E06bsa PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 87

PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN

SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN


RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON

BAKHTIAR SANTRI AJI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
RINGKASAN

BAKHTIAR SANTRI AJI. Pemetaan Polutan sebagai Bahan Pertimbangan


Pembangunan Ruang Terbuka Hijau di Kota Cilegon. Dibimbing oleh Ir. Siti
Badriyah Rushayati, MSi dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc.

Kota Cilegon terkenal dengan kota sejuta industri mempunyai perkembangan


yang sangat pesat. Perkembangan kota akan diikuti oleh peningkatan aktivitas sektor
lainnya, salah satunya adalah sektor transportasi. Kota Cilegon adalah pintu keluar-masuk
Pulau Jawa, hal ini menyebabkan tingginya arus transportasi. Tingginya dua sektor
tersebut akan berdampak pada jumlah polutan udara yang dikeluarkan oleh keduanya.
Peningkatan polutan memerlukan pengendalian agar konsetrasinya di udara tidak
meningkat terlalu tinggi. Pengendalian dapat dilakukan dengan membangun area terbuka
hijau yang berfungsi sebagai penyerap polutan.
Pengukuran parameter udara dilakukan pada debu, hidrokarbon, kabon
monoksida dan nitrogen dioksida. Pengambilan contoh udara dilakukan di 24 titik dalam
Kota Cilegon. Pengolahan konsentrasi polutan dilakukan dengan cara interpolasi
konsentrasi polutan antara titik.
Berdasarkan analisis iklim unsur selama 18 tahun, arah angin dominan bertiup
dari arah barat dan utara dengan kecepatan berkisar antara 3,4-3,9 km/jam. Suhu berkisar
antara 26,2-27,3 oC, dengan suhu maksimal terjadi pada bulan Oktober. Menurut
Schmidth – Ferguson tipe iklim Kota Cilegon termasuk dalam tipe iklim B dengan rata-
rata jumlah bulan basah sebesar 9,6 bulan dan rata-rata jumlah bulan kering sebesar 1,6
bulan. Nilai Q yang didapatkan adalah 16,6 %. Tipe Iklim B berarti daerah basah dengan
vegetasi tropika. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan nilai 326,2 mm.
Mekanisme iklim saling berkaitan dan sangat mempengaruhi penyebaran polutan.
Senyawa polutan yang dilakukan pemetaan adalah HC, debu, CO, NO2. Hasil
pemetaan terlihat bahwa akumulasi polutan tertinggi pada kawasan yang mempunyai
aktivitas transportasi dan industri, sedangkan kawasan dengan penutupan vegetasi yang
baik mempunyai konsentrasi polutan dibawah BMU. Angin lokal sangat mempengaruhi
penyebaran polutan. Berdasarkan hasil rata-rata luas zona polutan (nilai konsentrasi diatas
BMU) selama 2 triwulan pengukuran tahun 2004, zona polutan hidrokarbon terluas
berada di Kecamatan Pulo Merak dengan luas area sebesar 2.374,865 Ha, sedangkan zona
debu terluas berada di Kecamatan Cibeber dengan luas sebesar 3.217,916 Ha.
Berdasarkan penyebaran polutan dan dinamika arah angin, ruang terbuka hijau
sangat diperlukan di Kecamatan Gerogol, Cibeber dan Citangkil. Pembuatan area ruang
terbuka hijau di kawasan permukiman diharapkan dapat mengurangi dampak polutan
terhadap mahluk hidup khususnya manusia. Pembangunan ruang terbuka hijau di
Kecamatan Gerogol dikhususkan sebagai area pemecah angin.
PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN
SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN
RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON

BAKHTIAR SANTRI AJI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Tegal, Jawa Tengah pada tanggal 22 Maret 1983.
Merupakan anak keempat dari lima bersaudara pasangan Mulyono dan Thoyibah.
Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1987 di TK Pertiwi Slawi dan lulus pada
tahun 1989, kemudian penulis melanjutkan ke SD Negeri Slawi II dan lulus pada tahun
1995, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1 Slawi dan lulus pada tahun
1998. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 1 Slawi,
lulus pada tahun 2001. Pendidikan perguruan tinggi ditempuh penulis di Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2001, dengan
mengambil Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kehutanan, penulis pernah melakukan
Praktek Pengenalan Umum Kehutanan di BKPH Rawa Timur, KPH Banyumas Barat dan
BKPH Gunung Slamet Barat, KPH Banyumas Timur serta Praktek Pengelolaan Hutan di
BKPH Getas, KPH Banyumas Barat tahun 2004, dan terakhir penulis menyelesaikan
Praktek Kerja Lapang (PKLP) di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi pada tahun
2005.
Selain kegiatan praktek lapang, penulis telah mengikuti berbagai kegiatan dan
organisasi baik di dalam maupun di luar perguruan tinggi. Organisasi yang pernah diikuti
penulis antara lain Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA),
Kelompok Pemerhati Goa ”Hira” Kelompok Pemerhati Burung (KPB) Prenjak dan
Fotografi Konservasi (FOKA). Kegiatan yang pernah di lakukan di luar kegiatan kampus
diantaranya adalah Volunteer dalam acara Asia Europe Environment Forum (2005),
Volunteer aksi kemanusiaan bencana alam tsunami Aceh,
Sebagai salah satau syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas
Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Pemetaan Polutan sebagai
Pertimbangan Pembangunan Ruang Terbuka Hijau di Kota Cilegon” dibawah bimbingan
Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo MSc.
KATA PENGANTAR

Pembangunan kota yang sangat pesat akan meningkatkan pertumbuhan di segala


bidang baik ekonomi maupun penduduk. Petumbuhan yang pesat akan memberikan
manfaat dan dampak negatif. Permasalahan yang akan ditimbulkan salah satunya adalah
di sektor lingkungan hidup khususnya pencemaran udara.
Penelitian ini menggambil judul “Pemetaan Konsentrasi Polutan sebagai Bahan
Pertimbangan Pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Cilegon”. Kota
Cilegon merupakan kota industri besar. industri adalah kegiatan antropogenik yang
banyak menyumbangkan polutan udara dalam jumlah yang besar. Pemetaan konsentrasi
polutan dalam skala kota diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap penyebaran
dan akumulasi polutan di wilayah Kota Cilegon, sehingga dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam perencanaan ruang terbuka hijaudi Kota Cilegon.
Penulis menyadari karya ini masih banyak kekurangan. Penulis berharap hasil
penulisan ini dapat memberikan manfaat dan dapat menjadi pertimbangan dalam
pengelolaan lingkungan hidup khususnya di Kota Cilegon.

Bogor, Januari 2006

Penulis
DAFTAR ISI

Teks Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN TABEL ............................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR ........................................................................... v
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................ 1
B. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 2
C. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Pencemaran Udara ........................................................................................... 3
B. Iklim dan Penyebaran Polutan ......................................................................... 4
C. Ruang Terbuka Hijau ....................................................................................... 6
D. Sistem Informasi Geografis (SIG) ................................................................... 7
E. Penginderaan Jauh (Remote Sensing)............................................................... 8
F. Merancang Kawasan Perlindungan .................................................................. 10

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN


A. Letak dan Luas................................................................................................. 11
B. Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lahan..................................................... 11
C. Hidrogeologi .................................................................................................... 11
D. Kondisi Iklim ................................................................................................... 12
E. Jenis Batuan ..................................................................................................... 12
F. Jenis Tanah ...................................................................................................... 12
G. Sosial dan Ekonomi ......................................................................................... 12

IV. METODE PENELITIAN


A. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................... 14
B. Alat dan Bahan................................................................................................. 15
C. Jenis Data, Kegunaan dan Pengumpulannya .................................................. 15
D. Pengolahan Data ............................................................................................. 17
E. Batasan Penelitian ............................................................................................ 21

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Identifikasi Sumber Pencemar ........................................................................ 22
B. Evaluasi Kondisi Fisik .................................................................................... 25
C. Evaluasi Pengukuran Emisi Udara.................................................................. 34
D. Penutupan Lahan Kota Cilegon ...................................................................... 56

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan ............................................................................................................ 59
Saran ...................................................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 60
LAMPIRAN................................................................................................................. 62
DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Peta lokasi penelitian ............................................................................................ 14


2. Lokasi pengambilan contoh udara ........................................................................ 16
3. Tahapan pembuatan peta penyebaran polutan ..................................................... 18
4. Tahapan pembuatan peta arah angin .................................................................... 19
5. Tahapan pembuatan peta penutupan lahan .......................................................... 19
6. Sumber polutan di Kota Cilegon .......................................................................... 23
7. Peta penyebaran sumber polutan .......................................................................... 24
8. Peta kemiringan lahan Kota Cilegon .................................................................... 26
9. Diagram rataan curah hujan bulanan ..................................................................... 28
10. Diagram rataan suhu bulanan ................................................................................ 29
11. Diagram rata-rata kecepatan angin bulanan........................................................... 31
12. Peta angin pada pengukuran triwulan I tahun 2004 .............................................. 32
13. Peta angin pada pengukuran triwulan IV tahun 2004............................................ 33
14. Lokasi pengambilan titik di Simpang Tiga – Ramayana ...................................... 34
15. RTH di daerah pemukiman ................................................................................... 36
16. Peta penyebaran hidrokarbon (HC) triwulan I tahun 2004 .................................... 38
17. Kawasan industri di pinggir garis pantai .............................................................. 39
18. Peta penyebaran debu triwulan I tahun 2004 ........................................................ 41
19. Jalur transportasi perkotaan .................................................................................. 42
20. Peta penyebaran karbon monoksida triwulan I tahun 2004 ................................... 44
21. Peta penyebaran nitrogen dioksida triwulan I tahun 2004 .................................... 46
22. Peta penyebaran hidrokarbon (HC) triwulan IV tahun 2004 ................................ 49
23. Peta penyebaran debu triwulan IV tahun 2004 ..................................................... 51
24. Peta penyebaran karbon monoksida (CO) triwulan IV tahun 2004 ...................... 53
25. Peta penyebaran nitrogen dioksida (NO2) triwulan IV tahun 2004 ...................... 55
26. Peta penutupan lahan Kota Cilegon ...................................................................... 58
DAFTAR LAMPIRAN TABEL

No. Teks Halaman

1. Keputusan pemerintah tentang baku mutu udara ambien nasional ....................... 62


2. Data suhu rata – rata bulanan ................................................................................ 63
3. Data arah angin bulanan ........................................................................................ 63
4. Data kecepatan angin bulanan .............................................................................. 64
5. Data curah hujan bulanan ...................................................................................... 64
6. Hasil pengukuran udara triwulan I tahun 2004 ..................................................... 65
7. Hasil pengukuran udara triwulan IV tahun 2004 ................................................... 65
8. Hasil pengukuran udara triwulan III tahun 2005 ................................................... 66
9. Luasan zona polutan debu (ha) pengukuran triwulan I tahun 2004 ...................... 67
10. Luasan zona polutan hc (ha) pengukuran triwulan I tahun 2004 ........................... 67
11. Luasan zona polutan karbon monoksida (ha) pengukuran triwulan I tahun 2004. 67
12. Luasan zona polutan nitrogen dioksida (ha) pengukuran triwulan I tahun 2004 ... 68
13. Luasan zona polutan debu (ha) pengukurantriwulan IV tahun 2004...................... 68
14. Luasan zona polutan hidrokarbon (ha) pengukuran triwulan IV tahun 2004........ 69
15. Luasan zona polutan karbon monoksida (ha) pengukuran triwulan IV tahun
2004....................................................................................................................... 69
16. Luasan zona polutan nitrogen dioksida (ha) pengukuran triwulan IV tahun
2004....................................................................................................................... 70
17. Luas penutupan lahan setiap kecamatan (ha) ........................................................ 71
DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR

No. Teks Halaman


1. Gambar windrose/mawar angin ............................................................................ 72
2. Diagram fluktuasi konsentrasi polutan di lokasi pengambilan contoh udara......... 74
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pembangunan yang sangat pesat pada berbagai bidang akan memberikan
manfaat yang cukup besar diantaranya yaitu peningkatan perekonomian, kemajuan
teknologi dan kemajuan pembangunan. Kemajuan pembangunan yang diikuti dengan
adanya pembangunan sarana dan prasarana yang digunakan untuk kepentingan
masyarakat akan memberikan dampak positif berupa peningkatan kualitas hidup.
Peningkatan kualitas hidup tidak diimbangi dengan adanya peningkatan kualitas
lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan diantaranya adalah pencemaran udara, tanah
dan air. Meningkatnya pencemar di udara disebabkan oleh bertambahnya jumlah industri
dan transportasi yang menghasilkan buangan. Degradasi lingkungan tersebut memerlukan
perhatian yang cukup serius dari berbagai pihak karena akhirnya akan memberikan
dampak yang cukup luas baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kota Cilegon dengan luas 17.550 Ha merupakan salah satu kota yang berada di
Propinsi Banten dan merupakan kota yang mempunyai kawasan industri cukup besar.
Kota yang terletak di ujung Pulau Jawa ini merupakan salah satu pintu masuk dan keluar
dari Pulau Jawa. Berbagai macam aktivitas di dalam kota (khususnya industri dan
transportasi) memberikan potensi yang cukup besar sebagai penyumbang polutan,
sehingga diperlukan suatu tindakan pemantauan terhadap kondisi lingkungan. Salah satu
kegiatan pemantauan yang dilakukan adalah pemantauan kualitas udara.
Menurut PP 41 tahun 1999, pencemaran udara diartikan sebagai masuknya atau
dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan
manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Pencemaran udara
dihasilkan oleh berbagai sumber. Pencemaran udara merupakan permasalahan yang
sangat umum terjadi di kota-kota besar dimana industri dan transportasi adalah penyuplai
utama terhadap penurunan kualitas udara. Pencemaran udara dapat menimbulkan dampak
negatif pada berbagai sektor, salah satunya adalah kesehatan. Sebagai contoh karbon
monoksida (CO) merupakan hasil pembakaran akan oleh dihirup manusia untuk
kemudian berikatan dengan hemoglobin, sehingga akan mengurangi ikatan dengan
oksigen .
Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara
menjelaskan beberapa pengertian yang berkaitan dengan kegiatan pemantauan kualitas
udara, diantaranya adalah mengenai batas-batas ambien maksimal yang berada di udara.
Batas maksimal yang telah ditentukan adalah batas dimana suatu polutan akan berdampak
negatif bagi lingkungan, sehingga suatu kota akan dapat dikatakan tercemar oleh suatu
senyawa polutan apabila telah melewati batas tersebut. Pemantauan kualitas udara
merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui kandungan udara, sehingga dengan kegiatan
ini diharapkan dapat ditentukan tindakan yang tepat apabila terjadi peningkatan polutan
terutama yang membahayakan.
Pemantauan kualitas udara dalam suatu kota dapat menggambarkan tentang
konsentrasi polutan yang ada di udara. Konsentrasi polutan di udara dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya mekanisme iklim secara lokal, kondisi topografi dan
penutupan lahan. Proses mekanisme iklim merupakan faktor yang paling berpengaruh
terhadap penyebaran atau pendispersian senyawa polutan dari sumbernya. Pemodifikasian
iklim mikro dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran. Informasi
tentang kualitas udara dan proses-proses alami yang dapat mempengaruhi penyebaran
polutan dapat menggambarkan konsentrasi polutan dalam bentuk zonasi yang diharapkan
dapat digunakan dalam memprioritaskan pembangunan RTH sebagai kawasan penyangga
penyerap polutan. Ruang Terbuka Hijau dengan berbagai macam bentuk mulai dari
semak sampai hutan diharapkan dapat mengurangi dan menyerap senyawa polutan yang
ada di udara, sehingga dapat memperbaiki kualitas udara.

B. Tujuan

1. Memetakan konsentrasi polutan di Kota Cilegon.


2. Menentukan kecamatan yang memiliki nilai konsentrasi polutan di atas baku
mutu udara ambien.
3. Menentukan kecamatan yang mempunyai akumulasi polutan tertinggi.

C. Manfaat

Pemetaan penyebaran polutan (aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh) diharapkan


dapat menjadi bahan pertimbangan dalam prioritas pembangunan area untuk Ruang
Terbuka Hijau khususnya di Kota Cilegon yang berfungsi sebagai pengendali dan
kawasan penyangga polutan di kota industri.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pencemaran Udara

Pencemaran udara didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkannya zat, energi,


dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu
udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu sehingga menyebabkan udara ambien tidak
dapat memenuhi fungsinya (Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999). Budirahardjo
dalam Pusparini (2002) menjelaskan bahwa konsentrasi udara ambien merupakan polutan
dari sumber pencemar yang terdiri dari partikel-partikel dan gas-gas kemudian di
atmosfer mendapat pengaruh dari antara lain faktor meteorologis seperti curah hujan, arah
dan kecepatan angin, kelembaban udara dan temperatur serta secara bersamaan
mengalami reaksi kimia.
Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau
komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam udara ambien. Selanjutnya dijelaskan juga tentang sumber
pencemar udara adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan
pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya
( Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999).
Menurut Lestari (2003), selain faktor meteorologi, kondisi topografi wilayah dapat
memberikan pengaruh terhadap konsentrasi polutan di udara. Topografi dan keadaan
lingkungan akan mempengaruhi dispersi polutan di sekitar wilayah tersebut. Suatu
wilayah yang terletak di dataran rendah akan memiliki konsentrasi yang berbeda dengan
daerah di dataran tinggi maupun cekungan. Namun, suatu wilayah tidak akan mengalami
polusi udara jika tidak terdapat pencemar di wilayah tersebut.
Senyawa yang diketahui sebagai pencemar udara primer terhitung lebih dari 90 %
dari total pencemar. Senyawa tersebut adalah Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Oksida
(NOx), Hidrokarbon (HC), Sulfur Oksida (SOx) dan partikulat. Beberapa contoh senyawa
primer yang terdapat diudara adalah :
1. Karbon Monoksida (CO)
CO dihasilkan karena pembakaran tidak sempurna bahan bakar fosil oleh mesin
kendaraan, pembakaran perindustrian, pembangkit listrik, pemanas rumah, pembakaran di
pertanian dan sebagainya. CO memiliki sifat tidak berwarna atau berbau, tetapi amat
berbahaya (Sastrawijaya,1991).
2. Sulfur Dioksida (SO2)
SO2 berbau tajam dan tidak mudah terbakar. SO2 dapat terdeteksi manusia pada
konsentrasi 0.3 – 1 ppm. Gas buangan biasanya mengandung SO2 lebih tinggi dari gas
SO3 (Wardhana dalam Pusparini, 2002). Secara umum, SO2 dihasilkan oleh sumber
pencemar alamiah dan antropogenik. Sumber pencemar alamiah antara lain letusan
gunung berapi dan produksi oksidasi dari metil sulfida ((CH3)2S)yang dilepaskan oleh
fitoplankton, sedangkan sumber pencemar yang dihasilkan manusia adalah pembakaran
biomassa dan emisi bahan bakar maupun pembangkit tenaga listrik.
3. Nitrogen Dioksida (NO2)
Menurut Fitter dan Hay (1994) dalam Patra (2002), NO2 merupakan hasil samping
pembakaran yang timbul dari kombinasi nitrogen dan oksigen di atmosfer. Hasil awal
reaksi ini adalah NO secara lambat menjadi NO2 dalam atmosfer. Bila NO2 dilepaskan ke
atmosfer maka dapat bekerja dalam sejumlah reaksi fotokimia sehingga terbentuknya
ozon.
4. Timbal (Pb)
Timbal merupakan salah satu bahan aditif yang sering digunakan untuk
meningkatkan mutu bensin. Partikel Pb yang ada diudara berupa senyawa an organik
yang beukuran kecil. Tsalev dan Zaprianov (1985) dalam Harahap (2004) menyebutkan
52 % pencemaran Pb sebagai salah satu bahan aditif dari bensin sedangkan 48 %
ditemukan dalam bahan pembungkus kabel, zat pewarna pada cat, kristal, keramik dan
sebagai bahan stabilitator pada bahan plastik dan karet. Timbal salah satu pencemar
logam berat yang memiliki sifat akumulatif sehingga dapat menyebabkan gangguan
terhadap manusia (Widriani, 1998 dalam Rachmawati, 2005).

B. Iklim dan Penyebaran Polutan

Menurut Handoko (1994), iklim adalah sintesis atau kesimpulan dari perubahan
nilai unsur-unsur cuaca (hari demi hari dan bulan demi bulan) dalam jangka panjang atau
pada suatu wilayah. Unsur-unsur iklim adalah radiasi surya, lama penyinaran surya, suhu
udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin, penutupan awan, presipitasi (embun,
salju, hujan) dan evaporasi/evapotranspirasi.
Menurut Kozak dan Sudarmo (1993) dalam Sukarsono (1998) ada 2 bentuk emisi
dari unsur dan senyawa pencemar udara, yaitu :
1. Pencemar udara primer (Primary air pollution)
Merupakan emisi unsur – unsur pencemar udara langsung ke atmosfer dari sumber-
sumber diam maupun bergerak. Pencemar udara primer ini mempunyai waktu paruh di
atmosfer yang tinggi pula. Contoh pencemar udara primer adalah CO, CO2, SO2, CFC,
Cl2, debu.
2. Pencemar udara sekunder (Secondary air pollution)
Merupakan emisi pencemar udara dari hasil proses fisik dan kimia di atmosfer
dalam bentuk foto kimia (Photo Cemistry) yang umumnya bersifat reaktif dan mengalami
proses transformasi fisik kimia menjadi unsur/senyawa. Perubahan bentuk senyawa
polutan terjadi mulai saat diemisikan hingga setelah ada di atmosfer. Contoh pencemar
udara sekunder adalah ozon (O3), aldehida, PAN, hujan asam.
Barker (1992) mengatakan bahwa untuk partikel dengan diameter lebih kecil dari
0.1 µm pertukaran di atmosfer dipengaruhi oleh turbulensi angin, bentuk topografi dan
stratifikasi suhu pada lapisan terendah atmosfer. Menurut Lakitan (1994), keberadaan
bangunan fisik (buatan manusia) dan benda-benda alami pada suatu lingkungan juga
mempunyai pengaruh terhadap iklim mikro setempat, misalnya terhadap suhu udara,
kecepatan dan arah angin, intensitas dan lamanya penyinaran yang diterima oleh suatu
permukaan dan kelembaban udara. Menurut Lowry (1972), perbedaan tingkat suhu akan
menciptakan tekanan yang berbeda sehingga terjadi angin skala sedang atau angin lokal.
Terkadang kondisi meteorologi menjadi faktor utama terjadinya akumulasi polutan
udara pada skala regional (Rouse, 1975). Menurut Sastrawijaya (1991), kecepatan angin
mempengaruhi distribusi pencemar. Konsentrasi pencemar akan berkurang jika angin
kecepatan tinggi dan membagikan kecepatan tersebut secara mendatar atau vertikal.
Selain menurunkan intensitas cahaya langsung dan suhu, pohon (serta vegetasi
lainnya) dapat pula meningkatkan kelembaban udara dan mengurangi kecepatan angin.
Tergantung pada ukuran dan kerapatan tanaman sistem tajuk tanaman, energi radiasi
matahari yang diserap oleh sistem tajuk tanaman dapat mencapai 90 % dari total yang
diterimanya (Lakitan, 1994). Menurut Sastrawijaya (1991), suhu yang rendah
menyebabkan bahan bakar naik. Perbedaan suhu merupakan faktor pengubah yang besar.
Pergolakan ke atas akan membawa pencemar ke daerah yang suhunya lebih rendah.
Pencemar akan menurun konsentrasinya dan kemudian disebarkan oleh angin. Setelah
suhu turun polutan akan turun dan akan terakumulasi pada kota tersebut.
Stabilitas atmosfer akan turut mendukung penetrasi (penetralisir) polusi udara ke
lapisan yang lebih tinggi dan juga mempunyai peranan penting dalam proses dispersi
serta pengenceran polusi di udara. Stabilitas atmosfer ditentukan oleh gradien suhu udara
vertikal dan variabilitas angin (Lestari, 2003). Pangeran (2002) menambahkan, di
troposfer udara selalu bergerak turbulen yang berarti bahwa arah dan kecepatan gerak
molekul gas berubah secara bersambung. Difusi turbulen oleh suatu proses terjadi pada
skala mikro karena itu, hal ini memainkan peranan kecil jika dibanding adveksi dispersi
polutan untuk beberapa kondisi atmosfer.
Pada malam hari, Tanaman berperan sebagai penahan panas sehingga suhu udara di
bawah tajuk akan lebih hangat dibandingkan suhu udara di atas area terbuka (tanpa
vegetasi). Tajuk tanaman akan menyerap dan menahan sebagian energi yang dipancarkan
oleh permukaan tanah dan akan mengurangi fluktuasi suhu siang dan malam hari
(Lakitan, 1994). Penyerapan energi radiasi matahari oleh sistem tajuk tanaman akan
memacu tumbuhan untuk meningkatkan laju transpirasinya (terutama menjaga stabilitas
suhunya). Setiap gram air yang diuapkan menggunakan energi sebesar 580 kalori. Karena
besarnya energi yang digunakan untuk menguapkan air dalam transpirasi ini, maka hanya
sedikit panas yang tersisa yang dipancarkan udara sekitarnya. Hal ini yang menyebabkan
suhu udara sekitar tanaman tidak meningkat secara drastis pada siang hari. Pada kondisi
kecukupan air, kehadiran pohon diperkirakan dapat menurunkan suhu udara dibawahnya
kira-kira 3.5oC pada siang hari yang terik (Lakitan, 1994).
Kemampuan tanaman menyerap radiasi yang diterima dipengaruhi oleh kerapatan
dan perkembangan daunnya. Dengan memperhatikan sifat vegetasi, para perencana dapat
memanipulasi iklim mikro (Robinette, 1983 dalam Sitawati, 1994).

C. Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau adalah Ruang Terbuka baik dalam bentuk area kawasan
maupun dalam bentuk area memanjang/jalur yang penggunaannya lebih bersifat terbuka
tanpa bangunan. Ruang terbuka hijau pemanfaatannya lebih bersifat pengisian tanaman
dan tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian,
pertamanan, perkebunan dan lain sebagainya (Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14
tahun 1988 dalam Nasihin, 2003).
Bagian dan bentuk Ruang Terbuka Hijau (Anonius, 2004) :
a. Jalur Hijau, merupakan pohon peneduh jalan raya, pada kawasan riparian seperti
delta sungai, kanal, saluran irigasi, tepian danau, dan tepian pantai. Pembuatan
jalur hijau diharapkan dapat memperbaiki kualitas dan kuantitas air.
b. Taman Kota, merupakan tanaman yang ditanam sedemikian rupa, baik sebagian
maupun semuanya hasil rekayasa manusia untuk mendapatkan komposisi tertentu
yang indah.
c. Kebun dan Halaman, jenis tanaman yang ditanam di kebun biasanya dari jenis
yang dapat menghasilkan buah.
d. Kebun Raya, Hutan Raya dan Kebun Binatang, dalam hal ini dapat dimasukan ke
dalam hutan kota. Tanaman dapat berasal dari daerah setempat maupun daerah
lain.
e. Hutan Lindung, kawasan hutan yang mempunyai lereng yang curam dan daerah
rawan abrasi.
f. Kuburan dan Taman Makam Pahlawan
Grey dan Deneke (1987) serta Dibyosuwarno (1986) dalam Harahap (1987)
berpendapat bahwa hutan kota penting untuk penduduk kota dengan berbagai kegunaan
sebab pohon dapat berfungsi sebagai pencegah pencemaran yang berperan sebagai
saringan, memberi naungan dan estetika. Grey dan Deneke (1987) mengelompokkan
berbagai kegunaan hutan kota menjadi empat kategori yaitu kegunaan-kegunaan
arsitektur, kegunaan-kegunaan rekayasaan (engineering uses), kegunaan-kegunaan
estetika dan untuk perbaikan iklim.
Ukuran serta tata letak kawasan perlindungan di dunia seringkali ditentukan faktor-
faktor seperti sebaran manusia, nilai potensial lahan, upaya politik oleh para warga yang
berjiwa konservasi. Seringkali, lahan disisihkan bagi kepentingan konservasi hanya
karena lahan tersebut tidak memiliki nilai komersial secara langsung; kawasan
perlindungan tersebut berlokasi pada “lahan-lahan yang tidak diminati siapapun” (Runte
1979; Pressey 1994 dalam Primack et al. 1998).

D. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Geographic Information System (GIS) merupakan suatu sistem (berbasiskan


komputer) yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi geografis. SIG
dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek serta
fenomena – fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau
kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki
empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografis ; (a)
masukan, (b) keluaran, (c) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (d)
analisis dan manipulasi data (Aronof 1989 dalam Prahasta, 2002). Menurut Kartasasmita
(2001), SIG yang mampu mengumpulkan, menyimpan, mentransformasikan (mengedit,
memanipulasi, menyetarakan format, dan lain sebagainya). Menurut Prahasta (2001)
menjelaskan bahwa sejak pertengahan tahun 1970, telah dikembangkan sistem-sistem
khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi yang bereferensi geografis
dengan berbagai cara dan bentuk. Sebutan umum untuk sistem yang menangani masalah
tersebut adalah sistem informasi geografis (SIG).
Prahasta (2002) menjelaskan beberapa hal yang menjadi alasan bahwa konsep dan
aplikasi SIG sangat menarik untuk digunakan dalam berbagai bidang ilmu yaitu SIG
sangat efektif, dapat digunakan sebagai alat bantu, mampu menguraikan unsur-unsur
yang terdapat di permukaan bumi ke dalam bentuk beberapa layer atau coverage data
spasial, memiliki kemampuan yang sangat baik dalam memvisualisasikan data spasial dan
bentuk atribut-atributnya serta dapat menurunkan data-data secara otomatis tanpa
keharusan untuk melakukan interpretasi secara manual.

E. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah suatu cara pemantauan tentang sifat dan kondisi suatu
obyek atau fenomena alam di permukaan bumi untuk mendapatkan informasi tentang
obyek itu sendiri ataupun sekitarnya tanpa harus kontak langsung dengan obyek tersebut
melalui suatu alat (sensor) (Kartasasmita, 2001). Lo (1995) menyatakan bahwa
penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai
objek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Biasanya teknik ini
menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan interpretasikan guna
membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi dibidang pertanian arkeologi,
kehutanan, geologi, geografi perencanaan dan bidang – bidang lainnya.
Pengideraan jauh meliputi dua proses utama, yaitu pengumpulan data dan analisis
data (Lillesand dan Kiefer, 1993). Elemen pengumpulan data meliputi : (a) sumber
energi, (b) perjalanan energi melalui atmosfer, (c) interaksi antara energi dengan
kenampakan di muka bumi, (d) sensor wahana pesawat terbang dan/atau satelit, dan hasil
data dalam bentuk piktoral dan/atau numerik. Proses analisis data meliputi (a) pengujian
data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat pengamatan untuk menganalisis data
piktoral, dan/atau komputer untuk menganalisis data numerik (b) Biasanya informasi ini
disajikan dalam bentuk peta, tabel dan suatu bahasan tertulis atau laporan, dan (c) Hasil
digunakan untuk pengambilan keputusan.
Citra landsat merupakan hasil dari suatu program sumbardaya bumi yang
dikembangkan oleh NASA (the National Aeuronautical and Space Administration)
Amerika Serikat pada awal tahun 1970 – an. Landsat 1 diluncurkan pada tanggal 22 Juli
1972. Setelah pencuran 3 tipe landsat sebelumnya, kemudian diluncurkan tipe landsat 4
yang menampilkan suatu perbaikan yaitu citra satelit yang mempunyai resolusi tinggi.
Landsat 4 diluncurkan pada tanggal 16 Juli 1982. Landsat 4 dipasang suatu sensor baru
yang bertujuan untuk perbaikan dan resolusi spasial, pemisahan spektral, kecermatan data
radiometrik dan ketelitian radiometrik maka ditambah Thematic Mapper (TM) pada
empat saluran multispectral scanner (Salomonson dan Park, 1979 dalam Lo, 1995).
Tabel 1. Aplikasi dan Saluran Spektral (Band) Thematic Mapper (Lo, 1995)
Panjang
Saluran
Gelombang Potensi Pemanfaatan
(Band)
(µm)
1 0,45 – 0,52 Dirancang untuk penetrasi tubuh air, sehingga bermanfaat
untuk pemetaan perairan pantai. Berguna juga untuk
membedakan antara tanah dengan vegetasi, tumbuhan
berdaun lebar dan berdaun jarum.
2 0,52 – 0,60 Dirancang untuk mengukur puncak pantulan hijau saluran
tampak bagi vegetasi guna penilaian ketahanan.
3 0,63 – 0,69 Saluran absorpsi klorofil yang penting untuk diskriminasi
vegetasi
4 0,76 – 0,90 Bermanfaat untuk menentukan kandungan biomassa dan
untuk delineasi tubuh air.
5 1,55 – 1,75 Menunjukan kandungan kelembaban vegetasi dan
kelembaban tanah, dan bermanfaat untuk membedakan
salju dan awan.
6 2,08 – 2,35 Saluran inframerah termal yang penggunaannya untuk
perekaman vegetasi, diskriminasi kelembaban tanah dan
pemetaan termal.
7 10,45 – 12,50 Saluran yang diseleksi karena potensinya untuk
membedakan tipe batuan dan untuk pemetaan hidrotermal.

Penggunaan citra landsat untuk pemetaan penggunaan lahan khususnya telah


populer di negara – negara berkembang untuk mempercepat perolehan data yang
diperlukan atau untuk memperbarui data yang lama. Ketersediaan data citra satelit dalam
bentuk berbeda telah menarik melimpahnya aplikasi untuk pemetaan penggunaan lahan
dan penutupan lahan medan. Keuntungan data satelit adalah dalam jumlah besar. Untuk
tujuan pemetaan penggunaan lahan, liputan luas dan berulang dihasilkan oleh wahana
satelit khususnya penting untuk melihat biaya efektif pengumpulan dan kemudahan meng
up-date data penggunaan lahan (Lo, 1995).
Klasifikasi citra menurut Lillesand dan Kiefer (1990), dibagi ke dalam dua
pendekatan, yaitu klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi tak
terbimbing (unsupervised classification). Pada klasifikasi terbimbing proses
pengklasifikasian dilakukan dengan prosedur pengenalan pola spektral dengan memilih
kelompok atau kelas-kelas informasi yang diinginkan dan selanjutnya memilih contoh-
contoh kelas (training area) yang mewakili setiap kelompok. Kemudian dilakukan
perhitungan statistik terhadap contoh-contoh kelas yang digunakan sebagai dasar
klasifikasi.
F. Merancang Kawasan Perlindungan

Menurut White (1985) dalam Harahap (1987), Analisis tapak merupakan suatu
kegiatan riset pra-rancangan yang memusat pada kondisi-kondisi yang ada, dekat dan
potensial pada dan di sekitar proyek. Analisis tersebut, sedikit banyak merupakan suatu
penyelidikan atas seluruh tekanan, gaya dan situasi serta hubungan timbal balik pada
lahan dimana proyek akan didirikan. Selanjutnya ditambahkan oleh White (1987) dalam
Harahap (1987), peran utama dari analisis tapak dalam perancangan adalah memberi kita
informasi mengenai tapak sebelum memulai kosep-konsep perancangan sehingga
pemikiran dini tentang proyek dapat digabugkan dengan tanggapan-tanggapan yang
berarti terhadap kondisi luar. Setelah didapatkan potensi tapak menurut Simonds (1983)
dalam Harahap (1987) mengatakan ada dua hal yang harus dikerjakan secara serentak
yaitu formulasi dari pengembangan program dan analisis pada tapak. Penyusunan suatu
program kebutuhan-kebutuhan yang logis dan tepat dapat dilakukan dengan jalan
penelitian dan penyelidikan yaitu yang dapat dilakukan sebagai perencanaan. Informasi-
informasi tersebut antara lain adalah lokasi tapak, ukuran, bentuk, kontur, pola-pola
drainase, tanah, utilitas, pemandangan kearah dan dari tapak, iklim dan lain-lain (White,
1985 dalam Harahap, 1987).
Ukuran serta tata letak kawasan perlindungan di dunia seringkali ditentukan faktor-
faktor seperti sebaran manusia, nilai potensial lahan, upaya politik oleh para warga yang
berjiwa konservasi. Seringkali, lahan disisihkan bagi kepentingan konservasi hanya
karena lahan tersebut tidak memiliki nilai komersial secara langsung; kawasan
perlindungan tersebut berlokasi pada “lahan-lahan yang tidak diminati siapapun” (Runte
1979; Pressey 1994 dalam Primack et al. 1998).
Dalam biologi konservasi pernah terjadi perdebatan berkepanjangan, mengenai
pada keadaan manakah kekayaan spesies dapat dicapai secara maksimal; tunggal
berukuran besar, atau dengan ukuran sama namun terpecah-pecah dalam beberapa lokasi
yang lebih kecil (Diamond 1975; Simberloff dan Abele 1976, 1982; Terborgh 1986
dalam Primack 1998). Menurut Soule dan Simberloff 1986 dalam Primack 1998 bahwa
strategi mengenai ukuran kawasan perlindungan disesuaikan dengan kelompok spesies
yang akan dilindungi.
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak dan Luas

Kota Cilegon dengan luas 17.550 Ha merupakan bagian dari Propinsi Banten dan
berada di bagian ujung barat dari Pulau Jawa. Terbagi kedalam 8 kecamatan (Cilegon,
Cibeber, Ciwandan, Pulomerak, Purwokarta, Jombang, Ciwandan dan Citangkil) dan 41
desa. Secara geografis, Kota Cilegon terletak pada 5o52’24” - 6o04’07” LS dan
105o54’05” - 106o05’11” BT, sedangkan secara administratif Kota Cilegon memiliki
batas-batas sebagai berikut (UU No 15 tahun 1999 tentang terbentuknya Kotamadya
Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon pada Tanggal 27
April 1999) :
ƒ Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bojonegara (Kabupaten Serang).
ƒ Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda
ƒ Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Anyar dan Kecamatan Mancak
(Kabupaten Serang)
ƒ Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Kramatwatu (Kabupaten Serang)

B. Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng

Kota Cilegon berada pada ketinggian antara 0 – 553 meter di atas permukaan
laut. Wilayah tertinggi pada Gunung Gede (Kecamatan Pulomerak), sedangkan wilayah
terendah berada di bagian barat yang merupakan hamparan pantai. Kemiringan lereng
Kota Cilegon cukup bervariasi. Bagian barat, tengah hingga timur kota Cilegon memiliki
kelerengan antara 0 – 2 % dan 2 – 7 %. Wilayah utara didominasi oleh lahan yang
mempunyai kemiringan lereng cukup besar karena merupakan wilayah pegunungan,
sedangkan untuk wilayah selatan lebih didominasi oleh kelas kelerengan 2 – 7 %.
C. Hidrogeologi

Hidrogeologi Kota Cilegon memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut :


• Akuifer tidak produktif dengan penyebaran luas, alirannya melalui ruang antar butir.
Pada akuifer ini tidak terdapat mata air.
• Akuifer produktif dengan penyebaran luas, alirannya melalui ruang antar butir. Pada
akuifer ini tidak terdapat mata air.
• Akuifer produktif sedang dengan penyebaran luas, alirannya melalui ruang antar butir.
Pada akuifer ini tidak terdapat mata air.

D. Kondisi Iklim

Kota Cilegon mempunyai panjang periode bulan basah 9 bulan yaitu mulai bulan
Oktober sampai dengan bulan Mei tanpa bulan kering dengan kisaran curah hujan 145,4
mm – 326,2 mm. Besarnya curah hujan tahunan berkisar antara 1.374 – 5.716,5
mm/tahun. Sementara kecepatan angin rata-rata bulanan berkisar 3,4 - 4,6 m/detik.
Karakteristik tipe iklim Kota Cilegon adalah daerah basah.

E. Jenis Batuan

Jenis bantuan yang terdapat di Kota Cilegon terdiri dari batuan vulkanik dan
aluvium. Jenis batuan tersebut mempunyai sebaran sebagai berikut:
• Lava dan Breksi Gunung Gede tersebar di bagian utara.
• Breksi dan tuva Gunung Gede tersebar di bagian wilayah tengah sampai barat.
• Endapan Sungai berada diantara sebaran lava/breksi Gunung Gede dan
Breksi/tuva Gunung Gede.
• Breksi dan tuva danau tersebar di bagian tengah, barat dan selatan.
• Tuva dan breksi Gunung Tukang berada di bagian barat daya.
• Tuva Gunung Danau berada di bagian timur.

F. Jenis Tanah
Keadaan tanah Kota Cilegon merupakan pelapukan batuan vulkanik Gunung
Gede. Jenis tanah yang dijumpai berwarna coklat muda, coklat tua dengan tekstur halus-
kasar, termasuk jenis tanah lempung, lempung pasiran dan pasir. Jenis tanah pasir atau
yang bersifat pasiran meresapkan air cukup baik. Tanah alluvium dijumpai di wilayah
utara Kota Cilegon dicirikan dengan warna abu-abu muda kecoklatan dan bersifat agak
lepas, ukuran butir dari lempung hingga pasir, teksutr halus-kasar. Jenis-jenis tanah yang
ditemui di Kota Cilegon adalah aluvial, latosol, regosol.

G. Sosial dan Ekonomi


Berdasarkan data kependudukan tahun 1995 – 1999, di ketahui rata-rata
pertambahan penduduk Kota Cilegon sebesar 4,46 % per tahun (BAPPEDA Kota
Cilegon, 1999 dalam Kurniasih, 2004).
Pada tahun 2002 tercatat sekitar 301.425 jiwa mendiami Kota Cilegon
(BAPPEDA , 2003 dalam Kurniasih, 2004). Dari delapan kecamatan, Kecamatan
Jombang merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk tertinggi, sedangkan jumlah
penduduk terendahterdapat di Kecamatan Grogol.
Tabel 2. Data Kependudukan Kota Cilegon Tahun 2002
Jumlah Penduduk Kepala
No Kecamatan Jumlah
Pria Wanita Keluarga
1 Pulo Merak 20.665 18.586 39.251 8.381
2 Cilegon 15.887 15.493 31.380 6.294
3 Cibeber 15.900 15.786 31.686 7690
4 Ciwandan 18.337 17.293 35.830 7.243
5 Grogol 14.808 14.437 29.245 6.331
6 Purwakarta 17.435 16.434 33.869 6.820
7 Jombang 25.985 24.159 50.144 8.443
8 Citangkil 25.710 24.310 50.020 10.444
Jumlah 154.727 146.498 301.425 61.646

Mata pencaharian penduduk Kota Cilegon terdiri dari (a) petani, (b) nelayan, (c)
pengusaha, (d) perajin, (e) buruh (tani, industri, bangunan dan pertambangan), (f)
pedagang, (g) perangkutan, (h) PNS, (i) ABRI, (j) pensiunan, serta (k) peternak. Dari
sejumlah mata pencaharian tersebut industri mempunyai persentase tertinggi sebesar
30,64 %, disusul kemudian oleh petani dan pedangan dengan persentase sebesar 30,41 %
dab 12,50 % (BAPPEDA Kota Cilegon, 1999 dalam Kurniasih, 2004).
Pada tahun 2002, jumlah penduduk yang tidak memiliki ijazah dan (atau) hanya
berpendidikan sampai tingkat SD sebesar 47,92 %, sedangkan satu per tiga dari sisanya
merupakan penduduk berpendidikan SMU ke atas. Jumlah tersebut terdiri dari : tamatan
SMU 25,03 %, tamatan D1 dan (atau) D2 sebesar 1 %, tamatan D3 sebesar 1,77 % dan
tamatan D4, S1 dan (atau) S2 sebesar 3,33 % (BPS Kota Cilegon, 2003 dalam Kurniasih,
2004).
IV. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di dua tempat, untuk kegiatan pengambilan data mengenai
kondisi fisik dan potensi kawasan dilaksanakan di Kota Cilegon, sedangkan untuk
kegiatan pengolahan data dilaksanakan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan
Permodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan IPB. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan
November 2005. Lokasi penelitian disajikan di Gambar 1.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian
B. Bahan dan Alat
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
a Peta Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Cilegon,
b Peta rupa bumi Kota Cilegon
c Peta topografi
d Citra Landsat ETM (Path 122 Row 64) dengan tahun pengambilan 2004
e Kondisi fisik lingkungan meliputi: suhu udara, arah dan kecepatan angin, curah
hujan.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya kamera, komputer
dilengkapi dengan perangkat lunak Arc View 3.3 dan Erdas Imagine 8.5, Surfer 7.0,
Microsoft Word 2003, Microsoft Excel 2003, Global Positioning System (GPS), dan alat
tulis.

C. Jenis Data, Kegunaan dan Pengumpulannya


Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari nilai polutan di udara
dan kondisi fisik pada saat pengukuran, data klimatologi dari stasiun pengamatan terdekat
dan kondisi fisik Kota Cilegon (termasuk bentuk topografi) serta data penutupan lahan
(land cover) yang diperoleh dari kegiatan interpretasi citra Landsat TM. Berikut ini akan
dijelaskan masing-masing data, cara pengumpulan dan kegunaannya:

1. Pengukuran Ambien Udara

Parameter-parameter yang diukur adalah debu, hidrokarbon (HC), NO2 dan CO


(menurut PP No. 41 Tahun 1999). Pengukuran dilakukan di 24 titik yang tersebar di
dalam kota dengan masing-masing parameter diukur selama 24 jam. Selain parameter-
parameter diatas, kondisi fisik pada saat pengukuran parameter tersebut juga diukur yaitu
suhu udara, arah dan kecepatan angin, dan kondisi cuaca. Data pengukuran ambien udara
diperoleh dari Dinas Lingkungan Hidup dan Pertambangan Kota Cilegon. Berikut ini
merupakan gambar lokasi pengambilan titik atau sample yang dilakukan di dalam Kota
Cilegon. Lokasi pengambilan sample udara di sajikan di Gambar 2.
Gambar 2. Lokasi pengambilan contoh udara

2. Data Iklim
Data unsur iklim yang dikumpulkan berupa arah dan kecepatan angin, curah hujan,
suhu udara rata-rata bulanan yang dikumpulkan selama 18 tahun terakhir. Data-data
tersebut diperoleh dari stasiun pengamatan cuaca yaitu Badan Metereologi dan Geofisika
(BMG) Ciputat, Jakarta. Data-data tersebut akan diolah berdasarkan rata-rata tahunan
sehingga akan diperoleh karakteristik/pola proses angin lokal, curah hujan dan suhu.

3. Kondisi Lingkungan Kota

Data mengenai kondisi lingkungan kota yang diambil berupa peta jalan, peta Kota
Cilegon, topografi serta penggunaan lahan. Keadaan topografi kawasan merupakan
gambaran tentang bentuk muka bumi kawasan yang dapat digunakan untuk pertimbangan
pergerakan angin. Peta penggunaan lahan diperoleh dari intepretasi citra Landsat ETM
tahun 2004.

4. Citra Landsat dan vektor Kota Cilegon


Citra landsat diperoleh dari Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan
Spasial Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan
IPB, sedangkan data vektor (kontur, jalan, administrasi, sungai) diperoleh dari Pusat
Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Bogor.

D. Pengolahan Data
Data berupa kondisi fisik lapangan pada saat pengukuran, ambien udara,
koordinat lokasi pengambilan contoh udara dan data iklim di stasiun terdekat diolah
menggunakan perangkat lunak komputer dan dilakukan secara manual (konvensional).
Pengolahan setiap jenis data dapat dilihat selengkapnya sebagai berikut :

1. Memetakan koordinat lokasi pengukuran dalam Peta Kota Cilegon.


Pemetaan koordinat lokasi pengukuran dilakukan dengan menggunakan titik
koordinat yang memiliki nilai untuk setiap parameter pengukuran (senyawa ambien)
untuk kemudian dilakukan interpolasi antar titik sehingga akan diperoleh zona/daerah
yang mempunyai range atau nilai kisaran tertentu untuk masing-masing ambien udara.
Interpolasi titik yang mempunyai nilai polutan tertentu menghasilkan peta penyebaran
konsentrasi polutan. Pembuatan pemetaan penyebaran konsentrasi polutan dilakukan pada
4 senyawa polutan yaitu Debu, Hidrokarbon (HC), Karbon Monoksida dan Nitrogen
Dioksida. Pemilihan jenis polutan dilakukan berdasarkan besarnya kosentrasi senyawa
dalam pengukuran dan dengan pertimbangan kedekatan dengan baku mutu udara ambien.
Gambar 3 merupakan diagram alir pemetaan koordinat lokasi pengukuran dalam Kota
Cilegon.
Data Titik Koordinat dan
Ambien (DMS)

MS Excel (file.DBF4)

Arc View ( DBF, file.SHP)

Transform Koordinat (UTM)

Interpolasi

Classify

Convert to Shapfile

Peta
overlay
Administrasi

Peta Penyebaran
Polutan

Gambar 3. Tahapan Pembuatan Peta Penyebaran Polutan

2. Analisis unsur-unsur iklim secara manual (konvensional)


Pengolahan data-data klimatologi akan menghasilkan :
9 Analisis data curah hujan diperoleh tipe iklim kawasan dan karakteristiknya.
9 Data angin pada saat pengukuran akan menggambarkan kondisi arah dan
kecepatan angin dan dihasilkan peta angin lokal pada saat pengukuran. Tahapan
pembuatan peta angin lokal disajikan dalam Gambar 4. Analisis data dari Badan
Meteorologi dan Geofisika menghasilkan arah dan kecepatan angin dalam bentuk
windrose/bunga angin bulanan selama satu tahun. Pembuatan Peta Angin dengan
menggunakan software Surfer 7.0.
9 Analisis data suhu fluktuasi bulanan. Fluktuasi suhu disajikan dalam bentuk
diagram batang.
Data Titik Koordinat
(DMS) dan Arah Angin

Surfer 7.0
(file.*dat, *grd)

Run Data
(grid vektor

Export
(file.SHP)

Transform Koordinat
(UTM)

Peta
Angin

Gambar 4. Tahapan Pembuatan Peta Arah Angin

3. Interpretasi Citra Landsat.


Penutupan lahan diperoleh dari interpretasi citra yang diolah dengan menggunakan
software Erdas Imagine 8.5 dengan metode supervised clasification. Gambar 5
merupakan diagram alir proses interpretasi citra.

Peta digital Citra Landsat


(peta jalan, tahun 2004
sungai, kontur)
Koreksi
Geometri

Citra
Terkoreksi

Peta batas
overlay
Administrasi

Subset Image

Penutupan Klasifikasi citra terbimbing


lahan (supervised Classification)

Gambar 5. Tahapan Pembuatan Peta Penutupan Lahan


Tahap-tahap pengolahan citra secara lengkap dapat dilihat dalam penjelasan
berikut ini:

a. Koreksi Geometri
Koreksi geometri merupakan suatu proyeksi data peta dalam suatu sistem
proyeksi peta tertentu. Koreksi geometri merupakan suatu proses untuk
memperbaiki kesalahan posisi. Langkah awal dalam proses ini adalah menentukan
georeferensi. Georeferensi merupakan proses menentukan koordinat yang dijadikan
referensi. Referensi yang sudah terkoreksi dapat berupa image ataupun vektor.
Tahap selanjutnya adalah penentuan ground control point (GCP). Dalam koreksi
geometri, pengambilan titik kontrol bumi atau disebut sebagai ground control point
(GCP) harus memiliki letak yang sama antara citra yang akan dikoreksi dengan
peta/citra yang menjadi acuan. Letak dan jumlah titik GCP disarankan harus
menyebar secara merata di seluruh citra. Proyeksi yang digunakan adalah sistem
koordinat Universal Transverse Mercator (UTM).

b. Pemotongan Citra (Subset Image)


Image yang telah terkoreksi dioverlay dengan vektor lokasi penelitian. Subset
Citra dilakukan dengan menggunakan AOI tool, proses tersebut dengan membatasi
area penelitian. Subset citra dilakukan untuk mempermudah dalam pengolahan pada
tahap selanjutnya dan melakukan analisa.

c. Klasifikasi Citra (Image Classification)


Klasifikasi citra dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu klasifikasi tak
terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi terbimbing (supervised
classification). Klasifikasi citra tak terbimbing mendasarkan pada informasi gugus
warna spektral yang tidak bertumpang susun pada ambang jarak tertentu dan saluran -
saluran yang digunakan. Klasifikasi terbimbing merupakan metode klasifikasi dengan
menggunakan data lapangan tentang penutupan lahan.
Tahap awal klasifikasi tak terbimbing adalah dengan membuka citra yang akan
diklasifikasikan dan membuka citra/vektor panduan pada viewer berikutnya.
Penentuan penutupan lahan dilakukan dengan cara mengedit atribut properties image
serta dengan bantuan image/vektor panduan.
Tahap berikutnya adalah reklasifikasi hasil klasifikasi. Reklasifikasi pada tahap
ini, penutupan lahan dikelompokan berdasarkan kelas klasifikasi yang telah
ditentukan. Proses reklasifikasi dilakukan dengan cara mengedit atribut dari image
terklasifikasi. Pengelompokan penutupan lahan akan menghasilkan peta penutupan
lahan sesuai dengan kelas yang telah ditentukan

E. Batasan Penelitian
Batasan penelitian ini adalah penentuan zonasi masing-masing polutan di kota
Cilegon. Penentuan wilayah kritis pada kota yaitu daerah yang mempunyai kualitas udara
diatas atau diambang baku mutu udara ambien.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Sumber Pencemar


Kota Cilegon merupakan kota industri besar. Kemajuan bidang industri akan
diikuti dengan kenaikan jumlah penduduk dan aktivitas di dalamnya. Banyak industri
yang bermunculan dan berpotensi dalam peningkatan jumlah pencemar. Kota Cilegon
sebagai pintu keluar dan masuk Pulau Jawa dengan menggunakan jalur darat. Hal ini
akan meningkatkan aktivitas manusia, salah satunya sektor transportasi. Sektor
transportasi adalah penyumbang polutan udara terbesar.
Sumber pencemar digolongkan berdasarkan mobilitas sumber pencemar, yaitu
sumber diam (stationary) dan sumber bergerak (kendaraan). Cerobong pabrik dan PLTU
merupakan contoh sumber pencemar diam dan kendaraan bermotor adalah sumber
pencemar bergerak.
Gambar 7 merupakan peta sebaran sumber pencemar di Kota Cilegon. Menurut
Soedomo (2001), sumber pencemar dapat dikelompokkan kedalam beberapa golongan :
1. Sumber Titik
Cerobong pabrik merupakan salah satu contoh sumber pencemar dalam bentuk
titik. Sumber pencemar dalam bentuk titik di Kota Cilegon adalah cerobong pabrik dan
pembangkit listrik tenaga uap Suralaya. Letak kawasan industri di Kota Cilegon pada
umumnya di sepanjang garis pantai sehingga mempengaruhi penyebaran polutan karena
dipengaruhi oleh dinamika angin lokal.
Gambar 6.a adalah gambar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya
yang terletak di Kelapa Tujuh, Kecamatan Pulo Merak. Polutan dominan yang
dikeluarkan oleh cerobong pabrik adalah SOx dan debu.
2. Sumber Garis
Sumber garis merupakan gabungan dari sumber – sumber titik yang tak terhingga
banyaknya, sehingga dapat dianggap sebagai sumber pencemar yang memancarkan
pencemar udara. Contoh sumber garis adalah jalan raya yang mengemisikan CO, HC,
NOx, debu dan SOx. Jalan raya Kota Cilegon cukup padat karena kota Cilegon sebagai
jalur utama keluar dan masuk Pulau Jawa. Gambar 6.b adalah jalan dari pusat kota
menuju Pelabuhan Merak. Transportasi akan semakin padat dengan kendaraan
perusahaan dan sarana transportasi lokal. Pengukuran besarnya polutan untuk sumber
garis sangat diperlukan karena dengan informasi ini dapat diketahui pengaruhnya
terhadap lingkungan.
3. Sumber Area
Sumber area merupakan gabungan dari banyak sumber titik dan sumber garis,
Contoh sumber area adalah kawasan industri, penimbunan sampah. Cilegon sebagai kota
industri mempunyai kawasan industri yang cukup luas dan tersebar di sepanjang garis
pantai. Industri-industri yang terdapat dalam kawasan beraneka ragam, salah satunya
adalah industri baja. Gambar 6.c adalah kawasan industri Krakatau Steel. Sumber area
yang lain adalah Pelabuhan Merak. Pelabuhan mempunyai sumber titik berupa
kendaraan. Setiap hari, penyeberangan antar pulau ini sangat padat oleh kendaraan.
Senyawa polutan yang dikeluarkan adalah debu, CO dan HC dan senyawa - senyawa
yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil.

(a) (b)

(c)

Gambar 6. Sumber polutan di Kota Cilegon (a) Sumber Titik, (b) Sumber Garis, (c)
Kawasan Krakatau Steel.
Gambar 7. Peta penyebaran sumber polutan
B. Evaluasi Kondisi Fisik
B.1. Kemiringan Lahan
Berdasarkan peta kelerengan lahan yang diperoleh dari pengolahan peta kontur.
Kelas kelerengan Kota Cilegon dibagi kedalam 5 kelas (gambar 8). Kelas 1 adalah lahan
yang mempunyai kemiringan datar dengan kemiringan 0 – 8 %, sedangkan kelas 5 adalah
lahan yang mempunyai kemiringan sangat curam dengan kemiringan > 45 %. Berikut
adalah kelas kelerengan Kota Cilegon :
Tabel 3. Luas kelas lereng Kota Cilegon
No. Kelas Kelerengan Luas (Ha)
1 0–8% 5.708,79
2 8 – 15 % 600,62
3 15 – 25 % 542,27
4 25 – 40 % 758,59
5 > 40 % 830,15

Bagian utara Kota Cilegon mempunyai kemiringan lahan yang bervariasi mulai
dari datar sampai dengan sangat curam. Bagian utara Kota Cilegon yaitu Kecamatan Pulo
Merak dan Gerogol merupakan daerah perbukitan dan sebagian dalam bentuk hutan serta
pertanian. Bagian tengah mempunyai kemiringan lahan yang datar. Bagian tengah yaitu
di Kecamatan Ciwandan, Purwakarta, Gerogol, Cilegon, Cibeber dan Jombang yang
merupakan pusat aktivitas, permukiman dan industri mempunyai topografi yang datar
(landai) yaitu dengan kemiringan berkisar antara 0 – 8 %. Daerah yang berada di bagian
selatan mempunyai kemiringan yang bervariasi mulai dari datar sampai dengan sangat
curam. Penutupan lahan bagian selatan adalah hutan dan lahan pertanian.
Kemiringan lahan akan sangat berpengaruh pada arah angin lokal. Wilayah
perbukitan dapat menjadi pembelok angin. Kecepatan angin akan menurun dan akan
dibelokkan arahnya karena menabrak bukit dan kelerengan yang tinggi. Pada kelerengan
yang datar, angin akan menyebarkan polutan dengan merata karena sedikitnya halangan.
Kota Cilegon didominasi oleh lahan dengan kemiringan 0-8 % dengan luas
wilayah 5708,79 Ha. Daerah dengan kemiringan 0-8 % menyebar di seluruh kota yang
umumnya digunakan sebagai perumahan, bangunan dan pusat kegiatan manusia.
Topografi dan mekanisme iklim akan berpengaruh dalam distribusi polutan.
Stabilitas iklim sangat mempengaruhi penyebaran polutan. Polutan akan menyebar
dengan luas pada kondisi iklim yang tidak stabil atau sebaliknya akan mengendap pada
suatu tempat karena stabilnya unsur-unsur iklim. Setiap unsur iklim akan saling
mempengaruhi dan membentuk suatu mekanisme alam. Unsur iklim yang mempunyai
peranan dalam distribusi polutan diantaranya adalah arah dan kecepatan angin, curah
hujan, suhu dan kelambaban.

Gambar 8. Peta kemiringan lahan Kota Cilegon


B.2. Curah Hujan
Menurut penelitian Sari (2003), menunjukkan bahwa hujan dapat mengurangi
konsentrasi polutan di atmosfer. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan menurunnya nilai
konsentrasi polutan di atmosfer pada saat awal musim penghujan dibanding dengan
musim kemarau. Hujan akan meningkatkan kelembaban di udara. Titik - titik air akan
bereaksi dengan polutan dan akan membentuk senyawa baru. Bereaksinya senyawa
polutan dengan air hujan akan mempengaruhi perubahan nilai pH.
Pada lampiran tabel, Tabel 5 adalah data tentang curah hujan bulanan selama 18
tahun. Menurut sistem klasifikasi Schmidth-Ferguson, Kota Cilegon mempunyai tipe
iklim B dengan bulan basah sepanjang tahun. Bulan basah menurut sistem klasifikasi
Schmidth-Ferguson adalah bulan yang mempunyai total curah hujan diatas 100 mm,
sedangkan bulan kering adalah bulan yang mempunyai total curah hujan dibawah 60 mm.
Penentuan tipe iklim dengan menetukan rataan bulan basah dan bulan kering sehingga
diperoleh nilai Q. Nilai Q adalah nilai perbandingan rataan bulan kering dengan bulan
basah. Rata-rata bulan basah sebesar 9,8 bulan dan bulan kering sebesar 1,6 bulan. Nilai
Q yang diperoleh sebesar 0,166 atau 16,6 %. Menurut sistem klasifikasi Oldeman, Kota
Cilegon mempunyai tipe iklim B1. Klasifikasi tipe iklim menurut Oldeman didasarkan
pada panjang periode bulan basah dan bulan kering berturut-turut. Bulan basah menurut
klasifikasi ini adalah bulan dengan total curah hujan kumulatif lebih dari 200 mm,
sedangkan bulan kering adalah bulan yang mempunyai total curah hujan dibawah 100
mm. Kriteria bulan basah dan bulan kering didasarkan pada kebutuhan air konsumtif
tanaman padi. Menurut sistem klasifikasi Oldeman, panjang periode bulan basah adalah 9
bulan yaitu mulai bulan Oktober sampai dengan bulan Mei dan tanpa bulan kering.
Karakteristik tipe iklim Kota Cilegon adalah daerah basah.
Gambar 9 merupakan diagram rata – rata curah hujan bulanan. Curah hujan
tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan rataan curah hujan bulanan sebesar 326 mm.
Bulan September awal musim penghujan dan mencapai puncaknya bulan Januari. Bulan
Juni curah hujan mulai rendah (di bawah 200 mm) dan curah hujan terendah terjadi pada
bulan Agustus dengan rataan bulanan sebesar 153,5 mm.
Mekanisme hujan akan mengurangi jumlah polutan yang ada di atmosfer. Pada
proses pembentukan awan, kondisi iklim yang tidak stabil menyebabkan terjadinya
pergerakan udara secara vertikal dan horisontal. Udara yang berada di permukaan
atmosfer bercampur dengan partikel polutan. Perbedaan suhu permukaan akan
menyebabkan udara mengembang dan bergerak naik (vertikal). Bertambahnya ketinggian
akan menyebabkan penurunan suhu. Pada suhu tertentu, masa udara akan diubah menjadi
butir-butir air atau awan. Pada proses turunnya hujan, polutan yang ada di permukaan
atmosfer akan tercuci oleh air hujan. Tingginya jumlah polutan akan mempengaruhi
keasaman air hujan, semakin tinggi konsentrasi polutan di atmosfer menyebabkan
semakin asam air hujan sampai di permukaan bumi.

3 50 .0 3 2 6 .2
3 0 0 .5 2 9 4 .3
3 0 0 .0 2 8 2 .6
2 6 0 .9
2 4 5.0
2 3 8 .3
2 50 .0
2 2 0 .6 2 13 . 6
Intensitas (mm)

19 7 . 2
2 0 0 .0
16 0 . 8
14 5 . 4
15 0 . 0

10 0 . 0

50 .0

0 .0
Jan Feb M ar Ap r Mei J un J ul A g us Sep O kt No v Des

Bulan

Gambar 9. Diagram rataan curah hujan bulanan


B.3. Suhu Udara
Pembakaran bahan bakar fosil di rumah tangga atau pabrik akan dapat
meningkatkan jumlah pencemar. Peningkatan pencemar akan menyebabkan perubahan
kondisi fisik, salah satunya adalah suhu udara. Perbedaan suhu merupakan faktor penentu
penyebaran polutan. Perbedaan suhu akan menyebabkan pergerakan udara. Pergerakan ke
atas akan membawa pencemar ke daerah yang suhunya lebih rendah. Pencemar akan
menurun konsentrasinya dan kemudian disebarkan oleh angin, tetapi jika banyak
pembakaran di pabrik-pabrik maka jumlah pencemar akan naik. Penurunan suhu dapat
menyebabkan pengendapan polutan serta akan mengakumulasi pada kota tersebut.
Pada lampiran tabel, Tabel 2 merupakan tabel suhu rata-rata bulanan selama 18
tahun. Suhu rata – rata berkisar antara 26,2 – 27,3 oC. Suhu terendah pada bulan Januari
yaitu 26,2 oC dan tertinggi pada bulan Oktober yaitu 27,3oC. Suhu mengalami penurunan
pada musim hujan yaitu pada bulan November. Suhu mengalami kenaikan kembali pada
bulan Mei yang merupakan bulan peralihan musim. Awal musim kemarau yaitu pada
bulan Juni dan berakhir pada bulan Agustus. Fluktuasi suhu bulanan dapat dilihat pada
gambar 10. Soedomo (2001) menjelaskan bahwa banyak penelitian menunjukkan bahwa
pencemar (aerosol, debu dan oksidan) dapat mengurangi intensitas matahari antara 20 –
30 %, hal ini menyebabkan naiknya suhu minimum walaupun suhu maksimum akan turun
pada musim dingin.
Gelombang tersebut akan diteruskan ke permukaan bumi dan sebagian akan
dipantulkan ke angkasa. Pada permukaan bumi, sebagian gelombang akan diserap oleh
permukaan bumi, dipantulkan dan dipancarkan dalam bentuk gelombang panjang. Jumlah
polutan di udara akan mempengaruhi proses pemanasan suhu. Gelombang panjang yang
dipancarkan oleh bumi sebagian akan diserap, diteruskan dan dipancarkan kembali ke
permukaan bumi dalam bentuk gelombang panjang oleh partikel polutan yang berada di
troposfer. Mekanisme tersebut berulang sehingga menyebabkan gelombang panjang
terperangkap di permukaan bumi. Terperangkapnya gelombang panjang dapat
mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu permukaan. Mekanisme tersebut dinamakan
efek rumah kaca. Senyawa polutan yang dapat menyebabkan efek rumah kaca
diantaranya CO2, N2O dan CH4.
Komponen suhu sangat dipengaruhi oleh penyinaran matahari dan kondisi
penutupan lahan. Suhu dapat berperan sebagai katalisator pembentukan polutan sekunder.
Polutan sekunder yaitu polutan bentukan dari hasil reaksi polutan yang dikeluarkan
langsung (polutan primer) oleh sumber pencemar dengan komponen lainnya. Suhu udara
merupakan unsur iklim yang secara langsung mempengaruhi kondisi kestabilan. Pada
kondisi atmosfer yang stabil, paket suhu udara lebih rendah dari lingkungannya maka
masa udara polutan tidak dapat naik tetapi terakumulasi, sedangkan pada kondisi tidak
stabil yaitu pada kondisi paket suhu udara lebih tinggi dari pada lingkungannya maka
masa udara polutan akan naik secara vertikal yang selanjutnya akan disebar dengan
bantuan angin (Hasnaeni, 2004). Berikut ini disajikan diagram suhu rata-rata bulanan.

27.4
27.2 27.2 27.3
27.2 27.1
27.0 27.0
27.0
26.8 26.7 26.8
26.6 26.6
Suhu ( C)

26.6
o

26.4
26.2 26.2
26.2
26.0
25.8
25.6
25.4
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agus S ep Okt Nov Des
Bulan

Gambar 10. Diagram rataan suhu bulanan


Perbedaan suhu dapat menyebabkan perbedaan tekanan suatu tempat. Kota
Cilegon sebagai daerah pesisir suhu daratan pada siang hari akan lebih cepat naik
sehingga menyebabkan tekanannya lebih rendah dari pada daerah laut. Perbedaan suhu
tersebut akan menyebabkan perbedaan tekanan.

B.4. Angin
Perbedaan tekanan akan menyebabkan pergerakan udara yang disebut dengan
angin. Pergerakan angin lokal sangat komplek dan dinamis. Arah dan kecepatan angin
dapat digambarkan dengan mawar angin (windrose). Windrose dapat dilihat pada
lampiran gambar (Gambar 1). Pada lampiran tabel, Tabel 3 adalah informasi tentang arah
angin dapat digunakan untuk mengetahui arah polutan akan disebarkan. Data mengenai
arah angin menunjukkan angin bergerak dari arah utara dan barat. Pada awal musim
penghujan yang jatuh pada bulan September, angin yang dominan bertiup dari arah utara.
Bulan Desember terjadi peralihan arah angin. Angin bergerak dari arah barat dan utara.
Pada bulan Januari, angin dominan dari arah barat. Pada musim penghujan yaitu bulan
September – Mei, arah angin yang dominan bertiup dari arah barat dan utara. Bulan Mei
merupakan peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan. Arah angin dominan
pada bulan Mei adalah dari arah utara. Pada bulan Juni memasuki musim kemarau, angin
dominan bertiup dari arah utara. Pada musim kemarau, arah angin dominan dari arah
utara.
Menurut Sastrawijaya (1991), kecepatan angin akan mempengaruhi distribusi
pencemar. Konsentrasi pencemar akan berkurang jika angin berkecepatan tinggi dan
membagikan kecepatan tersebut secara mendatar atau vertikal. Angin dapat berperan
sebagai pengencer polutan. Kecepatan angin akan mengalami peningkatan seiring dengan
ketinggian tempat. Semakin tinggi letak sumber pengeluar pencemar akan memudahkan
dalam pengenceran polutan.
Pada siang hari kondisi atmosfer relatif tidak stabil, suhu daratan yang lebih dulu
panas akan dapat memuaikan polutan. Polutan bergerak secara vertikal dan horisontal,
kemudian akan terbawa oleh angin. Pada malam hari, partikel polutan akan mengendap
karena suhu lebih rendah dan kondisi atmosfer relatif stabil.
Pada lampiran tabel, Tabel 4 adalah tabel kecepatan angin bulanan. Kecepatan
angin berkisar antara 3,4 m/detik sampai dengan 4,6 m/detik. Rata-rata kecepatan angin
minimum terjadi pada bulan Juni sebesar 3,4 m/detik dan mencapai nilai kecepatan
maksimum pada bulan Desember sebesar 4,6 m/detik.
Gambar 11 merupakan diagram rata-rata kecepatan angin bulanan. Kenaikan
kecepatan angin terjadi mulai bulan Juni sampai dengan bulan Desember. Pada musim
penghujan yaitu pada bulan September – Mei, kecepatan angin berkisar antara 3,6 – 4,6
m/detik, sedangkan pada musim kemarau yaitu pada bulan Juni – Agustus kecepatan
angin berkisar antara 3,4 – 3,7 m/detik. Tingginya kecepatan angin dapat disebabkan
karena daerah Cilegon berada di daerah pesisir. Angin dapat berfungsi sebagai pengencer
bagi polutan. Pada siang hari, angin akan membantu menyebarkan asap yang keluar dari
cerobong pabrik dan sebagian lagi akan memuai karena suhu yang tinggi. Dalam kondisi
tersebut, kepekatan polutan akan berkurang. Pada malam hari, saat suhu daratan lebih
cepat turun partikel polutan dan sisa polutan akan mengendap. Hal ini yang sangat
membahayakan bagi kawasan sekitar industri.
5.0
4.5 4.6
4.5 4.3
4.1 4.0
3.9 3.9
4.0 3.7 3.7 3.7

KecepatanAngin(m/detik)
3.6
3.4
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0

pr

ov
eb

ar

st
n

es
pt
ei

kt
l
Ju
Ja

Ju
M

gu
M

D
O
Se
F

A
Bu l an

Gambar 11. Diagram rata-rata kecepatan angin bulanan

Penyebaran polutan akan dipengaruhi oleh topografi dan kondisi angin lokal.
Pengambilan contoh udara triwulan I dilakukan pada tanggal 31 Mei – 5 Juni 2004.
Gambar 12 merupakan peta angin pada pengukuran triwulan I. Angin dari arah barat
kemudian berbelok ke tenggara. Pada bagian utara Kota Cilegon yaitu di Kecamatan
Gerogol dan Pulo Merak yang mempunyai topografi curam dengan kelerengan lahan > 45
%, arah angin dibelokkan ke arah barat laut dan menuju pantai karena terhalang oleh
bukit. Pada Kecamatan Ciwandan yang merupakan kawasan industri, angin bertiup dari
arah barat menuju ke timur yaitu kecamatan Purwakarta dan Citangkil yang merupakan
pusat aktivitas dan permukiman. Hal ini sangat berbahaya terutama berkaitan dengan
penyebaran dan kemungkinan akumulasi polutan. Angin dapat membawa polutan ke
kawasan permukiman dan terjadi akumulasi sehingga dapat membahayakan bagi
kesehatan manusia.
Gambar 22. Peta angin pada pengukuran triwulan I tahun 2004

Pengukuran triwulan IV yaitu pada tanggal pada tanggal 25 – 29 Oktober 2004.


Pada bulan Oktober arah angin dominan dari arah utara. Gambar 13 merupakan peta
angin pada saat pengukuran triwulan IV tahun 2004. Angin berhembus dari arah utara
kemudian berbelok ke arah barat. Kecamatan Ciwandan, Purwakarta dan Citangkil adalah
wilayah pusat aktivitas. Pada kawasan tersebut angin menyebar namun lebih dominan ke
arah barat. Hal ini dapat disebabkan banyaknya bangunan sebagai penghalang angin.
Secara umum pola angin pada saat pengukuran triwulan IV adalah ke arah barat.

Gambar 13. Peta angin pada pengukuran triwulan IV tahun 2004


C. Evaluasi Pengukuran Emisi Udara
Lokasi pengukuran dialokasikan pada daerah ramai transportasi, permukiman dan
sekitar industri. Titik pengambilan contoh pada triwulan I tahun 2004 dilakukan di 24
tempat. Titik antara Ramayana dan Simpang Tiga merupakan daerah pertokoan dan pusat
kegiatan manusia. Simpang Tiga sampai dengan Kelapa Tujuh adalah jalan yang
menghubungkan ke pelabuhan Merak. Jalur transportasi pada daerah tersebut cukup padat
karena juga merupakan jalur tranportasi bagi kendaraan industri. Jalur Simpang Tiga
sampai dengan Kampung Cilodan adalah jalur transportasi menuju Labuan (Anyer dan
Carita) dan merupakan jalur transportasi kendaraan industri. Pada jalur tersebut terdapat
industri besar misalnya Krakatau Steel dan kawasan industri KIEC. Gambar 14 adalah
lokasi pengambilan titik di Ramayana sampai dengan Simpang Tiga.

Gambar 14. Lokasi pengambilan titik di Simpang Tiga – Ramayana

C.1. Pengukuran Triwulan I Tahun 2004


Pada lampiran tabel, Tabel 6 adalah hasil data pengukuran triwulan I tahun 2004,
hanya parameter debu dan hidrokarbon yang di atas baku mutu udara ambien (BMU). Hal
ini dikarenakan masih banyak faktor lain yang sangat berperan dalam menentukan
kualitas udara. Salah satu faktor tersebut misalnya bereaksinya senyawa polutan dengan
senyawa atau unsur lain di udara dan berubah menjadi senyawa lain (polutan sekunder).
Keadaan atmosfer sangat dinamis dengan unsur-unsur di dalamnya yang sangat reaktif.
Menurut Soedomo (1998), pergerakan (transport) pencemar udara di dalam atmosfer akan
terjadi dalam tiga dimensi, baik horisontal maupun transversal, sesuai dengan arah angin
(adveksi), maupun vertikal kelapisan atas atmosfer.
Pengambilan contoh udara triwulan I dilakukan pada tanggal 31 Mei – 5 Juni
2004. Bulan Mei – Juni mempunyai rata-rata arah angin dominan dari arah 320o – 332,5o
(barat – utara) dengan kecepatan rata-rata 3,4 – 3,6 m/detik. Nilai tersebut diperoleh dari
rata-rata bulanan selama 18 tahun. Kondisi ini dapat mempengaruhi penyebaran polutan.
Informasi tentang angin (arah dan kecepatan) dapat memberikan gambaran tentang
akumulasi polutan. Arah dan kecepatan angin akan menentukan daerah yang akan terkena
dampak dari penyebaran polutan (Rouse, 1975).
Windrose menggambarkan arah dan kecepatan angin dominan. Pada bulan Mei,
arah angin berhembus dari barat dan utara. Bulan Mei arah angin dominan dari arah utara
dan pada bulan Juni arah angin dominan dari Utara dengan kecepatan rata-rata menurun
dari 3,6 m/detik menjadi 3,4 m/detik. Menurut Rouse (1975), kecepatan angin diatas 20
mph (0,02 km/jam) dengan kondisi atmosfer yang stabil, asap yang keluar dari cerobong
akan menyebabkan coning. Coning adalah proses persebaran polutan dari cerobong,
polutan sebagian kecil akan bergerak ke atas dan sebagian besar ke bawah bagian
cerobong. Kondisi ini sangat berbahaya karena selain akan mempengaruhi kondisi udara,
juga berdampak akan secara langsung pada mahluk hidup di sekitarnya karena partikel
dan senyawa polutan yang terkandung dalam asap akan mengalami pengendapan pada
suatu area. Jauh dekat area yang terkena pengendapan tergantung dari faktor yang
mempengaruhi penyebaran termasuk kondisi angin, topografi, tinggi cerobong serta
penutupan lahannya. Tinggi cerobong akan mempengaruhi penyebaran yaitu semakin
tinggi suatu tempat semakin tinggi pula kecepatan angin. Semakin tingginya cerobong
diharapkan dapat mempercepat pengenceran polutan.
Arah angin sangat dipengaruhi oleh keadaan topografi kawasan. Menurut
Sastrawijaya (1991), permukaan daratan mempengaruhi kecepatan angin. Lorong sempit
bagi angin dapat meningkatkan hembusan angin. Kota Cilegon yang merupakan kawasan
yang mempunyai topografi datar hanya bagian utara yang merupakan daerah perbukitan.
Sebagai kota pesisir, dinamika angin akan sangat dipengaruhi oleh angin laut dan darat.
Pada pengukuran triwulan I, angin datang dari arah barat kemudian pada angin
dibelokkan (bagian utara) hal ini karena angin menabrak tebing. Penggunaan lahan
dominasi oleh permukiman dan industri. Pada daerah permukiman dan pusat kota angin
berputar karena terbentur oleh bangunan dan pepohonan. Dominannya bangunan
mempengaruhi pola angin pada pusat kota. Angin yang berasal dari barat melewati
kawasan industri. Pada bagian selatan penutupan lahan didominasi oleh industri dan
permukiman angin dari arah barat teruskan dan dibelokan.
Hasil pengukuran pada triwulan I menujukkan beberapa tempat mempunyai
partikel debu dan hidrokarbon diatas ambang baku mutu ambien udara yaitu pada titik
pengukuran Kantor Bea Cukai, Ramayana, Jalan tol, Nirmala optik, ASDP, Gerem Raya,
Cikuasa Lama dan Kampung Pabuaran Lor. Nilai polutan debu dan Hidrokarbon yang
tinggi dapat disebabkan oleh penggunaan lahan di sekitarnya. Lokasi tersebut merupakan
daerah pusat kota, ramai transportasi dan daerah sekitar industri.
Daerah permukiman dan kawasan industri mempunyai penutupan lahan berupa
vegetasi yang cukup rapat dengan strata tajuk sama. Gambar 15 merupakan RTH di
kawasan permukiman. Kelapa Tujuh berada di Kecamatan Pulo Merak merupakan
komplek permukiman pegawai PLTU Suralaya. Daerah permukiman mempunyai vegetasi
yang rapat sehingga menyebabkan nilai HC rendah dan juga didukung oleh arah angin
yang menuju utara. Kawasan permukiman yang berada dalam kelas 2 (nilai HC diatas
BMU) adalah kawasan permukiman yang berada di Kecamatan Jombang dan Citangkil.
Hal tersebut sangat membahayakan karena dampaknya akan langsung mengenai manusia.

Gambar 15. RTH di daerah pemukiman


Gambar 16 merupakan peta tematik distribusi hidrokarbon (HC) di Kota Cilegon
berdasarkan data pengukuran triwulan I tahun 2004. Pengambilan contoh udara dimulai
pada siang hari (09.00-21.00). Nilai standar BMU untuk HC sebesar 160 µg/m3.
Hidrokarbon dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil tidak sempurna dari
kendaraan bermotor karena kekurangan O2. Konsentrasi hidrokarbon tertinggi pada
Gerem Raya dan ASDP (pelabuhan Merak) karena termasuk pada kelas 5 yaitu dengan
nilai kisaran sebesar 898,871 – 1.107,327 µg/m3. Pada saat pengukuran di daerah Gerem
Raya angin dominan dari arah barat dengan kecepatan rata-rata 2,1 km/jam. Keduanya
adalah daerah jalur transportasi yang padat.
Peta konsentrasi HC dibagi dalam 5 kelas, konsentrasi terendah terdapat pada
kelas 1 dan tertinggi pada kelas 5. Kelas 1 mempunyai nilai konsentrasi antara 65,045 –
160 µg/m3, merupakan zona yang mempunyai nilai HC di bawah BMU. Kelas
konsentrasi 1 menyebar pada Kecamatan Gerogol, Ciwandan, Pulo Merak dan
Purwakarta, dimana Kecamatan Ciwandan merupakan daerah dengan kelas 1 terluas.
Penggunaan lahan pada kawasan yang berada dalam kelas 1 berupa hutan dan pertanian,
permukiman dan industri (Kecamatan Ciwandan). Kelas konsentrasi 2 sampai dengan
kelas 5 adalah zona yang mempunyai nilai konsentrasi HC di atas BMU dan sebagian
Kota Cilegon mempunyai kisaran nilai pada kelas 2
Arah angin yang dominan pada saat pengukuran dari arah barat menyebabkan
daerah pusat kota berada pada kelas 2. Kawasan industri yang berada di pinggir pantai
dan pengukuran yang dilakukan pada siang hari merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan daerah sekitar kawasan termasuk kelas 1. Pada siang hari angin mengarah
ke daratan dari wilayah laut atau pantai karena daratan yang lebih cepat panas sehingga
mempunyai tekanan yang lebih rendah dari pada wilayah perairan. Hal ini mendukung
penyebaran polutan karena letak sumber polutan terutama kawasan industri dan kawasan
ramai transportasi yang berada di pinggir pantai dapat meningkatkan akumulasi polutan
di dalam pusat kota dan permukiman yang berada di sebelah timur. Akumulasi HC pada
daerah pusat kota semakin bertambah dengan padatnya jalur transportasi. Sirkulasi udara
yang kurang baik menyebabkan angin berputar pada area tersebut. Berputarnya angin
disebabkan oleh rapatnya bangunan sehingga angin tidak dapat menyebar.
Pada lampiran tabel, luasan zona polutan hidrokarbon pada setiap kecamatan
dapat dilihat pada Tabel 10. Sebagian besar kecamatan berada pada zona yang
mempunyai kisaran nilai diatas BMU (kelas 2 - 5). Hal ini menandakan HC menyebar ke
seluruh kota. Distribusi HC yang merata pada setiap kecamatan dapat disebabkan oleh
jalur transportasi pada masing-masing yang ramai kecamatan atau tingginya konsentrasi
polutan yang dikeluarkan oleh beberapa sumber. Kecamatan Gerogol dan Pulo Merak
mempunyai akumulasi HC yang lebih tinggi dibanding kecamatan lain. Kelas konsentrasi
tertinggi (kelas 5) dengan nilai kisaran sebesar 898,871 – 1.107,327 µg/m3 terdapat pada
Kecamatan Pulomerak dan Gerogol dengan luasan masing – masing 11,713 Ha dan
26,148 Ha. Zona yang mempunyai luas tertinggi adalah kelas konsentrasi 2 dengan
kisaran sebesar 160-481,958 µg/m3. Luas total zona kelas konsentrasi 2 sebesar
12.943,342 Ha yang tersebar di seluruh kecamatan. Kecamatan yang mempunyai
kawasan permukiman padat berada pada kelas tersebut. Hal ini sangat membahayakan
dan memerlukan tindakan pengendalian. Seluruh wilayah Kecamatan Cibeber dan
Cilegon berada pada kelas 2 dengan luas zona sebesar 3.294,074 Ha dan 1.499,572 Ha.
Gambar 16. Peta penyebaran hidrokarbon (HC) triwulan I tahun 2004
Gambar 18 adalah zona polutan debu di Kota Cilegon. Peta konsentrasi debu
dibagi menjadi 4 kelas. Kelas 1 merupakan kawasan yang mempunyai kisaran nilai di
bawah BMU, sedangkan kelas 2 sampai dengan kelas 4 adalah kawasan yang mempunyai
nilai diatas BMU. Sebagian besar polutan Debu dihasilkan oleh industri. Rouse (1975)
mengatakan bahwa asap yang keluar dari cerobong industri sebagian besar terdiri dari
benda padat (solid matter) dan gas-gas. Benda padat tersebut dikenal dengan partikulat
(debu).
Nilai standar untuk ambien debu adalah 230 µg/m3. Kelas 1 mempunyai kisaran
nilai konsentrasi sebesar 27,09 - 230 µg/m3. Kelas 2 sampai dengan kelas 5 mempunyai
kisaran nilai debu diatas BMU. Kelas 2 mendominasi wilayah kota Cilegon. Kelas 2
mempunyai kisaran nilai debu sebesar 230 - 403,81 µg/m3. Semua kecamatan mempunyai
kawasan yang mempunyai nilai kisaran pada kelas 1. Kecamatan yang mempunyai nilai
debu di bawah BMU terluas adalah Kecamatan Ciwandan. Penutupan lahan pada
kecamatan ini berupa hutan, industri dan permukiman. Kelas 1 berada di sekitar kawasan
industri yang letaknya di tepi pantai. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor angin serta
lanskap yang datar dan berada di dekat pantai sehingga kecepatan angin yang tinggi.
Gambar 17 merupakan kawasan industri yang berada di pinggir pantai.

Gambar 17. Kawasan industri di pinggir garis pantai

Daerah permukiman yang terdapat RTH berada dalam kelas konsentrasi 1. Ruang
terbuka hijau yang terdapat sekitar kawasan industri didominasi oleh semak sehingga
tidak dapat digunakan sebagai pemecah angin. Berdasarkan pengukuran disekitar
kawasan industri rata-rata kecepatan angin adalah 3,4 km/jam dengan arah dominan dari
barat (angin laut). Kecepatan angin yang cukup besar membawa partikel debu jauh dari
kawasan industri dan tidak terakumulasi pada kawasan dan sekitarnya. Lanskap datar dan
cerobong pabrik yang tinggi menjadikan polutan yang dikeluarkan tidak mempengaruhi
kawasan sekitarnya.
Daerah yang mempunyai nilai debu tertinggi adalah jalan tol Gerem Raya yang
berada di Kecamatan Gerogol. Kisaran nilai kelas 4 sebesar 592,17 – 780,531 µg/m3
dengan arah angin dominan pada saat pengukuran dari arah selatan.
Pada lampiran tabel, Tabel 9 merupakan tabel luasan kelas konsentrasi debu pada
setiap kecamatan di Kota Cilegon. Zona yang terluas adalah kelas konsentrasi 2, dengan
nilai sebesar 230 - 403,81 µg/m3. Nilai kisaran kelas 2 berada diatas BMU. Kondisi
tersebut sangat berbahaya bagi ekosistem. Luas kawasan yang masuk dalam kelas 1
sebesar 766,99 Ha, sedangkan luas kawasan yang masuk dalam kelas 2 sebesar
10.698,30 Ha. Kawasan yang mempunyai konsentrasi debu tertinggi terdapat pada
Kecamatan Pulo Merak dan Kecamatan Gerogol dengan nilai kisaran sebesar 592,17 –
780,531 µg/m3 dengan luas kawasan sebesar 58,21 Ha.
Sebagian besar kawasan permukiman berada pada kelas 2. Hal ini sangat
membahayakan dan memerlukan tindakan. Permukiman mempunyai RTH berada di kelas
1. Kawasan pemukiman yang mempunyai RTH berada di Kecamatan Purwakarta dan
kawasan industri Krakatau Steel (KS) yang mempunyai RTH berada dalam kelas
konsentrasi 1. Sebagian besar Kecamatan Cibeber berada di kelas 2 dengan luasan area
sebesar 3.050,952 Ha. Penutupan lahan pada Kecamatan Cibeber adalah permukiman,
hutan dan pertanian.
Gambar 18. Peta penyebaran debu triwulan I tahun 2004
Gambar 20 merupakan peta penyebaran karbon monoksida (CO) di Kota Cilegon.
CO merupakan hasil dari pembakaran yang tidak sempurna, sedangkan pembakaran
sempurna akan menghasilkan CO2. Menurut Rouse (1975), CO bagian buangan dari
bahan bakar fosil disebabkan kurangnya oksigen dalam pembakaran atau pembakaran
kurang sempurna dalam mesin. Bereaksinya CO dengan O2 dapat membentuk CO2.
Menurut Sastrawijaya (1991), CO tidak berwarna atau berbau namun pada kadar 10 bpj
dalam udara dapat menyebabkan manusia sakit. Konsentrasi CO dibagi menjadi 5 kelas,
zona yang mempunyai konsetrasi terendah pada kelas 1 dan zona yang mempunyai
konsentrasi CO tertinggi pada kelas 5. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai CO di kota
Cilegon masih di bawah baku mutu udara. Secara umum zona dominan seluruh kota
adalah masih normal yaitu berkisar antara 343 – 9.371 µg/m3, sedangkan nilai baku mutu
udara sebesar 10.000 ug/m3 dengan waktu pengukuran selama 24 jam.

Gambar 19. Jalur transportasi perkotaan

Nilai konsentrasi CO yang terbesar dalam lokasi penelitian adalah di ASDP,


Gerem Raya dan Nirmala Optik. ASDP dan Gerem Raya merupakan jalur transportasi
menuju pelabuhan Merak yang akan menyeberang ke wilayah Sumatera. Pada wilayah
ASDP mempunyai nilai CO sebesar 9.371 µg/m3. Kondisi cuaca pada saat pengukuran
dalam keadaan cerah dengan temperatur 29 - 33oC dan arah angin dominan dari Barat
kecepatan 7,2 km/jam. Kelas 5 adalah daerah yang mempunyai kosentrasi tertinggi
dengan nilai berkisar antara 7.560,985 – 9.365,465 µg/m3. Daerah Gerem Raya yang
mempunyai kondisi tidak jauh beda. Nilai CO yang terukur adalah 8.914 µg/m3. Kondisi
lokasi pada saat pengukuran cerah dengan suhu 28 - 33oC, kecepatan angin 2,1 km/jam
dengan arah dominan dari barat. Nilai yang terukur Nirmala Optik yang berada di pusat
kota dan merupakan jalur transportasi yang ramai adalah 8.571 µg/m3. Kondisi lokasi
pada saat pengukuran adalah cerah dengan suhu 33 - 35 oC dan arah dominan angin dari
barat laut dengan kecepatan 2,5 km/jam. Tingginya nilai CO dikarenakan terpusatnya
kegiatan manusia. Arah angin yang melewati jalur transportasi dan banyaknya bangunan
menyebabkan rendahnya kecepatan angin untuk proses pengenceran polutan sehingga CO
terakumulasi pada suatu tempat. Hal ini dapat dilihat dari nilai CO di lokasi sekitarnya
yang masih termasuk dalam pusat aktivitas kota yaitu wilayah Simpang Tiga. Arah angin
di Simpang Tiga berasal dari barat dengan kecepatan 7 km/jam.
Pada lampiran tabel, Tabel 11 merupakan tabel luasan setiap kelas konsentrasi
CO pada setiap kecamatan. Kelas 1 mempunyai wilayah terluas yaitu 8.982,12 Ha dan
kelas 2 dengan luas 105,50 Ha. Kelas 1 mempunyai kisaran nilai sebesar 343,064 –
2.147,544 µg/m3, sedangkan kelas 2 mempunyai kisaran konsentrasi sebesar 2.147,544 –
3.952,024 µg/m3. Kecamatan yang berada dalah kelas 1 adalah semua kecamatan kecuali
Cibeber. Pada peta Kecamatan Ciwandan dan Purwakarta berada pada kelas 1 dalam area
yang luas. Kawasan yang termasuk dalam kelas 5 adalah Kecamatan Pulo Merak,
Jombang dan Gerogol. Kawasan tersebut mempunyai kisaran konsentrasi CO tertinggi.
Kecamatan yang mempunyai kelas 5 paling luas adalah Kecamatan Jombang dengan luas
31,99 Ha Penutupan lahan pada kawasan tersebut didominasi oleh pemukiman. Besarnya
konsentrasi CO pada kawasan diperkirakan karena ramainya kendaraan transportasi.
Kelas 2 menyebar di seluruh kecamatan dengan penyebaran yang paling dominan di
Kecamatan Cibeber. Secara umum konsentrasi CO di Kota Cilegon masih di bawah
BMU.
Daerah yang berada pada kelas 5 dengan kisaran konsentrasi 7.538,109-
9.336,861 µg/m3 adalah Kecamatan Jombang, Pulo Merak dan Gerogol dengan luas
masing-masing sebesar 7,656 Ha, 32 Ha dan 15,012 Ha. Penutupan lahan pada kecamatan
tersebut didominasi oleh permukiman, jalur transportasi dan kawasan pertokoan.
Pengendalian CO memerlukan perhatian, terutama sumber pengeluarannya yaitu
kendaraan bermotor dan mesin yang menggunakan bahan bakar fosil. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan pembangunan jalar-jalur hijau di setiap jalan dan kebun permukiman
untuk mengurangi akumulasi polutan pada kawasan permukiman.
Gambar 20. Peta penyebaran karbon monoksida triwulan I tahun 2004
Gambar 21 merupakan peta penyebaran NO2 di Kota Cilegon. Menurut
Sastrawijaya (1991), NO2 merupakan gas beracun dan berbahaya, berwarna coklat merah,
berbau seperti asam nitrat. Sumber pencemar adalah mesin dan tungku pabrik,
pembakaran batu bara dan minyak bumi. Secara umum kualitas NO2 pada Kota Cilegon
masih dibawah Baku Mutu Kualitas Udara. Baku mutu udara ambien untuk parameter
Nitrogen Dioksida (NO2) sebesar 150 µg/m3 untuk pengukuran selama 24 jam. Tingginya
konsentrasi NO2 dapat bereaksi dengan uap air akan membentuk HNO3. Dampaknya bagi
manusia adalah akan merusak tubuh misalnya akan terasa pedih jika terkena mata, saluran
penafasan dan jantung.
Dari hasil pengukuran, konsentrasi terbesar NO2 pada jalan tol Sumur Wuluh.
Jalan tol Sumur Wuluh adalah jalur kendaraan yang berasal dari dan akan ke Pulau Jawa.
Pada peta angin lokal, arah angin berasal dari barat daya kemudian membelok kearah
utara. Wilayah tersebut adalah kawasan industri Krakatau Steel dan industri lainnya. Hal
tersebut memungkinkan terjadinya akumulasi polutan. Akumulasi polutan tertinggi di
jalan tol Gerem Raya karena kandungan asap kendaraan yang melalui jalan tol. Pada peta
angin, arah angin menuju kearah utara. Hal ini dapat disebabkan topografi pada bagian
utara yang berbentuk perbukitan sehingga angin yang berasal dari pantai akan
dibelokkan.
Kelas konsentrasi NO2 dibagi menjadi 5 kelas. Kelas 1 adalah kelas yang
mempunyai konsentrasi NO2 terendah dengan kisaran nilai 3,161-6,891 µg/m3, sedangkan
kelas 5 adalah kelas yang mempunyai nilai konsentrasi tertinggi dengan nilai kisaran
sebesar 18,08-21,809 µg/m3. Pada lampiran tabel, tabel 12 merupakan tabel luasan setiap
kelas konsentrasi NO2 pada setiap kecamatan. Kawasan yang mempunyai nilai
konsentrasi NO2 pada kelas 1 adalah seluruh kecamatan kecuali Kecamatan Cilegon dan
Kecamatan Jombang. Luas kawasan yang berada pada kelas 1 adalah 3.861,924 Ha.
Penggunaan lahan pada kawasan ini adalah permukiman sekitar industri, taman kota dan
industri. Peta konsentrasi NO2 menujukan bahwa sebagian besar kota berada pada kelas
2. Hal ini terlihat dengan menyebarnya kawasan dengan nilai kisaran 3,891-10,621 µg/m3
di seluruh kecamatan. Luas zona polutan NO2 kelas 2 adalah 1.0218,569 Ha. Kawasan
dengan nilai konsentrasi NO2 tertinggi berada di Kecamatan Pulo Merak, Jombang dan
Gerogol. Penggunaan lahan pada kawasan tersebut adalah jalan raya, industri dan
permukiman. Kecamatan Jombang merupakan kawasan permukiman yang cukup padat.
Luas kelas 5 pada pengukuran triwulan 1 adalah 76,989 Ha.
Gambar 21. Peta penyebaran nitrogen dioksida triwulan I tahun 2004
C.2. Pengukuran Triwulan IV Tahun 2004
Pada triwulan IV yang dilakukan pengukuran pada tanggal 25 – 29 Oktober 2004.
pengukuran dilakukan selama 24 jam. Hasil pengukuran pada triwulan IV disajikan pada
Lampiran tabel (Tabel 7). Lokasi pengukuran masih sama dengan tempat pengukuran
pada triwulan I, hanya terdapat perubahan titik yaitu di PCI yang penggunaan lahan
adalah sebagai daerah pusat kegiatan dan pemukiman. Berdasarkan data Angin dari BMG
terdekat, bulan Oktober mempunyai kecepatan angin rata – rata 3,9 m/detik dengan rata –
rata arah angin dominan dari arah Utara (360o/0o). Suhu berkisar antara 22 – 31 oC dan
Curah hujan 300,5 mm. Bulan Oktober sudah memasuki musim penghujan.
Hasil pengukuran pada triwulan IV tahun 2004 hampir sama dengan pengukuran
triwulan I yaitu hanya partikel debu dan HC yang berada di atas ambang baku mutu
ambien udara pada beberapa tempat. Pengukuran dilakukan jam 08.00 – 21.00. Arah
angin dominan dari timur dengan kecepatan berkisar antara 0,9 – 5,7 km/jam. Arah angin
lokal sangat dinamis selalu mengalami perubahan. Perubahan tersebut sangat dipengaruhi
oleh topografi dan kondisi sekitar kawasan. Pada bagian utara kota yang mempunyai
topografi adalah perbukitan, angin yang berasal dari utara akan membentur bukit dan
dibelokkan. Jalan antara Kelapa Tujuh sampai dengan Gerem Raya adalah jalan raya
dengan kondisi diapit oleh tebing dan area permukiman sehingga angin berhembus dari
arah tebing ke arah pantai, sedangkan pada kampung Kruwuk merupakan area sekitar
kawasan industri dan langsung berbatasan dengan pantai sehingga arah angin akan
dominan berhembus dari arah pantai. Pada bagian tengah yang merupakan pusat kota
angin menabrak bangunan sehingga terlihat di peta angin dengan arah yang kurang
teratur. Kawasan industri mempunyai ruang terbuka hijau berupa pohon dan semak.
Ruang terbuka hijau yang terdapat di kawasan industri berupa area hutan kota dan semak
belukar. Pohon yang terdapat pada hutan kota tersebut ditanam pada waktu yang sama,
hal ini dapat dilihat dari tajuk yang seragam. Adanya hutan kota di kawasan industri dapat
mengurangi konsentrasi polutan di sekitar kawasan.
Gambar 22 merupakan Peta tematik penyebaran hidrokarbon (HC) di kota
Cilegon. Beberapa tempat mempunyai nilai konsentrasi HC diatas baku mutu udara, hal
ini dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin yang tinggi karena peralihan ke musim
penghujan. Polutan akan mengalami pengenceran dan bereaksi dengan air hujan yang
akhirnya akan mempengaruhi kualitas air hujan. Angin berhembus dari arah utara dan
melewati sumber polutan garis yaitu jalan raya yang menghasil HC.
Konsentrasi HC pada pengukuran triwulan IV tahun 2004 dibagi menjadi 6 kelas.
Nilai konsentrasi HC sesuai dengan baku mutu udara Ambien (BMU) adalah 160 µg/m3.
Daerah sekitar kawasan industri, Kelapa Tujuh, perum KS dan Palm Hills yang
mempunyai RTH mempunyai nilai dibawah BMU. Daerah yang mempunyai konsentrasi
HC dibawah BMU terdapat di kelas 1 dengan kisaran nilai sebesar 65,023 - 160 µg/m3.
Penutupan vegetasi di sekitar kawasan yang cukup baik dan tingginya cerobong industri
sebagai tempat keluarnya polutan akan menyebabkan pencemar tersebut tidak mengendap
dalam jarak yang dekat. Hal ini dikarenakan pengenceran polutan oleh angin lebih cepat
sehingga tidak mempengaruhi daerah sekitarnya. Pada daerah bagian utara Kota Cilegon,
sebagian besar mempunyai nilai konsentrasi HC diatas BMU. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh adanya PLTU yang menggunakan bahan bakar fosil dan mesin yang
dapat menghasilkan HC. Zona atau kawasan yang mempunyai nilai ambien diatas BMU
masuk dalam kelas 2 sampai dengan kelas 6 dengan kisaran nilai antara 160 – 849,792
µg/m3. Hal ini didukung oleh arah angin dominan pada saat pengukuran pada bagian
utara Kota Cilegon adalah dari utara menuju ke arah tenggara. Zona nilai konsentrasi HC
maksimum atau kelas 6 yang mempunyai nilai konsentrasi HC antara 718,997 – 849,792
µg/m3. Zona dengan konsentrasi polutan tertinggi mencakup ASDP dan Gerem Raya.
Daerah tersebut merupakan daerah padat transportasi sebagai penghasil utama
hidrokarbon.
Pada lampiran tabel, Tabel 14 adalah tabel luas zona hidrokarbon setiap kelas
konsentrasi. Zona yang mempunyai nilai di bawah baku mutu (Kelas 1) terdapat pada
seluruh kecamatan. Kecamatan yang mempunyai luas zona kelas konsentrasi 1 terluas
adalah Kecamatan Ciwandan dengan luas sebesar 1.960,845 Ha, sedangkan kecamatan
yang mempunyai nilai konsentrasi tertinggi (Kelas 6) adalah Kecamatan Pulomerak. Luas
zona yang mempunyai konsentrasi tertinggi sebesar 2,04 Ha.
Penutupan lahan pada suatu tempat akan berpengaruh terhadap nilai konsentrasi
polutan. Lahan dengan penutupan dominan berupa vegetasi dapat mengurangi nilai
akumulasi polutan sehingga dampak bagi mahluk hidup dapat dikurangi, sedangkan
daerah dengan penutupan lahan di dominasi oleh bangunan yang perencanaannya kurang
baik dapat menjebak polutan sehingga meningkatkan akumulasinya. Kecamatan yang
mempunyai akumulasi polutan tertinggi adalah Kecamatan Pulo Merak dan Gerogol. Hal
ini disebabkan karena berkumpulnya kendaraan bermotor pada suatu lokasi yaitu
pelabuhan dan jalan tol yang menyebabkan tingginya polusi yang dihasilkan.
Gambar 22. Peta penyebaran hidrokarbon (HC) triwulan IV tahun 2004
Gambar 23 adalah peta penyebaran debu di kota Cilegon. Konsentrasi debu pada
pengukuran triwulan IV dibagi kedalam 5 kelas. Kelas 1 adalah zona yang mempunyai
konsentrasi terendah dan kelas 5 adalah zona dengan konsentrasi debu tertinggi. Sekitar
kawasan industri yang berada di bagian selatan berada di kelas 2, hal ini dikarenakan
faktor klimatis, topografi dan penutupan lahan disekitar kawasan industri yang berupa
semak dan pohon. Kelas 1 dan 2 adalah kawasan yang mempunyai konsentrasi debu
dibawah BMU yaitu berkisar antara 32,052 – 227,989 µg/m3. Daerah Kantor Bea Cukai
dan Ramayana mempunyai nilai tertinggi dan masuk di kelas 5 dengan nilai berkisar
antara 467,472 – 521,9 µg/m3. Pada sekitar Ramayana, debu akan terperangkap dan tidak
terdispersi karena angin sebagai media pengencer dan penyebar terperangkap dalam area
tersebut. Pada peta angin, angin dominan dari arah utara dan menuju ke arah tenggara.
Angin dari arah utara melewati PLTU yang berada di Kelapa Tujuh membawa komponen
debu. Angin mengalami pembelokan sepanjang jalur ke arah Merak, hal ini disebabkan
adanya tebing sepanjang jalan dan memiliki penutupan vegetasi yang cukup baik. Hal ini
dilihat dari arah angin yang hanya berputar pada area tersebut. Daerah yang berada dalam
kelas 1 dan 2 antara lain sekitar industri Krakatau Steel, perumahan palm hills, perum KS
dan kelapa Tujuh. Beberapa hal yang menyebabkan Kelapa Tujuh mempunyai
konsentrasi debu dibawah BMU walaupun berada disekitar PLTU adalah arah angin
dominan dari utara dengan kecepatan 3,8 m/detik, letak PLTU dan cerobongnya yang
berada pada tempat yang tinggi serta penutupan lahan oleh vegetasi.
Pada lampiran tabel, Tabel 13 merupakan luas zona polutan debu setiap kelas
pada masing – masing kecamatan di Kota Cilegon. Daerah dengan nilai konsentrasi debu
dibawah BMU (Kelas 1 dan 2) mempunyai luas sebesar 1.1465,285 Ha. Zona tersebut
tersebar di seluruh kecamatan di Kota Cilegon. Kecamatan yang mempunyai zona
dibawah BMU terluas adalah Kecamatan Ciwandan dengan luas 3.078,741 Ha. Kelas
yang mempunyai konsentrasi debu diatas BMU adalah kelas 3, 4 dan 5. Luas total zona
yang mempunyai kisaran nilai di atas BMU sebesar 7.581,932 Ha. Kecamatan yang
mempunyai zona di atas BMU terluas adalah Kecamatan Pulo Merak dengan luas zona
sebesar 2206,924 Ha. Penggunaan lahan yang dominan adalah kawasan transportasi,
industri dan tempat penyeberangan kendaraan.
Gambar 23. Peta penyebaran debu triwulan IV tahun 2004

Gambar 24 merupakan peta penyebaran CO di Kota Cilegon. Konsentrasi CO


pada pengukuran triwulan IV tahun 2004 dibagi kedalam 6 kelas. Kelas 1 adalah kelas
yang mempunyai konsentrasi CO terendah dan kelas 6 dengan nilai kisaran konsentrasi
CO tertinggi. Hasil pengukuran menunjukan konsentrasi CO masih dibawah standar
BMU di seluruh lokasi pengukuran. Zona dengan nilai tertinggi yaitu kelas 6 mempunyai
kisaran konsentrasi CO sebesar 7.498,296 – 8.906,553 µg/m3. Pada peta menggambarkan
nilai tertinggi CO berada pada Pelabuhan (ASDP) dan Gerem Raya. Pada ASDP
mempunyai nilai CO sebesar 8000 µg/m3 dan Gerem Raya mempunyai konsentrasi CO
sebesar 8.914 µg/m3. Kedua tempat tersebut adalah kawasan padat transportasi.
Kendaraan merupakan penyuplai utama CO dari hasil kegiatan manusia. Pada peta angin
dapat dilihat bahwa arah angin dominan dari arah timur laut menuju ke arah tenggara
kurang dapat menyebarkan CO. Hal tersebut dikarenakan adanya bangunan yang
berfungsi sebagai penghalang angin sehingga aliran angin lokal yang hanya berputar pada
sekitar kawasan membuat polutan tidak terdispersi.
Pada lampiran tabel, Tabel 15 merupakan tabel tentang luas setiap kelas
konsentrasi CO di Kota Cilegon selama pengukuran triwulan IV tahun 2004. Zona
polutan CO yang masuk dalam kelas 1 yang mempunyai nilai konsentrasi CO berkisar
antara 457,013 – 1.865,269 µg/m3 mendominasi Kota Cilegon. Luas total kawasan yang
termasuk dalam kelas 1 adalah 12.326,786 Ha. Kecamatan yang mempunyai area yang
termasuk dalam kelas 1 terluas adalah Kecamatan Ciwandan dengan luas area 3827,488
Ha. Penggunaan lahan didominasi oleh permukiman, pertanian dan hutan. Kecamatan
yang mempunyai area dengan kisaran nilai termasuk kelas 5 diantaranya Kecamatan Pulo
Merak dan Gerogol. Kecamatan Gerogol mempunyai area kelas konsentrasi 5 terluas
dengan luas area sebesar 15,421 Ha. Penggunaan lahan pada kawasan tersebut adalah
permukiman, transportasi dan industri. Kawasan tersebut memerlukan perhatian yang
serius. Perlunya upaya pengendalian polutan agar konsentrasi dapat terus dipantau. Salah
satunya dengan pengecekan emisi pada setiap kendaraan yang keluar-masuk ke dalam
pelabuhan serta pembangunan koridor RTH di kawasan pelabuhan.
Gambar 24. Peta penyebaran karbon monoksida (CO) triwulan IV tahun 2004
Gambar 25 adalah Peta penyebaran NO2 di Kota Cilegon. Hasil pengukuran
menunjukan bahwa nilai NO2 masih berada di bawah baku mutu udara. Nilai konsentrasi
tertinggi pada pelabuhan Merak (ASDP) yaitu sebesar 23,23 µg/m3. Tingginya
konsentrasi pada pelabuhan Merak dapat disebabkan oleh kondisi angin pada saat
pengukuran menuju ke arah tenggara dengan kecepatan angin permukaan yang rendah
serta rapatnya kondisi bangunan membuat polutan tidak terdispersi. ASDP sebagai tempat
penyeberangan ke Pulau Sumatera merupakan tempat berkumpulnya kendaraan yang
akan menyeberang merupakan faktor yang mempengaruhi tingginya nilai NO2 dari pada
lokasi lain. Nitrogen dioksida dihasilkan oleh penggunaan mesin dan pembakaran bahan
bakar fosil. Akumulasi polutan yang lain terjadi pada daerah Ramayana dan sekitarnya.
Peta angin menggambarkan arah angin pada lokasi menuju ke arah barat. Ramainya
penggunaan kendaraan bermotor pada kawasan tersebut merupakan salah satu faktor.
Arah angin dari barat laut menuju ke arah timur.
Konsentrasi NO2 selama pengukuran triwulan IV tahun 2004 digolongkan
menjadi 6 kelas. Kelas 1 merupakan kelas yang mempunyai nilai kisaran konsentrasi
terendah yaitu 6,780 – 9,512 µg/m3, sedangkan kelas 6 merupakan kelas konsentrasi yang
mempunyai kisaran nilai tertinggi yaitu sebesar 20,439 – 23,171 µg/m3. Berdasarkan hasil
pengukuran sebagian besar Kota Cilegon berada pada kelas 2 dengan kisaran konsentrasi
9,512 - 12,244 µg/m3.
Pada lampiran tabel, Tabel 16 merupakan tabel tentang luas zona NO2 setiap
kelas pada masing-masing kecamatan di Kota Cilegon pada pengukuran triwulan IV
tahun 2004. Kelas yang mendominasi area adalah kelas 2 dengan luas zona sebesar
1.0218,57 Ha. Penggunaan lahan pada kelas 2 umumnya adalah permukiman, industri dan
hutan. Kelas 1 yang merupakan kelas terendah, penggunaan lahan pada zona tersebut
didominasi oleh RTH. Ruang terbuka hijau dan perumahan dengan penutupan vegetasi
yang cukup rapat. Kecamatan yang berada pada kelas 6 adalah Kecamatan Pulo Merak.
Luas zona kelas 1 yang terdapat di Kecamatan Pulo Merak seluas 4,749 Ha. Penggunaan
lahan yang dominan adalah sebagai tempat aktivitas transportasi dan pelabuhan
penyeberangan.
Gambar 25. Peta penyebaran nitrogen dioksida (NO2) triwulan IV tahun 2004

Pada lampiran gambar, Gambar 2 merupakan diagram fluktuasi konsentrasi


polutan disetiap titik pengambilan contoh. Diagram menunjukan kecenderungan
penurunan konsentrasi polutan. Pengukuran triwulan 1 yang dilakukan pada bulan Mei-
Juni. Berdasarkan data iklim stasiun pengamatan terdekat menunjukan bahwa kecepatan
angin dan curah hujan sebagai faktor utama dalam penyebaran polutan lebih rendah
dibandingkan bulan Oktober dan September. Nilai curah hujan dan kecepatan angin yang
lebih rendah dari pada bulan Oktober-September yaitu pada saat pengambilan contoh
udara triwulan 2 dan triwulan 3. Bulan Mei sudah memasuki musim kemarau, sedangkan
Oktober dan September sudah memasuki musim penghujan. Faktor tersebut akan
mempengaruhi kondisi unsur-unsur iklim yang lain diantaranya suhu dan kelembaban
udara sebagai faktor yang akan mempengaruhi penyebaran polutan secara tidak langsung.
Kondisi tersebut yang menyebabkan penurunan konsentrasi polutan di atmosfer, hal ini
terjadi karena pengenceran oleh air hujan atau titik air di udara serta faktor angin.
Pada diagram fluktuasi konsentrasi polutan, lokasi no. 2 mempunyai perubahan
yang cukup tinggi. Lokasi no 2 adalah jalan tol Sumur Wuluh. Hal tersebut dapat
disebabkan letak dari lokasi pengambilan contoh yang berada di pinggir pantai, sehingga
perubahan kondisi iklim akan lebih besar pengaruhnya. Pada lokasi pelabuhan Merak
(ASDP) dan jalan Geram Raya mempunyai konsentrasi yang stabil terutama untuk
parameter CO, hal ini dikarenakan area tersebut merupakan kawasan padat transportasi.

D. Penutupan Lahan Kota Cilegon


Gambar 26 merupakan peta penutupan lahan Kota Cilegon. Berdasarkan peta tata
guna lahan kota Cilegon hasil klasifikasi pada citra landsat tahun 2004. Penggunaan lahan
dominan adalah pertanian bercampur semak. Permukiman mengelompok pada pusat kota
dan sebagian berada pada pesisir pantai sekitar kawasan industri. Berdasarkan peta
penyebaran masing-masing polutan permukiman berada dalam zona berwarna (kritis) dan
rata-rata mempunyai kualitas yang berada di atas baku mutu ambient. Hal tersebut dapat
membahayakan bagi kesehatan manusia mengingat dari akibat yang dapat ditimbulkan
oleh masing-masing polutan.
Ruang terbuka hijau berada di pinggiran kota dan berada pada bagian utara. RTH
yang dominan berupa pertanian lahan kering. pertanian lahan kering bercampur dengan
semak berada di bagian utara. Hutan rapat menyebar di bagian utara dan bercampur
dengan semak dan pertanian lahan kering.
Daerah permukiman yang sangat dekat dan bercampur dengan kawasan industri
sangat berbahaya untuk keselamatan masyarakat. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh
polutan akan secara cepat mengenai pada manusia. Daerah permukiman yang sangat rapat
dan kurangnya area penyerap polutan akan semakin membahayakan bagi keselamatan
manusia dan mahluk hidup.
Interpretasi citra membagi kedalam 9 kelas penutupan lahan. Pada lampiran tabel,
Tabel 17 merupakan luas setiap kelas penutupan lahan di Kota Cilegon. Kecamatan
Citangkil dan Jombang mempunyai area permukiman terluas yaitu sebesar 777,780 Ha
dan 840,870 Ha, hal ini didukung dengan data BAPPEDA Kota Cilegon tahun 2002.
Berdasarkan data kependudukan tahun 2002 menunjukan bahwa jumlah penduduk
Kecamatan Citangkil dan Jombang berada pada urutan ke-2 dan 1. Kecamatan Ciwandan
mempunyai area permukiman terluas dengan luas sebesar 830,790 Ha, namun luas
tersebut bercampur dengan area industri. Interpretasi citra tidak membedakan kawasan
industri, pertokoan dan permukiman.
Kecamatan Cibeber mempunyai ruang terbuka hijau terluas. Ruang terbuka hijau
ini adalah berupa hutan dan pertanian lahan kering bercampur semak. Penutupan lahan di
Kecamatan Cibeber didominasi pertanian, hutan dan permukiman.
Berdasarkan peta akumulasi polutan dan peta penutupan lahan, Kecamatan
Citangkil, Jombang dan Cibeber memerlukan perhatian yang serius. Hal ini dikarenakan
akumulasi polutan pada daerah padat permukiman. Kecamatan tersebut mempunyai
permukiman yang cukup padat, namun mempunyai kualitas udara diatas baku mutu udara
ambien. Hal ini akan membahayakan terutama bagi kesehatan masyarakat.
Gambar 26. Peta penutupan lahan Kota Cilegon tahun 2004
KESIMPULAN

1. Parameter hidrokarbon dan debu mempunyai nilai konsentrasi polutan di atas baku
mutu udara. Lokasi yang mempunyai nilai konsentrasi polutan di atas baku mutu
udara yaitu kantor Bea Cukai, jalan tol, Ramayana, Nirmala Optik, Gerem Raya,
sedangkan Parameter nitrogen dioksida dan karbon monoksida mempunyai nilai
konsentrasi polutan di bawah baku mutu udara.
2. Rataan konsentrasi debu tertinggi selama pengukuran di jalan tol Sumur Wuluh
dengan rataan pengukuran sebesar 453,67 µg/m3, sedangkan untuk parameter
hidrokarbon adalah Gerem Raya dengan nilai rataan konsentrasi sebesar 904.33
µg/m3.
3. Arah angin dominan dari arah Utara dan Barat dengan kecepatan berkisar antara 3,4 -
4,6 m/detik.
4. Berdasarkan hasil rata-rata luas zona polutan (nilai konsentrasi diatas BMU) selama 2
triwulan pengukuran tahun 2004, zona polutan HC terluas berada di Kecamatan Pulo
Merak dengan luas area sebesar 2.374,865 Ha, sedangkan zona debu terluas berada di
Kecamatan Cibeber dengan luas sebesar 3.217,916 Ha.

SARAN

1. Pembangunan windbreak di Kecamatan Gerogol untuk mengurangi kecepatan angin


yang membawa polutan. Windbreak dapat berupa kawasan hutan, sehingga dapat
berfungsi pula sebagai penyerap polutan.
2. Pembuatan area terbuka hijau sebagai penyerap polutan terutama di pelabuhan Merak
dan area permukiman di Kecamatan Jombang, Kecamatan Cibeber dan Kecamatan
Citangkil. Pembangunan jenis ruang terbuka hijau disesuaikan dengan penggunaan
lahannya. Pada kecamatan tersebut terjadi akumulasi polutan yang tinggi dan perlu
memperoleh perhatian yang lebih besar terutama kawasan tersebut tempat aktifitas
manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Pemda Cilegon. 2004. Kajian Ruang Terbuka Hijau Kota Cilegon Pemerintah Kota
Cilegon-Prop. Banten. Pemerintah Kota Cilegon Dinas Lingkungan Hidup,
Pertambangan dan Energi. Cilegon.

Committee on Athmospheric Sciences. 1973. Weather & Climate Modification : Problem


and Progress. National Academy Of Sciences

Dahlan, E. N. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. IPB
PRESS. Bogor.

Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. PT. Dunia Pustaka Jaya. Jakarta.

Hasnaeni. 2004. Evaluasi Tingkat Pencemaran Udara Ambien di Kota Bandung. Skripsi.
Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ipa IPB. Bogor.

Kartasasmita, M. 2001. Prospek dan Peluang Industri Penginderaan Jauh di Indonesia.


LISPI. Jakarta.

Lakitan, B. 1994. Dasar-Dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Lo, C. P. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Universitas Indonesia. Jakarta.

Lowry. W. P. 1972. Weather And Life. Academic Press, INC. London.

Lillesand, T.M & F.W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. R.
Dubahri, penerjemah; Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Nasihin, I. 2003. Studi Pengembangan Hutan Kota di Kota Kuningan Kabupaten Daerah
Tingkat II Kuningan, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan,
Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Patra, D. A. 2002. Faktor Tanaman Dan Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi


Kemampuan Tanaman Dalam Menyerap Polutan Gas NO2. Tesis. Program Pasca
Sarjana IPB. Bogor.

Prahasta, E. 2002. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Informatika.


Bandung.

Primack, R. B, J. Supriatna, M. Indrawan dan P. Kramadibrata. 1998. Biologi Konservasi.


Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Pusparini, M. 2002. Evaluasi Tingkat Pencemaran Udara Berdasarkan Konsentrasi Udara


Ambien di DKI Jakarta. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. Fakultas
Matematika dan IPA IPB. Bogor.
Rachmawati, D. S. 2005. Peranan Hutan Kota dalam Menjerap dan Menyerap Timbal
(Pb) di Udara Ambien. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Sari. P. P. 2005. Pengukuran Hujan Asam pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di
Daerah Bogor dan Sekitarnya. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan
dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Sastrawijaya, T. 1991. Pencemaran Lingkungan. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Sitawati. 1994. Kajian Tanaman Semak sebagai Elemen Lansekap dalam Pengaturan
Suhu Ruang. Desertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Soedomo, M. S. 2001. Pencemaran Udara (Kumpulan Karya Ilmiah). Institut Tekhnologi


Bandung. Bandung.

Sukarsono. 1998. Dampak Pencemaran Udara terhadap Tumbuhan di Kebun Raya Bogor.
Tesis. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.
LAMPIRAN
LAMPIRAN TABEL

Tabel 1. Baku Mutu Udara Ambien Nasional


Waktu
No. Parameter Baku Mutu
Pengukuran
3
1 SO2 (Sulfur Dioksida) 1 Jam 900 ug/Nm
4 Jam 365 ug/Nm3
1 Thn 60 ug/Nm3
2 CO (Karbon Monoksida) 1 Jam 30.000 ug/Nm3
24 Jam 10.000 ug/Nm3
1 Thn
3 NO2(Nitrogen Dioksida) 1 Jam 400 ug/Nm3
24 Jam 150 ug/Nm3
1 Thn 100 ug/Nm3
4 O3 (Oksidan) 1 Jam 235 ug/Nm3
1 Thn 50 ug/Nm3
5 HC (Hidrokarbon) 3 Jam 160 ug/Nm3
6 PM10 24 Jam 150 ug/Nm3
(Partikel <10 um)
PM 2.5* 24 Jam 65 ug/Nm3
1 Jam 15 ug/Nm3
7 TSP 24 Jam 230 ug/Nm3
(Debu) 1 Jam 90 ug/Nm3
8 Pb(Timah 24 Jam 2 ug/Nm3
Hitam) 1 Jam 1 ug/Nm3
9 Dustfall 30 Hari 10 Ton/ Km2/ Bulan
(Debu Jatuh) (Pemukiman)
20 Ton/Km2/ Bulan (Industri)
10 Total Fluorides (as F) 24 Jam 3 ug/Nm3
90 Hari 0,5 ug/Nm3
11 Fluor Indeks 30 Hari 40 ug/100 cm2dari kertas limed filter
12 Khlorine dan Khlorine Dioksida 24 Jam 150 ug/Nm3
13 Sulphat Indeks 30 Hari 1 mg SO3/100 cm3Dari Lead Peroksida
Catatan :
(*) PM25 mulai diberitahukan tahun 2002
Nomor 10 s.d 13 Hanya berlakukan untuk daerah/kawasan Industri Kimia Dasar
Contoh : Industri Petro Kimia; Industri Pembuatan Asam Sulfat
Tabel 2. Suhu Rata-rata Per Bulan (oC)
Bulan
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agus Sep Okt Nov Des
1985 25,2 25,6 26,1 26,2 26,9 26,3 25,8 25,3 26,6 26,7 277 27,0
1986 26,1 26,4 26,9 27,1 26,8 27,2 26,4 26,6 27,4 26,9 26,2 25,9
1987 25,3 25,4 25,4 26,3 26,0 26,2 26,0 26,1 25,5 26,3 26,1 25,7
1988 25,7 26,3 26,4 26,5 26,6 25,9 25,6 26,3 26,3 26,3 26,9 26,3
1989 25,4 25,6 25,9 26,5 27,0 26,8 26,0 25,8 26,2 26,6 25,9 26,6
1990 25,6 25,5 26,2 26,8 26,9 27,1 26,7 26,8 27,2 27,8 27,2 26,4
1991 26,5 26,4 26,5 27,3 27,0 26,7 26,7 26,7 27,5 27,1 26,8 25,7
1992 26,1 25,3 26,4 26,7 26,6 26,5 26,6 26,6 27,1 27,1 27,0 26,2
1993 25,6 26,2 26,5 27,2 26,9 26,7 26,4 26,1 27,0 27,7 27,4 26,2
1994 26,0 25,7 26,6 26,5 27,2 27,2 26,9 26,9 27,4 27,9 26,4 26,3
1995 26,0 26,3 26,8 26,4 27,1 27,3 26,7 26,4 26,7 26,4 26,2 26,3
1996 26,1 26,1 26,3 26,7 27,3 27,1 27,2 27,0 27,3 27,8 26,7 26,8
1998 26,6 26,6 26,6 27,5 27,7 27,2 27,3 27,5 27,4 27,4 26,7 26,7
1999 26,2 26,2 26,6 27,2 27,9 27,7 27,7 27,4 27,6 27,0 27,2 26,3
2000 26,2 26,4 27,6 26,9 27,5 27,8 27,2 27,3 281 29,1 30,0 27,9
2001 28,2 27,4 28,0 28,0 28,6 27,1 27,1 27,6 28,2 27,5 27,8 27,8
2002 26,3 26,3 27,4 28,2 27,3 27,0 26,8 27,3 28,0 27,3 27,3 26,8
2003 28,0 27,0 27,0 28,0 28,0 28,0 28,0 28,0 28,0 28,0 28,0 27,0
Rataan 26,2 26,2 26,6 27,0 27,2 27,0 26,7 26,8 27,2 27,3 27,1 26,6
Sumber : Badan Geometeorologi dan Geofisika

Tabel 3. Data Arah Angin Bulanan (Derajat)


Bulan
Tahun
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
1985 270 360 360 270 360 360 360 360 360 360 360 360
1986 270 270 270 270 360 360 360 360 360 360 360 360
1987 360 360 360 360 360 360 360 360 360 360 360 270
1988 270 360 270 270 360 360 360 360 360 360 0 270
1989 270 360 360 270 270 360 360 270 360 360 360 360
1990 360 270 360 360 360 360 360 360 360 0 270 360
1991 270 270 270 360 360 360 360 360 360 360 360 360
1992 270 360 360 225 360 360 360 360 360 360 360 360
1993 225 225 270 360 360 360 90 360 360 360 360 270
1994 270 270 330 45 0 360 360 360 360 360 360 360
1995 225 225 270 360 360 360 90 90 360 360 360 270
1996 270 270 330 45 270 45 45 45 45 360 270 270
1997 270 360 270 270 360 270 360 360 360 360 360 45
1998 225 360 360 360 360 360 360 270 360 360 270 270
1999 270 270 270 270 270 360 360 360 360 360 360 270
2000 270 270 270 270 270 270 90 360 360 360 270 270
2001 270 270 270 270 360 360 360 360 360 360 270 270
2002 270 360 270 360 360 360 360 360 360 360 360 360
Rataan 272,5 305,0 306,7 277,5 320,0 332,5 297,5 317,5 342,5 340,0 315,0 297,5
Sumber : Badan Meterologi dan Geofisika
Tabel 4. Data Kecepatan Angin (m/detik) per Bulan
Bulan
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des
1985 6.0 6.4 6.6 5.5 5.3 4.6 5.3 5.5 5.8 6.0 6.1 6.2
1986 6.0 5.5 6.5 5.7 5.1 4.9 5.1 5.3 4.8 5.0 5.5 5.5
1987 5.9 4.6 5.8 4.8 5.3 4.9 5.1 5.7 5.5 5.9 5.6 5.3
1988 4.8 4.7 5.5 4.4 4.2 4.2 4.8 4.9 4.9 5.1 5.4 4.8
1989 4.6 4.2 6.5 5.2 4.4 4.6 5.3 4.5 4.7 4.5 4.7 4.8
1990 6.2 4.9 5.6 5.5 5.6 4.9 5.4 5.5 5.9 6.2 5.2 5.6
1991 5.4 4.7 4.8 5.0 4.8 5.0 5.3 5.7 5.5 5.3 4.6 5.1
1992 4.6 5.0 4.7 4.6 4.8 4.7 5.3 4.6 4.9 4.8 4.5 5.4
1993 5.3 4.6 5.8 4.6 4.6 4.5 4.9 5.1 4.9 5.2 5.0 5.9
1994 5.1 5.1 5.2 4.8 5.0 4.6 5.2 3.1 2.5 2.6 2.3 3.0
1995 2.9 2.3 2.1 2.4 2.2 2.1 2.2 2.2 2.4 2.1 3.1 4.0
1996 2.5 2.2 1.9 1.9 1.7 1.8 1.8 1.9 1.9 1.6 2.4 5.0
1997 2.3 3.4 2.9 1.9 2.2 2.3 2.2 2.4 2.7 3.1 2.6 3.7
1998 2.5 2.2 2.1 1.9 2.3 2.0 1.8 1.7 1.6 2.5 4.3 4.8
1999 3.8 3.8 4.6 4.9 1.8 1.8 2.0 2.2 2.5 2.4 2.8 4.1
2000 3.0 3.4 4.5 3.5 1.9 1.9 2.2 2.0 2.1 2.7 3.0 3.9
2001 3.6 4.8 3.0 1.5 1.4 1.3 1.5 1.5 2.0 2.6 2.9 3.0
2002 2.5 2.5 2.1 2.1 1.9 1.5 1.8 2.3 2.2 2.6 2.6 2.5
Rataan 4.3 4.1 4.5 3.9 3.6 3.4 3.7 3.7 3.7 3.9 4.0 4.6
Sumber : Badan Geometeorologi dan Geofisika

Tabel 5. Data Curah Hujan Perbulan (mm)


Bulan
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des
1985 248.8 264 0 202.3 121.3 52.2 109.0 177.1 80.8 0.0 269.3 282.9
1986 476.7 174 239 0.0 150.0 123.0 161.0 114.0 233.0 139.0 80.0 506.0
1987 403.0 179 165 180.0 103.0 70.0 109.0 1.0 1.0 12.0 68.0 83.0
1988 245.0 161 238 232.0 261.0 113.0 0.0 6.0 0.0 395.0 142.0 199.0
1989 303.0 284 396 198.0 404.0 105.0 59.0 131.0 349.0 169.0 227.0 168.0
1990 232.0 225 192 122.0 318.0 199.0 242.0 52.0 199.0 140.0 208.0 200.0
1991 278.0 227 223 273.0 232.0 126.0 113.0 285.0 258.0 290.0 336.0 344.0
1992 482.0 250 331 290.0 162.0 149.0 82.0 0.0 92.0 53.0 216.0 386.0
1993 325.0 234 185 109.0 324.0 96.0 840.0 919.0 316.0 825.0 1207 336.5
1994 238.2 462.6 117.1 245.4 299.6 942.0 111.5 159.7 236.0 855.0 211.4 260.2
1995 519.9 245.9 151.9 109.7 319.5 141.1 153.0 413.6 496.0 487.0 546.0 241.6
1996 315.6 392.5 384.4 147.7 174.0 254.0 7.0 2.0 50.0 114.0 388.8 204.4
1997 303.5 301.6 300.5 510.4 327.2 139.8 551.0 216.5 319.0 360.1 340.2 380.1
1998 298.8 294.5 253.6 366.3 224.0 538.0 383.0 121.4 453.0 744.0 488.2 181.0
1999 361.9 340.4 329.7 320.3 534.0 297.0 0.0 0.0 161.0 122.0 0.0 243.0
2000 394.5 217.4 289.2 154.1 189.2 328.0 95.9 0.0 303.4 243.8 189.5 174.0
2001 270.8 482.4 277.9 291.3 68.3 55.0 36.0 159.9 279.6 537.1 268.0 279.0
2002 323.4 186 189 316.5 275.4 16.5 2.5 0.0 0.0 0.0 152.4 226.9
2003 177.0 448 265 123.0 169.0 2.0 1.0 5.0 232.0 224.0 254.0 262.0
Rataan 326.2 282.6 238.3 220.6 245.0 197.2 160.8 145.4 213.6 300.5 294.3 260.9
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika
Tabel 6. Hasil Pengukuran Udara Triwulan I Tahun 2004
Parameter
No Lokasi Debu HC CO NO2 SO2 Pb
(µg/m3) (µg/m3) (µg/m3) (µg/m3) (µg/m3) (µg/m3)
1 Kantor bea Cukai 366 654 4571 12.58 9.57 0,37
2 Jalan tol 781 980 2587 21.82 47.93 0,22
3 Palm Hills 27 65 343 3.16 1.90 < 0.33
4 Kampung Cilodan 98 144 686 4.27 2.61 < 0.33
5 Desa Randakari 70 72 343 5.36 1.60 < 0.33
6 Semang Raya 202 92 371 7.47 3.3 0,14
7 Ramayana 390 261 4686 16.75 5.58 0,44
8 Simpang Tiga 213 176 1371 9.62 4.12 0,21
9 Nirmala Optik 464 784 8571 18.58 7.25 0,5
10 Kelurahan Tegal Ratu 173 137 914 7.33 2.53 0,06
11 Sebelum KBS 127 150 800 6.34 2.97 0,05
12 Kampung Sumampir 289 144 914 8.18 4.67 0.15
13 Kampung Pangabuan 99 157 571 723 3.10 < 0.03
14 Pelindo 349 150 1029 11.28 5.37 0,20
15 Wanasari 182 150 686 6.00 4.47 0,08
16 ASDP 509 1111 9371 18.57 13.05 0,58
17 Pasar Merak 215 144 1143 9.89 4.47 0,07
18 Cikuasa Baru 207 190 686 7.39 4.27 0,15
19 Gerem Raya 418 1046 8914 16.44 9.28 0.36
20 Kampung Kruwuk 86 98 800 6.13 3.54 < 0.03
21 Kampung Pabuaran Lor 259 176 1143 7.98 3.32 0,09
22 Perumahan Arga Baja Pura 174 85 457 5.66 3.19 0,06
23 Cikuasa Lama 283 392 4000 13.05 14.23 0.2
24 Kelapa Tujuh 157 78 343 4.68 1.35 < 0.03
Sumber : Dinas Lingkungan Hidup dan Pertambangan Kota Cilegon

Tabel 7. Hasil Pengukuran Udara Triwulan IV Tahun 2004


Parameter
No Lokasi Debu HC CO NO2 SO2 Pb
(µg/m3) (µg/m3) (µg/m3) (µg/m3) (µg/m3) (µg/m3)
1 Kantor bea Cukai 406 719 2286 14.31 9.64 0.35
2 Jalan tol 371 784 2743 17.48 13.94 0.19
3 Palm Hills 32 65 457 6.78 2.44 < 0.03
4 Kampung Cilodan 150 144 914 14.62 6.40 0.05
5 Desa Randakari 107 72 457 7.99 4.14 < 0.03
6 Semang Raya 224 144 914 10.68 5.82 0.10
7 Ramayana 389 556 4571 19.19 11.28 0.33
8 Simpang Tiga 204 170 1371 8.95 3.52 0.12
9 Nirmala Optik 522 621 4686 15.86 6.26 0.21
10 Perum KS 94 124 800 10.41 4.66 0.07
11 Sebelum KBS 171 150 800 8.76 3.56 0.10
12 PCI 96 92 457 7.41 3.38 < 0.03
13 Kampung Pangabuan 132 157 571 8.13 3.22 < 0.03
14 Pelindo 317 150 1029 12.07 5.27 0.17
15 Wanasari 151 150 686 9.84 5.65 0.10
16 ASDP 347 654 8000 23.23 10.52 0.60
Tabel 7. Hasil Pengukuran Udara Triwulan IV Tahun 2004 (lanjutan)

Debu
HC CO NO2 SO2 Pb
No Lokasi (µg/m
3 (µg/m3) (µg/m3) (µg/m3) (µg/m3) (µg/m3)
)
17 Pasar Merak 217 144 1029 8.63 3.78 0.18
18 Cikuasa Baru 192 196 914 14.05 9.91 0.12
19 Gerem Raya 438 850 8914 19.36 11.37 0.52
20 Kampung Kruwuk 136 98 686 9.81 5.77 < 0.03
21 Kampung Pabuaran Lor 368 176 1371 11.27 6.97 0.22
22 Perumahan Arga Baja Pura 157 91 686 7.45 5.50 0.10
23 Cikuasa Lama 188 229 2286 12.50 5.66 0.27
24 Kelapa Tujuh 115 98 571 10.79 3.99 0.06
Sumber : Dinas Lingkungan Hidup dan Pertambangan Kota Cilegon

Tabel 8. Hasil Pengukuran Udara Triwulan III Tahun 2005


Parameter
No Lokasi
Debu HC CO NO2 SO2 Pb
1 Kantor bea Cukai 514 425 3086 17.80 13.05 0.39
2 Jalan tol 209 588 2857 15.18 10.04 0.29
3 Palm Hills 52 59 457 7.31 2.41 < 0.03
4 Kampung Cilodan 166 163 1029 9.98 4.80 0.05
5 Desa Randakari 94 85 571 8.52 4.35 0.05
6 Semang Raya 118 157 1143 12.08 7.28 0.07
7 Ramayana 254 458 4000 21.06 11.44 0.24
8 Simpang Tiga 293 569 4457 22.08 9.62 0.37
9 Nirmala Optik 339 523 4229 16.82 10.51 0.44
10 Perum KS 155 170 1600 14.47 11.72 0.12
11 Sebelum KBS 202 176 1371 16.86 2.46 0.09
12 PCI 97 157 1371 15.46 8.56 0.06
13 Kampung Pangabuan 123 150 686 13.79 3.16 < 0.03
14 Pelindo 257 145 1486 14.98 8.21 0.12
15 Wanasari 170 176 1486 14.71 10.73 0.05
16 ASDP 312 601 7429 22.38 11.77 0.38
17 Pasar Merak 201 144 1143 8.78 4.66 0.08
18 Cikuasa Baru 268 183 1600 13.79 9.57 0.12
19 Gerem Raya 360 817 8571 20.22 15.12 0.34
20 Kampung Kruwuk 136 144 800 11.58 4.14 < 0.03
21 Kampung Pabuaran Lor 241 294 3429 18.33 9.68 0.16
22 Perumahan Arga Baja Pura 173 131 1029 10.05 5.91 0.10
23 Cikuasa Lama 106 209 2057 10.81 3.72 0.11
24 Kelapa Tujuh 130 137 1029 10.05 5.18 0.06
Sumber : Dinas Lingkungan Hidup dan Pertambangan Kota Cilegon
Tabel 9. Luasan Zona polutan Debu (Ha) Pengukuran Triwulan I Tahun 2004
Kecamatan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Jumlah
Pulo Merak 464.9 2231.2 283.5 28.2 3007.7
Purwakarata 1341.5 374.5 0.0 0.0 1716.0
Jombang 35.9 1512.7 96.4 0.0 1645.1
Gerogol 326.4 1374.4 132.6 30.0 1863.4
Ciwandan 2858.5 1246.0 0.0 0.0 4104.4
Citangkil 1297.0 619.9 0.0 0.0 1917.0
Cilegon 323.0 1176.6 0.0 0.0 1499.6
Cibeber 243.1 3051.0 0.0 0.0 3294.1
Jumlah 6890.4 11586.2 512.4 58.2 19047.2
Catatan :
¾ Kelas 1 : 27.09-230 µg/m3.
¾ Kelas 2 : 230-403.81 µg/m3.
¾ Kelas 3 : 403.81-592.17 µg/m3.
¾ Kelas 4 : 592.17-780.531 µg/m3

Tabel 10. Luasan Zona Polutan Hidrokarbon (Ha) Pengukuran Triwulan I Tahun
2004

Kecamatan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Jumlah


Pulo Merak 196.9 1291.2 1347.3 160.6 11.7 3007.7
Purwakarata 583.6 1132.3 0.0 0.0 0.0 1716.0
Jombang 0.0 1488.1 129.7 27.3 0.0 1645.1
Gerogol 18.8 1134.7 595.5 88.3 26.1 1863.4
Ciwandan 2103.4 1989.4 11.6 0.0 0.0 4104.4
Citangkil 803.1 1113.9 0.0 0.0 0.0 1917.0
Cilegon 0.0 1499.6 0.0 0.0 0.0 1499.6
Cibeber 0.0 3294.1 0.0 0.0 0.0 3294.1
Jumlah 3705.7 12943.3 2084.1 276.2 37.9 19047.2
Catatan :
¾ Kelas 1 : 65.04-160 µg/m3.
¾ Kelas 2 : 160-481.96 µg/m3.
¾ Kelas 3 : 481.96-609.41 µg/m3.
¾ Kelas 4 : 609.41-989.87 µg/m3
¾ Kelas 5 : 898.87-1107.33 µg/m3

Tabel 11. Luasan Zona Polutan Karbon Monoksida (Ha) Pengukuran Triwulan I
Tahun 2004

Kecamatan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Jumlah


Pulo Merak 708.6 1646.5 620.1 25.0 7.7 3007.7
Purwakarata 1509.4 206.5 0.0 0.0 0.0 1716.0
Jombang 70.8 677.7 751.4 113.1 32.0 1645.1
Gerogol 483.5 1185.2 140.3 39.4 15.0 1863.4
Ciwandan 3827.5 269.0 8.0 0.0 0.0 4104.4
Citangkil 1660.1 256.9 0.0 0.0 0.0 1917.0
Tabel 11. Luasan Zona Polutan Karbon Monoksida (Ha) Pengukuran
Triwulan I Tahun 2004 (lanjutan)
Kecamatan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Jumlah
Cilegon 722.3 569.7 207.6 0.0 0.0 1499.6
Cibeber 0.0 3294.1 0.0 0.0 0.0 3294.1
Jumlah 8982.1 8105.5 1727.5 177.5 54.7 19047.2
Catatan :
¾ Kelas 1 : 343.101-2141.853 µg/m3.
¾ Kelas 2 : 2141.853-3940.605 µg/m3.
¾ Kelas 3 : 3940.605-5739.357 µg/m3.
¾ Kelas 4 : 5739.357-7538.109 µg/m3.
¾ Kelas 5 : 7538.109-9336.861 µg/m3.

Tabel 12. Luasan Zona Polutan Nitrogen Dioksida (Ha) Pengukuran Triwulan I
Tahun 2004

Kecamatan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Jumlah


Pulo Merak 303.1 844.1 1552.1 277.5 30.9 3007.7
Purwakarata 644.6 1071.3 0.0 0.0 0.0 1716.0
Jombang 0.0 230.7 834.3 566.3 13.8 1645.1
Gerogol 19.8 827.9 838.8 144.7 32.3 1863.4
Ciwandan 658.8 3399.2 46.5 0.0 0.0 4104.4
Citangkil 180.7 1632.4 103.9 0.0 0.0 1917.0
Cilegon 0.0 1025.0 415.7 58.9 0.0 1499.6
Cibeber 2055.0 1188.0 51.1 0.0 0.0 3294.1
Jumlah 3861.9 10218.6 3842.4 1047.3 77.0 19047.2
Catatan :
¾ Kelas 1 : 3.161-6.891 µg/m3.
¾ Kelas 2 : 6.891-10.621 µg/m3.
¾ Kelas 3 : 10.621-14.35 µg/m3.
¾ Kelas 4 : 14.35-18.08 µg/m3.
¾ Kelas 5 : 18.08-21.809 µg/m3.

Tabel 13. Luasan Zona polutan Debu (Ha) Pengukuran Triwulan IV Tahun 2004
Kecamatan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Jumlah
Pulo Merak 91.0 709.8 2117.4 89.5 0.0 3007.7
Purwakarata 414.7 1261.8 39.4 0.0 0.0 1716.0
Jombang 3.8 100.1 878.5 554.7 108.0 1645.1
Gerogol 0.0 412.8 1321.0 125.3 4.3 1863.4
Ciwandan 163.5 2915.3 1025.7 0.0 0.0 4104.4
Citangkil 0.0 1621.8 295.2 0.0 0.0 1917.0
Cilegon 2.8 864.4 630.3 2.1 0.0 1499.6
Cibeber 91.2 2812.3 390.5 0.0 0.0 3294.1
Jumlah 767.0 10698.3 6698.1 771.5 112.3 19047.2
Catatan :
¾ Kelas 1 : 32.052-130.021 µg/m3.
¾ Kelas 2 : 130.021-227.989 µg/m3.
¾ Kelas 3 : 227.989-325.958 µg/m3.
¾ Kelas 4 : 325.958-423.927 µg/m3.
¾ Kelas 5 : 423.927-521.896 µg/m3.

Tabel 14. Luasan Zona polutan Hidrokarbon (Ha) Pengukuran Triwulan IV Tahun
2004
Kecamatan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6 Jumlah
Pulo Merak 202.4 1044.1 1542.9 163.1 53.2 2.0 3005.7
Purwakarata 750.6 965.4 0.0 0.0 0.0 0.0 1716.0
Jombang 5.7 446.2 801.8 366.8 24.6 0.0 1645.1
Gerogol 38.4 861.3 716.2 165.5 55.1 27.1 1836.3
Ciwandan 1960.8 1430.2 709.4 4.0 0.0 0.0 4104.4
Citangkil 454.1 1445.6 17.3 0.0 0.0 0.0 1917.0
Cilegon 8.1 1392.1 99.4 0.0 0.0 0.0 1499.6
Cibeber 152.3 2991.3 150.4 0.0 0.0 0.0 3294.1
Jumlah 3572.5 10576.0 4037.4 699.4 132.8 29.1 19047.2
Catatan :
Kelas 1 : 65.023 - 160 µg/m3.
Kelas 2 : 160 - 326.613 µg/m3.
Kelas 3 : 326.613 - 457.467 µg/m3.
Kelas 4 : 457.467 - 588.202 µg/m3.
Kelas 5 : 588.202 - 718.997 µg/m3.
Kelas 6 : 718.997 - 849.792 µg/m3.

Tabel 15. Luasan Zona polutan Karbon Monoksida (Ha) Pengukuran Triwulan IV
Tahun 2004
Kecamatan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6 Jumlah
Pulo Merak 773.3 2123.2 91.5 12.6 5.9 1.2 3006.5
Purwakarata 1554.4 161.5 0.0 0.0 0.0 0.0 1716.0
Jombang 73.2 1000.0 571.4 0.5 0.0 0.0 1645.1
Gerogol 394.9 1173.6 193.5 58.0 27.9 15.4 1848.0
Ciwandan 3827.5 269.0 8.0 0.0 0.0 0.0 4104.4
Citangkil 1708.6 208.4 0.0 0.0 0.0 0.0 1917.0
Cilegon 1017.8 481.7 0.0 0.0 0.0 0.0 1499.6
Cibeber 2977.2 316.9 0.0 0.0 0.0 0.0 3294.1
Jumlah 12326.8 5734.3 864.4 71.2 33.8 16.6 19047.2
Catatan :
¾ Kelas 1 : 457.013-1865.269 µg/m3.
¾ Kelas 2 : 1865.269-3273.526 µg/m3.
¾ Kelas 3 : 3273.526-4681.783 µg/m3.
¾ Kelas 4 : 4681.783-6090.039 µg/m3.
¾ Kelas 5 : 6090.039-7498.296 µg/m3.
¾ Kelas 6 : 7498.296-8906.553 µg/m3.
Tabel 16. Luasan Zona polutan Nitrogen Dioksida (Ha) Pengukuran Triwulan IV
Tahun 2004

Kecamatan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6 Jumlah


Pulo Merak 0.9 545.1 2224.1 222.3 10.6 4.7 3003.0
Purwakarata 649.9 1066.1 0.0 0.0 0.0 0.0 1716.0
Jombang 9.6 339.4 887.9 350.8 57.4 0.0 1645.1
Gerogol 10.6 582.3 1019.8 226.2 24.6 0.0 1863.4
Ciwandan 1492.5 1493.9 1108.3 9.7 0.0 0.0 4104.4
Citangkil 54.1 1847.9 15.0 0.0 0.0 0.0 1917.0
Cilegon 15.4 1353.7 130.5 0.0 0.0 0.0 1499.6
Cibeber 91.1 2877.5 325.5 0.0 0.0 0.0 3294.1
Jumlah 2324.1 10105.9 5711.0 809.0 92.5 4.7 19047.2
Catatan :

¾ Kelas 1 : 6.78-9.512 µg/m3.


¾ Kelas 2 : 9.512-12.244 µg/m3.
¾ Kelas 3 : 12.244-14.976 µg/m3.
¾ Kelas 4 : 14.976-17.707 µg/m3.
¾ Kelas 5 : 17.707-20.439 µg/m3.
¾ Kelas 6 : 20.439-23.171 µg/m3.
Tabel 17. Luas Penutupan Lahan Setiap Kecamatan (Ha)

PULO
No Penutupan Lahan CIWANDAN CITANGKIL CILEGON JOMBANG CIBEBER PURWAKARTA GEROGOL
MERAK
1 Permukiman 830,790 581,220 305,640 804,870 777,780 528,930 412,380 552,240
2 Perairan 327,420 109,710 47,700 44,550 64,620 25,020 55,620 66,240
3 Hutan tanaman 128,880 126,540 174,780 52,290 618,660 178,560 366,210 415,530
4 Pertanian lahan kering
bercampur Semak 672,480 613,530 536,220 385,740 1089,540 585,540 561,510 717,570
5 Pertanian lahan kering 112,050 120,150 69,030 45,630 113,850 91,800 72,090 205,740
6 Sawah 128,070 79,020 35,280 71,280 74,520 60,480 56,790 83,250
7 Semak 6,030 1,980 2,340 1,170 1,260 2,250 1,890 1,530
8 Awan 752,490 219,060 260,100 222,840 408,330 187,560 238,230 622,980
9 Bayangan awan 228,510 66,240 68,940 14,310 141,660 53,910 91,530 155,880

71
LAMPIRAN GAMBAR

A ngi n B ul a n M a r e t
A r a h A ngi n B ul a n J a nua r i A r a h A ngi n B ul a n Fe bua r i

U
U
U

BL TL 330 30
BL TL

300 60

B T B T
B T

240 120

BD Te 210 150

BD Te
S

S
S

A r a h A ngi n B ul a n A pr i l A r a h A ngi n B ul a n M e i
A r a h A ngi n B ul a n J uni

U
U U

BL TL
BL TL BL TL

B T
B T B T

BD Te BD Te
BD Te
S S
S

Gambar 1. Gambar Windrose


Arah Angin Bulan Juli Arah Angin Bulan Agustus Arah Angin Bulan Septem ber

U
U
U
BL TL
BL TL
BL TL
B T
B T
B T
BD Te
BD Te
BD Te
S
S
S

Arah Angin Bulan Oktober A r a h A ngi n Bul a n N ov e mbe r


A r a h A ngi n B ul a n D e s e mbe r

U U
BL TL

BL TL BL TL

B T B T
B T

BD Te
BD Te
BD Te
S
S
S

Gambar 1. Gambar Windrose (lanjutan)

73
Diagram Fluktuasi Debu

900

800

700
Konsentrasi (ug/m3)

600

500

400

300

200

100

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Lokasi

Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3

Diagram Fluktuasi Hidrokarbon

1200
Konsentrasi (ug/m3)

1000
800
600
400
200
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Lokasi

Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3

Diagram Fluktuasi CO

10000
9000
8000
Konsentrasi (ug/m3)

7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Lokasi

Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3

Gambar 2. Diagram Fluktuasi Konsentrasi Polutan (µg/m3) di Lokasi Pengambilan


Contoh Udara
Diagram Fluktuasi NO2

25
Konsentrasi (ug/m3)

20

15

10

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Lokasi

Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3

Gambar 2. Diagram Fluktuasi Konsentrasi Polutan (µg/m3) di Lokasi Pengambilan


Contoh Udara (Lanjutan)

Keterangan Lokasi Pengambilan Contoh Udara

No Lokasi No Lokasi
1 Kantor bea Cukai 14 Pelindo
2 Jalan tol 15 Wanasari
3 Palm Hills 16 Pelabuhan Merak (ASDP)
4 Kampung Cilodan 17 Pasar Merak
5 Desa Randakari 18 Cikuasa Baru
6 Semang Raya 19 Gerem Raya
7 Ramayana 20 Kampung Kruwuk
8 Simpang Tiga 21 Kampung Pabuaran Lor
9 Nirmala Optik 22 Perumahan Arga Baja Pura
10 Kelurahan Tegal Ratu 23 Cikuasa Lama
11 Sebelum KBS 24 Kelapa Tujuh
12 Kampung Sumampir 25 Perum KS
13 Kampung Pangabuan 26 PCI

Anda mungkin juga menyukai