E06bsa PDF
E06bsa PDF
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Penulis dilahirkan di Kota Tegal, Jawa Tengah pada tanggal 22 Maret 1983.
Merupakan anak keempat dari lima bersaudara pasangan Mulyono dan Thoyibah.
Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1987 di TK Pertiwi Slawi dan lulus pada
tahun 1989, kemudian penulis melanjutkan ke SD Negeri Slawi II dan lulus pada tahun
1995, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1 Slawi dan lulus pada tahun
1998. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 1 Slawi,
lulus pada tahun 2001. Pendidikan perguruan tinggi ditempuh penulis di Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2001, dengan
mengambil Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kehutanan, penulis pernah melakukan
Praktek Pengenalan Umum Kehutanan di BKPH Rawa Timur, KPH Banyumas Barat dan
BKPH Gunung Slamet Barat, KPH Banyumas Timur serta Praktek Pengelolaan Hutan di
BKPH Getas, KPH Banyumas Barat tahun 2004, dan terakhir penulis menyelesaikan
Praktek Kerja Lapang (PKLP) di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi pada tahun
2005.
Selain kegiatan praktek lapang, penulis telah mengikuti berbagai kegiatan dan
organisasi baik di dalam maupun di luar perguruan tinggi. Organisasi yang pernah diikuti
penulis antara lain Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA),
Kelompok Pemerhati Goa ”Hira” Kelompok Pemerhati Burung (KPB) Prenjak dan
Fotografi Konservasi (FOKA). Kegiatan yang pernah di lakukan di luar kegiatan kampus
diantaranya adalah Volunteer dalam acara Asia Europe Environment Forum (2005),
Volunteer aksi kemanusiaan bencana alam tsunami Aceh,
Sebagai salah satau syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas
Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Pemetaan Polutan sebagai
Pertimbangan Pembangunan Ruang Terbuka Hijau di Kota Cilegon” dibawah bimbingan
Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo MSc.
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
Teks Halaman
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 60
LAMPIRAN................................................................................................................. 62
DAFTAR GAMBAR
B. Tujuan
C. Manfaat
A. Pencemaran Udara
Menurut Handoko (1994), iklim adalah sintesis atau kesimpulan dari perubahan
nilai unsur-unsur cuaca (hari demi hari dan bulan demi bulan) dalam jangka panjang atau
pada suatu wilayah. Unsur-unsur iklim adalah radiasi surya, lama penyinaran surya, suhu
udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin, penutupan awan, presipitasi (embun,
salju, hujan) dan evaporasi/evapotranspirasi.
Menurut Kozak dan Sudarmo (1993) dalam Sukarsono (1998) ada 2 bentuk emisi
dari unsur dan senyawa pencemar udara, yaitu :
1. Pencemar udara primer (Primary air pollution)
Merupakan emisi unsur – unsur pencemar udara langsung ke atmosfer dari sumber-
sumber diam maupun bergerak. Pencemar udara primer ini mempunyai waktu paruh di
atmosfer yang tinggi pula. Contoh pencemar udara primer adalah CO, CO2, SO2, CFC,
Cl2, debu.
2. Pencemar udara sekunder (Secondary air pollution)
Merupakan emisi pencemar udara dari hasil proses fisik dan kimia di atmosfer
dalam bentuk foto kimia (Photo Cemistry) yang umumnya bersifat reaktif dan mengalami
proses transformasi fisik kimia menjadi unsur/senyawa. Perubahan bentuk senyawa
polutan terjadi mulai saat diemisikan hingga setelah ada di atmosfer. Contoh pencemar
udara sekunder adalah ozon (O3), aldehida, PAN, hujan asam.
Barker (1992) mengatakan bahwa untuk partikel dengan diameter lebih kecil dari
0.1 µm pertukaran di atmosfer dipengaruhi oleh turbulensi angin, bentuk topografi dan
stratifikasi suhu pada lapisan terendah atmosfer. Menurut Lakitan (1994), keberadaan
bangunan fisik (buatan manusia) dan benda-benda alami pada suatu lingkungan juga
mempunyai pengaruh terhadap iklim mikro setempat, misalnya terhadap suhu udara,
kecepatan dan arah angin, intensitas dan lamanya penyinaran yang diterima oleh suatu
permukaan dan kelembaban udara. Menurut Lowry (1972), perbedaan tingkat suhu akan
menciptakan tekanan yang berbeda sehingga terjadi angin skala sedang atau angin lokal.
Terkadang kondisi meteorologi menjadi faktor utama terjadinya akumulasi polutan
udara pada skala regional (Rouse, 1975). Menurut Sastrawijaya (1991), kecepatan angin
mempengaruhi distribusi pencemar. Konsentrasi pencemar akan berkurang jika angin
kecepatan tinggi dan membagikan kecepatan tersebut secara mendatar atau vertikal.
Selain menurunkan intensitas cahaya langsung dan suhu, pohon (serta vegetasi
lainnya) dapat pula meningkatkan kelembaban udara dan mengurangi kecepatan angin.
Tergantung pada ukuran dan kerapatan tanaman sistem tajuk tanaman, energi radiasi
matahari yang diserap oleh sistem tajuk tanaman dapat mencapai 90 % dari total yang
diterimanya (Lakitan, 1994). Menurut Sastrawijaya (1991), suhu yang rendah
menyebabkan bahan bakar naik. Perbedaan suhu merupakan faktor pengubah yang besar.
Pergolakan ke atas akan membawa pencemar ke daerah yang suhunya lebih rendah.
Pencemar akan menurun konsentrasinya dan kemudian disebarkan oleh angin. Setelah
suhu turun polutan akan turun dan akan terakumulasi pada kota tersebut.
Stabilitas atmosfer akan turut mendukung penetrasi (penetralisir) polusi udara ke
lapisan yang lebih tinggi dan juga mempunyai peranan penting dalam proses dispersi
serta pengenceran polusi di udara. Stabilitas atmosfer ditentukan oleh gradien suhu udara
vertikal dan variabilitas angin (Lestari, 2003). Pangeran (2002) menambahkan, di
troposfer udara selalu bergerak turbulen yang berarti bahwa arah dan kecepatan gerak
molekul gas berubah secara bersambung. Difusi turbulen oleh suatu proses terjadi pada
skala mikro karena itu, hal ini memainkan peranan kecil jika dibanding adveksi dispersi
polutan untuk beberapa kondisi atmosfer.
Pada malam hari, Tanaman berperan sebagai penahan panas sehingga suhu udara di
bawah tajuk akan lebih hangat dibandingkan suhu udara di atas area terbuka (tanpa
vegetasi). Tajuk tanaman akan menyerap dan menahan sebagian energi yang dipancarkan
oleh permukaan tanah dan akan mengurangi fluktuasi suhu siang dan malam hari
(Lakitan, 1994). Penyerapan energi radiasi matahari oleh sistem tajuk tanaman akan
memacu tumbuhan untuk meningkatkan laju transpirasinya (terutama menjaga stabilitas
suhunya). Setiap gram air yang diuapkan menggunakan energi sebesar 580 kalori. Karena
besarnya energi yang digunakan untuk menguapkan air dalam transpirasi ini, maka hanya
sedikit panas yang tersisa yang dipancarkan udara sekitarnya. Hal ini yang menyebabkan
suhu udara sekitar tanaman tidak meningkat secara drastis pada siang hari. Pada kondisi
kecukupan air, kehadiran pohon diperkirakan dapat menurunkan suhu udara dibawahnya
kira-kira 3.5oC pada siang hari yang terik (Lakitan, 1994).
Kemampuan tanaman menyerap radiasi yang diterima dipengaruhi oleh kerapatan
dan perkembangan daunnya. Dengan memperhatikan sifat vegetasi, para perencana dapat
memanipulasi iklim mikro (Robinette, 1983 dalam Sitawati, 1994).
Ruang Terbuka Hijau adalah Ruang Terbuka baik dalam bentuk area kawasan
maupun dalam bentuk area memanjang/jalur yang penggunaannya lebih bersifat terbuka
tanpa bangunan. Ruang terbuka hijau pemanfaatannya lebih bersifat pengisian tanaman
dan tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian,
pertamanan, perkebunan dan lain sebagainya (Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14
tahun 1988 dalam Nasihin, 2003).
Bagian dan bentuk Ruang Terbuka Hijau (Anonius, 2004) :
a. Jalur Hijau, merupakan pohon peneduh jalan raya, pada kawasan riparian seperti
delta sungai, kanal, saluran irigasi, tepian danau, dan tepian pantai. Pembuatan
jalur hijau diharapkan dapat memperbaiki kualitas dan kuantitas air.
b. Taman Kota, merupakan tanaman yang ditanam sedemikian rupa, baik sebagian
maupun semuanya hasil rekayasa manusia untuk mendapatkan komposisi tertentu
yang indah.
c. Kebun dan Halaman, jenis tanaman yang ditanam di kebun biasanya dari jenis
yang dapat menghasilkan buah.
d. Kebun Raya, Hutan Raya dan Kebun Binatang, dalam hal ini dapat dimasukan ke
dalam hutan kota. Tanaman dapat berasal dari daerah setempat maupun daerah
lain.
e. Hutan Lindung, kawasan hutan yang mempunyai lereng yang curam dan daerah
rawan abrasi.
f. Kuburan dan Taman Makam Pahlawan
Grey dan Deneke (1987) serta Dibyosuwarno (1986) dalam Harahap (1987)
berpendapat bahwa hutan kota penting untuk penduduk kota dengan berbagai kegunaan
sebab pohon dapat berfungsi sebagai pencegah pencemaran yang berperan sebagai
saringan, memberi naungan dan estetika. Grey dan Deneke (1987) mengelompokkan
berbagai kegunaan hutan kota menjadi empat kategori yaitu kegunaan-kegunaan
arsitektur, kegunaan-kegunaan rekayasaan (engineering uses), kegunaan-kegunaan
estetika dan untuk perbaikan iklim.
Ukuran serta tata letak kawasan perlindungan di dunia seringkali ditentukan faktor-
faktor seperti sebaran manusia, nilai potensial lahan, upaya politik oleh para warga yang
berjiwa konservasi. Seringkali, lahan disisihkan bagi kepentingan konservasi hanya
karena lahan tersebut tidak memiliki nilai komersial secara langsung; kawasan
perlindungan tersebut berlokasi pada “lahan-lahan yang tidak diminati siapapun” (Runte
1979; Pressey 1994 dalam Primack et al. 1998).
E. Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah suatu cara pemantauan tentang sifat dan kondisi suatu
obyek atau fenomena alam di permukaan bumi untuk mendapatkan informasi tentang
obyek itu sendiri ataupun sekitarnya tanpa harus kontak langsung dengan obyek tersebut
melalui suatu alat (sensor) (Kartasasmita, 2001). Lo (1995) menyatakan bahwa
penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai
objek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Biasanya teknik ini
menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan interpretasikan guna
membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi dibidang pertanian arkeologi,
kehutanan, geologi, geografi perencanaan dan bidang – bidang lainnya.
Pengideraan jauh meliputi dua proses utama, yaitu pengumpulan data dan analisis
data (Lillesand dan Kiefer, 1993). Elemen pengumpulan data meliputi : (a) sumber
energi, (b) perjalanan energi melalui atmosfer, (c) interaksi antara energi dengan
kenampakan di muka bumi, (d) sensor wahana pesawat terbang dan/atau satelit, dan hasil
data dalam bentuk piktoral dan/atau numerik. Proses analisis data meliputi (a) pengujian
data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat pengamatan untuk menganalisis data
piktoral, dan/atau komputer untuk menganalisis data numerik (b) Biasanya informasi ini
disajikan dalam bentuk peta, tabel dan suatu bahasan tertulis atau laporan, dan (c) Hasil
digunakan untuk pengambilan keputusan.
Citra landsat merupakan hasil dari suatu program sumbardaya bumi yang
dikembangkan oleh NASA (the National Aeuronautical and Space Administration)
Amerika Serikat pada awal tahun 1970 – an. Landsat 1 diluncurkan pada tanggal 22 Juli
1972. Setelah pencuran 3 tipe landsat sebelumnya, kemudian diluncurkan tipe landsat 4
yang menampilkan suatu perbaikan yaitu citra satelit yang mempunyai resolusi tinggi.
Landsat 4 diluncurkan pada tanggal 16 Juli 1982. Landsat 4 dipasang suatu sensor baru
yang bertujuan untuk perbaikan dan resolusi spasial, pemisahan spektral, kecermatan data
radiometrik dan ketelitian radiometrik maka ditambah Thematic Mapper (TM) pada
empat saluran multispectral scanner (Salomonson dan Park, 1979 dalam Lo, 1995).
Tabel 1. Aplikasi dan Saluran Spektral (Band) Thematic Mapper (Lo, 1995)
Panjang
Saluran
Gelombang Potensi Pemanfaatan
(Band)
(µm)
1 0,45 – 0,52 Dirancang untuk penetrasi tubuh air, sehingga bermanfaat
untuk pemetaan perairan pantai. Berguna juga untuk
membedakan antara tanah dengan vegetasi, tumbuhan
berdaun lebar dan berdaun jarum.
2 0,52 – 0,60 Dirancang untuk mengukur puncak pantulan hijau saluran
tampak bagi vegetasi guna penilaian ketahanan.
3 0,63 – 0,69 Saluran absorpsi klorofil yang penting untuk diskriminasi
vegetasi
4 0,76 – 0,90 Bermanfaat untuk menentukan kandungan biomassa dan
untuk delineasi tubuh air.
5 1,55 – 1,75 Menunjukan kandungan kelembaban vegetasi dan
kelembaban tanah, dan bermanfaat untuk membedakan
salju dan awan.
6 2,08 – 2,35 Saluran inframerah termal yang penggunaannya untuk
perekaman vegetasi, diskriminasi kelembaban tanah dan
pemetaan termal.
7 10,45 – 12,50 Saluran yang diseleksi karena potensinya untuk
membedakan tipe batuan dan untuk pemetaan hidrotermal.
Menurut White (1985) dalam Harahap (1987), Analisis tapak merupakan suatu
kegiatan riset pra-rancangan yang memusat pada kondisi-kondisi yang ada, dekat dan
potensial pada dan di sekitar proyek. Analisis tersebut, sedikit banyak merupakan suatu
penyelidikan atas seluruh tekanan, gaya dan situasi serta hubungan timbal balik pada
lahan dimana proyek akan didirikan. Selanjutnya ditambahkan oleh White (1987) dalam
Harahap (1987), peran utama dari analisis tapak dalam perancangan adalah memberi kita
informasi mengenai tapak sebelum memulai kosep-konsep perancangan sehingga
pemikiran dini tentang proyek dapat digabugkan dengan tanggapan-tanggapan yang
berarti terhadap kondisi luar. Setelah didapatkan potensi tapak menurut Simonds (1983)
dalam Harahap (1987) mengatakan ada dua hal yang harus dikerjakan secara serentak
yaitu formulasi dari pengembangan program dan analisis pada tapak. Penyusunan suatu
program kebutuhan-kebutuhan yang logis dan tepat dapat dilakukan dengan jalan
penelitian dan penyelidikan yaitu yang dapat dilakukan sebagai perencanaan. Informasi-
informasi tersebut antara lain adalah lokasi tapak, ukuran, bentuk, kontur, pola-pola
drainase, tanah, utilitas, pemandangan kearah dan dari tapak, iklim dan lain-lain (White,
1985 dalam Harahap, 1987).
Ukuran serta tata letak kawasan perlindungan di dunia seringkali ditentukan faktor-
faktor seperti sebaran manusia, nilai potensial lahan, upaya politik oleh para warga yang
berjiwa konservasi. Seringkali, lahan disisihkan bagi kepentingan konservasi hanya
karena lahan tersebut tidak memiliki nilai komersial secara langsung; kawasan
perlindungan tersebut berlokasi pada “lahan-lahan yang tidak diminati siapapun” (Runte
1979; Pressey 1994 dalam Primack et al. 1998).
Dalam biologi konservasi pernah terjadi perdebatan berkepanjangan, mengenai
pada keadaan manakah kekayaan spesies dapat dicapai secara maksimal; tunggal
berukuran besar, atau dengan ukuran sama namun terpecah-pecah dalam beberapa lokasi
yang lebih kecil (Diamond 1975; Simberloff dan Abele 1976, 1982; Terborgh 1986
dalam Primack 1998). Menurut Soule dan Simberloff 1986 dalam Primack 1998 bahwa
strategi mengenai ukuran kawasan perlindungan disesuaikan dengan kelompok spesies
yang akan dilindungi.
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Kota Cilegon dengan luas 17.550 Ha merupakan bagian dari Propinsi Banten dan
berada di bagian ujung barat dari Pulau Jawa. Terbagi kedalam 8 kecamatan (Cilegon,
Cibeber, Ciwandan, Pulomerak, Purwokarta, Jombang, Ciwandan dan Citangkil) dan 41
desa. Secara geografis, Kota Cilegon terletak pada 5o52’24” - 6o04’07” LS dan
105o54’05” - 106o05’11” BT, sedangkan secara administratif Kota Cilegon memiliki
batas-batas sebagai berikut (UU No 15 tahun 1999 tentang terbentuknya Kotamadya
Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon pada Tanggal 27
April 1999) :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bojonegara (Kabupaten Serang).
Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Anyar dan Kecamatan Mancak
(Kabupaten Serang)
Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Kramatwatu (Kabupaten Serang)
Kota Cilegon berada pada ketinggian antara 0 – 553 meter di atas permukaan
laut. Wilayah tertinggi pada Gunung Gede (Kecamatan Pulomerak), sedangkan wilayah
terendah berada di bagian barat yang merupakan hamparan pantai. Kemiringan lereng
Kota Cilegon cukup bervariasi. Bagian barat, tengah hingga timur kota Cilegon memiliki
kelerengan antara 0 – 2 % dan 2 – 7 %. Wilayah utara didominasi oleh lahan yang
mempunyai kemiringan lereng cukup besar karena merupakan wilayah pegunungan,
sedangkan untuk wilayah selatan lebih didominasi oleh kelas kelerengan 2 – 7 %.
C. Hidrogeologi
D. Kondisi Iklim
Kota Cilegon mempunyai panjang periode bulan basah 9 bulan yaitu mulai bulan
Oktober sampai dengan bulan Mei tanpa bulan kering dengan kisaran curah hujan 145,4
mm – 326,2 mm. Besarnya curah hujan tahunan berkisar antara 1.374 – 5.716,5
mm/tahun. Sementara kecepatan angin rata-rata bulanan berkisar 3,4 - 4,6 m/detik.
Karakteristik tipe iklim Kota Cilegon adalah daerah basah.
E. Jenis Batuan
Jenis bantuan yang terdapat di Kota Cilegon terdiri dari batuan vulkanik dan
aluvium. Jenis batuan tersebut mempunyai sebaran sebagai berikut:
• Lava dan Breksi Gunung Gede tersebar di bagian utara.
• Breksi dan tuva Gunung Gede tersebar di bagian wilayah tengah sampai barat.
• Endapan Sungai berada diantara sebaran lava/breksi Gunung Gede dan
Breksi/tuva Gunung Gede.
• Breksi dan tuva danau tersebar di bagian tengah, barat dan selatan.
• Tuva dan breksi Gunung Tukang berada di bagian barat daya.
• Tuva Gunung Danau berada di bagian timur.
F. Jenis Tanah
Keadaan tanah Kota Cilegon merupakan pelapukan batuan vulkanik Gunung
Gede. Jenis tanah yang dijumpai berwarna coklat muda, coklat tua dengan tekstur halus-
kasar, termasuk jenis tanah lempung, lempung pasiran dan pasir. Jenis tanah pasir atau
yang bersifat pasiran meresapkan air cukup baik. Tanah alluvium dijumpai di wilayah
utara Kota Cilegon dicirikan dengan warna abu-abu muda kecoklatan dan bersifat agak
lepas, ukuran butir dari lempung hingga pasir, teksutr halus-kasar. Jenis-jenis tanah yang
ditemui di Kota Cilegon adalah aluvial, latosol, regosol.
Mata pencaharian penduduk Kota Cilegon terdiri dari (a) petani, (b) nelayan, (c)
pengusaha, (d) perajin, (e) buruh (tani, industri, bangunan dan pertambangan), (f)
pedagang, (g) perangkutan, (h) PNS, (i) ABRI, (j) pensiunan, serta (k) peternak. Dari
sejumlah mata pencaharian tersebut industri mempunyai persentase tertinggi sebesar
30,64 %, disusul kemudian oleh petani dan pedangan dengan persentase sebesar 30,41 %
dab 12,50 % (BAPPEDA Kota Cilegon, 1999 dalam Kurniasih, 2004).
Pada tahun 2002, jumlah penduduk yang tidak memiliki ijazah dan (atau) hanya
berpendidikan sampai tingkat SD sebesar 47,92 %, sedangkan satu per tiga dari sisanya
merupakan penduduk berpendidikan SMU ke atas. Jumlah tersebut terdiri dari : tamatan
SMU 25,03 %, tamatan D1 dan (atau) D2 sebesar 1 %, tamatan D3 sebesar 1,77 % dan
tamatan D4, S1 dan (atau) S2 sebesar 3,33 % (BPS Kota Cilegon, 2003 dalam Kurniasih,
2004).
IV. METODE PENELITIAN
2. Data Iklim
Data unsur iklim yang dikumpulkan berupa arah dan kecepatan angin, curah hujan,
suhu udara rata-rata bulanan yang dikumpulkan selama 18 tahun terakhir. Data-data
tersebut diperoleh dari stasiun pengamatan cuaca yaitu Badan Metereologi dan Geofisika
(BMG) Ciputat, Jakarta. Data-data tersebut akan diolah berdasarkan rata-rata tahunan
sehingga akan diperoleh karakteristik/pola proses angin lokal, curah hujan dan suhu.
Data mengenai kondisi lingkungan kota yang diambil berupa peta jalan, peta Kota
Cilegon, topografi serta penggunaan lahan. Keadaan topografi kawasan merupakan
gambaran tentang bentuk muka bumi kawasan yang dapat digunakan untuk pertimbangan
pergerakan angin. Peta penggunaan lahan diperoleh dari intepretasi citra Landsat ETM
tahun 2004.
D. Pengolahan Data
Data berupa kondisi fisik lapangan pada saat pengukuran, ambien udara,
koordinat lokasi pengambilan contoh udara dan data iklim di stasiun terdekat diolah
menggunakan perangkat lunak komputer dan dilakukan secara manual (konvensional).
Pengolahan setiap jenis data dapat dilihat selengkapnya sebagai berikut :
MS Excel (file.DBF4)
Interpolasi
Classify
Convert to Shapfile
Peta
overlay
Administrasi
Peta Penyebaran
Polutan
Surfer 7.0
(file.*dat, *grd)
Run Data
(grid vektor
Export
(file.SHP)
Transform Koordinat
(UTM)
Peta
Angin
Citra
Terkoreksi
Peta batas
overlay
Administrasi
Subset Image
a. Koreksi Geometri
Koreksi geometri merupakan suatu proyeksi data peta dalam suatu sistem
proyeksi peta tertentu. Koreksi geometri merupakan suatu proses untuk
memperbaiki kesalahan posisi. Langkah awal dalam proses ini adalah menentukan
georeferensi. Georeferensi merupakan proses menentukan koordinat yang dijadikan
referensi. Referensi yang sudah terkoreksi dapat berupa image ataupun vektor.
Tahap selanjutnya adalah penentuan ground control point (GCP). Dalam koreksi
geometri, pengambilan titik kontrol bumi atau disebut sebagai ground control point
(GCP) harus memiliki letak yang sama antara citra yang akan dikoreksi dengan
peta/citra yang menjadi acuan. Letak dan jumlah titik GCP disarankan harus
menyebar secara merata di seluruh citra. Proyeksi yang digunakan adalah sistem
koordinat Universal Transverse Mercator (UTM).
E. Batasan Penelitian
Batasan penelitian ini adalah penentuan zonasi masing-masing polutan di kota
Cilegon. Penentuan wilayah kritis pada kota yaitu daerah yang mempunyai kualitas udara
diatas atau diambang baku mutu udara ambien.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
(a) (b)
(c)
Gambar 6. Sumber polutan di Kota Cilegon (a) Sumber Titik, (b) Sumber Garis, (c)
Kawasan Krakatau Steel.
Gambar 7. Peta penyebaran sumber polutan
B. Evaluasi Kondisi Fisik
B.1. Kemiringan Lahan
Berdasarkan peta kelerengan lahan yang diperoleh dari pengolahan peta kontur.
Kelas kelerengan Kota Cilegon dibagi kedalam 5 kelas (gambar 8). Kelas 1 adalah lahan
yang mempunyai kemiringan datar dengan kemiringan 0 – 8 %, sedangkan kelas 5 adalah
lahan yang mempunyai kemiringan sangat curam dengan kemiringan > 45 %. Berikut
adalah kelas kelerengan Kota Cilegon :
Tabel 3. Luas kelas lereng Kota Cilegon
No. Kelas Kelerengan Luas (Ha)
1 0–8% 5.708,79
2 8 – 15 % 600,62
3 15 – 25 % 542,27
4 25 – 40 % 758,59
5 > 40 % 830,15
Bagian utara Kota Cilegon mempunyai kemiringan lahan yang bervariasi mulai
dari datar sampai dengan sangat curam. Bagian utara Kota Cilegon yaitu Kecamatan Pulo
Merak dan Gerogol merupakan daerah perbukitan dan sebagian dalam bentuk hutan serta
pertanian. Bagian tengah mempunyai kemiringan lahan yang datar. Bagian tengah yaitu
di Kecamatan Ciwandan, Purwakarta, Gerogol, Cilegon, Cibeber dan Jombang yang
merupakan pusat aktivitas, permukiman dan industri mempunyai topografi yang datar
(landai) yaitu dengan kemiringan berkisar antara 0 – 8 %. Daerah yang berada di bagian
selatan mempunyai kemiringan yang bervariasi mulai dari datar sampai dengan sangat
curam. Penutupan lahan bagian selatan adalah hutan dan lahan pertanian.
Kemiringan lahan akan sangat berpengaruh pada arah angin lokal. Wilayah
perbukitan dapat menjadi pembelok angin. Kecepatan angin akan menurun dan akan
dibelokkan arahnya karena menabrak bukit dan kelerengan yang tinggi. Pada kelerengan
yang datar, angin akan menyebarkan polutan dengan merata karena sedikitnya halangan.
Kota Cilegon didominasi oleh lahan dengan kemiringan 0-8 % dengan luas
wilayah 5708,79 Ha. Daerah dengan kemiringan 0-8 % menyebar di seluruh kota yang
umumnya digunakan sebagai perumahan, bangunan dan pusat kegiatan manusia.
Topografi dan mekanisme iklim akan berpengaruh dalam distribusi polutan.
Stabilitas iklim sangat mempengaruhi penyebaran polutan. Polutan akan menyebar
dengan luas pada kondisi iklim yang tidak stabil atau sebaliknya akan mengendap pada
suatu tempat karena stabilnya unsur-unsur iklim. Setiap unsur iklim akan saling
mempengaruhi dan membentuk suatu mekanisme alam. Unsur iklim yang mempunyai
peranan dalam distribusi polutan diantaranya adalah arah dan kecepatan angin, curah
hujan, suhu dan kelambaban.
3 50 .0 3 2 6 .2
3 0 0 .5 2 9 4 .3
3 0 0 .0 2 8 2 .6
2 6 0 .9
2 4 5.0
2 3 8 .3
2 50 .0
2 2 0 .6 2 13 . 6
Intensitas (mm)
19 7 . 2
2 0 0 .0
16 0 . 8
14 5 . 4
15 0 . 0
10 0 . 0
50 .0
0 .0
Jan Feb M ar Ap r Mei J un J ul A g us Sep O kt No v Des
Bulan
27.4
27.2 27.2 27.3
27.2 27.1
27.0 27.0
27.0
26.8 26.7 26.8
26.6 26.6
Suhu ( C)
26.6
o
26.4
26.2 26.2
26.2
26.0
25.8
25.6
25.4
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agus S ep Okt Nov Des
Bulan
B.4. Angin
Perbedaan tekanan akan menyebabkan pergerakan udara yang disebut dengan
angin. Pergerakan angin lokal sangat komplek dan dinamis. Arah dan kecepatan angin
dapat digambarkan dengan mawar angin (windrose). Windrose dapat dilihat pada
lampiran gambar (Gambar 1). Pada lampiran tabel, Tabel 3 adalah informasi tentang arah
angin dapat digunakan untuk mengetahui arah polutan akan disebarkan. Data mengenai
arah angin menunjukkan angin bergerak dari arah utara dan barat. Pada awal musim
penghujan yang jatuh pada bulan September, angin yang dominan bertiup dari arah utara.
Bulan Desember terjadi peralihan arah angin. Angin bergerak dari arah barat dan utara.
Pada bulan Januari, angin dominan dari arah barat. Pada musim penghujan yaitu bulan
September – Mei, arah angin yang dominan bertiup dari arah barat dan utara. Bulan Mei
merupakan peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan. Arah angin dominan
pada bulan Mei adalah dari arah utara. Pada bulan Juni memasuki musim kemarau, angin
dominan bertiup dari arah utara. Pada musim kemarau, arah angin dominan dari arah
utara.
Menurut Sastrawijaya (1991), kecepatan angin akan mempengaruhi distribusi
pencemar. Konsentrasi pencemar akan berkurang jika angin berkecepatan tinggi dan
membagikan kecepatan tersebut secara mendatar atau vertikal. Angin dapat berperan
sebagai pengencer polutan. Kecepatan angin akan mengalami peningkatan seiring dengan
ketinggian tempat. Semakin tinggi letak sumber pengeluar pencemar akan memudahkan
dalam pengenceran polutan.
Pada siang hari kondisi atmosfer relatif tidak stabil, suhu daratan yang lebih dulu
panas akan dapat memuaikan polutan. Polutan bergerak secara vertikal dan horisontal,
kemudian akan terbawa oleh angin. Pada malam hari, partikel polutan akan mengendap
karena suhu lebih rendah dan kondisi atmosfer relatif stabil.
Pada lampiran tabel, Tabel 4 adalah tabel kecepatan angin bulanan. Kecepatan
angin berkisar antara 3,4 m/detik sampai dengan 4,6 m/detik. Rata-rata kecepatan angin
minimum terjadi pada bulan Juni sebesar 3,4 m/detik dan mencapai nilai kecepatan
maksimum pada bulan Desember sebesar 4,6 m/detik.
Gambar 11 merupakan diagram rata-rata kecepatan angin bulanan. Kenaikan
kecepatan angin terjadi mulai bulan Juni sampai dengan bulan Desember. Pada musim
penghujan yaitu pada bulan September – Mei, kecepatan angin berkisar antara 3,6 – 4,6
m/detik, sedangkan pada musim kemarau yaitu pada bulan Juni – Agustus kecepatan
angin berkisar antara 3,4 – 3,7 m/detik. Tingginya kecepatan angin dapat disebabkan
karena daerah Cilegon berada di daerah pesisir. Angin dapat berfungsi sebagai pengencer
bagi polutan. Pada siang hari, angin akan membantu menyebarkan asap yang keluar dari
cerobong pabrik dan sebagian lagi akan memuai karena suhu yang tinggi. Dalam kondisi
tersebut, kepekatan polutan akan berkurang. Pada malam hari, saat suhu daratan lebih
cepat turun partikel polutan dan sisa polutan akan mengendap. Hal ini yang sangat
membahayakan bagi kawasan sekitar industri.
5.0
4.5 4.6
4.5 4.3
4.1 4.0
3.9 3.9
4.0 3.7 3.7 3.7
KecepatanAngin(m/detik)
3.6
3.4
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
pr
ov
eb
ar
st
n
es
pt
ei
kt
l
Ju
Ja
Ju
M
gu
M
D
O
Se
F
A
Bu l an
Penyebaran polutan akan dipengaruhi oleh topografi dan kondisi angin lokal.
Pengambilan contoh udara triwulan I dilakukan pada tanggal 31 Mei – 5 Juni 2004.
Gambar 12 merupakan peta angin pada pengukuran triwulan I. Angin dari arah barat
kemudian berbelok ke tenggara. Pada bagian utara Kota Cilegon yaitu di Kecamatan
Gerogol dan Pulo Merak yang mempunyai topografi curam dengan kelerengan lahan > 45
%, arah angin dibelokkan ke arah barat laut dan menuju pantai karena terhalang oleh
bukit. Pada Kecamatan Ciwandan yang merupakan kawasan industri, angin bertiup dari
arah barat menuju ke timur yaitu kecamatan Purwakarta dan Citangkil yang merupakan
pusat aktivitas dan permukiman. Hal ini sangat berbahaya terutama berkaitan dengan
penyebaran dan kemungkinan akumulasi polutan. Angin dapat membawa polutan ke
kawasan permukiman dan terjadi akumulasi sehingga dapat membahayakan bagi
kesehatan manusia.
Gambar 22. Peta angin pada pengukuran triwulan I tahun 2004
Daerah permukiman yang terdapat RTH berada dalam kelas konsentrasi 1. Ruang
terbuka hijau yang terdapat sekitar kawasan industri didominasi oleh semak sehingga
tidak dapat digunakan sebagai pemecah angin. Berdasarkan pengukuran disekitar
kawasan industri rata-rata kecepatan angin adalah 3,4 km/jam dengan arah dominan dari
barat (angin laut). Kecepatan angin yang cukup besar membawa partikel debu jauh dari
kawasan industri dan tidak terakumulasi pada kawasan dan sekitarnya. Lanskap datar dan
cerobong pabrik yang tinggi menjadikan polutan yang dikeluarkan tidak mempengaruhi
kawasan sekitarnya.
Daerah yang mempunyai nilai debu tertinggi adalah jalan tol Gerem Raya yang
berada di Kecamatan Gerogol. Kisaran nilai kelas 4 sebesar 592,17 – 780,531 µg/m3
dengan arah angin dominan pada saat pengukuran dari arah selatan.
Pada lampiran tabel, Tabel 9 merupakan tabel luasan kelas konsentrasi debu pada
setiap kecamatan di Kota Cilegon. Zona yang terluas adalah kelas konsentrasi 2, dengan
nilai sebesar 230 - 403,81 µg/m3. Nilai kisaran kelas 2 berada diatas BMU. Kondisi
tersebut sangat berbahaya bagi ekosistem. Luas kawasan yang masuk dalam kelas 1
sebesar 766,99 Ha, sedangkan luas kawasan yang masuk dalam kelas 2 sebesar
10.698,30 Ha. Kawasan yang mempunyai konsentrasi debu tertinggi terdapat pada
Kecamatan Pulo Merak dan Kecamatan Gerogol dengan nilai kisaran sebesar 592,17 –
780,531 µg/m3 dengan luas kawasan sebesar 58,21 Ha.
Sebagian besar kawasan permukiman berada pada kelas 2. Hal ini sangat
membahayakan dan memerlukan tindakan. Permukiman mempunyai RTH berada di kelas
1. Kawasan pemukiman yang mempunyai RTH berada di Kecamatan Purwakarta dan
kawasan industri Krakatau Steel (KS) yang mempunyai RTH berada dalam kelas
konsentrasi 1. Sebagian besar Kecamatan Cibeber berada di kelas 2 dengan luasan area
sebesar 3.050,952 Ha. Penutupan lahan pada Kecamatan Cibeber adalah permukiman,
hutan dan pertanian.
Gambar 18. Peta penyebaran debu triwulan I tahun 2004
Gambar 20 merupakan peta penyebaran karbon monoksida (CO) di Kota Cilegon.
CO merupakan hasil dari pembakaran yang tidak sempurna, sedangkan pembakaran
sempurna akan menghasilkan CO2. Menurut Rouse (1975), CO bagian buangan dari
bahan bakar fosil disebabkan kurangnya oksigen dalam pembakaran atau pembakaran
kurang sempurna dalam mesin. Bereaksinya CO dengan O2 dapat membentuk CO2.
Menurut Sastrawijaya (1991), CO tidak berwarna atau berbau namun pada kadar 10 bpj
dalam udara dapat menyebabkan manusia sakit. Konsentrasi CO dibagi menjadi 5 kelas,
zona yang mempunyai konsetrasi terendah pada kelas 1 dan zona yang mempunyai
konsentrasi CO tertinggi pada kelas 5. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai CO di kota
Cilegon masih di bawah baku mutu udara. Secara umum zona dominan seluruh kota
adalah masih normal yaitu berkisar antara 343 – 9.371 µg/m3, sedangkan nilai baku mutu
udara sebesar 10.000 ug/m3 dengan waktu pengukuran selama 24 jam.
1. Parameter hidrokarbon dan debu mempunyai nilai konsentrasi polutan di atas baku
mutu udara. Lokasi yang mempunyai nilai konsentrasi polutan di atas baku mutu
udara yaitu kantor Bea Cukai, jalan tol, Ramayana, Nirmala Optik, Gerem Raya,
sedangkan Parameter nitrogen dioksida dan karbon monoksida mempunyai nilai
konsentrasi polutan di bawah baku mutu udara.
2. Rataan konsentrasi debu tertinggi selama pengukuran di jalan tol Sumur Wuluh
dengan rataan pengukuran sebesar 453,67 µg/m3, sedangkan untuk parameter
hidrokarbon adalah Gerem Raya dengan nilai rataan konsentrasi sebesar 904.33
µg/m3.
3. Arah angin dominan dari arah Utara dan Barat dengan kecepatan berkisar antara 3,4 -
4,6 m/detik.
4. Berdasarkan hasil rata-rata luas zona polutan (nilai konsentrasi diatas BMU) selama 2
triwulan pengukuran tahun 2004, zona polutan HC terluas berada di Kecamatan Pulo
Merak dengan luas area sebesar 2.374,865 Ha, sedangkan zona debu terluas berada di
Kecamatan Cibeber dengan luas sebesar 3.217,916 Ha.
SARAN
Pemda Cilegon. 2004. Kajian Ruang Terbuka Hijau Kota Cilegon Pemerintah Kota
Cilegon-Prop. Banten. Pemerintah Kota Cilegon Dinas Lingkungan Hidup,
Pertambangan dan Energi. Cilegon.
Dahlan, E. N. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. IPB
PRESS. Bogor.
Hasnaeni. 2004. Evaluasi Tingkat Pencemaran Udara Ambien di Kota Bandung. Skripsi.
Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ipa IPB. Bogor.
Lillesand, T.M & F.W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. R.
Dubahri, penerjemah; Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Nasihin, I. 2003. Studi Pengembangan Hutan Kota di Kota Kuningan Kabupaten Daerah
Tingkat II Kuningan, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan,
Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Sari. P. P. 2005. Pengukuran Hujan Asam pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di
Daerah Bogor dan Sekitarnya. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan
dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Sitawati. 1994. Kajian Tanaman Semak sebagai Elemen Lansekap dalam Pengaturan
Suhu Ruang. Desertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor.
Sukarsono. 1998. Dampak Pencemaran Udara terhadap Tumbuhan di Kebun Raya Bogor.
Tesis. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.
LAMPIRAN
LAMPIRAN TABEL
Debu
HC CO NO2 SO2 Pb
No Lokasi (µg/m
3 (µg/m3) (µg/m3) (µg/m3) (µg/m3) (µg/m3)
)
17 Pasar Merak 217 144 1029 8.63 3.78 0.18
18 Cikuasa Baru 192 196 914 14.05 9.91 0.12
19 Gerem Raya 438 850 8914 19.36 11.37 0.52
20 Kampung Kruwuk 136 98 686 9.81 5.77 < 0.03
21 Kampung Pabuaran Lor 368 176 1371 11.27 6.97 0.22
22 Perumahan Arga Baja Pura 157 91 686 7.45 5.50 0.10
23 Cikuasa Lama 188 229 2286 12.50 5.66 0.27
24 Kelapa Tujuh 115 98 571 10.79 3.99 0.06
Sumber : Dinas Lingkungan Hidup dan Pertambangan Kota Cilegon
Tabel 10. Luasan Zona Polutan Hidrokarbon (Ha) Pengukuran Triwulan I Tahun
2004
Tabel 11. Luasan Zona Polutan Karbon Monoksida (Ha) Pengukuran Triwulan I
Tahun 2004
Tabel 12. Luasan Zona Polutan Nitrogen Dioksida (Ha) Pengukuran Triwulan I
Tahun 2004
Tabel 13. Luasan Zona polutan Debu (Ha) Pengukuran Triwulan IV Tahun 2004
Kecamatan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Jumlah
Pulo Merak 91.0 709.8 2117.4 89.5 0.0 3007.7
Purwakarata 414.7 1261.8 39.4 0.0 0.0 1716.0
Jombang 3.8 100.1 878.5 554.7 108.0 1645.1
Gerogol 0.0 412.8 1321.0 125.3 4.3 1863.4
Ciwandan 163.5 2915.3 1025.7 0.0 0.0 4104.4
Citangkil 0.0 1621.8 295.2 0.0 0.0 1917.0
Cilegon 2.8 864.4 630.3 2.1 0.0 1499.6
Cibeber 91.2 2812.3 390.5 0.0 0.0 3294.1
Jumlah 767.0 10698.3 6698.1 771.5 112.3 19047.2
Catatan :
¾ Kelas 1 : 32.052-130.021 µg/m3.
¾ Kelas 2 : 130.021-227.989 µg/m3.
¾ Kelas 3 : 227.989-325.958 µg/m3.
¾ Kelas 4 : 325.958-423.927 µg/m3.
¾ Kelas 5 : 423.927-521.896 µg/m3.
Tabel 14. Luasan Zona polutan Hidrokarbon (Ha) Pengukuran Triwulan IV Tahun
2004
Kecamatan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6 Jumlah
Pulo Merak 202.4 1044.1 1542.9 163.1 53.2 2.0 3005.7
Purwakarata 750.6 965.4 0.0 0.0 0.0 0.0 1716.0
Jombang 5.7 446.2 801.8 366.8 24.6 0.0 1645.1
Gerogol 38.4 861.3 716.2 165.5 55.1 27.1 1836.3
Ciwandan 1960.8 1430.2 709.4 4.0 0.0 0.0 4104.4
Citangkil 454.1 1445.6 17.3 0.0 0.0 0.0 1917.0
Cilegon 8.1 1392.1 99.4 0.0 0.0 0.0 1499.6
Cibeber 152.3 2991.3 150.4 0.0 0.0 0.0 3294.1
Jumlah 3572.5 10576.0 4037.4 699.4 132.8 29.1 19047.2
Catatan :
Kelas 1 : 65.023 - 160 µg/m3.
Kelas 2 : 160 - 326.613 µg/m3.
Kelas 3 : 326.613 - 457.467 µg/m3.
Kelas 4 : 457.467 - 588.202 µg/m3.
Kelas 5 : 588.202 - 718.997 µg/m3.
Kelas 6 : 718.997 - 849.792 µg/m3.
Tabel 15. Luasan Zona polutan Karbon Monoksida (Ha) Pengukuran Triwulan IV
Tahun 2004
Kecamatan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6 Jumlah
Pulo Merak 773.3 2123.2 91.5 12.6 5.9 1.2 3006.5
Purwakarata 1554.4 161.5 0.0 0.0 0.0 0.0 1716.0
Jombang 73.2 1000.0 571.4 0.5 0.0 0.0 1645.1
Gerogol 394.9 1173.6 193.5 58.0 27.9 15.4 1848.0
Ciwandan 3827.5 269.0 8.0 0.0 0.0 0.0 4104.4
Citangkil 1708.6 208.4 0.0 0.0 0.0 0.0 1917.0
Cilegon 1017.8 481.7 0.0 0.0 0.0 0.0 1499.6
Cibeber 2977.2 316.9 0.0 0.0 0.0 0.0 3294.1
Jumlah 12326.8 5734.3 864.4 71.2 33.8 16.6 19047.2
Catatan :
¾ Kelas 1 : 457.013-1865.269 µg/m3.
¾ Kelas 2 : 1865.269-3273.526 µg/m3.
¾ Kelas 3 : 3273.526-4681.783 µg/m3.
¾ Kelas 4 : 4681.783-6090.039 µg/m3.
¾ Kelas 5 : 6090.039-7498.296 µg/m3.
¾ Kelas 6 : 7498.296-8906.553 µg/m3.
Tabel 16. Luasan Zona polutan Nitrogen Dioksida (Ha) Pengukuran Triwulan IV
Tahun 2004
PULO
No Penutupan Lahan CIWANDAN CITANGKIL CILEGON JOMBANG CIBEBER PURWAKARTA GEROGOL
MERAK
1 Permukiman 830,790 581,220 305,640 804,870 777,780 528,930 412,380 552,240
2 Perairan 327,420 109,710 47,700 44,550 64,620 25,020 55,620 66,240
3 Hutan tanaman 128,880 126,540 174,780 52,290 618,660 178,560 366,210 415,530
4 Pertanian lahan kering
bercampur Semak 672,480 613,530 536,220 385,740 1089,540 585,540 561,510 717,570
5 Pertanian lahan kering 112,050 120,150 69,030 45,630 113,850 91,800 72,090 205,740
6 Sawah 128,070 79,020 35,280 71,280 74,520 60,480 56,790 83,250
7 Semak 6,030 1,980 2,340 1,170 1,260 2,250 1,890 1,530
8 Awan 752,490 219,060 260,100 222,840 408,330 187,560 238,230 622,980
9 Bayangan awan 228,510 66,240 68,940 14,310 141,660 53,910 91,530 155,880
71
LAMPIRAN GAMBAR
A ngi n B ul a n M a r e t
A r a h A ngi n B ul a n J a nua r i A r a h A ngi n B ul a n Fe bua r i
U
U
U
BL TL 330 30
BL TL
300 60
B T B T
B T
240 120
BD Te 210 150
BD Te
S
S
S
A r a h A ngi n B ul a n A pr i l A r a h A ngi n B ul a n M e i
A r a h A ngi n B ul a n J uni
U
U U
BL TL
BL TL BL TL
B T
B T B T
BD Te BD Te
BD Te
S S
S
U
U
U
BL TL
BL TL
BL TL
B T
B T
B T
BD Te
BD Te
BD Te
S
S
S
U U
BL TL
BL TL BL TL
B T B T
B T
BD Te
BD Te
BD Te
S
S
S
73
Diagram Fluktuasi Debu
900
800
700
Konsentrasi (ug/m3)
600
500
400
300
200
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Lokasi
1200
Konsentrasi (ug/m3)
1000
800
600
400
200
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Lokasi
Diagram Fluktuasi CO
10000
9000
8000
Konsentrasi (ug/m3)
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Lokasi
25
Konsentrasi (ug/m3)
20
15
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Lokasi
No Lokasi No Lokasi
1 Kantor bea Cukai 14 Pelindo
2 Jalan tol 15 Wanasari
3 Palm Hills 16 Pelabuhan Merak (ASDP)
4 Kampung Cilodan 17 Pasar Merak
5 Desa Randakari 18 Cikuasa Baru
6 Semang Raya 19 Gerem Raya
7 Ramayana 20 Kampung Kruwuk
8 Simpang Tiga 21 Kampung Pabuaran Lor
9 Nirmala Optik 22 Perumahan Arga Baja Pura
10 Kelurahan Tegal Ratu 23 Cikuasa Lama
11 Sebelum KBS 24 Kelapa Tujuh
12 Kampung Sumampir 25 Perum KS
13 Kampung Pangabuan 26 PCI