pertimbangan utama.

Kata-kata kunci: bahan ajar, biografi, sejarah, ISSI, AGSI

Abstract: The development of alternative teaching material based in biography needs to be devel-
oped because of two reasons. The first deals with the philosophical framework and the later refers
to pedagogical technique. Both reasons affect to the boredom of students caused by the repetition of
the subject. They have the knowledge more than what is written in the textual book. The developed
teaching material does not means to move the substance of historiography or the summary of histo-
riography in teaching material. This would lead students to think critically. The challenges of the
long time development and the visualization need to be the main consideration.

Keywords: teaching material, biography, history, ISSI, AGSI

Paper ini dimulai dengan sebuah pertanyaan, men- atau tentang pihak-pihak yang terlibat dan siapa
gapa kita memerlukan bahan ajar „alternatif‟, di yang menjadi korban. Oleh karena itu, kita tidak
tengah hamparan buku teks sejarah yang sudah bisa memperlakukan sejarah sebagai barang mati,
tersedia? Ada dua pijakan yang bisa digunakan un- ansih, atau sesuatu yang bulat dan tidak bisa di-
tuk mendiskusikan pertanyaan ini, yaitu pijakan perdebatkan. Demikan pula dengan pengaja-
filosofis keilmuan dan teknik pendidikan. Kita mu- rannya, kita harus bisa keluar dari perlakuan salah
lai dengan pijakan pertama, yaitu filosofis terhadap ilmu sejarah itu sendiri dan mulai belajar
keilmuan. Satu hal yang harus kita sadari bersama merangkul apa yang disebut sebagai historiografi
adalah sejarah sebagai ilmu (bersama ilmu-ilmu yang reflektif (Nordholt, Saptari & Purwanto,
sosial lainnya) tidak bisa menjadi entitas tunggal 2013). Historiografi reflektif berupaya bukan
yang berdiri sendiri. Ia sangat terkait dengan hanya menguji secara kritis metodologi sejarah
proyek nasionalisme suatu bangsa, untuk memben- tetapi juga menguji dan merumuskan kembali
tuk identitas sebuah bangsa, membentuk memori berbagai klaim kebenaran dan menyelidiki ter-
kolektif tentang siapa „kita‟ dan „mereka‟. Semua bentuknya klaim kebenaran secara historis.
ini dimulai dari belajar sejarah. Jika kita menyadari Pijakan kedua, yaitu teknik pendidikan,
hal ini, maka seyogyanya kita juga menyadari umumnya muncul dari para tenaga pendidik se-
bahwa sejarah dipenuhi oleh benturan nilai dan jarah yang mengalami tantangan besar dalam
kepentingan politis. Klaim-klaim kebenaran masih pembelajaran di kelas. Misalnya saja, dalam work-
terus berlangsung hingga saat ini, tentang shop bersama Institut Sejarah Sosial Indonesia
bagaimana sebuah peristiwa sesungguhnya terjadi (ISSI) dan Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AG-

171
172 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kesembilan, Nomor 2, Desember 2015

SI), berdasarkan notulensi workshop bahan ajar pendidikan seringkali berkelit kelindan, sehingga
ISSI-AGSI 9-10 Oktober 2010, para guru berujung pada kesulitan pembelajaran sejarah di
mengungkapkan bahwa mengajak anak untuk kelas yang seolah-olah tidak ada solusinya. Peri-
memahami nilai perjuangan tokoh nasional masih stiwa-peristiwa sejarah yang tercatat di dalam bu-
sulit. Hal ini bukan hanya disebabkan karena ban- ku-buku teks, umumnya dilihat sebagai kebenaran
yaknya kompetensi yang harus dicapai dalam jam tunggal yang tidak perlu lagi diperdebatkan. Ke-
mengajar yang terbatas, namun juga karena tidak bosanan pada peserta didik pun tidak semata mun-
ada buku teks yang membahas itu. Pada akhirnya, cul dari metode yang hanya menampilkan fakta-
anak hanya mengetahui hal-hal di permukaan saja, fakta yang dianggap sebagai kebenaran tunggal
seperti profil tokoh atau organisasi nasional. Di sisi tersebut, tetapi juga karena pengetahuan peserta
lain, anak merasa bosan dan tidak tertarik jika se- didik sendiri sudah jauh melampaui apa yang tertu-
jarah hanya dipresentasikan dalam bentuk-bentuk lis di dalam buku-buku teks. Kemajuan media dan
profil semata. Oleh karena itu, para tenaga pen- teknologi menyebabkan para siswa sudah terpapar
didik sangat membutuhkan jembatan agar peserta terlebih dahulu terhadap informasi-informasi atau
didik tertarik pada sejarah serta mampu me- perdebatan-perdebatan baru, bahkan sebelum para
nangkap esensi dan nilai dari peristiwa-peristiwa tenaga pendidik mengetahuinya. Pada titik inilah,
sejarah. pembelajaran sejarah memerlukan sebuah terobo-
Dalam banyak situasi, persoalan memahami san, tidak hanya dalam hal bahan ajar, tetapi juga
filosofi keilmuan sejarah dan persoalan teknik dalam hal paradigma terhadap sejarah itu sendiri.
hingga mampu mengurangi berbagai persoalan
MERINTIS BAHAN AJAR ALTERNATIF pembelajaran sejarah di kelas.
Kerjasama antara para sejarawan dan tenaga Dalam prosesnya, ISSI dan AGSI me-
pendidik sejarah yang tergabung dalam ISSI dan nyepakati beberapa kerangka dasar untuk me-
AGSI bermula dari dua pijakan di atas. Para se- nyusun bahan ajar alternatif tersebut:
jarawan berpikir bahwa untuk membangun para- 1. Bahan ajar ini adalah bahan penunjang
digma baru terhadap ilmu sejarah, kita perlu yang dapat digunakan oleh tenaga pen-
didik
memulai dengan menata pengajaran sejarah itu 2. memuat hal-hal nyata yang lebih dekat
sendiri. Sementara itu, para tenaga pendidik se- dengan diri peserta didik;
jarah juga mengalami tantangan yang semakin be- 3. membebaskan anak dari pencapaian tar-
sar dalam pembelajaran di kelas, terutama karena get-target dalam standar kompetensi;
sejarah dikemas dalam cara „yang itu-itu saja‟. 4. anak tidak harus menghafal profil/ peri-
Kesamaan pijakan ini menghasilkan sebuah kes- stiwa, tetapi bisa memahami pemikiran
atau latar belakang peristiwa;
impulan besar dalam sebuah lokakarya bersama,
5. memberikan porsi pada hal-hal yang tid-
yaitu: diperlukannya media yang riil untuk men- ak pernah dimuat dalam buku teks se-
jembatani materi yang begitu banyak, jam pelaja- jarah (misalnya gerakan perempuan);
ran yang terbatas, dan percepatan pemahaman ser- 6. memunculkan problematika sehari-hari
ta peningkatan ketertarikan peserta didik. Hal sehingga anak lebih mudah memahami
inilah yang membuat ISSI dan AGSI sepakat un- konteks pada masa lalu;
tuk memulai menyusun sebuah bahan ajar 7. penonjolan pada visualisasi (karena pa-
da umumnya siswa sulit membayangkan
alternatif di penghujung tahun 2010. Bahan ajar al-
konteks dan peristiwa sejarah)
ternatif yang dimaksud bukan hanya menjadi ba- 8. penonjolan pada sejarah sosial, sehingga
han ajar yang berbeda dari buku teks, atau menjadi isi bahan ajar tidak berisi fakta-fakta
tandingannya, melainkan bahan ajar yang disusun atau periodisasi saja (seperti yang
dengan paradigma baru terhadap ilmu sejarah se-
Grace Leksana, Bahan Ajar Alternatif Berbasis Biografi 173

umumnya terdapat pada buku teks se- bentukan nasion muncul pada periode
jarah) ini sehingga periode ini menjadi sangat
signifikan untuk pembelajaran nilai.
Melalui proses diskusi, ISSI dan AGSI
sepakat untuk membuat bahan ajar berbasis bio- Diskusi selanjutnya bergulir pada metode
grafi tokoh nasional. Ada beberapa hal yang mela- penulisan bahan ajar: apakah akan ditulis secara
tarbelakangi ide ini: kronologis atau tematis? Penulisan tematis
1. tokoh menjadi jalan bagi guru untuk memungkinkan para tenaga pendidik dan peserta
menjelaskan tentang sejarah Indonesia didik untuk mengeksplorasi tema-tema yang tidak
melalui pengalaman, gagasan, dan per- pernah muncul dalam buku teks sejarah, bahkan
juangan konkritnya; dalam wacana sejarah nasional itu
2. kehidupan sehari-hari tokoh dapat sendiri.Sedangkan penulisan secara kronologis
digambarkan secara konkrit, sehingga
(mengikuti periodisasi umum dalam sejarah)
anak lebih mudah untuk membayangkan
dan memahami konteks sejarah memungkinkan tenaga pendidik untuk mengaitkan
3. Biografi mampu mengangkat hal-hal bahan ajar ini dengan kurikulum pelajaran sejarah
kecil, yang selama ini tidak dianggap yang selama ini digunakan.Kami akhirnya memu-
penting untuk dimasukkan ke dalam bu- tuskan menggunakan keduanya.1908 digunakan
ku teks, namun berguna dalam pembela- marka kebangkitan nasional, mengikuti periodisasi
jaran nilai umum yang selama ini digunakan, meskipun gaga-
4. Tokoh yang dipilih adalah orang-orang
yang menonjol dalam pergerakan na- san tentang ke-Indonesia-an sudah muncul sebe-
sional, karena periode ini menjadi peri- lum tahun tersebut. Hasil identifikasi tonggak-
ode yang krusial dalam sejarah Indone- tonggak peristiwa dari 1908-1945 adalah sebagai
sia. Gagasan tentang anti kolonialisme, berikut:
anti feodalisme, kemerdekaan dan pem-
\

Tabel 1. Identifikasi Tonggak-tonggak Peristiwa 1908-1945

Sedangkan tema-tema yang dipilih (tema-tema 1. Pendidikan: tema ini menjadi awal dari
spesifik yang menjadi sorotan di periode ke- seluruh pergerakan (melalui politik etis) dan
bangkitan nasional) adalah: kemudian menjadi ‟medan tempur‟
174 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kesembilan, Nomor 2, Desember 2015

2. Ekonomi: boom ekonomi muncul pada masa mempercepat perkembangan gagasan-


pergerakan nasional (1900-1930), setelah itu gagasan kebangsaan
kondisi perekonomian cenderung turun dan 7. Hukum: banyak produk-produk hukum di
statis. Selain mempengaruhi kehidupan masa lalu yang terus bertahan hingga saat ini
ekonomi masyarakat, hal ini juga
mempengaruhi serangkaian kebijakan Diskusi selanjutnya bergulir untuk memilih
kolonial tokoh yang akan ditulis sebagai bahan ajar. Me-
3. Perempuan: gerakan perempuan dimulai dari lalui tokoh tersebut, pembaca akan diajak untuk
berbagai keberatan tentang perkawinan,
menganalisa periode kebangkitan nasional melalui
pergundikan dan pengasuhan anak
4. Pers: kebangkitan pers pribumi juga menjadi tema-tema di atas. Pada akhirnya, forum memu-
ujung tombak kebangkitan nasional tuskan biografi Suwardi Suryaningrat/ Ki Hadjar
5. Sastra: pemerintah kolonial berusaha Dewantara yang akan digunakan dalam penulisan
mengendalikan produksi karya sastra pada bahan ajar ini. Ia dipilih karena kisah hidupnya
masa itu, tetapi perlawanan juga terjadi bersinggungan dengan tujuh tema di atas, dan
melalui ‟bacaan-bacaan liar‟ menjadi salah satu tokoh utama dalam gerakan na-
6. Transportasi: perkembangan teknologi
transportasi (kereta api, kapal uap) juga turut sional.

Gambar 1. Peta Konsep Bahan Ajar Ki Hajar Dewantara

KI HADJAR

Hukum: Transportasi/ mobilitas:


- Adi Darma -Kapal uap
- Pengalaman penangkapan/ pembuangan -Kereta api

Pers: Politik/ organisasi: Ekonomi:


Pendidikan: Perempuan: Nyi
- Biro pers/ IPB - Ketua SI Bandung - krisis 1918
- Taman Siswa (1922) Hadjar
- De Express - Perhimpunan - krisis 1931 (resesi)
- Ordonansi sekolah liar Indonesia
(1932) - Bersinggungan - Bersinggungan
dengan Tirto Adhi - Indische Partij dengan Soerjopranoto
- Sekolah guru di Cetis
Soerjo - Insulinde

Dalam proses penyusunan bahan ajar ber- „menjahit‟ narasi sejarah, arsip visual dan info
basis biografi ini, ISSI dan AGSI juga bekerjasama grafis. Hasil diskusi dengan mereka menghasilkan
dengan para seniman visual, yang berperan untuk template bahan ajar sebagai berikut:
Grace Leksana, Bahan Ajar Alternatif Berbasis Biografi 175

Gambar 2. Template Bahan Ajar

Timeline/ kronologi

1908 1942

Visualisasi: Visualisasi: Visualisasi:


ilustrasi, foto, ilustrasi, foto, ilustrasi, foto,
komik komik komik

Teks: penjelasan/ cerita/ anotasi, dll

Setelah kerangka dasar, tema dan template utama terletak pada bentuk narasi yang „kering‟,
bahan ajar telah disepakati, langkah berikutnya hanya berupa paparan fakta, dan kurang menam-
adalah mengisi template tersebut.Kerja ini memer- pilkan dinamika emosi Ki Hadjar.Oleh karena itu,
lukan usaha tersendiri, karena menyusun bahan para seniman visual merekomendasikan penulisan
ajar alternative menuntut penelitian, penulisan ulang narasi dan penambahan sejumlah informasi
narasi dan pemaduan visualisasi yang tidak mudah. yang dapat mempertajam dinamika individual Ki
Hadjar.Di sinilah kami (para sejarawan, peneliti
TANTANGAN DALAM PROSES dan tenaga pendidik sejarah) menyadari bahwa
PENYUSUNAN menulis bahan ajar alternative memerlukan perla-
kuan berbeda dari menulis karya-karya lainnya.
Setelah konsep bahan ajar selesai dirumus- Penulisan ulang narasi memakan waktu
kan, langkah selanjutnya adalah melakukan riset cukup lama, sehingga proses visualisasi juga men-
tentang Ki Hadjar. Sumber-sumber yang galami kemunduran. Bahkan setelah perombakan
digunakan adalah literatur, seperti biografi Ki narasi selesai dilakukan, bahan ajar memasuki
Hadjar, Nyi Hadjar, Suryopranoto, serta literatur- proses editing yang memakan waktu cukup lama,
literatur lain seputar periode kebangkitan nasional serangkaian perbaikan, serta penambahan
dan organisasi-organisasi nasional; berbagai terbi- sejumlah informasi (anotasi dan peristiwa-
tan periode 1920an, juga terbitan yang diproduksi peristiwa penting) dan bahan-bahan visual lain.
oleh Taman Siswa; serta berbagai arsip visual. Tidak mengherankan jika beranjak dari lokakarya
Langkah berikutnya adalah menulis narasi ber- pertama yang diselenggarakan pada 9-10 Oktober
dasarkan sumber-sumber tersebut. Sebagai peneli- 2010, bahan ajar berbasis biografi Ki Hadjar baru
ti, awalnya kami tidak menemukan kesulitan da- selesai pada 2012.Rumitnya proses produksi bahan
lam proses penulisan maupun bentuk akhirnya. ajar Ki Hadjar tidak membuat kami berhenti untuk
Akan tetapi, setelah lokakarya dengan para sen- membuat bahan-bahan serupa, sehingga pada 2013
iman visual diselenggarakan, mereka mengalami ISSI dan AGSI telah memproduksi kembali empat
kesulitan untuk menerjemahkan narasi-narasi yang bahan ajar serupa berbasis biografi Kartini, H.
telah ditulis ke dalam bentuk visual.Persoalan Agus Salim, Douwes Dekker dan S.K Trimurti.
176 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kesembilan, Nomor 2, Desember 2015

DARI LENSA OEY HAY DJOEN PKI, percobaan kup G30S, dan aksi heroic militer
untuk menumpas „komunisme hingga ke akar-
Tidak lama setelah menyelesaikan bahan akarnya‟. Hal ini membangun pemikiran yang
ajar Ki Hadjar Dewantara, ISSI kembali membuat sangat terkotak-kotak, tentang siapa yang benar
proyek serupa, yaitu “Dari Lensa Oey Hay Djoen”. dan siapa yang salah, serta sang penjahat yang lay-
Oey Hay Djoen sendiri adalah seorang Tionghoa
ak mendapatkan ganjarannya. Akan tetapi, kisah
nasionalis, sekretaris umum Gabungan Pengusaha kekerasan – pembantaian massal, penangkapan,
Rokok Nasional (Gapperon) yang kemudian men- kekerasan seksual, dan stigmatisasi terhadap
jadi anggota Dewan Konstituante mewakili Partai keluarga korban – menjadi kisah yang disembun-
Komunis Indonesia. Sejak 2005, Institut Sejarah yikan dari buku-buku teks sejarah. Jikalau kisah-
Sosial Indonesia dipecayakan oleh keluarga Oey
kisah ini muncul ke permukaan, ia akan ditulis se-
Hay Djoen untuk mengolah koleksi fotonya men- bagai kisah yang patut dirayakan – kekerasan yang
jadi sebuah bahan ajar. Foto-foto tersebut di- harus dilakukan untuk mengganjar perbuatan „si
produksi oleh Hay Djoen sendiri (termasuk foto
jahat‟.
keluarga), yang merekam berbagai kegiatan politik
Selain membangun konstruksi yang
maupun kebudayaan di tahun 1955-1960an. terkotak-kotak tentang peristiwa 1965, Orde Baru
Latar belakang dan visi bahan ajar ini se- juga menghilangkan dinamika politik dan kultural
rupa dengan bahan ajar berbasis biografi Ki di periode 1950-1965.Buku-buku teks yang ada
Hadjar. Perbedaannya hanya terletak pada peri-
selama ini hanya menampilkan pergolakan politik
odisasi, dimana bahan ajar Oey Hay Djoen dimulai
di periode tersebut, seperti perubahan kabinet, pe-
pada 1929, saat Oey Hay Djoen lahir di Malang, rubahan sistem demokrasi, dan aksi-aksi separatis
hingga 1979, saat ia dibebaskan dari tahanan. Ba- di daerah. Akan tetapi, peristiwa-peristiwa yang
han ajar ini juga dibuat lebih komprehensif,
menunjukkan semangat anti-kolonialisme, „ber-
dengan menyertakan buku panduan „bahan ajar
dikari‟, dan anti-liberalisme (misalnya Festival
pendamping 1965‟ bagi tenaga pendidik.Buku Film Asia Afrika/ FFAA dan Games of the New
panduan ini terdiri dari dua bagian. Bagian per-
Emerging Forces/ GANEFO, keduanya di tahun
tama, yaitu latar belakang, menjelaskan secara 1963) hampir tidak pernah diulas dalam buku teks
singkat peristiwa G30S dan tragedy 1965; mana pun. Seolah-olah Indonesia tidak pernah be-
penggunaan arsip foto keluarga Oey Hay Djoen
rada di paham „kiri‟ dalam sejarahnya sendiri,
sebagai bahan ajar; dan pengorganisasian/ siste-
kemudian muncullah PKI yang memaksakan pa-
matika bahan ajar. Bagian kedua terdiri dari usulan ham „kiri‟nya yang dapat memecah belah bangsa
penggunaan bahan ajar pendamping „1965‟. Bagi- ini.
an ini terdiri dari usulan kegiatan untuk membahas
Bahan ajar Oey Hay Djoen mencoba untuk
1965 di kelas dan menggunakan bahan ajar suple- membongkar paradigma yang terus menerus
men Oey Hay Djoen untuk lebih memahami peri-
diteruskan selama sekian generasi. Melalui kisah
stiwa 1965 dan dampaknya pada kehidupan ber- hidup Oey Hay Djoen dan keluarganya, bahan ajar
bangsa hingga saat ini. ini berusaha untuk memperlihatkan dinamika poli-
Meskipun hanya diperuntukkan sebagai
tik dan kultural di periode 1950-1965 yang beru-
suplemen, bahan ajar Oey Hay Djoen mencoba un- jung pada G30S dan tragedy 1965.Kisah hidup ini
tuk membawa perspektif baru dalam membahas
juga diharapkan dapat membuat para peserta didik
peristiwa 1965 di kelas. Selama ini, peristiwa 1965 untuk lebih memahami kompleksitas tragedy 1965
selalu dibahas di kelas dalam bentuk yang sama
dan keluar dari pemikiran terkotak-kotak tentang
seperti pembahasan 40 tahun yang lalu. Orde baru peristiwa tersebut.Selain itu, peserta didik juga di-
telah membangun cerita sejarah tentang keganasan ajak untuk melihat perspektif kelompok yang
Grace Leksana, Bahan Ajar Alternatif Berbasis Biografi 177

selama ini jarang diulas dalam buku teks sejarah, dan menuliskannya. Dengan melihat sejarah se-
yaitu kelompok Tionghoa dan perempuan. Ke- bagai kisah, maka lebih banyak hal yang dapat di-
lompok yang pertama direpresi pada masa Orde gali: kehidupan masyarakat biasa, dinamika emosi,
Baru, dengan membatasi ruang gerak mereka han- hubungan antar tokoh, konteks sosial-ekonomi
ya di bidang ekonomi dan menghilangkan peran- yang berdampak pada keputusan-keputusan indi-
peran orang Tionghoa dalam sejarah Indonesia. vidu atau yang melatari peristiwa-peristiwa besar,
Sedangkan kelompok yang kedua dinistakan, di- serta peran pihak-pihak yang selama ini selalu di-
anggap bejat dan jahat melalui peristiwa 1965, hilangkan dalam sejarah. Membawa hal-hal terse-
kemudian juga dibatasi fungsinya ke dalam ranah but ke dalam pelajaran sejarah akan membuat se-
domestik. jarah menjadi ilmu yang lebih menarik, tidak
ISSI menyadari bahwa pembahasan sekedar serentetan nama-nama besar, peristiwa
mengenai peristiwa 1965 selalu tidak mudah. Per- atau tanggal-tanggal penting. Oleh sebab itu, peru-
tama, karena konstruksi yang dibangun tentang bahan dalam pembelajaran sejarah harus diawali
peristiwa tersebut, tentang komunis dan gerakan oleh kesadaran bahwa serangkaian protes dan ke-
kiri selalu menciptakan ketakutan dan ketid- bosanan peserta didik terhadap pelajaran tersebut
aknyamanan.Tidak semua orang terbuka untuk disebabkan oleh kesalahan kita memperlakukan
membicarakannya secara ilmiah, bahkan cender- sejarah itu sendiri.
ung memastikan agar pembahasan-pembahasan
berbagai informasi-informasi baru di luar versi DAFTAR PUSTAKA
Orde Baru tidak pernah terjadi. Kedua, konstruksi
tersebut membuat para tenaga pendidik tidak Assmann, Jan & John, Czaplicka. “Collective
memiliki beragam informasi mengenai peristiwa Memory and Cultural Identity” in
tersebut. Dalam banyak situasi, para peserta didik New German Critique No. 65. pp.
memiliki wawasan yang lebih luas dan lebih maju 125-133. 1995. NC: Duke University
tentang hal ini sehingga membuat para tenaga pen- Press.
didik menjadi kewalahan ketika menghadapi per- Confino, Alon. “Collective Memory and Cultural
tanyaan-pertanyaan dari mereka. History: Problems of Method” in The
American Historical Review vol. 102,
PENUTUP No. 5. pp. 1386-1403. December
1997. UK: Oxford University Press.
Bahan ajar alternatif tidak bisa menjadi obat Hasan, Hamid. S. “Pendidikan Sejarah untuk
mujarab yang memecahkan beragam persoalan Membangun Inspirasi dan Mengem-
belajar mengajar di kelas.Ia juga menuntut kreatifi- bangkan Aspirasi” dalam Jurnal Aso-
tas dan inisiatif tenaga pendidik untuk mengem- siasi Guru Sejarah Indonesia edisi 2.
bangkan dan berinovasi dalam menggunakannya. 2011. Jakarta: ISSI & AGSI.
Bagi ISSI dan AGSI, kami selalu berusaha me-
Herlambang, Wijaya. (2013). Kekerasan Budaya
nyebarluaskan dan mendapatkan umpan balik dari
Pasca 1965: Bagaimana Orde Baru
pengalaman para tenaga pendidik terhadap lima
Melegitimasi Anti-Komunisme Me-
bahan ajar yang telah diproduksi, yaitu Ki Hadjar
laluli Sastra dan Film. Tangerang
Dewantara, Kartini, H.Agus Salim, Douwes Dek-
Selatan: Marjin Kiri.
ker dan S.K Trimurti.
Nordholt, Henk S.; Purwanto, Bambang & Saptari,
Hal mendasar yang menjadi refleksi dalam
Ratna (Eds). 2008. Perspektif Baru
penyusunan berbagai bahan ajar tersebut adalah
Penulisan Sejarah Indonesia. Jakarta
pentingnya perubahan paradigma melihat sejarah
178 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kesembilan, Nomor 2, Desember 2015

& Bali: YOI, KITLV- Jakarta dan Ujianto, Taat. “Merintis Bahan Ajar Alternatif” da-
Pustaka Larasan. lam Jurnal Asosiasi Guru Sejarah
Ratih, Agung Ayu; Erlijna, Th; Razif & Fauzi, M. Indonesia edisi 5. 2011. Jakarta: ISSI
2013. Bahan Ajar Pendamping & AGSI.
‘1965’. Jakarta: Institut Sejarah So- Zurbuchen, Mary. S (Ed). (2005). Beginning to
sial Indonesia. Remember: The Past in Indonesia
Roosa, John; Ratih, Ayu & Farid, Hilmar (Eds). Present. Singapore: Singapore Uni-
(2004). Tahun yang Tak Pernah Be- versity Press, NUS Publishing.
rakhir: Memahami Pengalaman
Korban 65, Esai-esai Sejarah Lisan.
Jakarta: ELSAM, TRK dan ISSI.

Anda mungkin juga menyukai