Anda di halaman 1dari 5

Sistem Distrik di Negara Jepang

Oleh Rahmadani Dila Safira, 1706979064

Sistem pemilihan umum (Pemilu) merupakan salah satu keputusan kelembagaan


sebagai upaya dalam menegakkan demokrasi, Pemil merpakkan hal yang sangat
penting bagi negara-negara yang berupaya mengakkan keberadaban dan kualitas
dalam sistem politik. Pemilihan umum telah dianggap menjadi ukuran demokrasi
karena rakyat dapat berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap pemerintahan dan
negaranya. Pemilihan umum adalah suatu hal yang penting dalam kehidupan
kenegaraan. Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum,
akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu: singel member
constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya disebut sistem
distrik). Multy member constituenty (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil;
biasanya dinamakan proporsional representation atau sistem perwakilan berimbang).
sistem distrik merupakan sistem yang paling tua dan didasarkan pada kesatuan
geografis. Sistem distrik adalah sistem pada pemilihan umum yang di gunakan di
Jepang. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai sistem Pemilihan umum di Jepang,
perihal mengenai sistem distrik akan dijelaskan sebagai berikut.

Sistem Distrik
Dala sistem distrik, satu wilayah kecil yaitu, distrik pemilihan. Distrik pemilihan
memilih satu wakil tunggal atas dasar suara terbanyak. Setiap kesatuan geografis ya
disebut Distrik memperoleh satu kursi dalam parlemen. Calon yang di dalam satu
distrik memperoleh suara terbanyak dikatakan pemenang, sedangkan suara-suara yang
ditujukan kepada calon-calon lain dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi,
bagaimanapun kecilnya selisih kekalahannya.
a.         Keuntungan dan Kelemahan Sistem Distrik
      Keuntungan Sistem Distrik
·           Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai-partai politik
karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan
hanya satu. Hal ini akan mendorong partai-partai untuk menyisihkan
perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan kerja sama,
sekurang-kurangnya menjelang pemilihan umum, antara lain
melalui stembus accord.
·           Fragmentasi partai dan kecenderungan membentuk partai baru
dapat dibendung; malahan sistem ini bisa mendorong ke arah
penyederhanaan partai secara alami dan tanpa paksaan.
·           Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal
oleh komunitasnya, sehingga hubungan denga konstituen lebih erat.
Dengan demikian si wakil akan lebih cenderung untuk
memperjuangkan kepentingan distriknya.
·           Bagi partai besar system ini menguntungkan karena melalui
distortion effect dapat meraih suara dari pemilih-pemilih lain,
sehingga memperoleh kedudukan mayoritas. Dengan demikian,
sedikit banyak partai pemenang dapat mengendalikan parlemen.
·           Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan
mayoritas dalam parlemen, sehingga tidak perlu diadakan koalisi
dengan partai lain. hal ini mendukung stabilitas nasional.
·           Sistem ini sederhana dan mudah untuk diselenggarakan.
  Kelemahan Sistem Distrik
·           System ini kurang memperhatikan kepentingan partai-partai kecil
dan golongan minoritas, apalagi jika golongan-golongan ini
terpencar dalam berbagai distrik.
·           Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa partai yang
calonnya kalah dalam suatu distrik kehilangan suara yang telah
mendukungnya. Hal ini berarti bahwa ada sejumlah suara yang tidak
diperhitungkan sama sekali, atau terbuang sia-sia. Dan jika banyak
partai mengadu kekuatan, maka jumlah suara yang hilang dapat
mencapai jumlah yang besar. Hal ini akan dianggap tidak adil
terhadap partai dan golongan yang dirugikan.
·           Sistem distrik dian ggap kurang efektif dalam masyarakat yang
plural karena terbagi dalam kelompok etnis, religius, dan tribal,
sehingga menimbulkan anggapan bahwa kebudayaan nasional yang
terpadu secara ideologis dan etnis mungkin merupakan prasyarat
bagi suksesnya sistem ini.
·           Ada kemungkinan si wakil cenderung untuk lebih memperhatikan
kepentingan distrik serta warga distriknya, daripada kepentingan
nasional.

Sistem politik Jepang memiliki tiga jenis pemilihan: pemilihan umum untuk
DPR diselenggarakan setiap empat tahun (kecuali lower house  dibubarkan
sebelumnya), pemilihan untuk Majelis diadakan setiap tiga tahun untuk memilih satu-
setengah dari anggotanya, dan pemilihan lokal diadakan setiap empat tahun untuk
kantor di prefektur, kota, dan desa. Pemilihan diawasi oleh komite pemilihan di setiap
tingkat administrasi di bawah arahan umum dari Komite Administrasi Pemilihan
Pusat, sebuah organisasi yang melekat pada Departemen Ministry of Internal Affairs
and Communications ( MIC ).
Jepang sebagai suatu negara yang menganut sistem politik demokrasi, tidak dapat
meniadakan hidup dan berkembangnya partai politik, dengan kata lain adanya partai
politik merupakan salah satu ciri bahwa Jepang merupakan negara demokrasi. Sampai
saat ini, Jepang menganut sistem politik multi party (banyak partai), yaitu ada enam
(6) partai besar :
1. Liberal Democratic Partay (jiyu Minshuto or Jiminto), yang banyak didukung
oleh  birokrat, pengusaha, dan petani.
2. The Japan Socialist Party (nippon S Hakaito), yang didukung oleh buruh(sayap
kiri).
3. The Komneito (Clean Goverment Party), yang didukung para penganut agama
Budha.The Japan Communist Party (Nihon Kyosanto) yang didukung oleh
4. The Democatic Socialist Party (Minshato), yang didukung oleh buruh (sayap
kanan).

5. The Japan Communist Party (Nihon Kyosanto), yang didukung oleh komunis.

6. The United Social Democratic Party (Shakai Minshu Rengo of Shminren),


merupakan partai termuda dan terkecil di Jepang, merupakan sempalan JSP
(sosialis sayap kanan). Lihat Kishimoto Koichi, 1982: 91-93)
Pemerintah tahun 1993 di bawah Hosokawa Morihiro memperkenalkan sistem
pemilu yang baru di mana 200 anggota (dikurangi menjadi 180 dimulai dengan
pemilihan di tahun 2000 ) dipilih oleh perwakilan proporsional di distrik.

Namun, menurut surat kabar Jepang Daily Yomiuri 6 Oktober 2006, “Mahkamah
Agung mengikuti preseden hukum dalam memerintah bahwa Majelis pemilu tahun
2004 diselenggarakan dengan cara yang konstitusional.”

Sistem Pemilu

Pemilu dilakukan berdasarkan sistem distrik, tetapi setiap pemilih hanya boleh
memilih satu orang calon tertentu, bukan sebuah partai. Sistem ini unik di antara
beberapa negara besar dalam pelaksanaan pemilu di Jepang. Dalam sistem distrik,
biasanya setiap distrik mempunyai wakil 1 orang, tetapi di Jepang, jumlah wakil
setiap distrik dalam majelis rendah berjumlah lima orang. Sistem itu juga
membuahkan hasil yang lebih stabil dibanding sistem lain. Dari 480 anggota dipilih
300 dari sistim distrik, yaitu seluruh Jepang dibagi menjadi 300 daerah pemilihan
kecil, dimana hanya satu anggota yang terpilih untuk masing-masing. (Pasal 13, par 1
dan daftar lampiran 1 UU Pemilu) untuk mempertimbangkan bahwa perbedaan
maksimum jumlah orang berada di bawah dua. Selain itu, dewan harus
mempertimbangkan batas-batas wilayah administratif serta situasi geografis dan
transportasi (Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Pembentukan Majelis Demarkasi
Konstituensi) Jumlah konsensus untuk masing-masing prefektur ditentukan sebagai
berikut; satu kabupaten untuk masing-masing dari 47 prefektur, maka 253 kabupaten
yang tersisa didistribusikan sesuai dengan populasi mereka. (Pasal 3, paragraf 2
Undang-Undang Pembentukan Majelis Demarkasi Demarkasi Konstituen)
Daftar Pustaka

-Gatara, Sahid. Ilmu Politik Memahami dan Menerapkan, Bandung: CV. Pustaka
Setia. 2008
-Local Governance (Policy Making and Civil Society)F.Y.2007. Election System in
Japan.
-Miriam Budiarjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
-
https://www.academia.edu/5345140/MENGENAL_SISTEM_POLITIK_DAN_SIST
EM_PEMERINTAHAN_JEPANG/ diakses pada 12 November 2017 pukul 8:25
-https://japanesestation.com/seperti-apa-sih-pemilu-di-jepang-yuk-kita-lihat-
penjelasannya/ Diakses pada 12 November 2017 pukul 7:34

Anda mungkin juga menyukai