Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Teori


2.1.1 Pengertian
Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau
positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen
dalam waktu yang lama.  (Brunner dan Suddarth, 1996).
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan
oksigenasi. (Carpenito, Lynda Juall 2000)
Ventilator adalah suatu system alat bantuan hidup yang dirancang
untuk menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal.
Tujuan utama pemberian dukungan ventilator mekanik adalah untuk
mengembalikan fungsi normal pertukaran udara dan memperbaiki
fungsi pernapasan kembali ke keadaan normal. (Bambang Setiyohadi,
2006)
Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan bertekanan
positif atau negative yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada
jalan napas pasien sehingga mampu mempertahankan ventilasi dan
pemberian oksigen dalam jangka waktu lama. Tujuan pemasangan
ventilator mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar
secara optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan metabolic pasien,
memperbaiki hipoksemia, dan memaksimalkan transport oksigen.
( Iwan Purnawan, 2010).
2.1.2 Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis ventilator mekanis. Ventilator
diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi.
Dua kategori umum adalah ventilator tekanan-negatif dan tekanan-
positif.
Sampai sekarang kategori yang paling umum digunakan adalah
ventilator tekanan-positif. Ventilator tekanan-positif juga termasuk
klasifikasi metoda fase inspirasi akhir (tekanan-bersiklus, waktu-
bersiklus dan volume-bersiklus).
a. Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif
pada dada eksternal. Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama
inspirasi memungkinkan udara untuk mengalir ke dalam paru-paru,
sehingga memenuhi volumenya. Secara fisiologis, jenis ventilasi
terbaru ini serupa dengan ventilasi spontan. Ventilator jenis ini
digunakan terutama pada gagal nafas kronik yang berhubungan
dengan kondisi neurovaskular seperti poliomielitis, distrofimuskular,
sklerosis lateral amiotrofik, dan miasteniagravis. Penggunaannya
tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil atau pasien yang
kondisinya membutuhkan perubahan ventilatori sering.
Ventilator tekanan negatif adalah alat yang mudah
digunakan dan tidak membutuhkan intubasi jalan nafas pasien.
Ventilator ini digunakan paling sering untuk pasien dengan fungsi
pernafasan borderline akibat penyakit neuromuskular. Akibatnya,
ventilator ini sangat baik untuk digunakan di lingkungan rumah.
Terdapat beberapa jenis ventilator tekanan negatif: iron lung, body
wrap, dan chest cuirass.
b. Ventilator Tekanan Positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru
dengan mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas, serupa
dengan mekanisme di bawah, dan dengan demikian mendorong
alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Ekspirasi terjadi secara
pasif.
Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakea atau
trakeostomi. Ventilator ini secara luas digunakan di lingkungan
rumah sakit dan meningkat penggunaannya di rumah untuk pasien
dengan penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan
positif, yaitu:

1) Ventilator Tekanan-Bersiklus.
Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan
positif yang mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah
tercapai. Dengan kata lain, siklus ventilator hidup, mengantarkan
aliran udara sampai tekanan tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya tercapai, dan kemudian siklus mati. Keterbatasan
utama dengan ventilator jenis ini adalah bahwa  volume udara
atau oksigen dapat beagam sejalan dengan perubahan tahanan
atau kompliens jalan napas pasien. Akibatnya adalah suatu
ketidakkonsistensian dalam jumlah volume tidal yang dikirimkan
dan kemungkinan mengganggu ventilasi. Konsekuensinya, pada
orang dewasa, ventilator tekanan-bersiklus dimaksudkan hanya
untuk penggunaan jangka pendek di ruang pemulihan. Jenis yang
paling umum dari ventilator jenis ini adalah mesin IPPB.
2) Ventilator Waktu-Bersiklus
Ventilator waktu-bersiklus mengakhiri atau mengendalikan
inspirasi setelah waktu yang ditentukan. Volume udara yang
diterima pasien diatur oleh kepanjangan inspirasi dan frekuensi
aliran udara. Sebagian besar ventilator mempunyai frekuensi
kontrol yang menentukan frekuensi pernapasan, tetapi waktu-
pensiklus murni jarang digunakn untuk orang dewasa. Ventilator
ini digunakan pada neonatus dan bayi.
3) Ventilator Volume-Bersiklus
Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator
tekanan-positif yang paling banyak digunakan sekarang. Dengan
ventilator jenis ini, volume udara yang akan dikirimkan pada
setiap inspirasi telah ditentukan. Mana kala volume preset ini
telah dikirimkan pada pasien, siklus ventilator mati dan ekshalasi
terjadi secara pasif. Dari satu nafas ke nafas lainnya, volume
udara yang dikirimkan oleh ventilator secara relatif konstan,
sehingga memastikan pernapasan yang konsisten, adekuat meski
tekanan jalan nafas beragam.
2.1.3 Gambaran dan Pengesetan Volume Vetilator 
Berbagai gambaran digunakan dalam penatalaksanaan pasien pada
ventilator mekanis. Ventilator disesuaikan sehingga pasien merasa
nyaman dan ”dalam harmoni” dengan mesin. Perubahan yang minimal
dari dinamik kardiovaskuler dan paru diharapkan. Jika volume
ventilator disesuaikan dengan tepat, kadar gas darah arteri pasien akan
terpenuhi dan akan ada sedikit atau tidak ada sama sekali gangguan
kardiovaskuler. Pengesetan awal ventilator setting :
1. Atur mesin untuk memberikan volume tidal yang dibutuhkan (10-15
ml/kg).
2. Sesuaikan mesin untuk memberikan konsentrasi oksigen terendah
untuk mempertahankan PaO2 normal (80-100 mmHg). Pengesetan
ini dapat diatur tinggi dan secara bertahap dikurangi berdasarkan
pada hasil pemeriksaan gas darah arteri.
3. Catat tekanan inspiratori puncak.
4. Atur cara (bantu-kontrol atau ventilasi mandatori intermiten) dan
frekuwensi sesuai dengan program medik dokter.
5. Jika ventilator diatur pada cara bantu kontrol, sesuaikan
sensivitasnya sehingga pasien dapat merangsang ventilator dengan
upaya minimal (biasanya 2 mmHg dorongan inspirasi negatif).
6. Catat volume 1 menit dan ukur tekanan parsial karbondioksida
(PCO2) dan PO2, setelah 20 menit ventilasi mekanis kontinu.
7. Sesuaikan pengesetan (FO2 dan frekuwensi) sesuai dengan hasil
pemeriksaan gas darah arteri atau sesuai dengan yang ditentukan
oleh dokter.
8. Jika pasien menjadi bingung atau agitasi atau mulai “Bucking”
ventilator karena alasan yang tidak jelas, kaji terhadap hipoksemia
dan ventilasikan manual pada oksigen 100% dengan bag resusitasi.
2.1.4 Indikasi Ventilasi Mekanis
Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO 2),
peningkatan kadar karbondioksida arteri (PaCO2), dan asidosis
persistem (penurunan pH), maka ventilasi mekanis kemungkinan
diperlukan. Selain itu pada kondisi kondisi di bawah ini diindikasikan
menggunakan ventilator mekanis.
1) Gagal Napas
Pasien dengan distres pernapasan gagal napas (apnue)
maupun hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen
merupakan indikasi ventilator mekanik. Idealnya pasien telah
mendapat intubasi dan pemasangan ventilator mekanik sebelum
terjadi gagal napas yang sebenarnya. Distress pernapasan
disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenisasi.
Prosesnya dapat berupa kerusakan (seperti pada pneumonia)
maupun karena kelemahan otot pernapasan dada (kegagalan
memompa udara karena distrofi otot).
2) Insufisiensi Jantung
Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki
kelainan pernapasan primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik
dan CHF, peningkatan kebutuhan aliran darah pada system
pernapasan (system pernapasan sebagai akibat peningkatana kerja
napas dan konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan kolaps.
Pemberian ventilator untuk mengurangi beban kerja system
pernapasan sehingga beban kerja jantung juga berkurang.
3) Disfungsi Neurologis
Pasien dengan GCS 8 atau kurang, beresiko mengalami
apnoe berulang juga mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu
ventilator mekanik berfungsi untuk menjaga jalan napas pasien.
Ventilator mekanik juga memungkinkan pemberian hiperventilasi
pada klien dengan peningkatan tekanan intra cranial.
4) Tindakan operasi
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi
dan sedative sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko
terjadinya gagal napas selama operasi akibat pengaruh obat sedative
sudah bisa tertangani dengan keberadaan ventilator mekanik.
a. Frekuensi pernafasan permenit
Frekuensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan
ventilator dalam satu menit. Setting normal pada pasien dewasa
adalah 10-20 x/mnt. Parameter alarm RR diseting diatas dan
dibawah nilai RR yang diset. Misalnya set RR sebesar
10x/menit, maka setingan alarm sebaliknya diatas 12x/menit
dan dibawah 8x/menit. Sehingga cepat mendeteksi terjadinya
hiperventilasi atau hipoventilasi.
b. Tidal volume
Volume tidal merupakan jumlah gas yang dihantarkan oleh
ventilator ke pasien setiap kali bernapas. Umumnya disetting
antara 8 - 10 cc/kgBB, tergantung dari compliance, resistance,
dan jenis kelainan paru. Pasien dengan paru normal mampu
mentolerir volume tidal 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien
PPOK cukup dengan 5-8 cc/kgBB. Parameter alarm tidal
volume diseting diatas dan dibawah nilai yang kita seting.
Monitoring volume tidal sangat perlu jika pasien menggunakan
time cycled.  
c. Konsentrasi oksigen (FiO2)
FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara
inspirasi yang diberikan oleh ventilator ke pasien.
Konsentrasinya berkisar 21-100%. Settingan FiO2 pada awal
pemasangan ventilator direkomendasikan sebesar 100%. Untuk
memenuhi kebutuhan FiO2 yang sebenarnya, 15 menit pertama
setelah pemasangan ventilator dilakukan pemeriksaan analisa
gas darah. Berdasarkan pemeriksaan AGD tersebut maka dapat
dilakukan penghitungan FiO2 yang tepat bagi pasien.
d. Rasio inspirasi : ekspirasi
Rumus Rasio inspirasi : Ekspirasi
Waktu inspirasi + waktu istirahat
Waktu ekspirasi
Keterangan :
1) Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk
memberikan volume tidal atau mempertahankan tekanan.
2) Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi
dengan ekspirasi
3) Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
mengeluarkan udara pernapasan
4) Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang
merupakan nilai normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi.
Akan tetapi terkadang diperlukan fase inspirasi yang sama
atau lebih lama dibandingkan ekspirasi untuk menaikan
PaO2.
e. Limit pressure / inspiration pressure
Pressure limit berfungsi untuk mengatur jumlah tekanan
dari ventilator volume cycled. Tekanan terlalu tinggi dapat
menyebabkan barotrauma.
f. Flow rate/peak flow
Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam
memberikan volume tidal pernapasan yang telah disetting
permenitnya. 
g. Sensitifity/trigger
Sensitifity berfungsi untuk menentukan seberapa besar
usaha yang diperlukan pasien dalam memulai inspirasi dai
ventilator. Pressure sensitivity memiliki nilai sensivitas antara 2
sampai -20 cmH2O, sedangkan untuk flow sensitivity adalah
antara 2-20 L/menit. Semakin tinggi nilai pressure sentivity
maka semakin mudah seseorang melakukan pernapasan.
Kondisi ini biasanya digunakan pada pasien yang diharapkan
untuk memulai bernapas spontan, dimana sensitivitas ventilator
disetting -2 cmH2O. Sebaliknya semakin rendah pressure
sensitivity maka semakin susah atau berat pasien untuk bernapas
spontan. Settingan ini biasanya diterapkan pada pasien yang
tidak diharapkan untuk bernaps spontan.
h. Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem
alarm perlu untuk mewaspadakan perawat tentang adanya
masalah. Alarm tekanan rendah menandakan adanya pemutusan
dari pasien (ventilator terlepas dari pasien), sedangkan alarm
tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan,
misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi fighting, dan
lain-lain. Alarm volume rendah menandakan kebocoran. Alarm
jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan harus dipasang
dalam kondisi siap.
i. Positive end respiratory pressure (PEEP)
j. PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif
pada alveoli diakhir ekspirasi. PEEP mampu meningkatkan
kapasitas residu fungsional paru dan sangat penting untuk
meningkatkan penyerapan O2 oleh kapiler paru.
2.1.5 Fisiologi Pernafasan Ventilasi Mekanis
Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma
dan otot intercostalis berkontrkasi, rongga dada mengembang dan
terjadi tekanan negatif sehingga aliran udara masuk ke paru,
sedangkan fase ekspirasi berjalan secara pasif. 
Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator
mengirimkan udara dengan memompakan ke paru pasien, sehingga
tekanan sselama inspirasi adalah positif dan menyebabkan tekanan
intra thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi tekanan dalam
rongga thorax paling positif.

2.1.6 Efek Ventilasi mekanik


Akibat dari tekanan positif pada rongga thorax, darah yang
kembali ke jantung terhambat, venous return menurun, maka
cardiac output juga menurun. Bila kondisi penurunan respon
simpatis (misalnya karena hipovolemia, obat dan usia lanjut), maka
bisa mengakibatkan hipotensi. Darah yang lewat paru juga
berkurang karena ada kompresi microvaskuler akibat tekanan
positif sehingga darah yang menuju atrium kiri berkurang,
akibatnya cardiac output juga berkurang. Bila tekanan terlalu tinggi
bisa terjadi gangguan oksigenasi. Selain itu bila volume tidal terlalu
tinggi yaitu lebih dari 10-12 ml/kg BB dan tekanan lebih besar dari
40 CmH2O, tidak hanya mempengaruhi cardiac output (curah
jantung) tetapi juga resiko terjadinya pneumothorax. 
Efek pada organ lain:Akibat cardiac output menurun;
perfusi ke organ-organ lainpun menurun seperti hepar, ginjal
dengan segala akibatnya. Akibat tekanan positif di rongga thorax
darah yang kembali dari otak terhambat sehingga tekanan
intrakranial meningkat.
2.1.7 Komplikasi
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien,
Pasien dengan ventilator mekanis memerlukan observasi,
keterampilan dan asuhan keperawatan berulangtapi bila
perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
1. Komplikasi pada jalan nafas
Aspirasi dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah
intubasi. Kita dapat meminimalkan resiko aspirasi setelah
intubasi dengan mengamankan selang, mempertahankan manset
mengembang, dan melakukan penghisapan oral dan selang
kontinu secara adekuat. Bila resusitasi diperpanjang dan distensi
gastrik terjadi, jalan nafas harus diamankan sebelum memasang
selang nasogastrik untuk dekompresi lambung. Bila aspirasi
terjadi potensial untuk terjadinya SDPA meningkat.
Kebanyakan pasien dengan ventilator perlu dilakukan
restrein pada kedua tangan, karena ekstubasi tanpa disengaja
oleh pasien sendiri dengan aspirasi adalah komplikasi yang
pernah terjadi. Selain itu self-extubation dengan manset masih
mengembang dapat menimbulkan kerusakan pita suara.
Prosedur intubasi itu sendiri merupakan resiko tinggi.
Contoh komplikasi intubasi meliputi:
a) Intubasi lama dan rumit meningkatkan hipoksia dan trauma
trakea.
b) Intubasi batang utama (biasanya kanan) ventilasi tak
seimbang, meningkatkan laju mortalitas.
c) Intubasi sinus piriformis (jarang) abses faringeal.
Pnemonia Pseudomonas sering terjadi pada kasus
intubasi lama dan selalu kemungkinan potensial dari alat
terkontaminasi.
2. Masalah Selang Endotrakeal
Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus
berat dapat terjadi. Alternatifnya, karena posisi selang pada
faring, orifisium ke telinga tengah dapat tersumbat,
menyebabkan otitis media berat, kapanpun pasien mengeluh
nyeri sinus atau telinga atau terjadi demam dengan etiologi
yang tidak diketahui, sinus dan telinga harus diperiksa untuk
kemungkinan sumber infeksi.
Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh
intubasi lama. Stenosis trakeal dan malasia dapat diminimalkan
bila tekanan manset diminimalkan. Sirkulasi arteri dihambat
oleh tekanan manset kurang lebih 30 mm/Hg. Penurunan
insiden stenosis dan malasia telah dilaporkan dimana tekanan
manset dipertahankan kurang lebih 20 mm/Hg. Bila edema
laring terjadi, maka ancaman kehidupan paskaekstubasi dapat
terjadi.
3. Barotrauma
Ventilasi mekanis melibatkan “pemompaan” udara kedalam
dada, menciptakan tekanan positif selama inspirasi. Bila TEAP
ditambahkan, tekanan ditingkatkan dan dilanjutkan melalui
ekspirasi. Tekanan positif ini dapat menyebabkan robekan
alveolus atau emfisema. Udara kemudian masuk ke area pleural,
menimbulkan tekanan pneumotorak-situasi darurat. Pasien
dapat mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan keluhan
nyeri pada daerah yang sakit. Tekanan ventilator
menggambarkan peningkatan tajam pada ukuran, dengan
terdengarnya bunyi alarm tekanan. Pada auskultasi, bunyi nafas
pada area yang sakit menurun atau tidak ada. Observasi pasien
dapat menunjukkan penyimpangan trakeal. Kemungkinan
paling menonjol menyebabkan hipotensi dan bradikardi yang
menimbulkan henti jantung tanpa intervensi medis. Sampai
dokter datang untuk dekompresi dada dengan jarum, intervensi
keperawatannya adalah memindahkan pasien dari sumber
tekanan positif dan memberi ventilasi dengan resusitator
manual, memberikan pasien pernafasan cepat.
4. Penurunan Curah Jantung.
Penurunan curah jantung ditunjukkan oleh hipotensi bila
pasien pertama kali dihubungkan ke ventilator ditandai adanya
kekurangan tonus simpatis dan menurunnya aliran balik vena.
Selain itu hipotensi adalah tanda lain dan gejala dapat meliputi
gelisah yang tidak dapat dijelaskan, penurunan tingkat
kesadaran, penurunan haluarana urine, nadi perifer lemah,
pengisian kapiler lambat, pucat, lemah, dan nyeri dada.
Hipotensi biasanya diperbaiki dengan meningkatkan cairan
untuk memperbaiki hipovolemia.

5. Keseimbangan air positif


Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh
regangan reseptor vagal pada atrium kanan. Manfaat
hipovolemia ini merangsang pengeluaran hormon antidiuretik
dari hipofise posterior. Penurunan curah jantung menimbulkan
penurunan haluaran urine melengkapi masalah dengan
merangsang respons aldosteron renin-angiotensin. Pasien yang
bernafas secara mekanis, hemodinamik tidak stabil, dan yang
memerlukan jumlah besar resusitasi cairan dapat mengalami
edema luas, meliputi edema sakral dan fasial.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1. Anamnesa
2. Pengumpulan Data
3. Survey Primery
Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine
control, breathing, circulation and hemorrhage control, disability,
exposure/environment). Jalan nafas merupakan prioritas pertama.
Pastikan udara menuju paru-paru tidak terhambat. Temuan kritis
seperti obstruksi karena cedera langsung, edema, benda asing dan
akibat penurunan kesadaran.
Pada survei primer, hal yang perlu dikaji adalah :
1) Dangers
Kaji kesan umum : observasi keadaan umum klien
a. Bagaimana kondisi saat itu
b. Kemungkinan apa saja yang akan terjadi
c. Bagaimana mengatasinya
d. Pastikan penolong selamat dari bahaya
e. Hindarkan bahaya susulan menimpa orang-orang disekitar
f. Segera pindahkan korban jangan lupa pakai alat pelindung
diri
2) Respons
Kaji respon / kesadaran dengan metode AVPU, meliputi :
a. Alert (A) : berespon terhadap lingkungan sekitar atau sadar
terhadap kejadian yang dialaminya
b. Verbal (V) : berespon terhadap pertanyaan perawat
c. Paintfull (P) : berespon terhadap rangsangan nyeri
d. Unrespon (U) : tidak berespon terhadap stimulus verbal
dan nyeri
Cara pengkajian :
1) Observasi kondisi klien saat datang
2) Tanyakan nama klien
3) Lakukan penepukan pundak / penekanan daerah sternum
4) Lakukan rangsang nyeri misalnya dengan mencubit
3) Airway (Jalan Napas)
a. Lihat, dengar, raba (Look, Listen, Feel)
b. Buka jalan nafas, yakinkan adekuat
c. Bebaskan jalan nafas dengan proteksi tulang cervical
dengan menggunakan
d. teknik Head Tilt/Chin Lift/Jaw Trust, hati-hati pada
korban trauma
e. Cross finger untuk mendeteksi sumbatan pada daerah
mulut
f. Finger sweep untuk membersihkan sumbatan di daerah
mulut
g. Suctioning bila perlu
4) Breathing (Pernapasan)
Lihat, dengar, rasakan udara yang keluar dari hidung/mulut,
apakah ada pertukaran hawa panas yang adekuat, frekuensi
nafas, kualitas nafas, keteraturan nafas atau tidak  
5) Circulation (Pendarahan)
a. Lihat adanya perdarahan eksterna/interna
b. Hentikan perdarahan eksterna dengan Rest, Ice,
Compress, 
c. Elevation  (istirahatkan lokasi luka, kompres es,
tekan/bebat, tinggikan)
d. Perhatikan tanda-tanda syok/ gangguan sirkulasi :  
e. capillary refill time, nadi, sianosis, pulsus arteri distal
4. Survey Sekundary
Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang
menjadi lebih gawat dan mengancam jiwa apabila tidak segera
diatasi dengan pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe)
Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan setelah
memulai fase resusitasi. Nilai lagi tanda vital, lakukan survei
primer ulangan secara cepat untuk menilai respons atas resusitasi
dan untuk mengetahui perburukan. Selanjutnya cari riwayat,
termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau korban lain.
Pada survei sekunder, hal yang perlu dikaji, meliputi :
1) Disability
Ditujukan untuk mengkaji kondisi neurimuscular klien :
a. Keadaan status kesadaran lebih dalam (GCS)
b. Keadaan ekstremitas (kemampuan motorik dan sensorik)
2) Eksposure
Melakukan pengkajian head to toe pada klien, meliputi :
a. Pemeriksaan kondisi umum menyeluruh
a) Posisi saat ditemukan
b) Tingkat kesadaran
c) Sikap umum, keluhan
d) Trauma, kelainan
e) Keadaan kulit
b. Pemeriksaan Kepala dan Leher
a) Raut Muka
(1) Bentuk muka : bulat, lonjong, dan lain-lain
(2) Ekspresi  muka : tampak sesak, gelisah, kesakitan
(3) Tes syaraf : menyeringai, mengerutkan dahi,
untuk memeriksa nervus V, VII.
b) Bibir
(1) Biru ( sianosis )
(2) Pucat ( anemia )
c) Mata
(1) Konjungtiva : Pucat (anemia),
Ptechiae (perdarahan bawah kulit/ selaput lendir)
pada endokarditis bacterial
(2) Skela : Kuning ( ikterus ) pada gagal jantung
kanan, penyakit hati, dan lain-lain
(3) Kornea : Arkus senilis ( garis melingkar putih/abu-
abu ditepi kornea berhubungan dengan
peningkatan kolesterol/ penyakit jantung koroner )
(4) Eksopthalmus : Berhubungan dengan tirotoksikosis
c. Pemeriksaan dada
Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk,
tarikan antar iga, nyeri tekan, perlukaan (luka terbuka, luka
mengisap), suara ketuk/perkusi, suara nafas
d. Pemeriksaan perut
Perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan,
undulasi
e. Pemeriksaan tulang belakang
Kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot
f. Pemeriksaan pelvis/genetalia
Perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi,
inkontinensia
g. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah
Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan,
gangguan rasa, bengkak, denyut nadi, warna luka.

5. Pengkajian Peralatan
Pengkajian peralatan. Ventilator juga harus dikaji untuk
memastikan bahwa ventilator berfungsi dengan tepat dan bahwa
pengesetannya telah dibuat dengan tepat. Meski perawat tidak
benar-benar bertanggung jawab terhadap penyesuaian pengesetan
pada ventilator atau pengukuran parameter ventilator (biasanya ini
merupakan tanggung jawab dari ahli terapi pernapasan). Perawat
bertanggung jawab terhadap pasien dan karenanya harus
mengevaluasi bagaimana ventilator mempengaruhi status pasien
secara keseluruhan.
2.2.2 Penatalaksanaan
2.2.2.1 Prehospitalisasi
Penatalaksanaan pada ventilasi mekanik sebelum di
rumahsakit tidak diketemukan, karena pemasangan ventilator
baru dilakukan di rumah sakit.
2.2.2.2 Hospitalisasi
Dalam pemberian ventilator  sebagai tenaga kesehatan
tentunya mempunyai beberapa prosedur.Prosedur dalam hal
pemberian ventilator sebelum dipasang adalah dengan
melakukan tes paru pada ventilator untuk memastikan
pengesetan sesuai pedoman standar. Sedangkan pengesetan
awal adalah sebagai berikut:
1. Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) 100%
2. Frekwensi pernafasan: 10-15 kali/menit
3. Volume Tidal: 4-5 ml/kg BB
4. Aliran inspirasi: 40-60 liter/detik
5. PEEP (Possitive End Expiratory Pressure) atau tekanan
positif akhir ekspirasi: 0-5 Cm, ini diberikan pada pasien
yang mengalami oedema paru dan untuk mencegah
atelektasis. Pengesetan untuk pasien ditentukan oleh
tujuan terapi dan perubahan pengesetan ditentukan oleh
respon pasien yang ditunjukkan oleh hasil analisa gas
darah (Blood Gas).
Bila selama pengobatan serta perawatan di ruang
ICCU ini keadaan umum pasien membaik maka akan
dilakukan penyapihan pada pasien.Penyapihan ini adalah
menurunkan secara perlahan set-set dalam
mesin ventilator dan disesuaikan dengan kondisi pasien
dan bertujuan agar mesin ventilator itu bisa dilepas dan
pasien tidak tergantung kepada mesin ventilator
2.2.2.3 Evalusi
1. Status Oksigenasi
2. Parameter PaO2, SpO2
3. Mencapai PaO2, SpO2 yang diinginkan dgn FiO2 terendah
4. Variabel FiO2, Mean airway pressure, I:E ratio
5. Bila perlu ditambah PEEP
6. Status Ventilasi
7. Parameter PaCO2
8. Variabel tidal volume, rate, dead space
9. Atur minute volume untuk PaCO2 yang diinginkan
10. Waspada efek samping
11. Perubahan mode
12. CMV - ACV - SIMV - PS/VS - CPAP - weaning
13. Tergantung kondisi penderita, perbaikan atau perburukan
yang terjadi
14. Status hemodinamik (Terjadi gangguan hemodinamik pada
awal ventilasi mekanik)
15. Perubahan tekanan negatif ke positif VR, SV, CO, tensi
16. Perbaikan ventilasi dan oksigenasi katekolamin , tonus
simpatis , tonus vaskuler 
Pemberian sedativa :   tonus simpatis , tonus vaskuler 
1. Hipovolemia
2. Terapi vasoaktif dan cairan
Rencana Perawat Terintegrasi
1. Terapi IV
2. Imobilitasi
3. Rencana perawat untuk pasien-pasien yang mengalami
gangguan spesifik
2.2.3 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi  perfusi
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deprei pusat
pernafasan
c. Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan
benda asing pada trakea
d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
kelemahan neuromuskuler
e. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolic
g. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatan
pertahanan utama
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi ialah tindakan pemberian asuhan keperawatan yang
dilaksanakan untuk membantu mencapai tujuan pada rencana
keperawatan yang telah disusun. Prinsip dalam memberikan tindakan
keperawatan menggunakan komunikasi terapeutik serta penjelasan
setiap tindakan yang diberikan kepada klien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan dapat berupa tindakan
keperawatan secara independent, dependent, dan interdependent.
Tindakan independent yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh
perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau tenaga kesehatan
lainnya. Tindakan dependent ialah tindakan yang berhubungan dengan
tindakan medis atau dengan perintah dokter atau tenaga kesehat lain.
Tindakan interdependent ialah tindakan keperawatan yang
memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain seperti ahli gizi,
radiologi,fisioterapi dan lain-lain.
Dalam melakukan tindakan pada pasien dengan gagal napas perlu
diperhatikan ialah penanganan terhadap tidak efektifnya bersihan jalan
napas, Kerusakan pertukaran gas, Resiko tinggi kekurangan volume
cairan, Ansietas/ketakutan, dan Kurangnya pengetahuan mengenai
kondisi.
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan yang
dapat digunakan sebagai alat ukur kerberhasilan suatu asuhan
keperawatan yang dibuat. Evaluasi berguna untuk menilai setiap
langkah dalam perencanaan, mengukur kemajuan klien dalam
mencapai tujuan akhir dan untuk mengevaluasi reaksi dalam
menentukan keefektifan rencana atau perubahan dalam membantu
asuhan keperawatan.
               Hasil yang diharapkan:
1. Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri 
pulmonal, dan tanda-tanda vital adekuat.
2. Menunjukkan ventilasi yang adekuat dengan akumulasi lendir yang
minimal.
3. Bebas dari cedera atau infeksi seperti yang dibuktikan dengan suhu
tubuh dan jumlah sel darah putih.
4. Dapat aktif dalam keterbatasan kemampuan.
5. Berkomunikasi secara efektif melalui pesantertulis, gerak tubuh,
alat komunikasi lainnya.
6. Dapat mengatasi masalah secara efektif

Anda mungkin juga menyukai